Anda di halaman 1dari 21

KESATUAN SURAT AL-QUR’AN DALAM

PANDANGAN SALWA M.S. EL-AWWA


Oleh: Adrika Fithrotul Aini
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Jalan Laksda Adisucipto, 55281, Indonesia
Adrikavenny@gmail.com

Abstract

Munasabah is one of the Quranic sciences which undergoes


development. Thus, this article will discuss this munasabah, or
integral surah in the Qur-an based on Salwa el-Awwa’s approach.
It explains the theory by using the descriptive method. It results
that the new concept offered by Salwa concerning Quranic
Munasabah explains her curiosity toward developing integrated
surah in the Quran. This concept is aimed at dividing the themes of
the surah objectively and not intuively. So, the theory in ordering
unity of Quranic surah is based on coherence and relevance by
using pragmatic approach.

Keywords: Munasabah, Coherence, Relevance, Pragmatic, Salwa


M.S. el-Awwa

A. Pendahuluan

al-Qur’an merupakan kalam Tuhan yang diturunkan kepada


Nabi Muhammad dalam bentuk yang padu dan bersifat tauqifi.
Oleh karena itu, banyak pendapat yang menyatakan bahwa i’jaz
al-Qur’an terletak pada kepaduan antar ayat satu dengan yang
lainnya. Dengan keyakinan seperti tu, maka muncullah ilmu
munasabah dalam ulumul qur’an.
Ilmu munasabah sudah berkembang dan menjadi bahan
kajian ulama-ulama dahulu. Seperti dalam tulisan Imam Zarkasyi

67
Jurnal Syahadah
68
Vol. III, No. 1, April 2015

yang berjudul al-Burhan fi Ulumil Qur’an sudah menyinggung


mengenai munasabah. Selain itu juga sudah muncul karya tafsir
yang menggunakan metode munasabah. Seperti karya tafsir ar-
Razi dalam Mafatih al-Ghaib. Dan setelah itu muncullah banyak
ulama yang membahas mengenai munasabah dalam al-Qur’an.
Seiring dengan perkembangan zaman, maka muncul ulama yang
membahas tentang ilmu munasabah secara khusus, seperti al-
Farahi dan Islahi.
Berangkat dari perkembangan ilmu munasabah dari waktu
ke waktu, maka Salwa M.S. el-Awwa tertarik untuk membahas
ilmu munasabah dalam desertasinya di Brimingham University.
Dia berusaha menelaah isu-isu koherensi antar ayat (textual
relation) dengan melalui teori linguistik-koherensi dan teori
relevansi. Teori yang dimunculkan oleh Salwa membuat penulis
tertarik untuk mengetahui lebih dalam atas teori munasabahnya
tersebut.

B. Pembahasan

a. Mengenal Salwa M.S. El-Awwa Dan Textual Relation

Biografi singkat Salwa dapat ditemukan dalam pengantar


bukunya, yakni Salwa hanya diperkenalkan sebagai seorang
dosen dalam bidang Qur’anic Studies di Departemen Teologi
dan Agama, Universitas Birmingham. Konsentrasi bidang yang
diajarkan oleh Salwa adalah kajian hermeneutika al-Qur’an
dan metode interpretasi teks.1 Bidang kajian al-Qur’an yang
menjadi fokus utama Salwa adalah bidang linguistik. Dia juga

1
Salwa M. S. El-Awwa, Textual Relations in The Qur’an:Relevance, Coherence, and
Structure (London and New York: Routledge, 2006), h. ix.
Kesatuan Surat Al-Qur'an dalam Pandangan Salwa M.S. El-Awwa
69
Adrika Fithrotul Aini

pernah menulis tentang repetisi atau pengulangan ayat-ayat al-


Qur’an. Selain itu dia juga pernah menulis dalam bahasa arab
tentang homonim dalam al-Qur’an dengan perspektif historis
kontekstual.2
Karya dalam bidang al-Qur’an adalah “Textual Relation in
the Qur’an; Relevance, Coherence, and Structure”. Karya tersebut
merupakan hasil disertasi yang dia selesaikan di bawah bimbingan
Prof. M.A.S. Abdel-Haleem, yakni seorang direktur pusat kajian
Islam di SOAS (School of Oriental and African Studies) dan Billy
Clark (co-supervisor).3
Topik kajian penelitian Salwa adalah tentang textual relation
(relasi tekstual) atau sering dikenal dengan munasabah. Kajian
ini pada dasarnya telah banyak dibicarakan oleh para pemikir
muslim, yang mana mereka menjelaskan bahwa meskipun surat
al-Qur’an mengandung banyak topik yang luas, dan mungkin
tidak perlu untuk dihubungkan kedalam tema-tema tertentu.
Mereka semua sepakat bahwa keseluruhan al-Qur’an menyajikan
penyampaian dakwah Islam kepada manusia. Namun di sisi lain
ada beberapa ulama yang memandang bahwa dalam al-Qur’an
terdapat kesatuan tema dalam setiap surat. Tema-tema yang
lain merupakan penyokong atau berputar disekitar tema utama
tersebut. Mereka yang berpendapat seperti itu adalah Sayyid
Qutb, Amin Ahsan Islahi, Muhammad Abdullah Darraz, dan
Neal Robinson. Namun dalam perspektif lain, para pemikir non-
muslim juga mempunyai pandangan berbeda dari pandangan-
pandangan di atas. Mereka mengklaim bahwa teks-teks al-Qur’an
pada dasarnya tidak mempunyai koherensi. Pandangan mereka

2
Salwa M. S. El-Awwa, Textual Relations in The Qur’an ..., h. ix.
3
Salwa M. S. El-Awwa, Textual Relations in The Qur’an...., h. ix.
Jurnal Syahadah
70
Vol. III, No. 1, April 2015

tersebut pada dasarnya disebabkan oleh penggunaan sumber


kedua dari literature. Mereka terpengaruh terjemah al-Qur’an
bahasa Eropa dalam melihat style dan makna al-Qur’an. Padahal
diketahui bahwa terjemah al-Qur’an seringkali dan bahkan tidak
mungkin bisa menyamai sastra al-Qur’an itu sendiri.4
Selain itu, alasan lain yang membuat Salwa tertarik dalam
kajian munasabah ini adalah karena belum adanya bangunan dan
landasan kerangka teoritis yang kuat dalam menelaah isu korelasi
antar ayat-ayat al-Qur’an. Sehingga pendekatan linguistik dengan
teori relevansi menurutnya mampu memecahkan problematika
munasabah yang selama ini terjadi baik di kalangan Islam
maupun non-muslim.
Pertanyaan yang ingin dijawab oleh Salwa dalam karya
ilmiahnya tersebut adalah “Do Qur’anic suras possess coherence, or
organic unity and is this necessary at all as a quality of the text or is
it not? (apakah surat al-Qur’an memiliki koherensi atau kesatuan
unit dan dibutuhkan dalam semua teks atau tidak?).”5Adapun
fokus kajian dalam penelitiannya adalah relasi antara perbedaan
dan persamaan topik yang terkesan tidak mempunyai relasi
dalam sebuah surat.6 Sehingga dalam penelitian tersebut dia
mengambil dua sampel surat dalam al-Qur’an, yaitu surat yang
tergolong panjang yang diturunkan di Madinah yakni al-Ahzab
dan surat yang diturunkan di Makkah yakni al-Qiyamah.
Alasan pemilihan kedua surat tersebut, menurutnya adalah
karena kedua surat itu merupakan surat yang panjang dan di
dalamnya terdapat multitema.7 Surat yang pertama, yakni al-

4
Salwa M. S. El-Awwa, Textual Relations in The Qur’an..., h. 1.
5
Salwa M. S. El-Awwa, Textual Relations in The Qur’an..., h. 2.
6
Salwa M. S. El-Awwa, Textual Relations in The Qur’an..., h. 3.
7
Salwa M. S. El-Awwa, Textual Relations in The Qur’an..., h. 4
Kesatuan Surat Al-Qur'an dalam Pandangan Salwa M.S. El-Awwa
71
Adrika Fithrotul Aini

Ahzab, merepresentasikan surat madani, yang mana kebanyakan


ayat-ayatnya panjang, memuat berbagai topik dan terdapat
problem relasi tekstual yang kompleks. Sedangkan yang kedua,
surat al-Qiyamah, merupakan surat makki yang memiliki grup
surat yang pendek, meskipun surat makki memang tidak banyak
mengandung berbagai topik permasalahan yang kompleks.
Meskipun hanya mengandung beberapa topik, relasi antara
ayatnya juga harus dideteksi atau diinterpretasikan.8
Akan tetapi apabila melihat alasan Salwa lebih lanjut, maka
dapat dilihat bahwa alasan pemilihan kedua surat ini bukan
hanya berdasarkan pada panjang atau pendeknya surat ataupun
tema-tema yang kompleks yang ada di dalamnya, namun lebih
daripada itu adalah persoalan relasi tekstual dan kontekstual
yang terjalin dalam satu surat. Sehingga historisitas kedua surat
ini yang menurutnya juga perlu untuk ditelaah lebih lanjut. Sejauh
mana teks al-Qur’an meng-cover fenomena sosial dan bagaimana
ekspresi ayat-ayat tersebut dalam merespon fenomena itu.
Hingga kemudian dapat ditarik korelasi dan relevansinya dalam
paragraf-paragraf tematik yang terdapat dalam surat tersebut.

b. Definisi dan Perkembangan Ilmu Munasabah

Munasabah berasal dari akar kata yang sama, yaitu ;


al-munasabah mengandung arti berdekatan, bermiripan. Oleh
karena itu ungkapan bermakna si fulan itu mirip
dengan fulan yang lain; dua orang bersaudara itu disebut satu
nasib ( : keturunan) karena keduanya bermiripan.9

Ibid.
8

Al-Zarkasyi, Al-Burhan Fi Ulum Al-Qur’an, ed. Muhammad Abu Al-Fadhl Ibrahim, Isa
9

Al-Bab Al-Halabi, cet. Ke-2, t.t., 1, h. 35.


Jurnal Syahadah
72
Vol. III, No. 1, April 2015

Dari pengertian kebahasaan diatas dapat kita pahami bahwa


munasabah terjadi minimal antara dua hal yang mempunyai
pertalian, baik dari segi lahir, ataupun makna yang terkandung
dalam dua kasus itu.10 Demikian juga al-munasabah fil illat dalam
kajian ushul fiqh (qiyas) ialah titik kemiripan atau kesamaan dua
kasus dalam suatu hukum.11
Al-Alma’i sebagaimana dikutip oleh Nashruddin Baidan,
mendefinisikan al-munasabah dengan “pertalian antara dua
hal dalam aspek apa pun dari berbagai aspeknya”. Dari definisi
tersebut tampaknya sangat luas sekali cakupan ilmu munasabah.
Sehingga pencapaian dari munasabah adalah mencari kemiripan,
kesesuaian ataupun pertalian dari dua aspek yang mungkin
berbeda. Dan jika diterapkan dalam al-Qur’an maka dapat kita
misalkan, pertalian antara surat dengan surat, ayat dengan ayat
baik dari sudut makna, susunan kalimat, maupun letaknya.12
Definisi inilah yang mungkin dimaksud oleh Manna’ al-Qathan
bahwa al-munasabah mengandung pengertian ada aspek
hubungan antara satu ayat dengan ayat lain dalam satu ayat, atau
antara satu ayat dengan ayat lain dalam himpunan beberapa ayat,
ataupun hubungan surat dengan surat lain.13
Dari beberapa definisi yang telah diutarakan oleh beberapa
pakar tafsir di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ilmu
munasabah al-Qur’an merupakan ilmu yang berusaha mencari
hubungan, persesuain dan pertalian antar satu ayat dengan ayat
lain ataupun antar surat dengan surat lain, baik yang berdekatan
10
Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011),
h. 183.
11
Al-Zarkasyi, Al-Burhan Fi Ulum Al-Qur’an, h. 35.
12
Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, h. 184.
13
Manna’ al-Qaththan, Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an, (Beirut: Mansyurat Al-‘Ashr Al-
Hadis, 1973)
Kesatuan Surat Al-Qur'an dalam Pandangan Salwa M.S. El-Awwa
73
Adrika Fithrotul Aini

ataupun tidak. Nashruddin Baidan sendiri mempunyai tiga makna


utama dari al-munasabah, yaitu al-muqarabat (berdekatan), al-
musyakalat (bermiripan), dan al-irtibath (bertalian).14
Munculnya ruang ilmu munasabah dalam diskursus ulumul
Qur’an tentu tak dapat dipisahkan dari paradigma yang menjadi
landasan para ulama. Mereka berpandangan bahwa ilmu
munasabah ini penting ketika dihadapkan fakta bahwa struktur
susunan ayat-ayat al-Qur’an dari awal sampai akhir bersifat
tauqifi (langsung dari Tuhan). Artinya dalam menyusun tertib al-
Qur’an tersebut tidak ada ijtihad atau campur tangan baik dari
para sahabat maupun Nabi sendiri. Sehingga susunan ayat al-
Qur’an memang murni dan terbentuk dari Tuhan.
Dari fakta di atas kemudian muncul inisiatif dari para ulama
untuk mengembangkan dan mencari tahu rahasia di balik
penyusunan al-Qur’an. Dalam artian, mengapa ayat ini terletak di
bagian ini dan mengapa surat tersebut diletakkan dalam urutan
tertentu. Sehingga usaha penafsiran dengan metode munasabah
ini paling tidak mampu menjawab persoalan tentang “mengapa
ayat ini diletakkan sebelum atau sesudah ayat ini, dan apa rahasia
atau hikmah dibalik peletakan ayat tersebut.15
Oleh sebab itu, para ulama merumuskan beberapa bentuk
munasabah yang umum terjadi dalam al-Qur’an. Dalam hal ini
penulis menemukan beberapa bentuk, namun ada delapan
bentuk munasabah yang akan dipaparkan, sebagai berikut:16

14
Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, h. 185.
15
Mohammad Ridho, Islam, Tafsir dan Dinamika Sosial, Ikhtiar Memaknai Ajaran Islam,
(Yogyakarta: Teras, 2010), h. 31-32.
16
Muh. Sjamsoeri Joesoef, “Peranan Munasabah Ayat dalam Tafsir al-Razy”, Desertasi
IAIN Sunan Kalijaga, 1987, h. 54-68.
Jurnal Syahadah
74
Vol. III, No. 1, April 2015

1. Munasabah antara nama surat dengan isi kandungan


surat
2. Munasabah antara akhir dan awal surat tertentu
3. Munasabah antara akhir surat dengan surat berikutnya
4. Munasabah antara kandungan surat secara umum dengan
kandungan surat berikutnya
5. Munasabah antara ayat-ayat dalam sebuah surat
6. Munasabah antara bagian suatu surat
7. Munasabah antara fawatih al-suwar dengan isinya

c. Perkembangan Studi Al-Qur’an Berbasis Surat

Dalam lintasan sejarah, ilmu munasabah ini telah menjadi


kajian para ulama’ klasik sejak abad ke-4. Meski pada dasarnya
benih ilmu ini telah ada pada masa Rasulullah, namun bentuk
ilmu munasabah yang dikenal secara sistematis dalam diskursus
ulumul qur’an belum ada pada abad tersebut. Al-Imam Abu Bakr
‘Abd Allah Bin Muhammad Al-Naisaburi (w.935324/ H) yang
pertama kali memunculkan ilmu munasabah ini.17 Sedangkan
sarjana yang pertama kali melahirkan karya tafsir yang sarat
dengan muatan munasabah adalah Fakhruddin ar-Razi (w.
1209606/) dalam kitabnya Mafatih al-Ghaib. Kemudian sampai
pada masa Ibrahim bin Umar al-Biqa’i yang mengarang kitab
khusus tentang munasabah dengan judul Nazm Ad-Durar Fi
Tanasub Al-Ayat Wa Al-Suwar.18 Selain itu, juga muncul beberapa
karya seperti al-Khatib al-Iskafi (w.420 H) yang berjudul Durrat
At-Tanzil wa Ghurrat At-Takwil; Al-Burhan Fi Tawjih Mutasyabih

Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, h. 185.


17

Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, h. 186-187.


18
Kesatuan Surat Al-Qur'an dalam Pandangan Salwa M.S. El-Awwa
75
Adrika Fithrotul Aini

Al-Qur’an karya Taj Al-Qurra’ Al-Kirmani; Al-Burhan Fi Munasabah


Tartib Suwari Al-Qur’an karya Abu Ja’far Ibn Zubair Al-Andalusi;
Tanasuq Ad-Durar Fi Tanasub Al-Suwar karya as-Suyuti.19
Dari sejarah perkembangan ilmu munasabah di atas, pada
dasarnya ilmu ini belum mencapai kematangannya. Sebagaimana
pula yang diungkapkan oleh Mustansir Mir bahwa metode yang
digunakan oleh ulama klasik, yang dalam hal ini ia mengkritik
metode ar-Razi adalah linier atomistik.20 Lebih lanjut, Mir juga
mengomentari bahwa kesemua sarjana klasik hampir secara
keseluruhan mengadopsi metode ar-Razi. Pandangan Salwa
juga bahwa aplikasi ilmu munasabah ini masih didominasi
oleh “takwil yang bersifat intuitif” daripada berdasarkan pada
kerangka teoritis. Meskipun term munasabah resmi direkam
dalam kitab Ulumul Qur’an karya az-Zarkasyi. Namun Salwa juga
mengomentari bentuk aplikasi teori munasabah yang digagas
oleh az-Zarkasyi sebagai berikut:
“However, he does not make clear the sources of his contextual
additions or the rules governing his choice and his use of this
contextual information. On many occasions, the explanations he
makes depend merely on his intuitive assumptions of what the
relation could be, and so he provides contextual interpretations,
albeit based on his knowledge of Islamic fundamentals, rather than
information.”21

Kalau kita merujuk pada akar historis, munculnya


perkembangan yang lebih signifikan dalam penafsiran berbasis
surat muncul pada abad ke-20. Pada masa ini, tidak semua
19
Salwa M. S. El-Awwa, Textual Relations in The Qur’an.., h. 9-17.
20
Mustansir Mir, “The Sura as a Unity: a Twentieth Century Development in Qur’an
Exegesis” dalam G.R Hawting dan Abdul Kader A. Shareef, Approaches to the Qur’an
(London and New York: Routledge, 1993), h. 212.
21
Salwa M. S. el-Awwa, Textual Relations in The Qur’an.., h. 12.
Jurnal Syahadah
76
Vol. III, No. 1, April 2015

sarjana masuk pada model pendekatan al-Qur’an berbasis surat


ini merujukkannya pada istilah yang sama, sehingga karya tafsir
mereka ada yang memang ditujukan sebagai tafsir, ada pula yang
bentuknya lebih menunjukkan bahwa al-Qur’an mengandung
koherensi.22 Di wilayah Indo-Pakistan, ada beberapa sarjana yang
menerapkan pola demikian dalam menafsirkan al-Qur’an, yaitu
Bayan al-Qur’an karya Asnaf ‘Ali Sanafi (w. 13621943/). Sanafi
menggunakan istilah Rabt.23
Selain itu, Gagasan tentang konsep kesatuan ayat-ayat dalam
sebuah surat dapat kita temui juga dalam pandangan al-Farahi.24
Di mana karyanya secara utuh diterbitkan oleh muridnya yaitu
Amin Ahsan Islahi. Dari islahi juga al-Farahi inilah muncul konsep
kesatuan ayat yang mempunyai ciri khas ‘amud. ‘Amud adalah
sebutan untuk sebuah tema utama dalam sebuah surat. Tema
utama tersebut berfungis sebagai pengait antar tema-tema kecil,
sehingga bisa dikatakan bahwa tema-tema kecil bermuara pada
tema utama atau ‘amud yang digagas oleh al-Qur’an. Dengan
kerangka seperti inilah al-Farahi menelisik koherensi antar ayat
al-Qur’an yang dinilai oleh sebagain orang, khususnya kalangan
orientalis, bahwa gaya stilistika al-Qur’an tidak beraturan.
Sedangkan di wilayah Mesir terdapat karya Sayyid Qutb
dengan judul Tafsir fi Zilalil Qur’an. Ia menyebutkan bahwa setiap

22
Salwa M.S. el-Awwa, Textual Relation in The Qur’an,..., h. 20-21.
23
Mustansir Mir, “The Sura as a Unity,.., h. 213.
24
Nama lengkapnya Hamiduddin Al-Farahi, lahir di India tahun 1863. Dia merupakan
salah satu ulama yang consern dalam bidang tafsir. Salah satu gagasan utamanya
tentang al-Qur’an adalah tentang konsep kesatuan surat. Karangan beliau sangatlah
banyak, dan bahkan dia sempat menulis beberapa tafsir surat. Karya-karyanya kini
sebagaian dapat kita temui dalam bahasa arab (manuskrip) yang sudah di scan. Dan
kitab karyanya yang berbicara tentang al-Qur’an misalnya Muqaddimah Nidhom al-
Qur’an, Asbabun Nuzul, Fiqh Al-Qur’an, Hujaj Al-Qur’an, Asalib Al-Qur’an, Aushof Al-
Qur’an, Mufradat Al-Qur’an, dan lain-lain.
Kesatuan Surat Al-Qur'an dalam Pandangan Salwa M.S. El-Awwa
77
Adrika Fithrotul Aini

surat pasti memiliki gagasan utama yang disebut sebagai mihwar.


Gagasan utama berperan sebagai sumbu di mana seluruh ayat
dalam seluruh ayat harus dipahami dalam kerangka gagasan
utama.
Demikianlah beberapa mufassir yang pernah concern dalam
bidang kesatuan surat. Paling tidak darisanalah kemudian
muncul beberapa ulama yang senada dengan aliran tersebut
dalam memandang al-Qur’an. Dan bahkan muncul juga term lain
untuk menggambarkan tema utama seperti konsep al-Farahi
diatas, seperti amud, maupun al-mihwar. Namun demikian,
usaha mereka dalam mengkaji ayat al-Qur’an secara struktural
komprehensif tersebut berlandaskan pada makna. Artinya
pengelompokan ayat menjadi beberapa grup ini didasarkan
pada arti yang terkandung dalam ayat tersebut. Secara sekilas,
pengelompokan ayat-ayat ini paling tidak telah mempunyai dasar
dan landasan logis yang menggunakan pendekatan maknawi.
Namun demikian, patut disadari bahwa pendekatan maknawi ini
dalam melakukan kajian struktural-koherensi bisa menyebabkan
perbedaan pandangan dalam pengelompokan ayat. Sebab
setiap mufassir bisa dengan subjektifitasnya untuk melakukan
pengelompokan sendiri atas inisiatif dan intuisinya. Ini artinya,
pengelompokan ayat berbasis maknawi saja tidaklah cukup untuk
dijadikan sebagai landasan dalam melakukan kajian kesatuan
surat. Sehingga menurut Salwa bahwa meskipun berangkat dari
metode yang sama, hasil tafsir mereka sangat beragam baik
dari sisi pembagian surat sampai pada penentuan tema surat.
Semuanya sebagaimana yang diungkapkan sebelumnya bahwa
mereka masih berdasarkan intuisi dan bersifat subjektif.
Jurnal Syahadah
78
Vol. III, No. 1, April 2015

Studi tentang munasabah pada era modern abad 20 ini


tidaklah habis dan hanya dibahas oleh kalangan muslim. Para
pemikir barat pun juga tidak ketinggalan dalam menggali aspek
korelasi dan koherensi antar ayat yang ada dalam al-Qur’an.
Diantaranya adalah Neal Robinson. Dia merupakan salah satu
pemikir barat yang mencoba mengembangkan studi munasabah
dengan teori-teori dan pendekatan kontemporer yakni linguistik
strukturalisme. Salah satu kontribusinya dalam pengembangan
ilmu ini adalah korelasi antar ayat dengan menggunakan model
pembagian surat makki dan madani. Dengan pendekatan
strukturalisme yang ia gunakan tersebut, maka dia berpendapat
bahwa surat-surat madani mempunyai struktur yang lebih
kompleks dibanding dengan surat-surat makki.25 Surat-surat
makki dalam pandangan Robinson didominasi oleh enam topik
inti, yakni polemik, eskatologi, hubungan komunikasi Tuhan
dengan Nabi secara personal, tanda-tanda kekuasaan Tuhan dan
kemurahan-Nya, pelajaran masa lampau dan status autentisitas
pewahyuan.26
Neal Robinson sendiri dalam menelaah struktur surat dan
relasi ayat-ayatnya mempunyai term linguistik khusus, yakni
“register”. Register sendiri merupakan terminologi yang lazim
dipakai oleh para ahli bahasa. Kata tersebut ia definisikan sebagai:
“Context-dependent linguistic characteristics–either spoken or
written,and encompassing any set of choices which are made
according to consciousor unconscious notion of appropriateness to
context (vocabulary,syntax, grammar, sound, pitch and so on).”27

25
Salwa M. S. El-Awwa, Textual Relations in The Qur’an.., h. 22.
26
Salwa M. S. El-Awwa, Textual Relations in The Qur’an..., h. 155.
27
Ibid.
Kesatuan Surat Al-Qur'an dalam Pandangan Salwa M.S. El-Awwa
79
Adrika Fithrotul Aini

Dalam analisisnya, Robinson menggunakan pendekatan


diskriptif analitis. Dan dia adalah orang yang menaruh perhatian
dengan karya sebelumnya yang telah menggagas koherensi
ayat dalam sebuah kesatuan surat, yaitu Islahi. Robinson setuju
dengan pandangan Islahi bahwa dalam sebuah surat terdapat
tema besar yang disebut sebagai ‘amud. ‘Amud inilah yang
kemudian menjadi basis pandangannya dalam melihat korelasi
dan koherensi “register” yang ada pada setiap surat. Beberapa
pandangan Neal Robinson inilah yang banyak mempengaruhi
pemikiran Salwa dalam karyanya.

d. Metodologi Ilmu Munasabah Salwa El Awwa

Salwa menggunakan dua pendekatan analisis, yaitu teori


koherensi dan teori relevansi. Ruang kosong yang dimasuki
oleh Salwa ini adalah karena tidak adanya basis metode yang
jelas yang digunakan oleh sarjana terdahulu baik klasik maupun
modern. Para sarjana tersebut masing-masing memiliki standar
yang berbeda sehingga kelompok surat, hubungan dan tema
besar sebuah surat antara satu dengan yang lain bisa jadi sangat
berbeda. Oleh sebab itu, Salwa ingin memberikan sumbangan
teori agar analisis berbasis surat dapat lebih objektif.
Dari latar belakang itulah ia memanfaatkan teori linguistik
tentang relasi tekstual. Dua teori ini memiliki sudut pandang yang
berbeda, sebagaimana ia jelaskan dengan mengutip pernyataan
dari R. Blass, yakni “Koherensi adalah hubungan antara satu
kesatuan bahasa atau linguistik (linguistic unity) seperti ucapan
atau elemen-elemen dari teks. Dimana teori koherensi lebih
menekankan pada kata hubung (cohesive ties). Kata hubung di
sini seperti kata wawu, yang mana dalam al-Qur’an kata ini sering
Jurnal Syahadah
80
Vol. III, No. 1, April 2015

digunakan dalam kata depan suatu surat. Akan tetapi menurut


Salwa bahwa kata ini tidak memiliki fungsi sederhana sebagai
penyambung atau tidak ada keterkaitan dengan ayat sebelumnya.
Hal inilah yang menjadi perhatian Salwa bahwa teks al-Qur’an
tidak bisa didekati dengan hanya menggunakan teori koherensi,
karena tidak mampu memperoleh ralasi antar ayat. Sehingga
dibutuhkan teori lain, yang menurutnya adalah teori relevansi.
Pengertian teori relevansi adalah hubungan yang mendefinisikan
bukan hanya dalam ucapan akan tetapi juga dalam asumsi,
informasi dari dasar pikiran.28 Atau melihat makna teks dari sisi
luar teks dan oleh karenanya akan mampu mengisi kesenjangan
dan ambiguitas yang ditimbulkan oleh teori koherensi.29 Oleh
karena itu, Salwa mencoba fokus pada “textual relation”, yakni
didominasi oleh dua teori yakni koherensi dan relevansi.
Teori relevansi, seperti utterence atau ucapan tidak hanya
dilihat dari keserasian dan korelasi antar kalimat, namun juga
menekankan aspek “asumsi” atau pengetahuan antar kedua
subjek. Sehingga kontekstual sebuah ucapan sangat membantu
dalam menangkap pemahaman yang komprehensif. Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya bahwa teori koherensi hanya lebih
menekankan pada gramatikal daripada sisi pragmatik.30 Sehingga,
teori relevansi menjelaskan mengenai pemaknaan dari luar teks.
Dalam teori relevansi, Salwa menggunakan pendapat dari
Sperber dan Wilson. Konsep yang digunakan ini pada dasarnya
sebagai landasan dalam menilai sebuah teks, khususnya al-
Qur’an dalam mendialogkan dengan para pendengarnya.

28
Salwa el Awwa, Textual Relation in The Qur’an..., h. 28.
29
A.H. Johns,” Textual relations in The Qur’an: Relevance, Coherence, and Structure,
dalam Journal of Qur’anic Studies, (tt:ttt, 2006), h. 129.
30
Salwa M. S. El-Awwa, Textual Relations in The Qur’an.., h. 28.
Kesatuan Surat Al-Qur'an dalam Pandangan Salwa M.S. El-Awwa
81
Adrika Fithrotul Aini

Bahwa sebuah pemahaman yang komprehensif itu bukan


hanya proses decoding belaka, namun sudah melampaui hal itu,
yakni menyimpulkan. Sehingga untuk mengetahui makna yang
dikehendaki oleh pembicara tidak bisa jika hanya memahaminya
dari aspek semantik dan gramatika saja. Namun elemen-elemen
pragmatis seperti konteks, efek kontekstual, dan relevansinya
dengan background dan konteks sangat menentukan proses
pemahaman seseorang.31 Oleh sebab itu, dalam menganalisis
tekstualitas dan relasi antar ayat dalam sebuah surat, Salwa
menggunakan metode linguistik pragmatik.32
Teori pragmatik yang dimaksud adalah teori yang bisa
terjalin tatkala materi yang dibawa oleh pengarang mampu
dipahami dan bisa membawa dampak bagi penerima. Kontekstual
disini bermakna historisitas teks tersebut. Sehingga teks yang
diutarakan terhadap sebuah golongan akan mempunyai “efek
kontekstual”. Menurut Salwa bahwa dalam kondisi seperti ini
efek kontekstual tersebut dapat dikategorikan menjadi tiga
bentuk:33
1. Adanya keterpengaruhan suatu asumsi kontekstual
yang dapat merubah asumsi lama karena mendapatkan
informasi baru.
2. Informasi tersebut bertentangan dengan asumsi lama
yang ada dalam benak pendengar, sehingga melemahkan
atau menolak secara total asumsi tersebut.
3. Informasi atau pesan tersebut mengkonfirmasi asumsi
yang ada dalam benak pendengar, sehingga menguatkan
kepercayaan yang telah terbangun sebelumnya.
31
Salwa M. S. El-Awwa, Textual Relations in The Qur’an.., h. 31.
32
Salwa M. S. El-Awwa, Textual Relations in The Qur’an.., h. 28.
33
Salwa M. S. El-Awwa, Textual Relations in The Qur’an.., h. 28.
Jurnal Syahadah
82
Vol. III, No. 1, April 2015

Efek kontekstual inilah yang akan memberikan kontribusi


terhadap teori koherensi. Informasi dari lingkungan pembaca
sangatlah berkontribusi dalam penafsiran ayat al-Qur’an.
Sehingga, untuk mencapai pemahaman dari makna al-Qur’an
tergantung dari akses pembaca dalam informasi kontektual.
Sehingga, dalam penjelasannya lebih lanjut bahwa asbabun
nuzul juga memiliki unsur penting dalam melihat informasi
kontekstual.
Dalam aplikasinya, Salwa membagi surat menjadi beberapa
bagian, yang ia sebut dengan section atau bagian dan paragraph.34
Salwa menyebut paragraf untuk merujuk pada kumpulan
ayat-ayat yang mencakup isi-isi utama daripada menyebutnya
dengan kelompok atau bagian, walaupun esensi dan tujuannya
sama. Ketertarikan Salwa dalam menggunakan paragraf lebih
disebabkan karena dalam linguistik sendiri kerangka paragraf
meniscayakan adanya keterhubungan antara satu paragraf
dengan yang lainnya.
Itulah teori yang ingin dibangun oleh Salwa dalam melakukan
pembacaan al-Qur’an menggunakan metode berbasis surat. Teori
koherensi dan relevansi dapat menghasilkan kesatuan surat
bukan hanya sisi gramatikanya, akan tetapi efek kontekstualnya.

e. Aplikasi Teori Salwa El-Awwa

Dalam aplikasi contoh teori Salwa, penulis akan menjelaskan


salah satu surat yang ia paparkan dalam bukunya, yakni dalam
surat al-Ahzab. Ia membagi surat ini yang berjumlah 73 ayat
menjadi sepuluh bagian. Kesepuluh bagian tersebut pembagian
Salwa terhadap tema-tema yang terdapat dalam surat tersebut.

Salwa M. S. El-Awwa, Textual Relations in The Qur’an.., h. 40.


34
Kesatuan Surat Al-Qur'an dalam Pandangan Salwa M.S. El-Awwa
83
Adrika Fithrotul Aini

Pembagian tersebut bukan berdasarkan intuisi atau subjetivitas


penulis yang tidak memiliki dasar. Namun, dalam Salwa tetap
konsisten dalam menggunakan pendekatan linguistik sebagai
alat untuk mengetahui perbedaan dan perubahan antara satu
tema ke tema yang lain. Sehingga tema-tema yang ada dalam surat
al-Ahzab tersebut bisa terbagi menjadi sepuluh tema utama.35

Number
Passage Verses Main Contents
of Verses
Introduction to the su>ra; legislation of
1 8 1-8 social relations; prophets’ missions and
the fate of their peoples
The day of trench; different stands of
2 19 9-27
different groups, mainly the hypocrites
Rules for the prophet’s wives; the
3 13 28-40 prophet’s marriage with zaynab; more on
the prophets’ missions
4 4 41-44 Heart softening from God to the believers
The prophet’s mission and a repetition of
5 4 45-48
the first command of the sura
6 1 49 General regulation for one type of divorce
7 3 50-52 Restrictions on the prophet’s marriages
Restrictions on the social life of the
8 6 53-58
prophet’s family
General regulation for women’s style of
9 1 59
dress
10 14 60-73 Round off all the contents of the sura

Tema-tema tersebut terangkum dalam satu kesatuan


tema yang berhubungan satu sama lain. Pada surat ini, Salwa
menggunakan istilah passage atau bagian untuk menunjuk
tema-tema kecil dari beberapa ayat. Dalam melihat atau
menghubungkan ketersambungan tema-tema tersebut Salwa
menggunakan beberapa istilah, yaitu marker atau petanda.

Salwa M. S. El-Awwa, Textual Relations in The Qur’an.., h. 48.


35
Jurnal Syahadah
84
Vol. III, No. 1, April 2015

Petanda yang digunakan adalah petanda paragraf dan kata


penyambung. Petanda paragraf pun ada dua, yaitu petanda yang
merujuk pada perubahan tema pokok dan petanda yang merujuk
pada perubahan sub tema. Petanda paragraf yang dimaksud
Salwa adalah suatu kata yang mengantarkan kepada tema
berikutnya yang dapat dilihat melalui kontennya sama sekali
tidak berhubungan.
Adapun dalam contoh yang dijelaskan Salwa, dalam surat
al-Ahzab, tanda paragraf atau major paragraph switches adalah
lafad ya ayyuha. Lafadz tersebut berfungsi sebagai petanda akan
peralihan menuju tema baru. Dan dari lafadz tersebutlah maka
paragraf baru dimulai.36 Sebagaimana dalam surat tersebut
sebanyak sembilan kali lafadz ya ayyuha disebutkan. Dan lafadz
tersebut terletak pada ayat pertama dari pembagian sepuluh
tema tersebut.
Sedangkan, petanda minor atau sub tema yang dimaksud
Salwa adalah kata sambung yang digunakan berfungsi untuk
memisahkan antar sub tema yang masih memiliki keterkaitan
secara tekstual.37 Adapun kata yang digunakan sebagai petanda
minor tersebut adalah waw, inna, laqad, wa’idh. Kata penghubung
tersebut tidak berimplikasi sebagai peralihan kepada tema
pokok, akan tetapi peralihan pada sub tema yang masih berkaitan
dengan ayat-sebelumnya.
Selain menggunakan istilah marker atau petanda, ia juga
menggunakan peralihan kata ganti atau pronoun. Peralihan kata
ganti tersebut menunjukkan adanya sub tema baru dalam ayat.
Seperti dalam surat al-Ahzab bagian pertama, di ayat 18- ada

Salwa M. S. El-Awwa, Textual Relations in The Qur’an.., h. 52.


36

Salwa M. S. El-Awwa, Textual Relations in The Qur’an.., h. 53.


37
Kesatuan Surat Al-Qur'an dalam Pandangan Salwa M.S. El-Awwa
85
Adrika Fithrotul Aini

perubahan kata ganti, yakni ada kata sambung wa’idh. Pada ayat
13- membicarakan tentang Nabi, dan pada ayat 46- berbicara
bukan hanya pada nabi, akan tetapi dengan umat atau lingkungan
sosial nabi. Sedangkan pada ayat 78- objek pembicaraan
menyangkut nabi dan Tuhan.38
Selain penggunaan perangkat linguistik, Salwa juga
menggunakan perangkat analisis relevansi. Sebagaiamana dalam
surat al-Ahzab menggunakan kata penghubung li; lam ta’lil, yang
mana bukan hanya menghubungkan dengan kalimat akan tetapi
menghubungkan dengan seluruh pesan dalam surat. Lafadz ini
sebagai jawaban atas pertanyaan “mengapa”, yaitu mengapa
juga Allah tidak membolehkan kaum Makkah menganggap anak
angkat sebagai anaknya sendiri. Dari pertanyaan mengapa inilah,
kata li ta’lil sebagai jawaban atas pertanyaan tersebut yang dalam
surat al-Ahzab selalu ada dalam setiap bagian. Dan lafadz li ta’lil
itu sebagai pokok informasi surat al-Ahzab.39
Lafadz tersebut pada dasarnya menjadi pokok ayat
penghubung dan pengendali dalam keseluruhan surat. Bahwa
keseluruhan surat tidak terlepas dari kerangka ide tersebut.
Sehingga menurut Salwa, inti dari surat ini adalah orang yang
baik akan dibalas dengan kebaikan dan orang jelek akan
mendapatkan akibatnya. Sehubungan dengan fakta adanya ayat-
ayat yang senada dengan kerangka di atas terdapat dalam setiap
bagian surat al-Ahzab, maka ayat tersebut berfungsi sebagai
pengkait (ties) antara satu bagian dengan bagian lain.
Adapun unsur teori relevansi yang ia sebut dengan teori
pragmatis dalam surat al-Ahzab adalah adanya keterhubungan

Lihat tabel 3.2 halaman 54.


38

Salwa M. S. El-Awwa, Textual Relations in The Qur’an.., h. 58.


39
Jurnal Syahadah
86
Vol. III, No. 1, April 2015

konteks pada masa itu, yaitu adanya pelarangan penyebutan


anak angkat seperti anak sendiri. Hal ini Allah menginformasikan
bahwa pada saat itu atau konteks masa itu, ada kebiasaan
masyarakat yang menyebutkan nama anak angkatnya seperti
anak sendiri. Dan Allah menurunkan ayat ini dengan alasan
sebagai informasi bahwa penyebutan nama anak angkat dilarang
karena berhubungan dengan hak waris nantinya.40
Sehingga, teori relevansi yang dimaksud adalah konteks pada
saat itu dan memberikan efek kontekstual pada masyarakat,
yaitu adanya perbedaan hak waris bagi anak angkat.

C. Penutup

Salwa M.S. el-Awwa menggelisahkan konsep kesatuan surat


yang berkembang dan ia mencoba membuat suatu teori dalam
membuat kesatuan surat dalam al-Qur’an agar dalam membagi
tema-tema dalam surat tidak berjalan secara subjektif dan
intuitif belaka, akan tetapi memiliki dasar. Oleh karena itu, Salwa
pertama memaparkan konsep kesatuan surat pada ulama-ulama
terdahulu, kemudian mencoba menarik benang merah konsep
mereka. Kemudian, ia membuat suatu teori kesatuan surat
dengan metode linguistik pragmatik, yaitu teori koherensi dan
relevansi. Sebagaimana dalam penjelasannya, ia mencontohkan
dalam dua surat, yakni al-Ahzab dan al-Qiyamah.

Salwa M. S. El-Awwa, Textual Relations in The Qur’an.., h. 62.


40
Kesatuan Surat Al-Qur'an dalam Pandangan Salwa M.S. El-Awwa
87
Adrika Fithrotul Aini

DAFTAR PUSTAKA

Awwa, Salwa M.S. El-. Textual Relation in the Qur’an Relevance,


Coherence and Structure. 2006. New York: Routledge.
Baidan, Nashruddin. Wawasan Baru Ilmu Tafsir, 2011. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Al-Din Farahi, Hamiduddin. Exordium to Coherence in the Qur’an.
Lahore: al-Mawrid.
Joesoef, Muhd. Sjamsoeri Joesoef, “Peranan Munasabah Ayat
dalam Tafsir al-Razy”. 1987. Desertasi IAIN Sunan Kalijaga.
Johns, A.H. “Salwa M.S. el-Awwa, Textual Relations in the Qur’an:
Relevance, Coherence, and Structure” dalam Journal of
Qur’anic Studies. Vol. VIII. 2006.
Mir, Mustansir. “The Sura as a Unity: a Twentieth Century
Development in Qur’an Exegesis”. 1993. London and New
York: Routledge.
____________. Coherence in The Qur’an. 1986. USA: American Trust
Publitions.
Qaththan, Manna’ al-. Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an. 1973. Beirut:
Mansyurat Al-‘Ashr Al-Hadis.
Qutb, Sayyid. Tafsir Fi Zilalil Qur’an. 1973. Beirut: Dar ash-Suruq.
Ridho, Mohammad. Islam, Tafsir dan Dinamika Sosial, Ikhtiar
Memaknai Ajaran Islam. 2010. Yogyakarta: Teras.
Zarkasyi, Al-. Al-Burhan Fi Ulum Al-Qur’an, ed. Muhammad Abu
Al-Fadhl Ibrahim, Isa Al-Bab Al-Halabi, cet. Ke-2, t.t.

Anda mungkin juga menyukai