Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ULUMUL QUR’AN
“MUNASABAH AL-QUR’AN”

OLEH :
KELOMPOK IV
1.FITRAH INAYAH (105191103022)
2.AYU ANUGRAH (105191105822)
3.REDHINA AFRYANA PUTRI (1051911103622)

DOSEN PENGAMPU: ABDUL AZIZ RIDHA,S.Pd.I.,M.Pd.

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan Rahmat dan karunianya lah kami dapat menyelesaikan tugas yang di berikan oleh
dosen yang kemudian di lanjutkan dengan penyusunan makalah dengan judul
“Pengertian,Kedudukan,Ruang Lingkup,dan Metode mempelajari Psikologi”.sholawat serta
salam senantiasa tercurahkan kepada baginda kita Nabi Muhammad SAW
Tak ada gading yang tak retak karenanya kami sebagai tim penilis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna ,baik dari sisi materi maupun penulisan nya
.kami dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima berbagai masukan maupun saran
yang bersifat membangun yang diharapkan berguna bagi seluruh pembaca.

Makassar 16 maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI
SAMPUL.....................................................................................................................
KATA PENGANTAR................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................
1.1.Latar Belakang............................................................................................
1.2.Rumusan Masalah.......................................................................................
1.3.Tujuan Penulisan.........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................
A.Pengertian munasabah AlQur’an................................................................
B.Macam-macam munasabah Al-Qur’an.......................................................
C.Munasabah ayat..........................................................................................
D.Urgensi mempelajari munasabah Al-Qur’an..............................................

BAB III PENUTUP..................................................................................................


A.Kesimpulan.................................................................................................
B.Saran............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Alquran adalah permulaan Islam dan manifestasinya yang begitupenting.Ia
mengidentifikasi dirinya sebagai petunjuk bagi umat manusia. Di dalamnya terdapat penjelasan
mengenai petunjuk dan pembeda antara hak (kebenaran) batil(kepalsuan).1 Keagungan dan
kesempurnaan Alquran bukan hanya diketahui atau dirasakan oleh mereka yang memercayai dan
mengharapkan petunjukpetunjuknya, tetapi ia juga dikenal dekat oleh semua orang yang
merasakannya. Alquran dengan bacaan yang amat sempurna lagi mulia ini mempunyai kesatuan
yang utuh, teratur dan saling berhubungan. Karena tentunya ada keterikatan antara seluruh surat-
suratnya. Dalam bidang Ulumul Quran hal ini dinamakan dengan munasabah, yang merupakan
ilmu yang membantu dalam memahami keutuhan makna Alquran itu sendiri sehingga dapat
mempertebal keimanan umat manusia. Menurut Manna Al-Qathan, “Munasabah adalah sisi
keterikatan antara beberapa ungkapan di dalam satu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat atau
antar surat (di dalam Alquran).”Diantara kitab-kitab suci yang lain, al-Qur’an merupakan kitab
yang paling sempurna. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantara
Malaikat Jibril secara berangsur-angsur. Ia diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh alam dan
petunjuk bagi manusia. Al-Qur’an adalah sumber segala kebenaran dan sumber inspirasi bagi
siapapun.Kitab al-Qur’an berisi berbagai macam petunjuk dan peraturan yang disyariatkan
karena beberapa sebab dan hikmah yang bermacam-macam. Ayat-ayatnya diturunkan sesuai
dengan situasi dan kondisi yang membutuhkan. Susunan ayat-ayat dan surat-suratnya ditertibkan
sesuai dengan yang terdapat di lauh mahfudh, sehingga tampak adanya persesuaian antara ayat
yang satu dengan ayat yang lain dan antar surat satu dengan surat yang lain. Meskipun bahasa al-
Qur’an indah, namun tidak semua orang dapat dengan mudah memahami maknanya. Oleh sebab
itu lahirlah ilmu tafsir, sedangkan ilmu tafsir sendiri tidaklah sempurna tanpa memahami
munasabah. untuk menelaah lebih rinci tentang munasabah,
1.2 Rumusan Masalah
1.Apa pengertian munasabah Al-Qur’an ?
2.Apa saja macam-macam munasabah Al-Qur’an ?
3.Apakah itu munasabah ayat?
4.Apakah Urgensi yang mempelajari munasabah Al-Qur’an ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.Untuk mengetahui pengertian munasabah Al-Qur’an
2.Untuk mengetahui macam-macam munasabah
3.Untuk mengetahui tentang apa itu munasabah ayat
4.Untuk mengetahui urgensi munasabah Al-Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Munasabah Al-Qur’an
Munasabah Qur'an adalah menjelasakan korelasi makna antara ayat dengan ayat atau
surat dengan surat, baik korelasi itu bersifat secara umum atau khusus, rasional, persepsi
imajinatif, atau korelasi sebab akibat, perbandingan dan perlawanan. Kata munasabah secara
etimologi, menurut As-Suyuthi berarti al-musyakalah (keserupaan) dan al-muqarabah
(kedekatan). Az-Zarkaysi memberi contoh sebagai berikut: fulan yunasib fulan, berarti si A
mempunyai hubungan dekat dengan si B dan menyerupainya. Dari kata itu, lahir pula kata
"annasib," berarti kerabat yang mempunyai hubungan seperti dua orang bersaudara dan putra
paman
Secara etimologis, munasabah berarti muqarabah (kedekatan, kemiripan). Dalam hal ini
tentunya hanya terjadi ruf pada antara dua hal, atau lebih. Sedang kemiripan tersebut dapat
terjadi pada seluruh unsur-unsurnya, dapat juga terjadi pada sebahagiannya saja." Munasabah
(kemiripan) tersebut juga dinamai rabithun karena dialah yang menghubungkan antara dua hal
tersebut. Dalam ilmu tafsir atau 'ulumul Qu r'an, munasabah adalah berarti "kemiripan-kemiripan
yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam Al-Qur'an baik surah maupun ayat-ayatnya, yang
menghubungkan uraian makna satu dengan lainnya."
Mufasir pertama yang mengemukakan pembahasan tentang munasabah adalah "Abu
Bakar Abdullah bin Muhammad al-Naisaburiy, (w.324 H)". Pembahasan yang dikemukakan
ketika itu, kurang mendapat perhatian dari ulama tafsir, namun setelah itu, perhatian ulama mulai
terarah khususnya dari ulama tafsir tertentu, baik pembahasan dalam kitab-kitab tertentu, di
antaranya seperti
a. Abu Ja'far Ibn Zubair (w 807 H), dalam kitabnya "al-Burhan Tartib Suwar al-Qur'an
b. Ibrahim bin Umar al-Biqa'iy (809-885 H), dalam kitabnya "Nazhi al-Durar fi Tanasub al-
ayat wa al-suwar
c. 'Abd al-Rahman bin Abu Bakar al-Sayuți (lahir 849 H), dalam kitabnya" Tanasuh al-Durar fi
Tanasub al-Suwar"
Ulama yang menulis munasabah bersama pembahasan lain dalam tafsir, seperti Fakhruddin
al-Raziy, Ibn al-Naqib, Abu Hayyan al-Naisaburiy, Abu Su'ud. al-Alusiy al-Sarbiniy Muhammad
Rasyid Ridha', dan sebagain.
Kitab yang paling sempurna pembahasannya mengenal munasabah adalah kitab Nazhm
al-Durar, karena membahas,
1) Ketujuh macam munasabah;
2) Seluruh ist Al-Qur'an.
 . Dalil-dalil tentang Munasabah
Susunan kata, kalimat, ayat, dan surah-surah al-Qur'an, baik menurut riwayat maupun
jumhur ulama, pada hakekatnya bersifat taugifi dari Raulullah saw. Yang menarik adalah bahwa
dari susunan susunan di atas terlihat al-Qur'an tidak sistimatis Pandangan ini memang benar
kalau dilihat dari sudut ilmiah, karuna al-Qur'an memang bukan Kitab Ilmiah la adalah wahyu
Allah swt, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw lewat Jbeil yang berfungsi sebagai
Kitab hudan,zikr,rusyd,dan hukm yang mengantar hidup manusia selamat,sejahtera dan
bahagia,baik di dunia maupun di akhirat.
Yang menarik di balik tuduhan ketidaksistimatisan al- Qur'an itu, bahwa ia adalah Kitab
Suci yang unik, karena di samping kandungannya sangat dalam dan pesan-pesannya selalu sesuai
dengan perjalanan zaman, juga karena susunan mulai dari huruf, kata, kalimat, ayat, dan surah-
surah al-Qur'an itu, justeru memiliki hubungan-hubungan dan merupakan satu kesatuan makna
yang utuh dan tak terpisahkan satu dengan lainnya, yang dikenal dalam Ulum al-Qur'an dengan
nama Munasabah al- Qur'an. Sehubungan dengan hal ini, ada beberapa nas yang
menjelaskannya, antara lain, seperti tersebut dalam QS al-Nisa 4:51 :
‫َاَلْم َتَر ِاَلى اَّلِذ ْيَن ُاْو ُتْو ا َنِص ْيًبا ِّم َن اْلِكٰت ِب ُيْؤ ِم ُنْو َن ِبا ْلِج ْبِت َو ا لَّطا ُغ ْو ِت َو َيُقْو ُلْو َن ِلَّلِذ ْيَن َكَفُرْو ا ٰۤه ُؤٓاَل ِء َاْهٰد ى ِم َن اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا َس ِبْياًل‬

Artinya:
"Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Kitab (Taurat)? Mereka
percaya kepada Jibt dan Tagut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah),
bahwa mereka itu lebih benar jalannya daripada orang-orang yang beriman."

Jibt dan thaghut dimaksud pada ayat di atas adalah syaitan apa saja yang disembah selain
Allah s.w.t. Menurut riwayat, dan ayat di atas dan beberapa ayat sesudahnya turun berkenaan
Ka'ab Ibn al-Asyraf, seorang Ahl al-Kitab Yahudi. Ia dating ke Mekkah untuk menyaksikan
korban-korban Perang Badar. Ia lalu menghasut kaum musyrikin Mekkah untuk membalas
dendam dan memerangi Nabi saw. Ketika ia ditanyai oleh orang-orang kafir, "siapakah yang
lebih mendapat petunjuk, apakah orang- orang mukmin atau mereka (orang-orang kafir)? Ia
menjawab "kalian lebih mendapat petunjuk". Setelah ayat di atas berbicara tentang Ka'ab, pada
ayat ke-58 pada surah yang sama dilanjutkan dengan firman-Nya.
‫ِاَّن َهّٰللا َيْأُم ُر ُك ْم َاْن ُتَؤ ُّد وا اَاْل ٰم ٰن ِت ِاٰۤل ى َاْهِلَهاۙ  َوِا َذ ا َح َك ْم ُتْم َبْيَن الَّنا ِس َاْن َتْح ُك ُم ْو ا ِبا ْلَع ْد ِل ۗ  ِاَّن َهّٰللا ِنِع َّم ا َيِع ُظُك ْم ِبٖه ۗ  ِاَّن َهّٰللا َكا َن َسِم ْيًع ۢا‬
‫َبِص ْيًرا‬

Artinya:
"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila
kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh,
Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha
Melihat."

Ayat ini turun dengan tenggang waktu enam tahun setelah turunnya ayat pertama (ke-51)
di atas, yakni berkaitan dengan masalah 'Usman Ibn Talhah, pemegang kunci Ka'bah, yaitu
ketika Rasulullah saw. mengambil kunci Ka'bah darinya pada Yaum al-Fath, hari penaklukan
kota Mekkah, yang kemudian dikembalikan lagi kepadanya.
Pada kasus ini, selain membuktikan bahwa susunan ayat bersifat tauqifi dengan rentang
waktu enam tahun, juga para mufasir mnunjukkan adanya munasabat di antara kedua ayat, yakni
sama-sama menjelaskan kemestian melaksanakan amanah. Yakni Ahl al-Kitab Yahudi yang
memprofokasi kaum musyrikin telah melanggar amanah, sebab mereka mengetahui bahwa kitab
taurat telah memberitakan akan tanda-tanda kenabian yang cocok pada diri Nabi Muhammad
saw., namun mereka sembunyikan karena Nabi saw. itu, bukan dari keturunan Bani Isra'il,
sedangkan ayat ke-58 di atas mengemukakan tentang pentingnya berlaku amanah dalam segala
hal dan menyerakan amanah kepada orang yang terpercaya. Lebih lanjut, susunan ayat ini
menjelaskan bahwa sebab turunnya ayat tidak mengganggu urutan ayat, malahan semakin
membuat harmonis susunannya ditinjau dari segi munasaba-nya.
Yang hendak dikemukakan dari contoh di atas adalah bahwa dalam persoalan
munasabah, urutan turunnya ayat, atau sebab turun yang tidak sejalan, tidak selalu menjadi bahan
pertimbangan untuk menemukan munasabah dalam al-Qur'an. Karena itu, dalam metode
penelitian munasabah al-Qur'an, masalah sebab nuzul, merupakan salah satu bahan saja dalam
melihat munasabah, namun sewaktu-waktu dapat saja dikesampingkan, asalkan di sana terlihat
adanya munasabah.
Langkah-langkah yang perlu dilqakukan mufasir dalam menemukan munasabah di dalam
al-Qur'an, menurut al-Imam al-Sayuți, adalah sebagai berikut:
1. Melihat tujuan dan tema dari suatu surah atau ayat tertentu.
2. Mencari premis-premis yang diperlukan untuk mendukung tema sentral itu, seperti
contoh kasus di atas.
3. Mengadakan kategorisasi dari premis-premis itu dengan meninjau kaitan antara satu ayat
dengan yang lainnya.
4. Melihat pernyataan-pernyataan yang saling mendukung antara satu ayat dengan yang
lainnya."
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa langkah-langkah di atas hanyalah merupakan petunjuk
umum bagi mereka yang ingin mencari munasabah, karena langkah-langkah ini tidak banyak
menolong, jika seseorang tidak memiliki keahlian yang mendalam tentang al-zauq al-lugawi
(rasa bahasa), serta nalar yang memadai dan kecermatan dalam melihat hubungan satu ayat
dengan yang lainnya.

B.Macam-Macam Munasabah Al-Qur’an


Yang dimaksud dengan munasabah ialah sebuah konsep di dalam Ulum al-Qur’an yang
membahas tentang pemahaman makna ayat secara komprehensif dengan menghubungkan antara
ayat-ayat sebelum dan sesudahnya, antara pembuka ayat dan penutup ayatnya, dan antara ayat
dengan nama surah yang menjadi tema sentralnya.
1. Menyangkut Munasabah Surah dengan Surah Sebelumnya
a. Al-Sayuthiy, yang agaknya mengutip atau paling tidak banyak terpengaruh oleh Ibn
Zubayr, berkesimpulan bahwa "setiap surah yang datang kemudian merupakan penjelasan
terperinci tentang masalah tertentu dari surah sebelumnya", seperti antara surah al-Mu'minun dan
surah al-Hajj, QS. al-Hajj, 22:77. " dijelaskan dengan “ ‫ ُتْفِلُحْو َن َلَع َّلُك م اْلَخْيَر اْفَع ُلْو ا َو‬terperinci arti kata
"" oleh surah al-Mukminun, ayat 1 66 66 ‫الخ َخ اِش ُعْو َن َص الِتِه ْم َفى ُهم اْلُم ْؤ ِم ُنْو َن َأْفَلَح َقْد‬. s.d. ayat 10. “ 66
b. Hubungan antara surah juga dapat dicari melalui nama-nama surah tersebut secara
berurutan, seperti antara surah Muhammad, yang dinamai juga "al-Qital, al-Fath dan al-
Hujurat", yakni al-Qital (peperangan) menghasilkan al-Fath
(kemenangan) dan kemenangan mengakibatkan al-Hujurat
(pembagian atau pembatasan tugas-tugas). c. Dengan memperhatikan wazn (timbangan) kedua
surah yang duhubungkan, seperti surah al-Lahab dengan surah al-Ikhlash.
2. Nama Surah dengan Tujuan Turunnya
Nama-nama surah al-Qur'an adalah inti pembahasan surah tersebut serta penjelasan
menyangkut tujuannya, demikian pendapat al-Biqaiy, dalam hal ini dapat diketahui dengan
melihat "uraian ayat yang menyebutkan nama tersebut, seperti, misalnya, surah al-Baqarah, yang
menceritakan tentang "kekuasaan Tuhan dalam membangkitkan seorang yang telah mati (QS. al-
Baqarah, 2:67-73) sehingga tampak tujuan surah al-Baqarah, yaitu menyangkut kekuasaan Tuhan
dan keimanan kepada hari kemudian.
3. Hubungan Antara Ayat dengan Ayat dalam Suatu Surat, dan Antara Kalimat dengan
Kalimat dalam Suatu Ayat
Di sini dikemukakan beberapa permasalahan;
a. Diperselisihkan oleh ulama menyangkut ada atau tidaknya hubungan antara semua ayat-
ayat Al-Qur'an dan kalimat- kalimatnya. Abu Su'ud menegaskan bahwa "hubungan- hubungan
tersebut tidak mutlak harus ada pada setiap ayat". Muhammad Abduh menggarisbawahi secara
khusus ayat-ayat yang dimulai dengan ‫ آَم ُنوا اَّلِذ يَن لها يا‬, namun al-Biqaiy berpendapat bahwa semua
ayat dalam Al-Qur'an, bahkan kalimat demi kalimat mempunyai hubungan erat. Sampai- sampai
menurutnya "saya terkadang berfikir berbulan-bulan untuk menemukannya dan setelah saya
kemukakan hubungan tersebut, ulama mengakui dan mengaguminya". Al-Zarkasyiy, dalam
kitabnya "al-Burhan"masalah yang tidak termasuk pembahasan hubungan antara ク ラ ayat
dalam pembahasan ilmu munasabah.

 Masalah-masalah tersebut adalah;


1) Istisna' (pengecualian), seperti: "‫“ آَم ُنو اَّلِذ يَن إال‬ "dalam surah al-Ashr.
2) Sifat (predikat), seperti :" ‫" اَألْر ِض َو الَّسمواِت َر ِّب‬sebelum kalimat " ‫" ِحَس اًبا َع َطاًء َّرِّبَك ِم ْن َج َزاء‬
dalam surah 'Amma, ayat 36-37.
3) I'tirad (intrupsi), seperti: surah al-Qiyamah, ayat 16, yang ‫ “ ِب ِه ِلَتْع َج َل ِلَس اَنَك ِب ِه ُتحّرك ال‬:
berbunyi
4) Ta'kid (menguatkan), seperti: " ‫ " َتَو لى َو َك َّذ َب َلِكْن َو‬setelah kalimat: " ‫(" َص لى الَو َص َّد َق َفال‬al-
Qiyamah, ayat 31-32),
5) Al-bayan (penjelasan), seperti: surah al-Quraysy, ayat 2, " ‫ " الَّص ْيِف َو لَّش َتاِء ِر ْح َل ُه ِإيالِفِهْم‬:
setelah kalimat “ ‫”ُقَر ْيش إليالِف‬
b. Dalam menghubungkan ayat-ayat Al-Qur'an ditemukanminimal dua cara yang dapat
ditempuh;
1) Menghubungkan kalimat-kalimat terdahulu dengan kalimat yang kemudian dan atau akhir
kalimat pada suatu ayat dengan awal kalimat berikutnya, seperti yang banyak ditempuh oleh al-
Biqaiy,
2) Menghubungkan masalah yang dibahas terdahulu dengan masalah kemudian, masalah-
masalah tersebut dapat berupa hasil pengelompokan beberapa ayat sebagaimana yang ditempuh
oleh Syekh Muhammad Abduh, dapat juga melalui kandungan ayat-demi ayat, seperti yang
ditempuh oleh al-Raziy Abu Hayyan
c. Pada garis besarnya menghubungkan antara ayat dengan ayat atau kalimat dengan kalimat,
khususnya yang tidak jelas hubungannya, dapat dibagi ke dalam dua bagian pokok;
4. Hubungan penutup ayat (fashilah) dengan kandungan ayat Pada dasrnya ada empat
macam fashilah.
1) Kandungan ayat mengharuskan adanya fashilah tersebut karena kalau tidak, ia tidak
memberi arti yang sempurna atau “ : dapat menimbulkan kesalahpahaman, seperti ‫المؤِمِنيَن هللا‬
‫( َو َك ف َع ِزيًر ا قويا ُهلل َك اَن َو اْلِقَتاَل‬QS.al-Ahzab, 33:25). Allah menghindarkan kaum dari peperangan
(bukan disebabkan karena kelemahan, tetapi karena) Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
2) Tambahan penjelasan, (biasanya untuk menyelesaikan dengan fashilah ayat sebelumnya)
tambahan penjelasan karena, pada hakekatnya, kandungan ayat sudah sempurna walaupun tanpa
fashilah tadi, seperti dalam ayat 80, surah al- Naml(27)." ‫" ِريَن ُم ْد ِب َو َّلْو ا ِإَذ ا الُّد َعاء الُّص َّم ُتْس ِم ُع ال َو‬
kalimat “apabila mereka telah berpaling membelakang" sekedar merupakan tambahan penj‫ا ا‬
elasan tentang arti "al-Shumm" (orang tuli), sekaligus fashilah tersebut disesuaikan dengan
fashilah ayat sebelumnya, yaitu .“ ‫ “ اْلُم ِبيِن الَح ِّق َع َلى‬: Hal yang semacam ini sebelumnya, yaitu
dikenal dengan nama îghal'.
3) Lafal fashilah sudah disebutkan dari cela-cela redaksi ayat pada permulaan, pertengahan,
dan akhirnya, seperti : QS. Taha', 20:16; QS.al-An'am,6:31; dan QS. al-Tawbah, 9:108. Hal yang
semacam ini dikenal dengan nama "al-tashdir"

4) Arti kandungan fashilah telah disinggung dari celah-celah ayat, seperti: QS. Yasin, 36:37,"
‫" َفِإَذ ا الَّنَهاَر ِم ْنُه َنْس َلُخ اَّلْيُل َلُهُم آَي َو ُم ْظِلُم وَن‬Kalimat “ ‫(" الَّنَهار ِم ْنُه َنْس َلُخ‬kami tanggalkan siang) telah
mengandung pengertian bahwa mereka berada dalam kegelapan. Melihat kenyataan di atas,
maka hubungan antara fashilah dengan redaksi-redaksi sebelumnya dapat ditemukan dalam
kandungan ayat tersebut pada umumnya tidak keluar dari;
a) Penjelasan tentang sebab (bayan li al-illat), b) Penyesuaian dengan kandungan/tujuan
ayat (munasabah al-siyaq)

c) Penyesuaian dengan fashilah sebelumnya (munasabah al- fawashil),

d) Menguatkan kandungan (ta'qîd li al-siyaq). e) Awal uraian surah dengan sebelumnya.

f) Penutup surah terdahulu dengan awal uraian surah berikutnya.

5. Munasabah Antara Awal Uraian Surah dengan Akhir Uraiannya

Al-Zarkasyiy, dalam kitabnya, "al-Burhan", juga hanya memberikan contoh-contoh seperti:


Awal surah dengan akhirnya, dalam surah al-mukminun, yang dimulai dengan " ‫إَّنُه ا إنه ال ُيْفِلُح‬
" dan diakhiri dengan kalimat yang berbunyi ‫الَك اِفُروَن ُيْفِلُح اَل ِإَّنُه‬

6. Penutup Surah Terdahulu dengan Awal Surah Berikutnya

Penutup surah terdahulu dengan awal surah berikutnya, seperti penutup surah al-Nisa' yang
memerintahkan untuk berlaku adil terhadap Tuhan dengan mengesakan-Nya, ayat tersebut
adalah 172-174 dan terhadap manusia khususnya menyangkut harta warisan, ayat tersebut adalah
176, maka awal surah al-Ma'idah adalah perintah untuk memenuhi segala macam perjanjian baik
terhadap Tuhan maupun terhadap sesama ,manusia .

Kita tidak menemukan seorang ulama tafsir seperti yang mengemukakan suatu metode
tertentu untuk menemukan kedua hubungan tersebut; namun pada prinsipnya dikemukakan oleh
al-Biqaiy - "bahwa untuk menemukan setiap hubungan harus terlebih dahulu diperhatikan
kandungan ayat- ayat yang akan dihubungkan dengan menyesuaikannya dengan tujuan surah
secara keseluruhan".

C.Munasabah Ayat
Yang dimaksud dengan munasabah ialah sebuah konsep di dalam Ulum al-Qur’an yang
membahas tentang pemahaman makna ayat secara komprehensif dengan menghubungkan antara
ayat-ayat sebelum dan sesudahnya, antara pembuka ayat dan penutup ayatnya, dan antara ayat
dengan nama surah yang menjadi tema sentralnya.

Konsep munasabah amat penting bagi para mufassir, karena orang yang yang tidak
memahami munasabah sebuah ayat lalu fokus hanya memahami ayat itu berpeluang terjadi salah
penerapan (miscontext). Sebagai contoh dalam ayat: …bunuhlah orang-orang musyrikin itu di
mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di
tempat pengintaian. (Q.S. at-Taubah/9:5).
Potongan ayat tersebut sering diperkenalkan oleh kelompok radikal, khususnya kaum
teroris, sebagaimana yang sering ditemukan di dalam buku-buku doktrin mereka. Sepintas ayat
ini kelihatan sangat menyeramkan. Apalagi kata al-musyrikun diartikan dengan non-muslim.

Itu artinya ada izin membunuh non muslim di mana pun dan kapan pun. Tidak perlu ada
rasa bersalah dan berdosa, karena ayat ini menjadi dasar bolehnya membunuh dengan cara
apapun mereka yang non-Islam, apalagi yang nyata-nyata memerangi Islam. Padahal, ayat
tersebut hanyalah potongan tengah ayat. Ayat seutuhnya ialah:

Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di
mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di
tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka
berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (Q.S. at-Taubah/9:5).

Pemahaman yang bisa diperoleh melalui potongan tengah ayat, dipisahkan dengan kata
yang mengawali dan kata yang mengakhiri ayat itu, ditambah lagi tidak dihubungkan dengan
ayat-ayat sebelum dan sesudah ayat tersebut, dan lebih parah lagi, tidak menyebut atau
memahami sabab nuzul ayat tersebut. Pemahaman ayat dengan cara demikian bisa membuat
orang, khususnya orang yang telah mengalami proses doktrin, bisa melakukan berbagai tindakan
nekat, radikal, dan terorisme.

Tetapi, jika dibaca ayat tersebut secara utuh, lalu dihubungkan dengan konteks ayat
sebelum dan sesudahnya, kemudian menyimak sabab nuzul ayatnya, maka pemahaman dan sikap
yang bisa muncul sangat berbeda dengan sebelumnya. Ayat tersebut di atas sesungguhnya lebih
menonjol sebagai ayat dakwah ketimbang sebagai ayat jihad atau peperangan.

Perhatikan permulaan ayatnya diawali dengan kata idza (apabila), berarti bersifat
kondisional. Bagian penutup ayatnya diakhiri dengan penekanan sifat Allah yang paling dominan
di dalam Al-Quran, yaitu: Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Kata al-Rahim (Maha Penyayang) adalah sifat Allah paling dominan di dalam Al-Quran,
terulang sebanyak 114 kali. Bandingkan dengan kata al-Muntaqim (Maha Pendendam) dan al-
Mutakabbir (Maha Angkuh) hanya terulang masing-masing sekali di dalam Al-Quran.

Perhatikan juga dengan ayat sebelumnya (ayat 4) ada syarat yang menetapkan jenis
musyrik pengkhianat perjanjian yang disasar ayat 5 di atas. Selanjutnya ayat sesudahnya (ayat 6)
ada jenis musyrik yang justru harus dilindungi dan dikasihani.

Sedangkan sabab nuzul ayat tersebut di atas menurut Al-Sayuthi berkenaan dengan
pelanggaran perjanjian damai yang dilakukan kaum musyrikin di Madinah pada saat bulah
Muharam (umat Islam dilarang berperang). Setelah bulan haram lewat, maka turun ayat ini
mengizinkan umat Islam untuk berperang jika mereka dikhianati.
Dengan demikian, ayat yang dijadikan contoh di atas justru untuk menekankan Islam
sebagai agama kasih sayang dan penuh toleransi, bukannya agama yang menakutkan dan
menebarkan rasa takut dengan ancaman pembunuhan dan kekerasan. Pemahaman munasabah
ayat bisa mengeliminasi pemahaman radikal terhadap ayat.

D.Urgensi Mempelajari Munasabah Al-Qur’an


Munasabah di dalam memahami Al-Qur’an sangatlah penting, karena dengan
dikuasainya ilmu ini maka akan dapat merasakan secara mendalam bahwa Al-Qur’an merupakan
satu kesatuan yang utuh dalam untaian kata-kata yang harmonis dengan makna yang kokoh,
tepat, dan akurat sehingga sedikitpun tak ada cacat. Selain itu, dengan munasabah dapat
memberikan gambaran yang semakin terang bahwa Al-Qur’an itu betul-betul kalam Allah, tidak
hanya teksnya, melainkan susunan dan urutan ayat-ayat dan surat-suratnya pun atas petujuk-Nya.

Sebagaimana Asbabun Nuzul, Munasabah dapat berperan dalam memahami Al-Qur’an.


Muhammad Abdullah Darraz berkata : ”Sekalipun permasalahan yang diungkapkan oleh surah-
surah itu banyak, semuanya merupakan satu kesatuan pembicaraan yang awal dan akhirnya
saling berkaitan. Maka bagi orang yang hendak memahami sistematika surah semestinya dia
memperhatikan keseluruhannya, sebagaimana juga memperhatikan permasalahannya.”

 Ada dua urgensi munasabah yaitu:

1. Dari sisi balaghah, hubungan antara ayat dengan ayat menjadi keutuhan yang indah
dalam tata bahasa Al-Qur’an.

2. Memudahkan orang dalam memahami makna ayat atau surah.

 Dengan mempelajari munasabah terdapat beberapa manfaat antara lain:

1. Dapat membantah anggapan sebagian orang yang menyatakan bahwa tema-tema Al-
Qur’an kehilangan korelasi antara satu bagian ayat dengan bagian ayat yang lainnya, padahal
ternyata rangkaian ayat-ayatnya memiliki keterkaitan yang menakjubkan. Contohnya firman
Allah SWT berikut:

Artinya:”Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah
tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki
rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa.
Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu
beruntung.”(QS.Al-Baqarah:189)

Membaca ayat ini orang akan bertanya-tanya ”apakah korelasi antara pembicaraan bulan
sabit dengan mendatangi rumah?. Ketika menjelaskan munasabah kedua ayat ini Az-Zarkasyi
(1957: 41) mengatakan : “sudah diketahui bahwa ciptaan Allah mempunyai hikmah yang jelas
dan kemaslahatan bagi hamba-hamba-Nya, maka tinggalkan pertanyaan tentang hal itu, dan
perhatikan sesuatu yang engkau anggap sebagai kebaikan, padahal sama sekali bukan merupakan
kebaikan.” Dari sini dapat dipahami bahwa dari satu ayat tersebut dapat menjawab dua
pertanyaan sahabat baik tentang bulan pelaksanaan ibadah haji maupun tentang orang taqwa.

2. Dapat menolak pandangan akan adanya ketidakteraturan dalam penyusunan al-Qur’an,


misalnya mengapa surah al-Fatihah diletakkan pada awal surah dan bukan surah al-
A’laq,padahal secara historis awal surah inilah yang terlebih dahulu diturunkan. Sebaliknya
mengapa surah an-Naas diletakkan pada akhir surah, bukan surah al-Maidah ayat 3, padahal
secara hitoris surat inilah yang terakhir diturunkan.

3. Dapat membantu untuk memudahkan pemahaman al-Qur’an baik antara ayat dengan
ayat maupun surah dengan surah dalam al-Qur’an.(Chirzin,1998: 58).

4. Dapat menggantikan sebab nuzulnya apabila sebab-sebab tersebut tidak disebut dalam
bentuk nyata. Hal ini dikerenakan keterpautan antara satu ayat dengan ayat dapat
menggambarkan sesuatu yang kita maksudkan dan tidak perlu lagi mengetahui sejarah nuzulnya
satu persatu.

5. Untuk memahami keutuhan, keindahan, dan kehalusan bahasa (mutu dan tingkat
balaghah al-Qur’an) serta dapat membantu dalam memahami keutuhan makna al-Qur’an itu
sendiri.

Menurut Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’I, MA, manfaat mempelajari munasabah, antara lain
sebagai berikut :

1. Menghindari kekeliruan dalam menafsirkan Al-Qur’an, sebab munculnya kekeliruan


dalam menafsirkan Al-Qur’an adalah karena tidak mengetahui munasabah.

2. Intensifikasi pengertian Al-Qur’an.

Mengingat peran penting munasabah sebagaimana digambarkan di atas, maka masuk akal
bila pakar ulama tafsir seperti Ibn al-‘Arabi menyatakan bahwa kajian munasabah adalah suatu
ilmu yang besar dan mulia, hanya orang-orang tertentu yang dapat menggalinya. Al-Zarkasyi
juga mengakui pentingnya ilmu ini dengan menyatakan secara tegas bahwa munasabah adalah
ilmu yang amat mulia yang dapat memelihara dan meluruskan pola pikir serta mengenal kadar
kemampuan seseorang dalam berbicara.

 Faedah mempelajari ilmu munasabah ini banyak, antara lain sebagai berikut :

1. Mengetahui persambungan hubungan antara bagian Al-Qur'an, baik antara kalimat-kalimat


atau ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan yang lainnya. Sehingga lebih
memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab Al-Qur'an dan memperkuat
keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatan. Karena itu, Izzudin Abdul Salam mengatakan,
bahwa ilmu munasabah itu adalah ilmu yang baik sekali. Ketika menghubungkan kalimat yang
satu dengan kalimat yang lain. Beliau mensyaratkan harus jatuh pada hal-hal yang berkaitan
betul-betul, baik di awal atau diakhirnya.

2. Dengan ilmu munasabah itu dapat diketahui mutu dan tingkat kebahagian bahasa Al-
Qur'an dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lain. Serta persesuaian ayat atau
suratnya yang satu dengan yang lain, sehingga lebih meyakinkan kemukjizatannya, bahwa Al-
Qur'an itu betul- betul wahyu dari Allah SWT, dan bukan buatan Nabi Muhammad Saw. Karena
itu Imam Ar-Razi mengatakan, bahwa kebanyakan keindahan- keindahan Al-Qur'an itu terletak
pada susunan dan persesuaiannya, sedangkan susunan kalimat yang paling baligh (bersastra)
adalah yang sering berhubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.

3. Dengan ilmu munasabah akan sangat membantu dalam menafsirkan ayat- ayat Al-Qur'an.
Setelah diketahui hubungan sesuatu kalimat / sesuatu ayat dengan kalimat ayat yang lain,
sehingga sangat mempermudah pengistimbatan hukum-hukum atau isi kandungannya.

Dan ketika kita menyadari bahwa Al-Qur’an merupakan satu kesatuan yangutuh, maka ilmu
munasabah menjadi satu topik yang dapat membantu pemahaman dan mempelajari isikandungan
Al-Qur’an. Secara garis besar, terdapat 3 (tiga) arti penting dari munasabah dalam memahami
dan menafsirkan Al-Qur’an. Pertama, dari segi balaghah, korelasi ayat dengan ayamenjadikan
keutuhan yang indah dalam tata bahasa Al-Qur’an. Dan bahasa Al-Qur’an adalah suatu susunan
yang paling baligh (tinggi nilai sastranya) dalam hal keterkaitan antara bagian yang satu dengan
bagian yang lainnya. Kedua, ilmu munasabah dapat memudahkan orang dalam memahami
makna ayat atau surat. Dalam hal penafsiran bil ma’tsur maupun bil Ra’yi, jelas membutuhkan
pemahaman mengenai ilmu tersebut. Izzuddin ibn Abdis Salam menegaskan bahwa, ilmu
munasabah adalah ilmu yang baik, manakala seseorang menghubungkan kalimat atau ayat yang
satu dengan lainnya, maka harus tertuju kepada ayat-ayat yang benar-benar berkaitan, baik di
awal maupun di akhirnya. Ketiga, sebagai ilmu kritis, ilmu munasabah akan sangat membantu
mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Setelah ayat-ayat tersebut dipahami secara
tepat, dan demikian akan dapat mempermudah dalam pengistimbatan hukum-hukum atau pun
makna-makna terselubung yang terkandung di dalamnya

Jadi, sudah jelas bahwa memahami munasabah dalam Al-Qur'an merupakan hal yang penting
dan sangat urgen, terutama dalam penafsiran ayat-ayat Al-Qur'an. Sehingga dapat memberikan
penafsiran yang lebih tepat dan rinci, serta akan lebih mendapatkan pemahaman yang sesuai
dengan rasio demi memberikan pencerahan dalam diri untuk lebih meningkatkan keimanan dan
ketakwaan seorang muslim.
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Berbagai manfaat mempelajari ulumul Qur’an sangat penting, butuh waktu yang lama
serta pendalaman yang kuat akan ilmu tersebut. Studi Al Qur’an bertujuan agar menghindari
salah pemahaman,tafsir yang berakibat pada hilangnya kesucian makna dalam kandungan ayat
Al Qur’an.Dan semestinya dibarengi dengan praktek nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun macam-macam munasabah: 1). Menyangkut Munasabah Surah dengan Surah


Sebelumnya 2.) Nama Surah dengan Tujuan Turunnya 3). Hubungan Antara Ayat dengan Ayat
dalam Suatu Surat, dan Antara Kalimat dengan Kalimat dalam Suatu Ayat 4). Hubungan penutup
ayat (fashilah) dengan kandungan ayat Pada dasrnya ada empat macam fashilah.
Adapun yang dimaksud dengan munasabah ialah sebuah konsep di dalam Ulum al-
Qur’an yang membahas tentang pemahaman makna ayat secara komprehensif dengan
menghubungkan antara ayat-ayat sebelum dan sesudahnya, antara pembuka ayat dan penutup
ayatnya, dan antara ayat dengan nama surah yang menjadi tema sentralnya.

Sebagaimana Asbabun Nuzul, Munasabah dapat berperan dalam memahami Al-Qur’an.


asurah itu banyak, semuanya merupakan satu kesatuan pembicaraan yang awal dan akhirnya
saling berkaitan. Maka bagi orang yang hendak memahami sistematika surah semestinya dia
memperhatikan keseluruhannya, sebagaimana juga memperhatikan permasalahannya.”

B.Saran

Demikianlah makalah yang dapat kami uraikan.Kami menyadari bahwa dalam


penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan,karena sesungguhnya kesempurnaan itu milik
Allah dan kekurangan bagian dari kita. Oleh karena itu,kami mengharapkan kritik dan masukan
untuk memperbaiki makalah berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat dan menambah
referensi pengetahuan kita. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

http://ilmubermanfaatkali.blogspot.com/2016/05/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html?
m=1

https://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/alfath/article/view/1215

Abbas, 'Abd-Allah 'Abbas. Muhadarat fi al-Tafsir al-Maudui. Cet.I; Damsyiq: Dar al-Fikr, 1428
H/2007 M.

Abd al-Baqi, Muḥammad Fu'ad. al-Mu'jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur'an al-Karim.. Baerut: Dar
al-Fikr, 1401 H/1981 M.

'Abd al-Salam Tawilat, Abd al-Wahhab (1913 M). Asar al-Lugat fi Ikhtilaf al-Mujtahidin. Cet.II;
al-Qahirat-Miṣr: Dār al-Salam, 1420 H/2000 M.

Anda mungkin juga menyukai