Oleh :
KELAS 2A
PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai
“Munasabat Al-Qur’an”. Penulis ucapkan terima kasih kepada pihak yang memberikan
kontribusi materi dan pikirannya. Harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan pembaca dan dapat mengembangkan makalah ini menjadi lebih baik kedepannya.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada dosen pengajar mata kuliah Studi Al-
Qur’an, Syarifuddin, M. Ag. yang telah memberikan bimbingan kepada penulis agar dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Adanya keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
yang banyak kekurangan mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan saran dan kritiknya dari pembaca demi kesempurnaan makalah selanjutnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Simpulan..............................................................................................12
3.2 Saran....................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah kitab suci bagi semua umat manusia di dunia ini yang diturunkan Allah
SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat kerasulannya, yang berisi Wahyu Allah
untuk memberi petunjuk kepada manusia kearah yang terang dan jalan yang lurus agar manusia
beriman kepada Allah SWT sebagai pencipta Alam semesta sehingga mustahil untuk meyakini
tuhan selain-Nya.
Setelah wahyu Allah turun ke bumi maka kewajiban manusia tidak lain hanyalah
ingat (Dzikr) bahwa penciptaan mereka tidaklah sia-sia, tetapi telah di-skenario-i langsung oleh
sang maha pencipta yaitu Allah SWT yang mengatur segala urusan di langit dan di bumi,
mewajibkan taat terhadap segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya
dengan ditauladani langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Setiap ayat yang turun Nabi SAW
langsung menjelaskan kandungannya, dan setiap peristiwa mendapatkan jawaban dari wahyu
yang turun kepadanya. tetapi untuk masa setelah wafatnya Nabi SAW tidak ada lagi penjelasan
oleh nabi, hanya tinggal Hadits, khabar, Atsar yang diyakini asli dari Nabi yang dapat dijadikan
rujukan. Seperti penjelasan atau penafsiran Ayat Al-Qur’an dengan Hadits yang
menerangkan Asbabun Nuzul mengenai turunnya ayat tersebut, akan tetapi permasalahan
selanjutnya timbul, bagaimana dengan ayat yang tidak ada Asbabun Nuzulnya? Sebagian ulama
memasukkan sebuah ilmu yang termasuk dalam kategori ulumul qur’an yaitu Munasabah Al-
qur’an.
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, adapun rumusan masalah sebagai berikut:
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
(ta’arudh) dan sebagainya. Dia juga mengatakan, bahwa kegunaan ilmu ini adalah untuk
menjadikan bagian-bagian kalam saling berkait sehingga penyusunannya menjadi seperti
bangunan yang kokoh yang bagian-bagiannya tersusun harmonis. Jadi Menurut Az-Zarkasyi,
adalah munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami, tatkala dihadapkan kepada akal, akal
itu pasti menerimanya
3) Ibn Al-Arabi
Menurut Ibn Al-Arabi munasabah adalah keterikatan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga
seolah-olah merupakan suatu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan
redaksi.
4) Al-Biqa’i,
Munasabah menurut Al-Biqa’i adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-
alasan di balik susunan atau urutan bagian-bagian Al-Qur’an, baik ayat dengan ayat, atau surat
dengan surat.
Pada dasarnya pengetahuan tentang munasabah atau hubungan antara ayat-ayat itu bukan
tak dapat diganggu gugat karena telah ditetapkan Rasul, tetapi didasarkan pada ijtihad seseorang
dan tingkat penghayatannya terhadap kemukjizatan Al-Qur’an dan segi keterangannya yang
mandiri.
Seperti halnya pengetahuan tentang Asbabun Nuzul yang mempunyai pengaruh dalam
memahami makna dan menafsirkan ayat, maka pengetahuan tentang munasabah atau korelasi
antar ayat dengan ayat dan surat dengan surat juga membantu dalam pentakwilan dan
pemahaman ayat dengan baik dan cermat.
Jadi, dengan kata lain ilmu munasabah al-Qur’an adalah suatu ilmu yang mempelajari
hubungan suatu ayat dengan ayat lainnya, atau suatu surat dengan surat lainnya. Hubungan itu
dapat berupa hubungan umum dengan khusus, hubungan logis (‘aqli) atau hubungan
konsekuensi seperti hubungan sebab dengan akibat, hubungan dua hal yang sebanding atau
berlawanan.
Menurut Asy Syarahbani seperti dikutip Az Zarkasyi dalam Al Burhan, orang pertama
yang menampakkan munasabah dalam menafsirkan Al-Qur’an ialah Abu Nakar An Naisaburi.
Besarnya perhatian An Naisaburi terhadap munasabah nampak dari ungkapan As Suyuti yaitu
4
setiap kali ia duduk di atas kursi, apabila dibacakan Al-Qur’an kepadanya, beliau berkata,
“Mengapa ayat ini diletakkan di samping ayat ini dan apa rahasia diletakkan surat ini di samping
surat ini?” Beliau mengkritik para ulama Bagdad sebab mereka tidak mengetahui.”
Tindakan An Naisaburi merupakan kejutan dan langkah baru dalam dunia tafsir waktu
itu. Beliau mempunyai kemampuan untuk menyingkap persesuian, baik antarayat ataupun
antarsurat terlepas dari segi tepat atau tidaknya, segi pro dan kontra terhadap apa yang
dicetuskan beliau. Satu hal yang jelas, beliau di pandang sebagai Bapak Ilmu Munasabah.
Tokoh yang mula-mula membicarakan tentang ilmu ini ialah al-Imam Abu Bakr an-
Naisaburi. Selain beliau terdapat banyak lagi ulama yang membahas antara lain:
1. Al-Imam al-Biqa‘ie - Nazm ad-Durar fi Tanasub al-Ayi was Suwar
2. Al-Imam as-Suyuti – Tanasuq ad-Durar wa Tanasub as-Suwar
3. Al-Imam al-Farahi al-Hindi – Dala’il an-Nizam
Sebagaimana kita ketahui, bahwa sejarah munculnya kajian tentang munasabah tidak
terjadi pada masa Rasulullah, melainkan setelah berlalu sekitar tiga atau empat abad setelah masa
beliau. Hal ini berarti, bahwa kajian ini bersifat taufiqi (pendapat para ulama). Karena itu,
keberadaannya tetap sebagai hasil pemikiran manusia (para ahli Ulumul-Qur’an) yang bersifat
relatif, mengandung kemungkinan benar dan kemungkinan salah. Sama halnya dengan hasil
pemikiran manusia pada umumnya, yang bersifat relatif (Zhanniy).
Sungguh pun keberadaannya mengandung nilai kebenaran yang relatif, namun dasar
pemikiran tentang adanya munasabah dalam al-Qur’an ini berpijak pada prinsip yang bersifat
absolut. Yaitu suatu prinsip, bahwa tartib (susunan) ayat-ayat al-Qur’an, sebagaimana kita lihat
sekarang adalah bersifat Tauqifi yakni suatu susunan yang disampaikan oleh Rasulullah
berdasarkan petunjuk dari Allah (wahyu), bukan susunan manusia, atas dasar pemikiran inilah,
maka sesuatu yang disusun oleh Dzat Yang Maha Agung tentunya berupa susunan yang sangat
teliti dan mengandung nilai-nilai filosofis (hikmah) yang sangat tinggi pula. Oleh sebab itu,
secara sistematis tentulah dalam susunan ayat-ayat al-Qur’an terdapat korelasi, keterkaitan
makna (munasabah) antara suatu ayat dengan ayat dengan ayat sebelumnya atau ayat
sesudahnya. Karena itu pula, sebagaimana ulama menamakan ilmu munasabah ini dengan ilmu
tentang rahasia/hikmah susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam al-Qur’an.
Asy-Syatibi menjelaskan bahwa satu surat, walaupun dapat mengandung banyak masalah
namun masalah-masalah tersebut berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga seseorang
5
hendaknya jangan hanya mengarahkan pandangan pada awal surat, tetapi hendaknya
memperhatikan pula akhir surah atau sebaliknya. Karena bila tidak demikian, akan terabaikan
maksud ayat-ayat yang diturunkan itu.
Mengetahui hubungan antara suatu ayat atau surah lain (sebelum atau sesudahnya)
tidaklah kalah pentingnya dengan mengetahui sebab nuzulul ayat. Sebab mengetahui adanya
hubungan antara ayat-ayat dan surah-surah itu dapat pula membantu kita memahami dengan
tepat ayat-ayat dan surah-surah yang bersangkutan.
Ilmu ini dapat berperan mengganti ilmu asbabul nuzul, apabila kita tidak dapat
mengetahui sebab turunnya suatu ayat tetapi kita bisa mengetahui adanya relevansi ayat itu
dengan yang lainnya. Sehingga di kalangan ulama timbul masalah mana yang didahulukan antara
mengetahui sebab turunnya ayat dengan mengetahui hubungan antara ayat itu dengan yang
lainnya.
Tentang masalah ilmu munasabah di kalangan ulama’ terjadi perbedaan pendapat, bahwa
setiap ayat atau surat selalu ada relevansinya dengan ayat atau surat lain. Ada pula yang
menyatakan bahwa hubungan itu tidak selalu ada. Tetapi sebagian besar ayat-ayat dan surah-
surah ada hubungannya satu sama lain. Ada pula yang berpendapat bahwa mudah mencari
hubungan antara suatu ayat dengan ayat lain, tetapi sukar sekali mencari hubungan antara suatu
surat dengan surat lainnya.
Muhammad Izah Daruzah mengatakan bahwa semula orang menyangka antara satu ayat
atau surat dengan ayat atau surat yang lain tidak memiliki hubungan antara keduanya. Tetapi
kenyataannya, bahwa sebagian besar ayat-ayat dan surat-surat itu ada hubungan antara satu
dengan yang lain.
6
munasabah yang dapat ditarik pada tiga surah beruntun, masing-masing Q. S al-Fatihah. (1), Q. S
al-baqarah dan Q. S Al-Imran.
Satu surah berfungsi menjelaskan surah sebelumnya, misalnya di dalam surah al-Fatihah
yang artinya: “Tunjukan kami ke jalan yang lurus” Lalu dijelaskan di dalam surah al-Baqarah,
bahwa jalan yang lurus itu ialah mengikuti petunjuk al-Qur’an, sebagaimana disebutkan artinya:
“Kitab ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa”.
7
d. Nama diambil dari tema spesifik untuk dijadikan acuan bagi ayat-ayat lain yang tersebar
diberbagai surah.Contoh surahnya yaitu al-Hajj dengan spesifik tema haji, an-Nisa’ dengan
spesifik tema tentang tatanan kehidupan rumah tangga. Kata Nisa yang berarti kaum wanita
adalah lambang keharmonisan rumah tangga.
e. Nama diambil dari huruf-huruf tertentu yang terletak dipermulaan surah, sekaligus untuk
menuntut perhatian khusus terhadap ayat-ayat di dalamnya yang memakai huruf itu. Contohnya :
Thaha, Yasin, Shad dan Qaf.
8
penguasa Mesir padahal justru wanita itu yang berusaha memaksa Yusuf melakukan pembuatan
tidak terpuji. Surat al-Jinn yang mengisahkan bahwa Jin adalah mahluk yang juga sering
mendengarkan bacaan Al-Qur’an. Singkat cerita semua nama surat mencerminkan isi dari surat
itu.
9
F. Munasabah Antara Ayat Dengan Ayat Dalam Satu Surah
Untuk melihat munasabah semacam ini perlu diketahui bahwa ini didaftarkan pada
pandangan datar yaitu meskipun dalam satu surah tersebar sejumlah ayat, namun pada
hakikatnya semua ayat itu tersusun dengan tertib dengan ikatan yang padu sehingga membentuk
fikiran serta jalinan informasi yang sistematis. Untuk menyebut sebuah contoh ayat-ayat diawal
Q.S al-Baqarah 1 – 20 memberikan sistematika informasi tentang keimanan, kekufuran, serta
kemunafikan.
10
“Bima Fadhdhala” dan “al-Ilm”. Antara“Bima fadhdhala” dengan “yarfa’” terdapat kaitan
dan keserasian arti dalam kata kunci nilai lebih yang muncul karena faktor ‘Ilmu.
Munasabah al-Qur’an diketahui berdasarkan ijtihad, bukan melalui petunjuk Nabi
( tauqifi ). Setiap orang bisa saja menghubung-hubungkan antara berbagai hal dalam Kitab al-
Qur’an.
2.4 Manfaat Mempelajari Munasabah Al-Qur’an
Manfaat bagi kita ketika memperlajari munasabah Al-Qur’an di antaranya adalah sebagai
berikut:
a. Mengetahui persambungan / hubungan antara bagian al-Qur’an, baik antara kalimat-
kalimat atau ayat-ayat maupun surah-surahnya yang satu dengan yanglain sehingga lebih
memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab al-Qur’an dan memperkuat
keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya. Karena itu, Izzuddin Abd. Salam
mengatakan bahwa ilmu munasabah itu adalah ilmu yang baik sekali. Ketika
menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat yang lain, beliau mensyaratkan harus
jatuh pada hal-hal yang betul-betul berkaitan baik di awal ataupun di akhirnya.
b. Mempermudah pemahaman al-Qur’an. Misalnya ayat enam dari surat Al-Fatihah yang
artinya “Tujukilah kami kepada jalan yang lurus” disambung dengan ayat tujuh yang
artinya “Yaitu, jalan orang-orang yang Engkau anugerahi nikmat atas mereka. “Antara
keduanya terdapat hubungan penjelasan bahwa jalan yang lurus dimaksud adalah jalan
orang-orang yang telah mendapat nikmat dari Allah SWT.
c. Menolak tuduhan bahwa susunan Al-Qur’an kacau. Tuduhan misalnya muncu lkarena
penempatan surat Al-Fatihah pada awal Mushhaf sehingga surat inilah yang pertama
dibaca. Padahal dalam sejarah lima ayat dari surat Al-‘Alaq sebagai ayat-ayat pertama
turun kepada Nabi Muhammas saw. Akan tetapi Nabi menetapkan letak Al-Fatihah di
awal Mushhaf yang kemudian disusul dengan surat Al-Baqarah. Setelah didalami
ternyata dalam urutan ini terdapat munasabah. Surat al-Fatihah mengandung unsur-unsur
pokok dari syariat Islam dan pada surat ini termuat doa manusia untuk memohon
petunjuk ke jalan yang lurus. Surat al-Baqarah diawali dengan petunjuk Al-Kitab sebagai
pedoman menuju jalan yang lurus. Dengan demikian, surat Al-Fatihah merupakan titik
bahasan yang akan diperinci pada surat berikutnya yaitu Al-Baqarah. Dengan
11
mengemukakan munasabah tersebut, ternyata susunan ayat dan surat-surat Al-Qur’an
tidak kacau melainkan mengandung makna yang dalam.
d. Dengan ilmu munasabah itu, dapat diketahui mutu dan tingkat bahasa Al-Qur’an dan
konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lain serta penyesuaian ayat dan
surahnya yang satu dari yang lain, sehingga lebih meyakinkan kemukjizatan bahwa Al-
Qur’an itu benar-benar wahyu dariAllah SWT dan bukan buatan Nabi Muhammad saw.
Oleh karena itu, Abdul Djalal dalam bukunya menambahkan Imam Fakhruddin
al-Razi mengatakan kebanyakan keindahan-keindahan al-Qur’an terletak pada susunan
dan penyesuaiannya, sedangkan susunan kalimat yang paling bersetara adalah saling
berhubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Sebagaimana yang
dinyatakan oleh ahli ulumul Qur’an diantaranya adalah Abu Bakar bin al-Arabi, Izzuddin
bin Abdus-Salam bahwa ilmu munasabah adalah ilmu yang baik atau ilmun hasanun,
ilmu mulia atau ilmun syarifun, ilmu yang agung atau ilmun adzimun.
Dari semua julukan ini menandakan bahwa ilmu munasabah mendapat tempat dan
penghargaan yang cukup tinggi atau peran yang cukup signifikan dalam memahami dan
menafsirkan Al-Qur’an. Sehingga az-Zarkasyi berpendapat bahwa ilmu ini dapat
dijadikan tolak ukur untuk mengetahui kecerdasan seorang mufassir. Kedudukan ilmu ini
semakin terasa kebutuhannya saat seseorang menafsirkan Al-Qur’an menggunakan
metode tafsir al-maudhu’I atau al-muqaran karena metode ini memperhatikan keterkaitan
munasabah antara ayat yang berbicara tentang masalah yang sejenis.
Berlainan dengan ilmu asbabun-nuzul yang digolongkan kedalam ilmu sima’i
dan karenanya maka bersifat naqli maka ilmu munasabah digolongkan ke dalam
kelompok ilmu-ilmu ijtihad yang karenanya bersifat penalaran. Sebagai ilmu ijtihad ilmu
ini sangat berpeluang untuk dikembangkan dalam upaya memperkaya dan memperkuat
penafsiran Al-Qur’an, yaitu dengan cara mencari hubungan antara ayat-ayat Al-Qur’an
dari berbagai aspeknya.
12
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
3.2 Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
Suma, Muhammad Amin. 2004. Studi Ilmu – Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus
Rodiah, dkk. 2010. Studi Al-Qur’an Metode dan Konsep. Yogyakarta: elSAQ Press
Drajat, Amroeni. 2017. Ulumul Qur’an Pengantar Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Depok: Kencana
15