“Studi Al-Quran”
Disusun oleh:
Adinda Mutiara Amalia Putri (05020422022)
Amanta Tiara Farahita (05020422024)
Fadlurrakhman Fazle P (05020422034)
Shandy Aura (05010422017)
Dosen Pengampu:
Dr. Nur Lailatul Musyafa’ah, Lc., M.Ag.
PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
DESEMBER 2022
MUNASABAH AL-QURAN
Adinda Mutiara Amalia Putri1 Amanta Tiara Farahita2 Fadlurrakhman Fazle Purwardana3
Shandy Aura4
1,2,3,4
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Jl. Ahmad Yani No.117, Jemur Wonosari, Kec.
Wonocolo, Kota Surabaya, Jawa Timur 60237.
e-mail: 05020422022@student.uinsby.ac.id1 05020422024@student.uinsby.ac.id2
05020422034@student.uinsby.ac.id3 05010422017@student.uinsby.ac.id4
Abstract:
Starting from the involvement of Muslims with the Al-Qur'an, and from reading the Qur'an to studying it, various
kinds of knowledge related to the Al-Qur'an, or commonly referred to as 'Ulumul Qur'an, began to emerge and
their existence was very large. 'Ulumul Qur'an' is a science which studies everything about the contents of the
Qur'an. The various branches in 'Ulumul Qur'an' are numerous and will continue to grow in tandem with the
ongoing study of the Qur'an. One of the branches of 'Ulumul Qur'an' is Munasabah Al-Qur'an. Munasabah is
included in one type of 'ulumul Qur'an in which it discusses the relationship between the content of verses in the
Al-Qur'an, or integration between the contents of one letter and another so that the Qur'an can be understood as
a whole. and comprehensive (holistic).
Keywords: Munasabah, Al-Quran, Ulumul Qur’an
Abstrak: Berawal dari keterlibatan umat Islam dengan Al-Qur'an, dan dari membaca Al-Qur'an hingga
mempelajarinya, berbagai macam ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur'an, atau biasa disebut dengan 'Ulumul
Qur'an ini mulai bermunculan dan eksistensinya sangat luas. ‘Ulumul Qur'an’ merupakan ilmu yang mana
mempelajari tentang segala sesuatu seputar isi Al-Qur'an. Berbagai cabang dalam 'Ulumul Qur’an' sangat banyak
dan akan terus bertambah beriringan dengan kajian Al-Qur’an yang terus berlanjut. Salah satu cabang dari
‘Ulumul Qur'an’ adalah Munasabah Al-Qur’an. Munasabah termasuk dalam salah satu jenis ‘ulumul Qur’an
yang mana didalamnya membahas tentang keterkaitan kandungan ayat yang ada dalam Al-Qur’an, atau
terintegrasi antara kandungan surat yang satu dengan yang lain sehingga Al-Qur’an dapat dipahami sebagai
sesuatu yang utuh dan menyeluruh (holistik).
Kata kunci: Munasabah, Al-Quran, Ulumul Qur’an.
Pendahuluan
Al-Qur'anul karim adalah mukjizat Islam yang abadi dan mukjizatnya selalu
ditingkatkan dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Al-Qur'an diturunkan Allah SWT kepada
Rasulullah SAW untuk membawa manusia keluar dari suasana gelap menuju cahaya, serta
membimbing manusia ke jalan yang lurus. Rasulullah SAW menyampaikan Al-Qur'an kepada
para sahabatnya, bangsa Arab agar mereka dapat memahaminya sesuai dengan insting
mereka. Ketika mereka merasa bingung dalam memahami suatu kalimat, mereka bertanya
kepada Rasulullah. Perkembangan dan kemajuan pemikiran manusia selalu disertai dengan
wahyu-wahyu yang tepat dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh setiap
umat rasul pada saat itu, hingga perkembangan itu tercapai. Allah menghendaki agar risalah
Nabi Muhammad S.A.W muncul di dunia ini. Karena itu ia diutus pada saat umat manusia
sedang mengalami kekosongan kerasulan, untuk menyempurnakan pendidikan para leluhur
(rasul) dengan syariatnya yang universal dan abadi dan dengan kitab yang diturunkan
kepadanya, yaitu al-Qur`anul karim.
Beberapa pengamat Barat menganggap Qur’an sebagai kitab yang sulit untuk dipahami
dan diapresiasi. Bahasa, gaya, dan tata letak buku ini pada umumnya menimbulkan masalah
bagi mereka. Meskipun bahasa Arab yang digunakan sudah bisa dipahami, namun masih ada
bagian yang sulit dipahami. Umat Islam sendiri, untuk memahami hal ini, membutuhkan
banyak kitab Tafsir dan Ulumul Qur’an. Meski begitu, diakui bahwa kitab-kitab yang berbeda
ini masih memiliki masalah terkait dengan fakta bahwa tidak semuanya dapat
mengungkapkan rahasia Al-Quran sepenuhnya.
1
Ahmadiy, “Ilmu Munasabah Al-Qur’an,” Artikel, 1386, 77–90.
2
Achmad Zuhdi DH et al., Studi Al-Qur’an, ed. oleh wahida zein Br. Siregar et al., Cetakan 1 (Surabaya: UIN
Sunan Ampel Press, n.d.).
Untuk memahami Al-Munaasabah, setidaknya dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu
secara etimologis dan secara terminologis. Secara etimologis, kata Al-Munaasabah berarti:
cocok, berkaitan, sesuai. Bisa juga berarti Al-Muqarabah (saling menyerupai), dikatakan fulan
yanasibu fulanan, maksudnya adalah fulan serupa dengan menyerupainya.5
a. Az-Zarkasyi
b. Manna’ Al-Qaththan
Munasabah yakni keterkaitan dengan banyak ungkapan pada satu ayat, ayat
dengan beberapa ayat, dan antara surah pada Al-Quran.
c. Ibnu Al-'Arabi
d. M. Quraisy Shihab
Munasabah adalah kesamaan atau kemiripan ayat dan surah didalam Al-Quran
serta memiliki kaitan antara satu sama lainnya.
e. Menurut Al-Biqa'i
3
Ibid.
4
Hana Fitriani et al., “Munasabah Al-Qur’an,” 2013, 17–40.
5
Muis Sad Iman, “Al-Munasabah (Cabang Ulumul Qur’an)” 7, no. 1 (2016): 1–13.
Para ulama menjelaskan bahwa ilmu munasabah adalah ijtihadi. Artinya, pengetahuan
itu ditentukan berdasarkan ijtihad karena tidak ada riwayat Nabi atau para sahabatnya. Jadi
tidak ada keharusan untuk mencari munasabah di setiap ayat. Pasalnya, Al-Qur'an diturunkan
secara bertahap mengikuti kejadian atau berbagai peristiwa yang terjadi. Jadi terkadang
seorang musafir menemukan keterkaitan satu kalimat dengan kalimat lainnya dan terkadang
tidak. Ketika korelasi tersebut tidak ditemukan, ia tidak diperbolehkan untuk memaksa
dirinya sendiri.
Seperti pada pernyataan Syekh ‘Izzuddin bin ‘Abd As-Salam, yaitu : “Munasabah
adalah sebuah ilmu yang baik, tetapi kaitan antarkalam mensyaratkan adanya kesatuan dan
keterkaitan bagian awal dengan bagian akhirnya. Dengan demikian, apabila terjadi pada
berbagai sebab yang berbeda, keterkaitan salah satunya dengan lainnya tidak menjadi syarat.
Orang yang mengaitkan tersebut berarti mengada-adakan apa yang tidak dikuasainya.
Kalaupun itu terjadi, ia mengaitkannya hanya dengan ikatan-ikatan lemah yang pembicaraan
yang baik saja pasti terhindar darinya, apalagi kalam yang terbaik”.6
2. Perhatikan uraian ayat-ayat tersebut sesuai dengan maksud yang dimaksud atau yang
dibicarakan dalam surat tersebut.
Ulama Jumhur sepakat bahwa urutan ayat-ayat surat tersebut adalah Tawkifi. H.
Tarekat yang ditegakkan oleh para nabi sebagai penerima wahyu. tetapi mereka tidak setuju
dengan ini urutan surat mushaf, baik itu taufiqi maupun tauqifi (perintah berdasarkan ijtihad
pencipta musyaf). Nasr Hamid Abu Zayed, seorang perwakilan Ulama modern,
6
Najibah Nida Nurjanah, “Urgensi Munasabah Ayat dalam Penafsiran al-Qur’an Najibah,” Applied
Microbiology and Biotechnology 2507, no. 1 (2020): 1–9.
Sepintas, melihat urutan teks Al-Quran, informasi yang diberikannya tampak tidak
sistematis dan tidak teratur. Salah satu aspek dari realitas teks membuatnya sulit untuk dibaca
secara utuh dan memuaskan, tetapi seperti yang ditunjukkan oleh Abu Zayed, realitas teks
adalah bagian dari I'jaz al-Qur'an, ‘stalistika’ (retorika bahasa). Hubungan antara sastra dan
stilistika dalam konteks pembacaan pesan spiritual al-Qur'an secara holistik, salah satu
perangkat teoritisnya adalah 'ilm munâsabah'. Sebagaimana telah disebutkan, seluruh teks
Alquran merupakan satu kesatuan struktural yang bagian-bagiannya saling berhubungan satu
sama lain. Teks lengkap Alquran memberikan pandangan dunia.
Tentu saja dari sini, umat Islam dapat menggunakan Alquran sebagai petunjuk
(hudan) yang benar-benar mencerahkan (enlighten) dan mendidik (educate). Namun, Fazlur
Rahman mencatat bahwa di kalangan umat Islam ada kesalahan umum dalam memahami
prinsip integrasi Al-Qur'an, dan kesalahan ini terus berlanjut, sehingga dalam praktiknya umat
Islam berpegang teguh pada ayat-ayat yang terpisah-pisah. Dengan pendekatan “atomik” ini,
orang sering kali terobsesi untuk membuat hukum, atau berdasarkan klausul yang bukan
hukum.7
Pada masa Muhammad, kebutuhan akan penafsiran Al-Qur'an tidak begitu kuat. Saat
itu, Nabi sendiri yang berperan langsung sebagai penafsir universalitas dan keutamaan al-
Qur'an al-Mubayin. Kontak budaya telah menimbulkan berbagai persoalan yang sampai
sekarang belum diketahui. Beberapa masalah baru tersebut dapat dipecahkan dengan
pendekatan Asbaab al-Nuzr yang lebih menitikberatkan pada aspek kesejarahan (simâ`i) yang
berkaitan dengan peristiwa-peristiwa pada masa Muhammad, sehingga setiap nas memiliki
penyebab Nuzr. Dan sebuah masalah yang tidak sepenuhnya bisa dipecahkan oleh ilmu Asbab
al-Nuzr.
Untuk mengatasi masalah ini, Al-Qur'an ditafsirkan secara fleksibel dan elastis
(kontekstual) dan dikomentari secara dangkal dalam ruang lingkup masalah. Karena itu,
7
Ahmadiy, “Ilmu Munasabah Al-Qur’an.”
1. Ilmu yang hanya diketahui Allah semata-mata, seperti mengenai Zat Allah. Dalam hal
ini, tidak seorang pun boleh membahasnya.
2. Ilmu yang diberikan Allah semata-mata kepada Muhammad seperti ilmu mengenai
fawâtih al-suwar seperti alif Lâm mîm, Yâsîn, dan sebagainya. Dalam hal ini tidak
seorangpun boleh membahasnya, kecuali orang-orang yang mendapat izin dari
Muhammad
3. Ilmu yang diajarkan Allah kepada Muhammad berupa ajaran ajaran yang harus
disampaikan kepada seluruh umat:
a. Ilmu yang tidak boleh dibicarakan, kecuali dengan jalan simâ’i, atau riwayat,
seperti: ilmu qira’at, sejarah umat dahulu, riwayat sebab turun ayat, dan berita
kehidupan setelah mati.
Pada bagian yang disebut terakhir inilah terletaknya domain bagi tafsîr bi alra’y untuk
berusaha mengungkapkan makna Alquran dengan ijtihad. Salah satu cara untuk menafsirkan
ayat-ayat Alquran dalam Ijtihad adalah melalui bahasa. Upaya memahami Al-Qur'an dengan
cara ini dikenal dengan mengungkapkan ayat Munasabah. Atau ilmu Munasabah Qur'an
dalam kerangka "Ulumul Qur'an". Itu sebabnya, Adanya Ilmu Munâsabah merupakan salah
satu alternatif untuk memahami makna Al-Qur'an melalui Ilmu Asbâb al-Nuzûl.
8
M.S. Yusuf, “Penggunaan Ilmu Munâsabah dalam Istinbâth Hukum,” Tajdid 26, no. 2 (2019): 117,
https://doi.org/10.36667/tajdid.v26i2.332.
Ada dua pendapat tentang perkembangan ilmu rasional setelah dikemukakan pertama
kali oleh Abu Bakar al-Naisaburi pada awal abad ke-4 Hijriah. Pendapat pertama
dikembangkan oleh al-Romani pada akhir abad ke-4 Hijriyah, lebih menitik beratkan pada
kajian ilmu munasabah al-Qur’an, sedangkan pendapat kedua berkembang pada akhir abad
ke-8 Hijrah. Kajian yang lebih mendalam, bertujuan untuk membahas dan mengorganisasikan
ilmu secara logis sebagai ilmu yang termasuk dalam kategori bagian ulum Al-Qur'an.10
1. Abu Ja‟far Ibn al-Zubair al-Andalusi (wafat 807 H), dalam kitab “Al-Burhan fi
Munasabati Tartibi Suwar al-Qur’an”
2. Jalaluddin al-Sayuthi (wafat 911 H). Beliau menyusun tiga kitab dengan tema
munasabah, yaitu :
a. Kitab “Asrar al-Tanzil”, kitab ini mengupas tentang korelasi surat dan ayat.
3. Abdullah al-Shiddiq al-Ghimari dari kalangan ulama hadis, dalam kitab “Jawahir al-
Bayan fi Tanasubi Suwar al-Qur’an”. DR. Muhammad Ahmad Yusuf al-Qasim
9
Endad Musaddad, “Munasabah Dalam Al-Qur’an,” Alqalam 22, no. 3 (2005): 409,
https://doi.org/10.32678/alqalam.v22i3.1368.
10
Edi Yanto, “Pentingnya Ilmu Munasabah Al-Qur’an,” Al-Fathonah: Jurnal Pendidikan dan Keislaman 2853
(2016): 39–54.
11
Ibid
Bagian Kedua: Ulama yang menyusunnya memasukkan lebih banyak bab dan lebih
banyak tema. Di antara ulama yang terkenal dalam menyusunnya adalah :
2. Abu al-Su‟ud dalam kitab tafsir “Irsyad al-‘Aql al-Salim Ila Mazaya al-Kitab al-
Karim”
4. Burhanuddin al-Biqa‟i (wafat 885 H) dalam kitab “Nazhm al-Durar fi Tanasub alAyat
wa al-Suwar”. Kitab ini merupakan maha karya yang fenomenal terdiri dari 22 jilid.
Menurut Sa’id bin Jum’ah, sikap dan pandangan ulama terhadap Munasabah Al-
Qur'an secara umum dapat dibagi secara tipologis menjadi tiga bagian :12
1. Tipe Mutashaddid
Yaitu ulama yang menetapkan batasan dan syarat yang sangat ketat pada
munasabah Al-Qur'an. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa Al-Qur'an diturunkan
secara bertahap dalam jangka waktu yang sangat lama, sekitar dua puluh tiga tahun,
dalam berbagai peristiwa dan kejadian yang berbeda-beda. Pertanyaan dan topik yang
dibahas juga sangat beragam dan ditujukan kepada masyarakat dan lawan bicara yang
heterogen. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa Munasabah hanya dapat
diterima jika bagian pertama tentang masalah yang sama terkait dengan bagian akhir.
Sementara itu, jika terjadi karena peristiwa yang berlainan, maka termasuk dalam
perkara yang dipaksa-paksakan.
12
M. Fatih, “Tipologi Pandangan Ulama Tentang Munasabah Al-Qur’an,” Deskripsia 4, no. 1 (2557): 88–100.
2. Tipe Mustahhil
Khususnya para ulama menerapkan batasan dan syarat yang mudah untuk
mendefinisikan munasabah Alquran. Tipe ini menganut prinsip dasar bahwa ayat dan
surat Al-Qur'an disusun secara tawqify sehingga setiap rangkaian bagian dikatakan
mengandung rahasia dan hikmah. Oleh karena itu, mereka mencoba dengan berbagai
cara untuk mendefinisikan munasabah meskipun dalam beberapa kasus terkesan
dipaksakan. Para ulama jenis ini mencoba menemukan munasabah di setiap bagian Al-
Qur'an. Memang tidak jarang mereka merenung berbulan-bulan untuk menemukan
keterkaitan (munasabah) ayat-ayat Alquran. al-Biqa'i mengatakan tidak jarang beliau
merenungkan urutan ayat tersebut selama berbulan-bulan, seperti saat mengamati
surah Ali 'Imran ayat 121 dan surah al-Nisa' ayat 127.
3. Tipe Mutawassit
Tipe ini merupakan penengah antara tipe pertama dan kedua. Ia tidak memaksa
munasabah ke bagian yang samar-samar seperti jenis kedua, juga tidak menolak
bagian yang jelas terkait seperti jenis pertama. Dari sini, ulama jenis ini memilih untuk
Urgensi Munasabah
Sebagaimana yang kita ketahui, Munasabah memiliki peran yang sangat penting
dalam memahami Al Quran. Sesuai dengan apa yang telah disepakati oleh para ulama,
bahwasanya Al Quran ini yang diturunkan lebih dari 20 tahun yang mana mengandung
hukum - hukum yang berbeda, sebenarnya memiliki keterkaitan antar ayatnya, maka tidak
perlu lagi mencari asbabun nuzulnya.13
Sesuai dengan perkataan Az - Zarkasyi, ketika ada asbabun nuzul, maka langkah yang
perlu diutamakan adalah mengemukakan munasabah. Jika menelisik lebih dalam kegunaan
munasabah, berikut merupakan penjelasan munasabah.
13
Ibid.
14
Ibid.
Inilah yang menjadi pertanyaan dalam kalangan masyarakat, adakah korelasi antara
pembahasan bulan sabit dan pembahasan mendatangi rumah? Kemudian dijelaskan oleh Az -
Zarkasyi “Sudah diketahui bahwa ciptaan Allah mempunyai hikmah yang jelas dan
mempunyai kemaslahatan bagi hamba-hamba-Nya, maka tinggalkan pertanyaan tentang hal
itu, dan perhatikanlah sesuatu yang engkau anggap sebagai kebaikan, padahal sama sekali
bukan merupakan sebuah kebaikan.”15
Munasabah yang terdapat pada Al-Qur’an merupakan sesuatu yang utama dan harus
dipelajari. Sebab apabila kita mempelajari bahkan menguasai ilmu ini, maka akan sangat
terasa bahwa Al-Qur’an yakni kesatuan yang menyeluruh dalam rangkaian kata yang serasi
dengan makna yang kuat, sesuai, dan dan terperinci sehingga tidak terjadi kesalahan
sedikipun di dalamnya. Selain itu, banyak ulama yang memberikan pandangan lebih
gamblang atau lebih jelas bahwa Al-Qur’an adalah benar-benar firman Allah. Tidak hanya
teks yang ada di dalamnya, tetapi juga urutan serta rangkaian ayat dan surat sesuai dengan
petunjuk-Nya.16
Seperti azbabun nuzul, munasabah bisa berperan untuk memahami Al-Qur’an. Sesuai
dengan perkataan dari Muhammad Darraz yakni “Walaupun banyak hal yang dicetuskan
surah-surah tersebut, namun semua terkumpul menjadi kesatuan wacana yang dari awal
hingga akhirnya selalu berhubungan. Oleh karena itu, apabila ingin lebih memahami tentang
sistematika surah, maka sebaiknya harus memperhatikan keseluruhan permasalahannya
terlebih dahulu.17
Terdapat dua macam urgensi dalam munasabah, antara lain sebagai berikut:
1. Dilihat dari sisi balaghah, kaitan yang terdapat antara satu ayat dengan ayat
yang lainnya menjadi satu keutuhan yang padan dalam penataan bahasa pada
Al-Qur’an.
15
Ibid.
16
Baidan, Nashirrudin. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. 2005. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
17
Anwar, Rosihan. Ulum Al-Qur’an. 2008. (Bandung: Pustaka Setia)
Macam-macam Munasabah
Secara umum, ada beberapa jenis atau macam-macam munasabah, antara lain sebagai
berikut :
Seperti pada munasabah antara surat Al-Fatihah dan Al-Baqarah. Maksudnya adalah
satu surat memiliki fungsi menjelaskan surat sebelumnya. Misalnya seperti pada surat Al-
Fatihah ayat 6 yang memiliki arti “Tunjukanlah pada kami jalan yang lurus!”
Lalu dijelaskan lagi pada surat Al-Baqarah ayat 2 bahwa jalan yang lurus yakni
mengikuti pedoman pada Al-Qur’an, seperti artinya yang telah disebutkan “Kitab (Al-
Qur’an) tidak ada keraguan sedikitpun, petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa.”
Contoh lain munasabah antar surat dengan surat sebelumnya yaitu surat An-Nas dan
Al-Falaq yang berkaitan dengan surat Al-Ikhlas. Menurut Al-Baihaqi, Surat An-Nas dan
Al-Falaq diturunkan secara bersamaan. Maka dari itu, dua surat ini disebut dengan “Al-
Mu’wwidatain” yakni dimulai dengan kata ‘audzu’. Meminta perlindungan hanya kepada
Allah SWT yang klimaksnya dalam surat Al-Ikhlas, yakni Allah Maha Esa.18
18
Muhammad Iqbal, Al-Qur’an Imanku : Telaah Mendalam Mengenai Ulumul Qur’an, 2018.
Munasabah seperti ini terlihat dengan jelas dalam surat-surat pendek yang memuat
tema pokok. Munasabah ayat yang terlihat dengan jelas sering menggunakan pola ta’kid
(penguatan), tafsir (penjelasan), i’tiradh (sangkalan), serta tasydid (penegasan).
Surat Al-Ikhlas dapat dijadikan contoh adanya munasabah antara ayat-ayat yang
terdapat pada surat tersebut. Setiap ayat menekankan atau menguatkan pokok tema
utamanya yaitu tentang keesaan Tuhan. Kemudian pada surat Al-Baqarah ayat 1 hingga
20 juga memiliki korelasi antara ayat-ayat tersebut. Tema pokok yang diangkat adalah tiga
kelompok sosial yakni orang mukmin, kafir, munafik, beserta sifat-sifat mereka.
Contoh lain yaitu pada Q.S Al-Baqarah ayat 28 yang artinya “Bagaimana kamu
mengabaikan Allah, padahal sebelumnya kamu mati, lalu Allah menghidupkan dan
mematikanmu kembali. Hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan.” Ayat sebelumnya
menggambarkan sikap orang kafir terhadap perumpamaan yang dirujuk Allah, pada
perjanjian mereka untuk membinasakan agama. Ayat sebelumnya yang dimaksud adalah
ayat 26 dalam surat Al-Baqarah.
19
Ahmad Sarwat, ‘Munasabah’, Buku Munasabah, 2016
20
Endad Musaddad, ‘Munasabah Dalam Al-Qur’an’, Alqalam, 22.3 (2005), 409.
َع َم َع ٱهَّلل ِ ِإ ٰلَهًا َءا َخ َر اَل بُرْ ٰهَنَ لَهُۥ بِ ِهۦ فَِإنَّ َما ِح َسابُهُۥ ِعن َد َربِّ ِهۦٓ ۚ ِإنَّهُۥ اَل يُ ْفلِ ُح ٱ ْل ٰ َكفِرُون
ُ َو َمن يَ ْد
Artinya : “Barangsiapa menyembah Tuhan selain Allah, padahal tidak ada suatu dalil
tentang itu, maka memang perhitungannya di sisi Tuhan-Nya. Sesungguhnya orang kafir
tidak beruntung. (Q.S Al-Mu’minun/23 : 117)
Munasabah ini mengandung tujuan tertentu yakni tamkin (menguatkan) arti atau
makna yang terkandung dalam suatu ayat. Contohnya dalam surat Al-Ahzab ayat 25 :
ِ َو َر َّد هَّللا ُ الَّ ِذينَ َكفَرُوا بِ َغ ْي ِظ ِه ْم لَ ْم يَنَالُوا َخ ْيرًا ۚ َو َكفَى هَّللا ُ ْال ُمْؤ ِمنِينَ ْالقِتَا َل ۚ َو َكانَ هَّللا ُ قَ ِويًّا ع
َزي ًزا
Artinya : “Dan Allah menyuruh pergi orang-orang kafir itu dalam keadaan mereka
penuh kekesalan, (lagi) mereka tidak mendapatkan keuntungan apapun. Dan Allah
menyelamatkan orang-orang beriman dari peperangan. Allah maha kuat lagi maha
perkasa.”
a. Pada ayat ini, Allah melindungi orang-orang beriman dari peperangan bukan
karena mereka lemah, tetapi karena Allah maha kuat dan maha perkasa. Tujuan
dari fashilah yakni memberi tambahan penjelasan meskipun tanpa fashilah ayat
yang sebenarnya juga sudah jelas.21
Munasabah berarti bahwa awal suatu surat menjelaskan ide pokok tertentu, lalu pokok
pikiran tersebut dikuatkan kembali pada akhir surat. 22 Seperti pada surat Al-Hasyr.
Munasabah tersebut teletak dari sisi persamaan kondisi yakni semua yang ada baik di
21
Fauzul Iman, “Munasabah Al-Qur’an,” Alqalam 11, no. 63 (1997): 45,
https://doi.org/10.32678/alqalam.v11i63.478.
22
Ervi Wilandari Indah Putri Hermansyah, “Studi Al-Qur’an dan Hadist ‘Munasabah,’” 2017.
Artinya : “Semua yang ada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah; dan Dialah
yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
1. Menjodohkan bagian kalam dengan bagian lainnya menjadi satu kesatuan agar
hubungan antara ayat dan surat menjadi lebih kuat.
4. Mengenali dan memahami arti ayat serta mengetahui maksud dan makna ayat yang
sedang dibahas.
Keunggulan Kajian ilmu munasabah Secara Umum Ada empat hal yang menunjukkan
pentingnya kajian munasabah dalam al-Qur’an, yaitu:24
1. Mengetahui korelasi ayat dan ayat atau surah dan surah. Hal ini menunjukkan bahwa
Al-Qur'an merupakan satu kesatuan yang utuh, tersusun secara sistematis dan
berkesinambungan, meskipun diturunkan secara terpisah-pisah dalam kurun waktu
kurang lebih 23 tahun. Hal ini memperkuat keyakinan bahwa Al Quran adalah
mukjizat Allah SWT.
23
Yanto, “Pentingnya Ilmu Munasabah Al-Qur’an.”
24 Ibid
Setelah dijelaskan manfaat dan kegunaan ilmu munasabah, dapat disimpulkan bahwa
keberadaan ilmu munasabah sangat penting dan urgen dalam penafsiran Al-Qur'an. Maka
dapat dikatakan bahwa ilmu munasabah al-Qur’an adalah ilmu yang paling mulia dengan
pertimbangan bahwa setiap ilmu adalah mulia untuk kemuliaan topik dan temanya, serta
kemuliaan temanya dalam mempelajari korelasi serta hubungan antara ayat dan surat, menuju
kemuliaan munasabah al-Qur'an.
Kesimpulan
Munasabah adalah ilmu untuk mengetahui sebab-sebab pendisiplinan sebagian dari
Al-Quran. Kata 'Mun asab' berarti 'cocok, terkait, sesuai' Ada empat hal yang menunjukkan
pentingnya mun asabah dalam Al-Qur'an. Munasabah menunjukkan keselarasan susunan
redaksi ayat dan kalimat Al-Qur' sebuah. Sangat berguna untuk menafsirkan ayat-ayat Al-
Qur'an setelah mengetahui hubungan kalimat/ayat atau kalimat/ayat yang lain, yang
memudahkan untuk memahami hukum dan isinya.
Al-Qur'anul karim adalah abadi Keajaiban Islam dan kemukjizatannya selalu ditambah
dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Al-Qur'an diturunkan oleh Allah SWT kepada
Rasulullah SAW untuk membawa manusia keluar dari suasana gelap menuju cahaya.
Sebagian pengamat Barat menganggap Alquran sebagai kitab yang sulit dipahami dan
diapresiasi. Tema utama yang diangkat adalah tiga kelompok sosial yakni mukmin, kafir,
munafik, dan ciri-cirinya. Meminta perlindungan hanya kepada Allah SWT yang klimaksnya
ada pada surat Al-Ikhlas yaitu Allah SWT. Misalnya kisah sapi dalam surat Al-Baqarah yang
menceritakan tentang kekuasaan Allah untuk membangkitkan orang mati.
Fashilah adalah ilmu yang menjelaskan aspek hubungan antara beberapa ayat atau
beberapa surat Al-Quran. Bisa juga berarti Al-Muqarabah (saling mirip), artinya fulan mirip
dengan kemiripannya. Menurut Al-Baihaqi, Surah An-Nas dan Al-Falaq diturunkan secara
bersamaan. Ilmu ini menjelaskan aspek hubungan antara beberapa surah dan surah. Perhatikan
As-Suyuthi menjelaskan bahwa ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam
mencari mufakat tersebut. Perlu diketahui bahwa tujuan pembahasan surat merupakan obyek
penelitian. Dalam menarik kesimpulan diharapkan memperhatikan ungkapan bahasa secara
benar dan tidak berlebihan. Misalnya surat Al-Baqarah, surat Yusuf, surat An-Naml dan surat
Al-Jinn. Awal surat ini memiliki hubungan dengan akhir surat. Misalnya seperti pada surat
Al-Fatihah ayat 6 yang artinya 'Tunjukkan kami jalan yang lurus!'.
Keserasian susunan kalimat dan huruf dalam Al-Qur'an membutuhkan ketelitian dan
pemikiran yang mendalam. Meskipun bahasa arab yang digunakan sudah dapat dimengerti,
namun masih ada bagian yang sulit untuk dipahami. Munasabah antara surat dengan surat
sebelumnya disebut 'Al-Mu'wwidatain' yang dimulai dengan kata 'audzu'. Apabila tidak
ditemukan korelasi, maka tidak boleh memaksakan diri. Orang yang mengasosiasikannya
berarti mengarang apa yang tidak dikuasainya. Bahkan jika itu terjadi, dia mengaitkannya
hanya dengan ikatan lemah yang bahkan ucapan yang baik tidak akan bisa dia hindari.