Anda di halaman 1dari 18

ILMU MUNA>SABAH

Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an 2
Dosen Pengampu: Dr. KH. Fadlolan Musyaffa, Lc, MA.

Oleh:
Nama : Muhammad Ikhya Ulumuddin
NPM : 198.28.2.20

PROGRAM STUDI ILMU QUR’AN DAN TAFSIR (IAT)


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ)
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2021
ILMU MUNA>SABAH
Muhammad Ikhya Ulumuddin
Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Universitas Sains Ilmu Qur’an (UNSIQ) Jawa Tengah di Wonosobo

Abstrak
Sistematika penulisan mushaf al-Qur’an memang berbeda dengan sistematika buku-
buku buatan manusia, namun karena pengetahuan mengenai korelasi atau
muna>sabah antara ayat-ayat Al-Qur’an bukanlah tauqi>fi>y, melainkan hasil
ijtihad mufassir, yang tidak setiap orang dapat mengetahuinya, maka diperlukan
usaha para pakar yang berkompeten secara serius dan berkesinambungan dari
generasi ke generasi, sehingga korelasi sistematika ayat-ayat al-Qur’an yang sulit
diketahui orang awam dapat mudah diketahui. Pengetahuan mengenai muna>sabah
al-Qur’an menjadi penting untuk diperhatikan. Muna>sabah dalam al-Qur’an
menunjukkan kesatuan makna yang utuh dan komprehensif. Pemahaman
muna>sabah al-Qur’an merupakan langkah yang harus ditempuh dalam pemahaman
al-Quran. Muna>sabah al-Qur’an dapat mempermudah seorang peneliti untuk dapat
memahami maksud ayat dan makna berdasarkan tujuan dalam penelaahan ayat-ayat
al-Qur’an.
Kata Kunci: Ilmu, muna>sabah, dan Tafsir al-Qur’an.
A. Pendahuluan
Al-Qur’an merupakan kitab suci bagi umat Islam berisi petunjuk serta
pedoman yang komprehensif bagi kehidupan di dunia dan berguna dijadikan
petunjuk untuk kebahagiaan di akhirat. Al-Qur’an ialah merupakan sebuah kitab
suci di mana banyak dibaca dan didalami isinya bahkan dihafal baik oleh mereka
yang menganut agama Islam maupun mereka yang menjadikan al-Qur’an hanya
sekedar bahan studi. Dari hasil pendalaman itulah telah lahir berjilid-jilid kitab
tafsir dengan berbagai macam karakteristiknya dari banyak para mufassir (orang
yang menafsirkan al-Qur’an). Hal ini merupakan fenomena menarik sekaligus
unik. Dikarenakan, berbagai kitab tafsir sebagai teks dalam literatur Islam tidak
hanya jumlahnya yang sangat banyak, namun corak dan metode yang dipakai
sangatlah beragam.1
Untuk dapat memahami dan mendalami berbagai macam pedoman dan
petunjuk dalam al-Quran, diperlukan suatu syarat penguasaan berbagai ilmu yang
harus terlebih dahulu dilalui. Ilmu-ilmu yang berhubungan dengan penafsiran
Alquran tersebut biasanya disebut dengan ulumu al-Qur’an (ilmu-ilmu al-
Qur’an).2 Ulumu al-Quran adalah ilmu yang membahas masalah-masalah yang
berhubungan dengan al-Qur’an dari segi asba>b al-nuzul (sebab-sebab turunnya
al-Qur’an), jam’u al-Qur’an (pengumpulan dan penertiban al-Qur’an), makki
madani, al-nasikh wa al-mansukh (yang menghapus dan dihapuskan), dan
berbagai ilmu lainnya.3
Susunan ayat-ayat al-Qur'an tidak seperti bacaan pada umumnya yang
sistematis dan runtut tema. Ayat al-Qur’an tersusun secara acak dan secara kasat
mata tidak terstruktur. Bagi umat Islam, keadaan al-Qur'an yang demikian
diimani/diyakini sebagai kondisi yang telah dikehendaki Allah dan sekaligus
membuktikan bahwa al-Qur'an autentik dari Allah bukan karangan Nabi
Muhammmad Saw. Karena itu dari masa awal pada abad ke-4 Hijriyah, melalui
pemuka maz{hab Syafi>’i di Irak yaitu Abu Bakr Abdullah bin Muhammad Ziyad
al-Naysabury, muncul upaya menguak rahasia tersebut dengan ilmu
muna>sabah.4
Ulama berbeda pendapat mengenai ada atau tidaknya muna>sabah dalam
al-Qur’an dalam kedekatan antara kumpulan ayat dan ayat satu dengan yang
lainnya. Bagi ulama yang menolak atau kontra dengan teori muna>sabah tersebut
dengan alasan antara lain, bahwa ayat-ayat al-Qur’an turun dalam masa yang
berbeda-beda dan tidak mungkin ada keterkaitan antara untaian masa lalu dengan
masa kemudian. Ulama al-Qur’an yang mendukung adanya muna>sabah
menetapkan muna>sabah dalam dua hal. Pertama, hubungan antara

1
. Ah Fauzul Adlim, “TEORI MUNA>SABAH DAN APLIKASINYA DALAM AL
QUR’AN” 1 (2018): hlm. 14.
2
. M. Jabir, “KORELASI (MUNA>SABAH) AYAT DAN SURAH DALAM ALQURAN,”
HUNAFA: Jurnal Studia Islamika 3, no. 4 (15 Desember 2006): hlm. 366.
3
. Manna Khalil Al-Qat}t}an, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an = Mabahis Fi> ’Ulumil Qur’an
(Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 2004), hlm. 9.
4
. Syukron Affani, “DISKURSUS MUNĀSABAH: Problem Tafsīr al-Qur’ān bi ’l-Qur’ān,”
Jurnal Theologia 28, no. 2 (20 Februari 2018): hlm. 393.
ayat/kumpulan ayat al-Qur’an satu dengan yang lainnya. Pada contoh pertama ini
dapat mencakup banyak macamnya, antara lain: hubungan/korelasi antar kata
dalam satu ayat, antara ayat satu dengan ayat sesudahnya, surah satu dengan surah
berikutnya, ayat awalan surah dengan ayat penutupnya, antara nama surah dengan
tema utama dalam surah tersebut, antara ayat akhir pada surah satu dengan awal
surah berikutnya. Kedua, korelasi antara makna suatu ayat dengan ayat yang
lainnya, dalam hal ini dapat berbentuk suatu pengkhususan, penetapan syarat pada
suatu ayat terhadap ayat lain yang tidak bersyarat, dan lain-lain.5
Di dalam tulisan ini, kita akan membahas bagaimana pengertian
muna>sabah, sejarah pertumbuhan dan perkembangannya, macam-macamnya,
kedudukannya dalam menafsirkan al-Qur’an, serta manfaat mempelajari
muna>sabah al-Qur’an.
B. Pembahasan
a) Pengertian Muna>sabah
Menurut bahasa, secara bahasa Muna>sabah berasal darikata nasa>ba-
yuna>sibu-muna>sabatan yang artinya dekat (qarib). Al-Muna>sabatu artinya
sama dengan al-qarabah yang berarti mendekatkan dan juga al-Musyakalah
(menyesuaikan).6 Sementara menurut Zarkasyi (w. 794), al-Muna>sabah
semakna dengan al-muqa>rabah yang artinya kesesuaian dan kesamaan.7
Secara istilah muna>sabah merupakan suatu ilmu yang menjelaskan
persesuaian/korelasi antara suatu ayat dengan ayat sebelumnya ataupun
sesudahnya. Dengan demikian, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa ilmu
muna>sabah adalah ilmu yang menerangkan dan menjelaskan kesesuaian
makna yang terdapat pada ayat sebelumnya dengan ayat sesudahnya ataupun
ayat lainnya, baik pada surah yang sama atau pada surah lainnya.8
Adapun muna>sabah menurut pengertian yang telah dikemukakan oleh
ulama, yaitu:
5
. Moh Quraish Shihab, Kaidah tafsir: syarat, ketentuan, dan aturan yang patut anda ketahui
dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an: dilengkapi penjelasan kritis tentang hermeneutika dalam
penafsiran al-Qur’an, Cetakan III (Pisangan, Ciputat, Tangerang: Lentera Hati, 2015), hlm. 209-210.
6
. Adlim, “TEORI MUNA>SABAH DAN APLIKASINYA DALAM AL QUR’AN,”
hlm.15.
7
. Makhfudz M.Pd.I, “ANALISIS AL-MUNĀSABAH FI>L-QUR’ĀN: (Antara Orientasi
I‘jāz dan Orientasi Wihdah),” Jurnal Pemikiran Keislaman 25, no. 1 (1 Januari 2014): hlm. 90.
8
. Jabir, “KORELASI (MUNA>SABAH) AYAT DAN SURAH DALAM ALQURAN,” hlm.
366.
1. Menurut az-Zarkasyi, muna>sabah yakni suatu hal yang dapat dipahami.
Ketika dihadapkan dengan akal, sudah dapat dipastikan akal itu akan dapat
menerimanya.
2. Menurut Manna’ al-Qat}t}an, muna>sabah ialah suatu keterikatan antara
beberapa ungkapan di dalam satu ayat, ataupun antara pada beberapa ayat,
atau ayat di antara beberapa surah di dalam al-Qur’an.
3. Menurut Ibnu al-‘Arabi, muna>sabah adalah keterikatan ayat-ayat al-
Qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai
satu makna dan keteraturan dalam isinya.
4. Menurut M. Qurais} S}ihab, muna>sabah adalah kemiripan yang terdapat
pada hal-hal tertentu dalam al-Qur’an, baik antara surah maupun ayat-
ayatnya yang menghubungkan uraian antara satu dengan yang lainnya. Al-
Biqa’i telah mengutarakan bahwa ilmu muna>sabah al-Qur’an ialah suatu
ilmu yang mengetahui beberapa alasan yang menyebabkan susunan atau
urutan bagian-bagian al-Qur’an, baik antara ayat dengan ayat lainnya
ataupun antara surah dengan surah lainnya.9
Adanya pengetahuan tentang muna>sabah di dalam Al-Qur’an ini
didasarkan pada suatu pendapat bahwa susunan ayat dan surah-surah dalam Al-
Qur’an disusun secara tauqi>fi> bukan ijtihadi. Karenanya berdasarkan urutan
penempatan ayat dan surah seperti itu, tentu ada hikmah yang terkandung di
dalamnya. Ilmu muna>sabah ini memang sangat mengandalkan akal dan
pikiran, bahkan imajinasi atau kenyataan yang terjadi. Karena itu, ada
kemungkinan banyaknya ragam hubungan yang dikemukakan oleh seorang
mufasssir.10 Nas}r Hamid Abu Zaid mengungkapkan bahwa muna>sabah ada
yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus, ada yang rasional,
perspektif, atau imajinatif. Menurut Abu Zaid ini, cara menunjukkan bahwa
hubungan-hubungan atau muna>sabah-muna>sabah ini merupakan suatu
kemungkinan-kemungkinan.

9
. Dewi Murni, “Kaidah Muna>sabah ,” SYAHADAH : Jurnal Ilmu al-Qur’an Dan
Keislaman 7, no. 2 (16 Oktober 2019): hlm. 92.
10
. Muhammad Ikhya Ulumuddin, INTERPRETASI AYAT-AYAT AL-QUR’AN DALAM
MUQADDIMAH QANUN ASASI KH HASYIM ASY’ARI, Skripsi (Lampung: IAIM NU Metro, 2019),
hlm 12.
Kemungkinan di atas harus diungkapkan dan ditentukan oleh mufassir.
Mengungkapkan hubungan antara ayat satu dengan ayat lainnya dan antara
surah yang satu dengan surah yang lainnya bukan berarti memaparkan
hubungan/korelasi yang memang sudah ada secara pasti dalam teks, namun
membuat hubungan tersebut di antara akal mufassir dengan teks. Melalui
hubungan inilah, hubungan antara teks dapat diungkapkan.
Pengetahuan ataupun ilmu mengenai korelasi (muna>sabah) antara
ayat-ayat dan surah-surah bukanlah sesuatu yang berdasarkan tauqi>fi,
melainkan berdasarkan ijtihad seorang mufassir. Apabila korelasi tersebut
halus maknanya dan sesuai dengan asas kebahasaan Arab, maka korelasi
tersebut dapat diterima, dan sebaliknya apabila korelasi tersebut bertentangan
dengan kaidah kebahasaan Arab, maka ia tertolak.
Oleh karena dalam persoalan muna>sabah/korelasi kekuatan pemikiran
seorang mufassir yang berusaha mencari dan menemukan hubungan atau
persamaan antara rangkaian suatu ayat/surah, maka bila sesuatu dimunculkan
dan disampaikan sesuai dengan rasionalisasi akal, tentu ia akan di terima, tetapi
jika hal itu bertentangan tentu ia akan di tolak.11
b) Sejarah pertumbuhan dan perkembangan muna>sabah
Sebuah riwayat mengatakan bahwa munculnya ilmu muna>sabah
dipelopori oleh Abu Bakr al-Naysaburi (w.324). Semangat perhatiannya
terhadap ilmu ini tercermin dari sikapnya tatkala al-Qur’an dibacakan, maka
sontak ia berkata “mengapa ayat ini ditaruh di samping ayat ini. Dan juga apa
rahasia diletakkannya surah ini di samping surah ini?”. Upaya yang dilakukan
oleh al-Naysaburi tersebut pada dasarnya merupakan terobosan baru dalam
tradisi penafsiran al-Qur’an pada waktu tersebut.
Jika ditelisik lebih jauh, al-Naysaburi bukanlah seorang yang pertama
kali menemukan disiplin ilmu muna>sabah ini. Sebelum abad IV H, terdapat
beberapa kitab klasik mengenai hubungan antar kata, kalimat, ayat, dan surah.
Diantaranya adalah Maja>z al-Qur’an karya Ma’mar bin Muntaha (w. 203 H)

11
. Hal ini sejalan dengan kaidah yang dikemukakan para mufasir:
‫العقول تلقته بالقبول‬
َ ‫ض َعلَى‬
َ ‫رم ْع ُق ْول ا َذا َعَر‬
َ ‫اسبَة اَْم‬
َ َ‫املُن‬
(Muna>sabah ialah soal akal, jika ia masuk akal ia akan diterima). Lihat Adlim, “TEORI
MUNA>SABAH DAN APLIKASINYA DALAM AL QUR’AN,” hlm. 16.
yang ditulis pada abad kedua hijriyah dan Ma’a>ni al-Qur’an karya al-Farra’
(w. 207 H) yang ditulis pada abad ketiga hijriyah.
Mengenai kitab-kitab yang memperbincangkan tentang hubungan
muna>sabah antar ayat dan surah dalam al-Qur’an, Amir Faishol Fath telah
memetakan kitab tersebut berdasarkan masanya berikut ini:12
Abad Pengarang/penulis kitab Karya
II Ma’mar bin Muntaha (w. 203 H) Maja>z al-Qur’an
Al-Farra’ (w. 207 H) Ma’a>ni al-Qur’an
III Al-Jahiz (w. 255 H) - Nazm al-Qur’an
- Al-Baya>n wa al-
Tibya>n
Ibn Qutaybah (w. 276 H) Ta’wi>l Musykil al-Qur’an
IV Al-Rummani (w. 386 H) Al-Nukat fi> I’ja>z al-Qur’an
Al-Khattabi Baya>n I’ja>z al-Qur’an
V Al-Baqi>lani I’ja>z al-Qur’an
Al-Jurja>ini - Dala>il al-Qur’an
- Al-Muqtadab fi> Syarh
Kita>b al-Wasit} fi> I’ja>z al-
Qur’an
- Asra>r al-Bala>gah
- Dala>’il al-I’ja>z
- Risalah al-S}a>fi>yyah
fi>i I’ja>z
VI Ibn ‘At}iyyah (w. 545 H) Al-Muharrar al-Waji>z
Qad}i ‘Iyad (w. 544 H) Al-Syifa’ bi Ta’ri>f Huqu>q
al-Mus}t}afa>
Al-Zamakhsari (w. 538 H) Al-Kasysya>f
VII Fakhr al-Din al-Razi (w. 606 H) Nihaya>h al-I’ja>z fi>i
Dira>sah al-I’ja>z
VIII Ibn al-Qayyim al-Jawzi (w. 751 H) Al-Tibya>n fi>i Aqsa>m al-
Qur’an
IX Ibrahim bin Umar al-Biqai (w. 885 Nadzm al-Durar fi>i Tana>sub
H) al-Aaya>t wa al-Suwa>r
X ‘Abd al-Rahman al-Suyut}i (w. 911 Tana>suq al-Durar fi>i
H) Tana>sub al-Suwa>r
Abi al-Su’ud (w. 982 H) Irsya>d al-Aql ila> Maza>ya>
al-Qur’an al-Kari>m
XIII Syihab al-Din Mahmud al-Alusi Ru>h}ul Ma’a>ni fi>i Tafsi>r
(w. 1270 H) al-Qur’an al-Adzi>m wa Sab’
al-Mat|a>ni
12
. Muhammad Arifi>n, 10 TEMA FENOMENAL DALAM ILMU AL-QUR’AN (Jakarta: PT
Elex Media Komputindo Kompas-Gramedia, 2019), hlm. 329-332.
XIV Muhammad Abduh (w. 1323 H) Tafsi>r Juz ‘Amma
XV Rasyid Rid}a (w. 1354 H) Tafsi>r al-Qur’an al-Haki>m
Muhammad Syalt}ut Ila> al-Qur’an al-Kari>m
Sa’i>d Hawa> Al-Asa>s fi>i al-Tafsi>r

Ada juga sejumlah karya lainnya yang masuk dalam ranah kategori
kitab ilmu-ilmu al-Qur’an yang juga meramaikan khazanah studi ilmu
muna>sabah. Diantaranya adalah al-Zarkasyi (w. 794 H) tentang bab
“Ma’rifah al-Munabat bayna al-Ayat” dalam kitabnya al-Burha>n fi> Ulum
al-Qur’an.13 Selain itu, ada juga al-Suyut}i (w. 911 H) yang memasukkan
pembahasan muna>sabah pada bab “fi> Muna>sabah al-Ayat wa al-Suwar”
dalam kitabnya al-Itqa>n fi> ‘Ulum al-Qur’an.14
Ulama berikutnya adalah Musa Ibrahim yang turut membahas
muna>sabah di dalam kitabnya Buhu>ts Manhajiyyah fi>i ‘Ulum al-Qur’an
al-Kari>m. Manna’ Khalil al-Qat}t}an dalam kitabnya Mabahit| fi> ‘Ulum al-
Qur’an juga membahas tentang muna>sabah, akan tetapi pembahasan tersebut
tidaklah diletakkan/ditulis dalam bab tersendiri, melainkan bergabung bersama
pembahasan asbab al-nuzul.15 Tokoh berikutnya adalah Nasr Hamid Abu Zayd,
pemikir kontroversial dari Mesir yang divonis kafir oleh pengadilan Mesir pada
tahun 1995. Abu Zayd membahas mengenai muna>sabah dalam kitabnya
Mafhum al-Nas}: Dirasah fi> ‘Ulum al-Qur’an. Abu Zayd berupaya menguak
permasalahan muna>sabah antar ayat dan surah-surah di dalam al-Qur’an
sebagaimana daya pemikiran yang dimilikinya.16
Disiplin ilmu muna>sabah tidak hanya ramai dibahas oleh ulama di
dataran Jazirah Arab saja, melainkan para pemikir al-Qur’an di berbagai daerah
seluruh dunia termasuk Indonesia. Sebut saja misalnya M. Qurais} S}ihab
yang sangat menaruh perhatian terhadap disiplin ilmu ini, dan diterapkan
13
. Muhammad bin Abdullah al-Zarkasyi, al-Burhan fi> ’Ulum al-Qur’an (Kairo: Dar al-
Hadits), hlm. 35-52.
14
. Jalaluddin Abdurrahman al-Suyuthi, al-Itqan fi> ’Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Fi>kr),
hlm. 630-641.
15
. Perbedaan dari ilmu muna>sabah dengan ilmu asbab al-nuzul adalah perbedaan antara
kajian tentang keindahan teks dengan kajian tentang teks terhadap realitas eksternal. Ulama klasik
berpendapat bahwa ilmu asbab al-nuzul adalah sebuah ilmu sejarah (historis), sedangkan ilmu
muna>sabah adalah ilmu yang memberikan perhatiannya terhadap bentuk keterkaitan antara ayat-ayat
dan surah-surah. Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an = Mabahis Fi> ’Ulumil Qur’an, hlm. 334.
16
. Nashr Hamid Abu Zayd, Mafhum al-Nas}: Dirasah fi> ’Ulum al-Qur’an (Mesir: Hayah
al-Mishriyyah al-’Amah li al-Kitab, 1990), hlm. 179.
dalam karya besarnya Tafsir al-Mis}bah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-
Qur’an. Dari judul tersebut dapat menjadi cerminan secara jelas bahwa kata

“keserasian” menunjuk pada konsep muna>sabah ( (‫من ا س بة‬yang berarti

keserasian.17
Demikianlah gambaran sekilas tentang sejarah ilmu muna>sabah yang
ditandai dengan telaah praktis yang terdapat dalam kitab-kitab Tafsir al-Qur’an
dan juga telaah teoritis dalam kitab-kitab ‘ulum al-Qur’an.
c) Macam-macam muna>sabah
Dalam al-Qur’an setidaknya muna>sabah yang telah dikemukakan oleh
ulama terdapat tujuh macam. Mengetahui tentang muna>sabah ini sangat
bermanfaat dalam memahami keserasian antara makna al-Qur’an. Pengetahuan
mengenai korelasi dan hubungan antara ayat-ayat itu bukanlah hal yang
bersifat tauqi>fi, melainkan didasarkan pada ijtihad seseorang dan tingkat
penghayatan terhadap kemukjizatan al-Qur’an, rahasia keindahan bahasanya,
dan segi keterangannya yang mandiri. Adapun macam-macam muna>sabah
tersebut ialah:18
a. Muna>sabah antar surah satu dengan surah lainnya
Surah dalam al-Qur’an mempunyai korelasi atau muna>sabah.
Sebab terkadang surah yang datang kemudian menjelaskan tentang hal yang
disebutkan secara umum/tidak detail pada surah-surah sebelumnya.
Contohnya, surah al-Baqarah memberikan perincian dan penjelasan bagi
surah al-Fa>tih}ah. Surah Ali Imran yang merupakan surah berikutnya
memberi penjelasan lebih lanjut bagi kandungan surah al-Baqarah.
Selain itu muna>sabah dapat membentuk tema inti dari berbagai
surah. Contoh ikrar tentang ke-Tuhan-an, kaidah-kaidah agama, dan dasar-
dasar agama Islam merupakan tema-tema inti dari surah al-Fa>tih}ah, al-
Baqarah, dan Ali Imran. Ketiga surah tersebut saling mendukung tema inti
tersebut.

17
. Arifi>n, 10 TEMA FENOMENAL DALAM ILMU AL-QUR’AN, hlm. 337.
18
. Murni, “Kaidah Muna>sabah,” hlm. 93-102.
b. Muna>sabah antar penamaan surah dengan isi kandungan surah tersebut
Nama-nama surah yang ada dalam Al-Qur’an memiliki kaitan
dengan pembahasan yang ada pada isi surah. Surah al-Fa>tih}ah disebut
ummu al-kita>b karena memuat berbagai tujuan al-Qur’an.
c. Muna>sabah antara kalimat/ayat dengan kalimat/ayat dalam satu surah
Muna>sabah antara kalimat dalam al-Qur’an adakalanya memakai
huruf 'at}af (kata penghubung) dan adakalanya tidak. Muna>sabah yang
memakai huruf 'at}af biasanya mengambil bentuk tad}a>d (berlawanan).
Contoh dalam surah Saba’:
... ‫نز ُل ِمنَ ٱل َّس َمٓا ِء َو َما يَ ۡع ُر ُج فِيهَ ۖا‬
ِ َ‫ض َو َما يَ ۡخ ُر ُج ِم ۡنهَا َو َما ي‬ ‫أۡل‬
ِ ‫يَ ۡعلَ ُم َما يَلِ ُج فِي ٱ َ ۡر‬
“Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, apa yang keluar darinya,
apa yang turun dari langit, dan apa yang naik kepadanya...” (Q.S. Saba’: 2)19
Sedangkan muna>sabah yang tidak memakai huruf 'at}af
(penghubung), sandarannya adalah qarinah ma’nawiyyah (indikasi makna).
Pada bagian ini bisa muncul beberapa kemungkinan dalam beberapa bentuk,
sebagai berikut:
i. Al-Tanzil
Yaitu membandingkan dua hal yang sebanding menurut kebiasaan
yang berakal. Contohnya ialah pada surah al-Anfa>l ayat 5 dengan ayat
sebelumnya:
َ‫ق َوإِ َّن فَ ِر ٗيقا ِّمنَ ۡٱل ُم ۡؤ ِمنِينَ لَ ٰ َك ِرهُون‬
ِّ ‫ك ِم ۢن بَ ۡيتِكَ بِ ۡٱل َح‬ َ ‫َك َمٓا أَ ۡخ َر َج‬
َ ُّ‫ك َرب‬
“Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan
kebenaran, meskipun sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang
beriman itu tidak menyukainya.” (Q.S. Al-Anfa>l:5)20
Ayat sebelumnya berbunyi:
ٓ
َ ِ‫أُوْ ٰلَئ‬
ٌ ‫ك هُ ُم ۡٱل ُم ۡؤ ِمنُونَ َح ٗقّ ۚا لَّهُمۡ د ََر ٰ َج‬
‫يم‬ٞ ‫ق َك ِر‬ٞ ‫ة َو ِر ۡز‬ٞ ‫ت ِعن َد َربِّ ِهمۡ َو َم ۡغفِ َر‬
“Mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka akan
memperoleh derajat (tinggi) di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki
(nikmat) yang mulia” (Q.S. Al-Anfa>l: 4)21

19
. Al-Qur’an al-Karim bi al-Rasm al-Ut|mani dan Terjemahannya, VI (Kudus: CV.
Mubarokatan Thoyyibah, 2014), hlm. 427.
20
. Al-Qur’an al-Karim bi al-Rasm al-Ut|mani dan Terjemahannya, hlm. 176.
21
. Al-Qur’an al-Karim bi al-Rasm al-Ut|mani dan Terjemahannya, hlm. 176.
Di sini ada dua keadaan yang sebanding. Sebagaimana mereka
sungguh-sungguh benci atas keluarnya Nabi Saw. memenuhi perintah
Allah, demikian pula mereka sungguh-sungguh tidak menentang Rasul
lagi setelah benar-benar beriman.
ii. Al-Mud}addah (berlawanan).
َ‫ُوا َس َوٓا ٌء َعلَ ۡي ِهمۡ َءأَن َذ ۡرتَهۡ¡ُم أَمۡ لَمۡ تُن ِذ ۡرهۡ¡ُم اَل ي ُۡؤ ِمنُون‬
ْ ‫إِ َّن ٱلَّ ِذينَ َكفَر‬
“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, engkau
(Muhammad) beri peringatan atau tidak engkau beri peringatan, mereka
tidak akan beriman.” (Q.S. Al-Baqarah: 6)22
Muna>sabahnya adalah bahwa ayat ini menerangkan watak
orang kafir, sedangkan di ayat sebelumnya Allah menerangkan watak
orang mukmin.
iii. Al-Istit}rad (peralihan kepada penjelasan lain).
َ‫ۚر ٰ َذلِ¡¡ك‬ٞ ‫خَي‬
ۡ َ‫يشۖ¡ا َولِبَاسُ ٱلتَّ ۡق َو ٰى ٰ َذلِك‬
ٗ ‫ٰيَبَنِ ٓي َءا َد َم قَ ۡد أَنزَ ۡلنَا َعلَ ۡي ُكمۡ لِبَاسٗ ا يُ ٰ َو ِري¡ َس ۡو ٰ َءتِ ُكۡ¡م َو ِر‬
َ‫ت ٱهَّلل ِ لَ َعلَّهُمۡ يَ َّذ َّكرُون‬
ِ َ‫ِم ۡن َءا ٰي‬
“Hai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian
untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian
takwa, itulah yang paling baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda
kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat.” (QS.Al-A'raf: 26)23
Ayat tersebut menjelaskan tentang nikmat Allah, sedang di
bagian tengahnya dijumpai sebutan tentang pakaian takwa yang
mengalihkan perhatian kepada banyaknya unsur takwa dalam
berpakaian.
iv. Al-Takhallus} (peralihan).
Peralihan yang dimaksud di sini yaitu peralihan yang terus-
menerus dan tidak kembali lagi pada pembicaraan sebelumnya.
Misalnya dalam surah al-A'ra>f mulai dari ayat 59 sampai dengan ayat
157. Ayat-ayat ini memulai mengisahkan umat-umat dan nabi-nabi
terdahulu secara bertahap dan beralih terus sampai kepada kisah Nabi
Musa a.s dan berakhir pada orang-orang pengikut Nabi Muhammad
Saw.
d. Muna>sabah antara ayat dengan ayat dalam satu surah
22
. Al-Qur’an al-Karim bi al-Rasm al-Utsmani dan Terjemahannya, hlm. 2.
23
. Al-Qur’an al-Karim bi al-Rasm al-Utsmani dan Terjemahannya, hlm. 152.
Muna>sabah dalam bentuk ini dilihat dalam surah-surah pendek.
Misalnya al-Ikhlas, masing-masing ayat pada surah itu menguatkan tema
pokoknya tentang keesaan Tuhan.
e. Muna>sabah antara penutup ayat dengan isi ayat
Muna>sabah di sini bertujuan sebagai tamkin (peneguhan), tas}dir
(pengembalian, tausyih (penyelapangan), iqh}al (penjelasan tambahan dan
penajaman makna)
f. Muna>sabah antar ayat-ayat awal surah dengan ayat-ayat akhir surah
Muna>sabah ini dapat ditemukan misal pada surah al-Qas}as}.
Permulaan surah menjelaskan perjuangan Nabi Musa a.s, dan di akhir surah
memberikan kabar tentang kegembiraan kepada Nabi Muhammad Saw.
yang menghadapi tekanan dari kaumnya, dan akan mengembalikannya ke
Mekkah. Pada awal surah, larangan untuk menolong seorang yang berbuat
dosa dan di akhir surah larangan untuk menolong orang kafir.
Muna>sabah/korelasi di sini terletak atas kesamaan situasi yang sedang
dihadapi dan sama-sama mendapatkan jaminan dari Allah SWT.
g. Muna>sabah antara akhir satu surah dengan awal surah
Di antara contohnya terdapat surah al-Waqi’ah ayat 96 sebagai
berikut:
‫ك ۡٱل َع ِظ ِيم‬ ۡ ِ‫فَ َسب ِّۡح ب‬
َ ِّ‫ٱس ِم َرب‬
“Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Maha Besar”
(Q.S. al-Waqi’ah: 96)24
Dan dalam surah al-Hadid: 1
‫ض َوهُ َو ۡٱل َع ِزي ُز ۡٱل َح ِكي ُم‬ ‫َسب ََّح هَّلِل ِ َما فِي ٱل َّس ٰ َم ٰ َو ِ أۡل‬
ِ ۖ ‫ت َوٱ َ ۡر‬
“Apa yang di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah. Dialah Yang
Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (Q.S. al-Hadid: 1)25
Muna>sabahnya pada ayat di atas terletak antara perintah bertasbih
kepada Allah pada akhir surah al-Waqi’ah dan keterangan tentang
bertasbihnya semua yang terdapat di langit dan di bumi kepada Allah SWT
pada awal surah al-Hadid.26
d) Kedudukan Muna>sabah al-Qur’an dalam menafsirkan al-Qur’an

24
. Al-Qur’an al-Karim bi al-Rasm al-Ut|mani dan Terjemahannya, hlm. 536.
25
. Al-Qur’an al-Karim bi al-Rasm al-Ut|mani dan Terjemahannya, hlm. 536.
26
. Murni, “Kaidah Muna>sabah,” hlm. 102.
Karena proses al-Qur’an seperti tidak teratur serta merupakan respon
atas perstiwa-peristiwa aktual pada saat itu (dengan asbab al-nuzul yang
beragam), maka beberapa kalangan, baik cendikiawan muslim maupun non
muslim, menilai bahwa tidak setiap ayat-ayat al-Qur’an maupun surah-
surahnya mengandung korelasi (muna>sabah). Di samping para mufassir
terdahulu yang menurut al-Zarqaniy, penuh dengan pembahasan muna>sabah,
terdapat pula para ulama yang menolak/kurang setuju terhadap pembahasan
muna>sabah, antara lain Muhammad Syalt}ut} dan Ma’rûf Dualibi.
Sedangkan Muhammad Abduh yang memandang bahwa setiap surah al-Qur’an
adalah kesatuan yang utuh dan harmonis.
Kritik senada juga diungkapkan oleh Manna’ Khalîil al-Qat}t}an, hanya
saja ia tidak menjustifikasi bahwa tidak mesti ada korelasi antar bagian-bagian
al-Qur’an, melainkan bahwa adakalanya seorang mufassir dapat membuktikan
muna>sabah antara ayat-ayat, namun memaksakan diri untuk menemukan
muna>sabah merupakan hal yang dibuat-buat dan tidak disukai. Sampai pada
poin ini, muncul suatu pertanyaan, bahwa jika sebuah buku karya seseorang
dinilai baik apabila dituang secara sistematis dan antara bagian-bagiannya
terjalin dalam korelasi yang logis dan harmonis, tidakkah al-Qur’an sebagai
kalam Allah lebih baik, meskipun tidak setiap orang dapat mengungkapkannya.
Dari uraian di atas tampak adanya kesan kurang disukai atas telaah berlebihan
mengenai I’ja>z al-Qur’an dalam wacana muna>sabah dalam menafsirkan al-
Qur’an, sehingga memalingkan dari tiga fungsi utama al-Qur’an sebagai al-
huda>, al-bayyina>t, dan al-furqa>n.
Sudah menjadi ketentuan Allah bahwa surah al-Taubah tidak dimulai
dengan basmalah. Ahli tafsir memandang bahwa larangan Rasulullah terhadap
penulisan kalimat yang ada pada surah-surah lain dipertahankan untuk
menuliskannya, dikarenakan isi surah al-Taubah memiliki keterkaitan erat
dengan surah al-Anfal. Pada dasarnya indikasi korelasi bagian-bagian al-
Qur’an sudah diketahui sejak zaman sahabat, sebagai yang terlihat pada alasan,
sahabat Ut|man, ketika ditanya mengapa tidak mencantumkan basmalah pada
surah al-Taubah, yakni karena keterkaitannya yang erat dengan surah
sebelumnya (al-Anfal), sampai-sampai para sahabat berkata, kalau bukan
karena ketentuan Allah maka kedua surah itu adalah sama.27
Penguasaan seseorang dalam muna>sabah akan dapat mengetahui
tentang kualitas dan tingkat kebala>gahan (keindahan bahasa) al-Qur’an dan
konteks kalimatnya antara yang satu dengan yang lainnya. Sebagaimana
dikatakan oleh al-Razi bahwa keindahan-keindahan al-Quran terletak pada
susunan dan hubungannya, sedangkan pada susunan kalimat yang paling indah
(bali>g) adalah yang saling berhubungan antara satu dengan lainnya. Di sini
jelas bahwa pengetahuan tentang muna>sabah dapat memudahkan seorang
dalam memahami makna ayat atau surah al-Qur’an secara komprehensif.
Dikarenakan penafsiran yang hanya sepenggal-sepenggal terhadap ayat-ayat al-
Qur’an akan mengakibatkan penyimpangan dan kekeliruan dalam penafsiran.28
e) Manfaat mempelajari muna>sabah al-Qur’an
Adapun manfaat/kegunaan mempelajari ilmu muna>sabah dapat
dijelaskan antara lain sebagai berikut:29
a. Dapat menepis anggapan sebagian orang bahwa tema-tema Al-Quran
kehilangan relevansi antara satu bagian dan bagian yang lainnya. Contohnya
terhadap firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 189:
‫وا ۡٱلبُيُ¡¡وتَ ِمن‬ْ ُ‫س ۡٱلبِ¡¡رُّ بِ¡¡أَن ت َۡ¡¡أت‬ َ ‫اس َو ۡٱل َح ۗ ِّج َولَ ۡي‬ ِ َّ‫يت لِلن‬
ُ ِ‫¡¡وق‬َ ٰ ‫¡¡ل ِه َي َم‬ ۡ ُ‫َك ع َِن ٱأۡل َ ِهلَّ ۖ ِة ق‬ ¡َ ‫يَ ۡس¡¡ئَلُون‬
َ‫وا ٱهَّلل َ لَ َعلَّ ُكمۡ تُ ۡفلِحُون‬ ْ ُ‫ُورهَا¡ َو ٰلَ ِك َّن ۡٱلبِ َّر َم ِن ٱتَّقَ ٰۗى َو ۡأت‬
ْ ُ‫وا ۡٱلبُيُوتَ ِم ۡن أَ ۡب ٰ َوبِهَ ۚا َوٱتَّق‬ ِ ‫ظُه‬

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit.


Katakanlah, “Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji.”
Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari belakangnya, tetapi
kebajikan adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Masukilah rumah-rumah
dari pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (Q.S.
Al-Baqarah: 189)30
Orang yang membaca ayat tersebut tentu akan bertanya-tanya:
Apakah korelasi/hubungan antara pembicaraan bulan sabit dengan
pembicaran mendatangi rumah?. Dalam penjelasan muna>sabah antara
kedua pembicaraan itu, Az-Zarkasyi menjelaskan:
27
. M.Pd.I, “ANALISIS AL-MUNĀSABAH FI A>L-QUR’ĀN,” hlm. 94-96.
28
. Murni, “Kaidah Muna>sabah ,” hlm. 99.
29
. Rahmat Sholihin, “Muna>sabah Al-Quran: Studi Menemukan Tema Yang Saling
Berkorelasi Dalam Konteks Pendidikan Islam,” 2018, hlm. 17.
30
. Al-Qur’an al-Karim bi al-Rasm al-Ut|mani dan Terjemahannya, hlm. 28.
“Sudah diketahui bahwa ciptaan Allah mempunyai hikmah yang
jelas dan mempunyai kemaslahatan bagi hamba-hamba-Nya, maka
tinggalkan pertanyaan tentang hal itu, dan perhatikanlah sesuatu
yang engkau anggap sebagai kebaikan, padahal sama sekali bukan
merupakan sebuah kebaikan.”
b. Untuk dapat mengetahui persambungan atau hubungan (korelasi) antara
bagian al-Quran, baik antara kalimat atau antar ayat maupun antar surah,
sehingga dapat lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan tentang al-
Quran dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatan
al-Qur’an.
c. Untuk dapat mengetahui kualitas dan tingkat bala>gah bahasa al-Quran
dalam konteksnya yang satu dengan yang lainnya (berkorelasi), serta
persesuaian ayat atau surah yang satu dengan lainnya.
d. Untuk dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran secara lebih
mendalam setelah diketahui hubungan suatu ayat dengan ayat yang lain.
C. Kesimpulan
Menurut bahasa, Secara bahasa Muna>sabah berasal darikata nasa>ba-
yuna>sibu-muna>sabatan yang artinya dekat (qarib). Al-Muna>sabatu artinya
sama dengan al-qarabah yang berarti mendekatkan dan juga al-Musyakalah
(menyesuaikan). Menurut istilah muna>sabah merupakan suatu ilmu yang
menjelaskan persesuaian/korelasi antara suatu ayat dengan ayat sebelumnya
ataupun sesudahnya. Dengan demikian, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
ilmu muna>sabah adalah ilmu yang menerangkan dan menjelaskan kesesuaian
makna yang terdapat pada ayat sebelumnya dengan ayat sesudahnya ataupun ayat
lainnya, baik pada surah yang sama atau pada surah lainnya.
Dalam persoalan muna>sabah kekuatan pemikiranlah yang berusaha
mencari dan menemukan hubungan pertalian atau persamaan antara rangkaian
suatu pembicaraan. Karena muna>sabah merupakan persoalan yang menyangkut
tafsir, maka bila sesuatu muncul dan disampaikan berdasarkan rasionalisasi akal,
tentu ia akan di terima, tetapi jika sebaliknya tentu ia akan di tolak.
Sebuah riwayat mengatakan bahwa munculnya ilmu muna>sabah
dipelopori oleh Abu Bakr al-Naysaburi (w.324). Jika ditelisik lebih jauh, al-
Naysaburi bukanlah seorang yang pertama kali menemukan disiplin ilmu
muna>sabah ini. Sebelum abad IV H, terdapat beberapa kitab klasik mengenai
hubungan antar kata, kalimat, ayat, dan surah. Diantaranya adalah Maja>z al-
Qur’an karya Ma’mar bin Muntaha (w. 203 H) yang ditulis pada abad kedua
hijriyah dan Ma’a>ni al-Qur’an karya al-Farra’ (w. 207 H) yang ditulis pada abad
ketiga hijriyah.
Disiplin ilmu muna>sabah tidak hanya ramai dibahas oleh ulama di
dataran Jazirah Arab saja, melainkan para pemikir al-Qur’an di berbagai daerah
termasuk Indonesia. Sebut saja misalnya M. Qurais} S}ihab yang sangat menaruh
perhatian terhadap disiplin ilmu ini, dan diterapkan dalam karya besarnya Tafsir
al-Mis}bah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an. Gambaran tentang
pertumbuhan dan perkembangan ilmu muna>sabah dapat diketahui dari
pemikiran ulama klasik hingga sekarang ini yang terdapat dalam kitab-kitab Tafsir
al-Qur’an dan juga telaah teoritis dalam kitab-kitab ‘ulum al-Qur’an.
Pengetahuan mengenai korelasi dan hubungan antara ayat-ayat itu
bukanlah hal yang bersifat tauqi>fi, melainkan didasarkan pada ijtihad seseorang
dan tingkat penghayatan terhadap kemukjizatan al-Qur’an, rahasia keindahan
bahasanya, dan segi keterangannya yang mandiri. Dalam al-Qur’an sekurang-
kurangnya terdapat tujuh macam muna>sabah. Tujuh macam tersebut ialah
muna>sabah antara surah dengan surah, muna>sabah antara nama surah dengan
kandungnnya, muna>sabah antara kalimat dengan kalimat dalam satu surah,
muna>sabah antara ayat dengan ayat dalam satu surah, muna>sabah antara
penutup ayat dengan isi ayat, muna>sabah antara awal uraian surah dengan akhir
uraian surah, dan muna>sabah antara akhir satu surah dengan awal surah.
Penguasaan seseorang dalam muna>sabah akan mengetahui mutu dan
tingkat bala>gah (keindahan bahasa) al-Qur’an dan konteks kalimatnya antara
yang satu dengan yang lain. Seperti dikatakan al-Razi bahwa kebanyakan
keindahan-keindahan al-Quran terletak pada susunan dan hubungannya,
sedangkan susunan kalimat yang paling indah (bali>g) adalah yang saling
berhubungan antara satu dengan lainnya.
Manfaat mempelajari ilmu muna>sabah antara lain: pertama, dapat
menepis anggapan sebagian orang bahwa tema-tema Al-Quran kehilangan
relevasi antara satu bagian dan bagian yang lainnya. Kedua, mengetahui
persambungan atau hubungan (korelasi) antara bagian al-Quran, baik antara
kalimat atau antar ayat maupun antar surah. Ketiga, dapat diketahui mutu dan
tingkat bala>gah bahasa al-Quran dalam konteks kalimat-kalimatnya yang satu
dengan yang lainnya. Keempat, dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat al-
Quran secara lebih tepat dan akurat setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau
ayat dengan kalimat atau ayat yang lain.
D. Daftar pustaka
Abu Zayd, Nashr Hamid. Mafhum al-Nas: Dirasah fi> ’Ulum al-Qur’an. Mesir:
Hayah al-Mishriyyah al-’Amah li al-Kitab, 1990.
Adlim, Ah Fauzul. “TEORI MUNA>SABAH DAN APLIKASINYA DALAM
AL QUR’AN” 1 (2018): 17.
Affani, Syukron. “DISKURSUS MUNĀ SABAH: Problem Tafsīr al-Qur’ā n bi ’l-
Qur’ā n.” Jurnal Theologia 28, no. 2 (20 Februari 2018): 391–418.
https://doi.org/10.21580/teo.2017.28.2.1443.
Al-Qattan, Manna Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an = Mabahis Fi> ’Ulumil
Qur’an. Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 2004.
Al-Qur’an al-Karim bi al-Rasm al-Utsmani dan Terjemahannya. VI. Kudus: CV.
Mubarokatan Thoyyibah, 2014.
Arifi>n, Muhammad. 10 TEMA FENOMENAL DALAM ILMU AL-QUR’AN.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kompas-Gramedia, 2019.
Jabir, M. “KORELASI (MUNA>SABAH ) AYAT DAN SURAH DALAM
ALQURAN.” HUNAFA: Jurnal Studia Islamika 3, no. 4 (15 Desember
2006): 365–74. https://doi.org/10.24239/jsi.v3i4.284.365-374.
M.Pd.I, Makhfudz. “ANALISIS AL-MUNĀ SABAH FI>L-QUR’Ā N: (Antara
Orientasi I‘jā z dan Orientasi Wihdah).” Jurnal Pemikiran Keislaman 25,
no. 1 (1 Januari 2014). https://doi.org/10.33367/tribakti.v25i1.161.
Murni, Dewi. “Kaidah Muna>sabah .” SYAHADAH : Jurnal Ilmu al-Qur’an Dan
Keislaman 7, no. 2 (16 Oktober 2019): 89–102.
Shihab, Moh Quraish. Kaidah tafsir: syarat, ketentuan, dan aturan yang patut
anda ketahui dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an: dilengkapi
penjelasan kritis tentang hermeneutika dalam penafsiran al-Qur’an.
Cetakan III. Pisangan, Ciputat, Tangerang: Lentera Hati, 2015.
Sholihin, Rahmat. “Muna>sabah Al-Quran: Studi Menemukan Tema Yang
Saling Berkorelasi Dalam Konteks Pendidikan Islam,” 2018, 20.
Suyuthi, Jalaluddin Abdurrahman al-. al-Itqan fi> ’Ulum al-Qur’an. Beirut: Dar
al-Fi>kr, t.t.
Ulumuddin, Muhammad Ikhya. INTERPRETASI AYAT-AYAT AL-QUR’AN
DALAM MUQADDIMAH QANUN ASASI KH HASYIM ASY’ARI. Skripsi.
Lampung: IAIM NU Metro, 2019.
Zarkasyi, Muhammad bin Abdullah al-. al-Burhan fi> ’Ulum al-Qur’an. Kairo:
Dar al-Hadits, t.t.

Anda mungkin juga menyukai