Anda di halaman 1dari 18

MUNASABAT AL-QUR’AN

Oleh :

MELAN PRATIWI (11950125118)

M. TAZRI LADEN (11950115117)

KELAS 2A

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

PEKANBARU

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai
“Munasabat Al-Qur’an”. Penulis ucapkan terima kasih kepada pihak yang memberikan
kontribusi materi dan pikirannya. Harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan pembaca dan dapat mengembangkan makalah ini menjadi lebih baik kedepannya.

Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada dosen pengajar mata kuliah Studi Al-
Qur’an, Syarifuddin, M. Ag. yang telah memberikan bimbingan kepada penulis agar dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Adanya keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
yang banyak kekurangan mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan saran dan kritiknya dari pembaca demi kesempurnaan makalah selanjutnya.

Pekanbaru, 13 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.....................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah...............................................................................2
1.3 Tujuan..................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Munasabat Al-Qur’an........................................................3


2.2 Sejarah Perkembangan Munasabah.....................................................4
2.3 Macam-macam munasabat Al-Qur’an................................................6
2.4 Manfaat mempelajari munasabar al-qur’an.........................................10

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan..............................................................................................12
3.2 Saran....................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Al-Qur’an adalah kitab suci bagi semua umat manusia di dunia ini yang diturunkan Allah
SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat kerasulannya, yang berisi Wahyu Allah
untuk memberi petunjuk kepada manusia kearah yang terang dan jalan yang lurus agar manusia
beriman kepada Allah SWT sebagai pencipta Alam semesta sehingga mustahil untuk meyakini
tuhan selain-Nya.

Setelah wahyu Allah turun ke bumi maka kewajiban manusia tidak lain hanyalah
ingat (Dzikr) bahwa penciptaan mereka tidaklah sia-sia, tetapi telah di-skenario-i langsung oleh
sang maha pencipta yaitu Allah SWT yang mengatur segala urusan di langit dan di bumi,
mewajibkan taat terhadap segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya
dengan ditauladani  langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Setiap ayat yang turun Nabi SAW
langsung menjelaskan kandungannya, dan setiap peristiwa mendapatkan jawaban dari wahyu
yang turun kepadanya. tetapi untuk masa setelah wafatnya Nabi SAW tidak ada lagi penjelasan
oleh nabi, hanya tinggal Hadits, khabar, Atsar yang diyakini asli dari Nabi yang dapat dijadikan
rujukan. Seperti penjelasan atau penafsiran Ayat Al-Qur’an dengan Hadits yang
menerangkan Asbabun Nuzul mengenai turunnya ayat tersebut, akan tetapi permasalahan
selanjutnya timbul, bagaimana dengan ayat yang tidak ada Asbabun Nuzulnya? Sebagian ulama
memasukkan sebuah ilmu yang termasuk dalam kategori ulumul qur’an yaitu Munasabah Al-
qur’an.

Lahirnya pengetahuan tentang teori Munasabah (korelasi) ini tampaknya berawal dari


kenyataan bahwa sistematika Al-Qur’an sebagaiman terdapat dalam Mushaf Usmani sekarang
tidak berdasarkan atas fakta kronologis turunnya. Sehubungan dengan ini, ulama salaf berbeda
pendapat tentang urutan surat di dalam Al-Qur’an. Segolongan dari mereka berpendapat bahwa
hal itu didasarkan pada tauqifi dari Nabi SAW. Golongan lain berpendapat bahwa hal itu
didasarkan atas ijtihad para sahabat setelah bersepakat dan memastikan bahwa susunan ayat-ayat
adlah tauqifi. Golongan ketiga berpendapat serupa dengan golongan pertama, kecuali surat Al-
Anfal dan Bara’ah/At-Taubah yang dipandang bersifat ijtihadi.

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, adapun rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa itu Munasabat Al-Qur’an?


2. Bagaimana sejarah perkembangan Munasabat?
3. Apa saja macam-macam Munasabat?
4. Apa manfaat mempelajari munasabat Al-Qur’an?

1.3 Tujuan

Makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut.

1. Mengetahui pengertian Munasabat Al- Qur’an


2. Mengetahui sejarah perkembangan munasabat
3. Mengetahui macam-macam munasabat Al-Qur’an
4. Mengetahui manfaat mempelajari munasabat Al-Qur’an

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Munasabat Al-Qur’an

Munasabah secara etimologi berarti kecocokan, kesesuaian atau keserasian. Kata


munasabah secara etimologi menurut as-Suyuthi berarti al-Musakalah (keserupaan) dan dan al-
Muqabarah (kedekatan). Lebih jelas mengenai pengertian munasabah secara etimologis
disebutkan dalam kitab Al burhan fi ulumil Qur”an bahwa munasabah merupakan ilmu yag
mulia yang menjadi teka-teki akal fikiran, dan yang dapat digunakan untuk mengetahui nilai
(kedudukan) pembicara terhadap apa yang di ucapkan.
Sedangkan secara terminologi menurut para ulama dapat difinisikan sebagai berikut
1) Manna’ al-Qattan
Manna’ al-Qattan dalam kitabnya Mabahits fi Ulum al-Qur’an, munasabah berarti
muqarabah juga musyakalah (keserupaan). Sedang menurut istilah ulum al-Qur’an berarti
pengetahuan tentang berbagai hubungan di dalam al-Qur’an, yang mencakup beberapa hal.
Pertama, hubungan satu surat dengan surat yang lain. Kedua, hubungan antara nama surat
dengan isi atau tujuan surat. Ketiga, hubungan antara fawatih al-suwar dengan isi surat.
Keempat, hubungan antara ayat pertama dengan ayat terakhir dalam satu surat. Kelima,
hubungan satu ayat dengan ayat yang lain. Keenam, hubungan kalimat satu dengan kalimat yang
lain dalam satu ayat; ketujuh, hubungan antara fashilah dengan isi ayat; dan kedelapan,
hubungan antara penutup surat dengan awal surat. Jadi Menurut Manna’ Khalil Qattan
munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan dalam satu ayat, atau antar ayat
pada beberapa ayat atau antar surat didalam Al-Qur’an.
2) Imam al-Zarkasyi
Menurut Imam al-Zarkasyi kata munasabah menurut bahasa adalah mendekati
(muqarabah) seperti dalam contoh fulan yunasibu fulan (fulan mendekati/menyerupai fulan).
Kata nasib adalah kerabat dekat seperti dua saudara, saudara sepupu, dan semacamnya. Jika
keduanya munasabah dalam pengertian saling terkait maka namanya kerabat (qarabah).
Imam Zarkasyi ini mengartikan munasabah sebagai ilmu yang mengaitkan pada bagian-
bagian permulaan ayat dan akhirnya, mengaitkan lafadz umum dan lafadz khusus, atau hubungan
antar ayat yang terkait dengan sebab akibat, ‘illat dan ma’lul, kemiripan ayat, pertentangan

3
(ta’arudh) dan sebagainya. Dia juga mengatakan, bahwa kegunaan ilmu ini adalah untuk
menjadikan bagian-bagian kalam saling berkait sehingga penyusunannya menjadi seperti
bangunan yang kokoh yang bagian-bagiannya tersusun harmonis. Jadi Menurut Az-Zarkasyi,
adalah munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami, tatkala dihadapkan kepada akal, akal
itu pasti menerimanya
3) Ibn Al-Arabi
Menurut Ibn Al-Arabi munasabah adalah keterikatan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga
seolah-olah merupakan suatu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan
redaksi.
4) Al-Biqa’i,
Munasabah menurut Al-Biqa’i adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-
alasan di balik susunan atau urutan bagian-bagian Al-Qur’an, baik ayat  dengan ayat, atau surat
dengan surat.
Pada dasarnya pengetahuan tentang munasabah atau hubungan antara ayat-ayat itu bukan
tak dapat diganggu gugat karena telah ditetapkan Rasul, tetapi didasarkan pada ijtihad seseorang
dan tingkat penghayatannya terhadap kemukjizatan Al-Qur’an dan segi keterangannya yang
mandiri.
Seperti halnya pengetahuan tentang Asbabun Nuzul yang mempunyai pengaruh dalam
memahami makna dan menafsirkan ayat, maka pengetahuan tentang munasabah atau korelasi
antar ayat dengan ayat dan surat dengan surat juga membantu dalam pentakwilan dan
pemahaman ayat  dengan baik dan cermat.
Jadi, dengan kata lain ilmu munasabah al-Qur’an adalah suatu ilmu yang mempelajari
hubungan suatu ayat dengan ayat lainnya, atau suatu surat dengan surat lainnya. Hubungan itu
dapat berupa hubungan umum dengan khusus, hubungan logis (‘aqli) atau hubungan
konsekuensi seperti hubungan sebab dengan akibat, hubungan dua hal yang sebanding atau
berlawanan.

2.2 Sejarah Perkembangan Munasabah

Menurut Asy Syarahbani seperti dikutip Az Zarkasyi dalam Al Burhan, orang pertama
yang menampakkan munasabah dalam menafsirkan Al-Qur’an ialah Abu Nakar An Naisaburi.
Besarnya perhatian An Naisaburi terhadap munasabah nampak dari ungkapan As Suyuti yaitu

4
setiap kali ia duduk di atas kursi, apabila dibacakan Al-Qur’an kepadanya, beliau berkata,
“Mengapa ayat ini diletakkan di samping ayat ini dan apa rahasia diletakkan surat ini di samping
surat ini?” Beliau mengkritik para ulama Bagdad sebab mereka tidak mengetahui.”
       Tindakan An Naisaburi merupakan kejutan dan langkah baru dalam dunia tafsir waktu
itu. Beliau mempunyai kemampuan untuk menyingkap persesuian, baik antarayat ataupun
antarsurat terlepas dari segi tepat atau tidaknya, segi pro dan kontra terhadap apa yang
dicetuskan beliau. Satu hal yang jelas, beliau di pandang sebagai Bapak Ilmu Munasabah.
       Tokoh yang mula-mula membicarakan tentang ilmu ini ialah al-Imam Abu Bakr an-
Naisaburi. Selain beliau terdapat banyak lagi ulama yang membahas antara lain:
1.      Al-Imam al-Biqa‘ie - Nazm ad-Durar fi Tanasub al-Ayi was Suwar
2.      Al-Imam as-Suyuti – Tanasuq ad-Durar wa Tanasub as-Suwar
3.       Al-Imam al-Farahi al-Hindi – Dala’il an-Nizam
Sebagaimana kita ketahui, bahwa sejarah munculnya kajian tentang munasabah tidak
terjadi pada masa Rasulullah, melainkan setelah berlalu sekitar tiga atau empat abad setelah masa
beliau. Hal ini berarti, bahwa kajian ini bersifat taufiqi (pendapat para ulama). Karena itu,
keberadaannya tetap sebagai hasil pemikiran manusia (para ahli Ulumul-Qur’an) yang bersifat
relatif, mengandung kemungkinan benar dan kemungkinan salah. Sama halnya dengan hasil
pemikiran manusia pada umumnya, yang bersifat relatif (Zhanniy).
Sungguh pun keberadaannya mengandung nilai kebenaran yang relatif, namun dasar
pemikiran tentang adanya munasabah dalam al-Qur’an ini berpijak pada prinsip yang bersifat
absolut. Yaitu suatu prinsip, bahwa tartib (susunan) ayat-ayat al-Qur’an, sebagaimana kita lihat
sekarang adalah bersifat Tauqifi yakni suatu susunan yang disampaikan oleh Rasulullah
berdasarkan petunjuk dari Allah (wahyu), bukan susunan manusia, atas dasar pemikiran inilah,
maka sesuatu yang disusun oleh Dzat Yang Maha Agung tentunya berupa susunan yang sangat
teliti dan mengandung nilai-nilai filosofis (hikmah) yang sangat tinggi pula. Oleh sebab itu,
secara sistematis tentulah dalam susunan ayat-ayat al-Qur’an terdapat korelasi, keterkaitan
makna (munasabah) antara suatu ayat dengan ayat dengan ayat sebelumnya atau ayat
sesudahnya. Karena itu pula, sebagaimana ulama menamakan ilmu munasabah ini dengan ilmu
tentang rahasia/hikmah susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam al-Qur’an.
Asy-Syatibi menjelaskan bahwa satu surat, walaupun dapat mengandung banyak masalah
namun masalah-masalah tersebut berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga seseorang

5
hendaknya jangan hanya mengarahkan pandangan pada awal surat, tetapi hendaknya
memperhatikan pula akhir surah atau sebaliknya. Karena bila tidak demikian, akan terabaikan
maksud ayat-ayat yang diturunkan itu.
Mengetahui hubungan antara suatu ayat atau surah lain (sebelum atau sesudahnya)
tidaklah kalah pentingnya dengan mengetahui sebab nuzulul ayat. Sebab mengetahui adanya
hubungan antara ayat-ayat dan surah-surah itu dapat pula membantu kita memahami dengan
tepat ayat-ayat dan surah-surah yang bersangkutan.
Ilmu ini dapat berperan mengganti ilmu asbabul nuzul, apabila kita tidak dapat
mengetahui sebab turunnya suatu ayat tetapi kita bisa mengetahui adanya relevansi ayat itu
dengan yang lainnya. Sehingga di kalangan ulama timbul masalah mana yang didahulukan antara
mengetahui sebab turunnya ayat dengan mengetahui hubungan antara ayat itu dengan yang
lainnya.
Tentang masalah ilmu munasabah di kalangan ulama’ terjadi perbedaan pendapat, bahwa
setiap ayat atau surat selalu ada relevansinya dengan ayat atau surat lain. Ada pula yang
menyatakan bahwa hubungan itu tidak selalu ada. Tetapi sebagian besar ayat-ayat dan surah-
surah ada hubungannya satu sama lain. Ada pula yang berpendapat bahwa mudah mencari
hubungan antara suatu ayat dengan ayat lain, tetapi sukar sekali mencari hubungan antara suatu
surat dengan surat lainnya.
Muhammad Izah Daruzah mengatakan bahwa semula orang menyangka antara satu ayat
atau surat dengan ayat atau surat yang lain tidak memiliki hubungan antara keduanya. Tetapi
kenyataannya, bahwa sebagian besar ayat-ayat dan surat-surat itu ada hubungan antara satu
dengan yang lain.

2.3 Macam – Macam Munasabat Al – Qur’an


A. Munasabat antara surat dan surat
Keserasian hubungan atau munasabah antar surah ini pada hakikatnya memperlihatkan
kaitan yang erat dari suatu surah dengan surah lainnya. Bentuk munasabah yang tercermin pada
masing-masing surah, kelihatannya memperlihatkan kesatuan tema. Salah satunya memuat tema
sentral, sedangkan surah-surah yang lainnya menguraikan sub-sub tema berikut perinciannya
baik secara umum maupun secara parsial. salah satu contoh yang dapat diajukan di sini adalah

6
munasabah yang dapat ditarik pada tiga surah beruntun, masing-masing Q. S al-Fatihah. (1), Q. S
al-baqarah dan Q. S Al-Imran.
Satu surah berfungsi menjelaskan surah sebelumnya, misalnya di dalam surah al-Fatihah
yang artinya: “Tunjukan kami ke jalan yang lurus” Lalu dijelaskan di dalam surah al-Baqarah,
bahwa jalan yang lurus itu ialah mengikuti petunjuk al-Qur’an, sebagaimana disebutkan artinya:
“Kitab ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa”.

B. Munasabat antara satu surat dengan surat lainnya


Untuk mencari munasabah antara satu surat dengan surat sebelumnya, as-Suyuthi
menyimpulkan bahwa satu surat berfungsi menerangkan atau menyempurkan ungkapan pada
surat sebelumnya. Sebagai contoh dalam surat Al – Baqarah ayat 21-22:
َ‫آ ًء َوَأنزَ َل ِمن‬ooَ‫ َمآ َء بِن‬o ‫الس‬
َّ ‫ا َو‬o ‫اش‬ ً ‫ض فِ َر‬َ ْ‫} الَّ ِذي َج َع َل لَ ُك ُم اَألر‬21{ َ‫يَاَأيُّهَا النَّاسُ ا ْعبُدُوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذي َخلَقَ ُك ْم َوالَّ ِذينَ ِمن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬
َ‫ت ِر ْزقًا لَ ُك ْم فَالَ تَجْ َعلُوا هَّلِل ِ َأندَادًا َوَأنتُ ْم تَ ْعلَ ُمون‬
ِ ‫ال َّس َمآ ِء َمآ ًء فََأ ْخ َر َج بِ ِه ِمنَ الثَّ َم َرا‬
Ayat diatas merupakan penyempurnaan dari ungkapan ( َ‫)ربِّ ْال َعالَ ِمين‬
َ dalam surat al-fatihah.

C. Munasabat Antara Nama Surah dengan Kandungan Isinya


Nama suatu surah pada dasarnya bersifat tauqifi. Namun beberapa bukti menunjukkan
bahwa suatu surah terkadang memiliki satu nama dan terkadang dua nama atau lebih.
Tampaknya ada rahasia dibalik nama tersebut. Para ahli tafsir sebagaimana yang dikemukakan
oleh al-Sayuthi melihat adanya keterkaitan antara nama-nama surah dengan isi atau uraian yang
dimuat dalam suatu surah. Kaitan antara nama surah dengan isi ini dapat di indentifikasikan
sebagai berikut :
a. Nama diambil dari urgensi isi serta kedudukan surah. Nama surah al-Fatihah disebut dengan
umm al-Kitab karena urgensinya dan disebut dengan al-Fatihah karena kedudukannya.
b. Nama diambil dari perumpamaan, peristiwa, kisah atau peran yang menonjol yang dipaparkan
pada rangkaian ayat-ayatnya. Di sini dapat disebut nama-nama surah yaitu al-‘Ankabut, al-Fath,
al-Fil, al-Lahab dan sebagainya.
c. Nama sebagai cerminan isi pokoknya, misalnya al-ikhlas karena mengandung ide pokok
keimanan yang paling mendalam serta kepasrahan. Al-Mulk mengandung ide pokok hakikat
kekuasaan dan sebagainya.

7
d. Nama diambil dari tema spesifik untuk dijadikan acuan bagi ayat-ayat lain yang tersebar
diberbagai surah.Contoh surahnya yaitu al-Hajj dengan spesifik tema haji, an-Nisa’ dengan
spesifik tema tentang tatanan kehidupan rumah tangga. Kata Nisa yang berarti kaum wanita
adalah lambang keharmonisan rumah tangga.
e. Nama diambil dari huruf-huruf tertentu yang terletak dipermulaan surah, sekaligus untuk
menuntut perhatian khusus terhadap ayat-ayat di dalamnya yang memakai huruf itu. Contohnya :
Thaha, Yasin, Shad dan Qaf.

D. Munasabah Antara Kalimat Lainnya dalam Satu Ayat


Munasabah antara satu kalimat dengan kalimat yang lainnya dalam satu ayat dapat dilihat
dari dua segi yaitu adanya hubungan langsung antar kalimat secara konkrit yang jika hilang atau
terputus salah satu kalimat akan merusak isi ayat. Identifikasi munasabah dalam tipe ini
memperlihatkan ciri-ciri ta’kid / tasydid ( penguat / penegasan ) dan tafsir / I’tiradh ( interfretasi /
penjelasan dan ciri-cirinya).
Masing-masing kalimat berdiri sendiri, ada hubungan tetapi tidak langsung secara
konkrit, terkadang ada penghubung huruf ‘ athaf ‘ dan terkadang tidak ada. Dalam konteks ini,
munasabahnya terletak pada :
a. Susunan kalimat-kalimatnya berbentuk rangkaian pertanyaan, perintah dan atau larangan yang
tak dapat diputus dengan fashilah.
b. Munasabah berbentuk istishrad ( penjelasan lebih lanjut )
c. Munasabah berbentuk nazhir / matsil ( hubungan sebanding ) atau mudhaddah / ta’kis

E. Munasabah Antara Nama Surat Dengan Tujuan Turunnya


Al-Biqai menjelaskan bahwa nama-nama surat Al-Qur’an merupakan inti pembahasan
surat tersebut serta penjelasan menyangkut tujuan. Setiap surat mempunyai tema pembicaraan
yang sangat menonjol dan itu tercermin dalam nama masing-masing surat seperti surat al-
Baqarah, surat yusuf, surat an-Naml, dan surat al-Jinn. Cerita tentang sapi betina dalam surat al-
Baqarah merupakan inti pembicaraan surat tersebut, yaitu kekuasaan Allah membangkitkan
orang mati.
Surat Yusuf mengisahkan Nabi Yusuf a.s. yang dibuang ke sumur oleh saudara-
saudaranya kemudian setelah menjadi orang istana ia difitnah memperkosa Zulaekha, permasuri

8
penguasa Mesir padahal justru wanita itu yang berusaha memaksa Yusuf melakukan pembuatan
tidak terpuji. Surat al-Jinn yang mengisahkan bahwa Jin adalah mahluk yang juga sering
mendengarkan bacaan Al-Qur’an. Singkat cerita semua nama surat mencerminkan isi dari surat
itu.

9
F. Munasabah Antara Ayat Dengan Ayat Dalam Satu Surah
Untuk melihat munasabah semacam ini perlu diketahui bahwa ini didaftarkan pada
pandangan datar yaitu meskipun dalam satu surah tersebar sejumlah ayat, namun pada
hakikatnya semua ayat itu tersusun dengan tertib dengan ikatan yang padu sehingga membentuk
fikiran serta jalinan informasi yang sistematis. Untuk menyebut sebuah contoh ayat-ayat diawal
Q.S al-Baqarah 1 – 20 memberikan sistematika informasi tentang keimanan, kekufuran, serta
kemunafikan.

G. Munasabah Antara Awal Uraian Surah Dengan Akhir Uraian Surah


Salah satu rahasia keajaiban Al-Qur’an adalah adanya keserasian serta hubungan yang
erat antara awal uraian suatu surat dengan akhir uraiannya. Sebagai contoh, dikemukakan oleh
al-Zamakhsyari demikian juga al-Kirmani bahwa Q.S al-Mu’minun diawali dengan “‫د افلح‬oo‫ق‬
‫المؤمنون‬ “ dan diakhiri dengan “‫انه اليفلح الكافرين‬ “.
Dalam Q.S al-Qashas, al-Sayuthi melihat adanya munasabah antara pembicaraan tentang
perjuangan Nabi Musa menghadapi Fir’aun seperti tergambar pada awal surah dengan Nabi
Muhammad saw yang menghadapi tekanan kaumnya seperti tergambar pada situasi yang
dihadapi oleh Musa as dan Muhammad saw, serta jaminan Allah bahwa mereka akan
memperoleh kemenangan.

H. Munasabah Antar Ayat Tentang Satu Tema


Munasabah antar ayat tentang satu tema ini sebagaimana dijelaskan oleh al-Sayuthi,
pertama-tama dirintis oleh al-Kisa’I dan al-Sakhawi. Sementara al-Kirmani menggunakan
metodologi munasabah dalam membahas mutasyabih al-Qur’an dengan karyanya yang
berjudul al-Burhan fi Mutasyabih al-Qur’an. Karya yang dinilainya paling bagus adalah Durrah
al-Tanzil wa Gharrat al-Ta’wil oleh Abu ‘Abd Allah al-Razi dan Malak al-Ta’wil oleh Abu
Ja’far Ibn al-Zubair.
Sebagai contoh dapat dikemukakan tentang tema qiwamah yaitu tegaknya suatu
kepemimpinan. Paling tidak terdapat dua ayat yang saling bermunasabah, yakni Q.S al-Nisa
( 4 ) : 34 dan Q.S al-Mujadalah ( 58 ) : 11. Tegaknya qiwamah erat sekali kaitannya dengan
faktor Ilmu pengetahuan / teknologi dan faktor ekonomi. Q.S al-Nisa menunjuk kata kunci

10
“Bima Fadhdhala” dan “al-Ilm”. Antara“Bima fadhdhala” dengan “yarfa’” terdapat kaitan
dan keserasian arti dalam kata kunci nilai lebih yang muncul karena faktor ‘Ilmu.
Munasabah al-Qur’an diketahui berdasarkan ijtihad, bukan melalui petunjuk Nabi
( tauqifi ). Setiap orang bisa saja menghubung-hubungkan antara berbagai hal dalam Kitab al-
Qur’an.
2.4 Manfaat Mempelajari Munasabah Al-Qur’an
Manfaat bagi kita ketika memperlajari munasabah Al-Qur’an di antaranya adalah sebagai
berikut:
a. Mengetahui persambungan / hubungan antara bagian al-Qur’an, baik antara kalimat-
kalimat atau ayat-ayat maupun surah-surahnya yang satu dengan yanglain sehingga lebih
memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab al-Qur’an dan memperkuat
keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya. Karena itu, Izzuddin Abd. Salam
mengatakan bahwa ilmu munasabah itu adalah ilmu yang baik sekali. Ketika
menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat yang lain, beliau mensyaratkan harus
jatuh pada hal-hal yang betul-betul berkaitan baik di awal ataupun di akhirnya.
b.  Mempermudah pemahaman al-Qur’an. Misalnya ayat enam dari surat Al-Fatihah yang
artinya “Tujukilah kami kepada jalan yang lurus” disambung dengan ayat tujuh yang
artinya “Yaitu, jalan orang-orang yang Engkau anugerahi nikmat atas mereka. “Antara
keduanya terdapat hubungan penjelasan bahwa jalan yang lurus dimaksud adalah jalan
orang-orang yang telah mendapat nikmat dari Allah SWT.
c.  Menolak tuduhan bahwa susunan Al-Qur’an kacau. Tuduhan misalnya muncu lkarena
penempatan surat Al-Fatihah pada awal Mushhaf sehingga surat inilah yang pertama
dibaca. Padahal dalam sejarah lima ayat dari surat Al-‘Alaq sebagai ayat-ayat pertama
turun kepada Nabi Muhammas saw. Akan tetapi Nabi menetapkan letak Al-Fatihah di
awal Mushhaf yang kemudian disusul dengan surat Al-Baqarah. Setelah didalami
ternyata dalam urutan ini terdapat munasabah. Surat al-Fatihah mengandung unsur-unsur
pokok dari syariat Islam dan pada surat ini termuat doa manusia untuk memohon
petunjuk ke jalan yang lurus. Surat al-Baqarah diawali dengan petunjuk Al-Kitab sebagai
pedoman menuju jalan yang lurus. Dengan demikian, surat Al-Fatihah merupakan titik
bahasan yang akan diperinci pada surat berikutnya yaitu Al-Baqarah. Dengan

11
mengemukakan munasabah tersebut, ternyata susunan ayat dan surat-surat Al-Qur’an
tidak kacau melainkan mengandung makna yang dalam.
d. Dengan ilmu munasabah itu, dapat diketahui mutu dan tingkat bahasa Al-Qur’an dan
konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lain serta penyesuaian ayat dan
surahnya yang satu dari yang lain, sehingga lebih meyakinkan kemukjizatan bahwa Al-
Qur’an itu benar-benar wahyu dariAllah SWT dan bukan buatan Nabi Muhammad saw.
Oleh karena itu, Abdul Djalal dalam bukunya menambahkan Imam Fakhruddin
al-Razi mengatakan kebanyakan keindahan-keindahan al-Qur’an terletak pada susunan
dan penyesuaiannya, sedangkan susunan kalimat yang paling bersetara adalah saling
berhubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Sebagaimana yang
dinyatakan oleh ahli ulumul Qur’an diantaranya adalah Abu Bakar bin al-Arabi, Izzuddin
bin Abdus-Salam bahwa ilmu munasabah adalah ilmu yang baik atau ilmun hasanun,
ilmu mulia atau ilmun syarifun, ilmu yang agung atau ilmun adzimun.
Dari semua julukan ini menandakan bahwa ilmu munasabah mendapat tempat dan
penghargaan yang cukup tinggi atau peran yang cukup signifikan dalam memahami dan
menafsirkan Al-Qur’an. Sehingga az-Zarkasyi berpendapat bahwa ilmu ini dapat
dijadikan tolak ukur untuk mengetahui kecerdasan seorang mufassir. Kedudukan ilmu ini
semakin terasa kebutuhannya saat seseorang menafsirkan Al-Qur’an menggunakan
metode tafsir al-maudhu’I atau al-muqaran karena metode ini memperhatikan keterkaitan
munasabah antara ayat yang berbicara tentang masalah yang sejenis.
Berlainan dengan ilmu asbabun-nuzul  yang digolongkan kedalam ilmu sima’i
dan karenanya maka bersifat naqli maka ilmu munasabah digolongkan ke dalam
kelompok ilmu-ilmu ijtihad yang karenanya bersifat penalaran. Sebagai ilmu ijtihad ilmu
ini sangat berpeluang untuk dikembangkan dalam upaya memperkaya dan memperkuat
penafsiran Al-Qur’an, yaitu dengan cara mencari hubungan antara ayat-ayat Al-Qur’an
dari berbagai aspeknya.

12
13
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan

Dari makalah diatas, dapat disimpulkan bahwa:

1. Munasabah secara etimologi berarti kecocokan, kesesuaian atau keserasian. Kata


munasabah secara etimologi menurut as-Suyuthi berarti al-Musakalah (keserupaan) dan
dan al-Muqabarah (kedekatan).
2. Menurut Asy Syarahbani seperti dikutip Az Zarkasyi dalam Al Burhan, orang pertama
yang menampakkan munasabah dalam menafsirkan Al-Qur’an ialah Abu Nakar An
Naisaburi.
3. Macam – macam munasabah diantaranya: a) munasabat antara surat dan surat, b)
Munasabat antara satu surat dengan surat lainnya, c) Munasabat Antara Nama Surah
dengan Kandungan Isinya, d) Munasabah Antara Kalimat Lainnya dalam Satu Ayat, e)
Munasabah Antara Nama Surat Dengan Tujuan Turunnya, f) Munasabah Antara Ayat
Dengan Ayat Dalam Satu Surah, g) Munasabah Antara Awal Uraian Surah Dengan Akhir
Uraian Surah, h) Munasabah Antar Ayat Tentang Satu Tema
4. Manfaat mempelajari munasabat Al-Qur’an diantaranya mengetahui persambungan atau
hubungan antara bagian al-Qur’an

3.2 Saran

Berdasarkan pembahasan penulis menyarankan sebagai berikut:

1. Makalah selanjutnya dapat membahas mengenai contoh – contoh munasabah Al-Qur’an


2. Makalah selanjutnya dapat membahas mengenai cara mempelajari munasabah Al-Qur’an

14
DAFTAR PUSTAKA

Suma, Muhammad Amin. 2004. Studi Ilmu – Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus

Rodiah, dkk. 2010. Studi Al-Qur’an Metode dan Konsep. Yogyakarta: elSAQ Press

HM, Sahid. 2016. ‘Ulum Al-Qur’an. Surabaya: Pustaka Idea

Drajat, Amroeni. 2017. Ulumul Qur’an Pengantar Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Depok: Kencana

Mustoifah, dkk. 2018. Studi Al-Qur’an .Yogyakarta: Diandra Kreatif

Izzan, Ahmad. 2011. Ulumul Qur’an Edisi Revisi. Bandung: Humaniora

15

Anda mungkin juga menyukai