Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ayat-ayat yang terkandung dalam alqur’an adakalanya berbentuk lafaz, ungkapan,
dan uslub yang berbeda tatapi artinya tetap satu, sudah jelas maksud nya sehingga tidak
menimbulkan kekeliruan bagi orang yang membacanya. Di samping ayat yang sudah
jelas tersebut, ada lagi ayat-ayat alqur’an yang bersifat umum dan samar-samar yang
menimbulkan itjitihad bahi para mujtahid untuk dapat mengembalikan kepada makna
yang jelas dan tegas.
Kelompok ayat pertama,yang jelas maksudnya itu disebut dengan Muhkam,
sedangkan kelompok ayat yang kedua yang masih samar-samar disebut dengan
Muhtasyabih, kedua macam ayat inilah yang akan menjadi pembahasan pada bagian ini.

Pada sisi lain alqathtan menyatakan bahwa alqur’an seluruhnya Muhkam dan
Muhtasyabih. Pendapat ini memandang Muhkan dan Muhtasyabih secara umu. Seluruh
alqur’an adalah Muhkam jika kata Muhkam itu berarti kokoh, kuat, membedakan antara
yang hak dengan yang batil, yang benar dan yang salah. Dan alqur’an itu seluruh nya
adalah Mutasayabih jika Mutasyabih itu berarti kesempurnaan dan kebiakan. Alqur’an
satu ayat dengan ayat yang lainya saling menyempurnakan dan memperbaiki ajaran-
ajaran yang salah yang selalu dilakukan oleh orang-orangg yang tidak bertanggung
jawab.
Al-Quran, kalam Tuhan yang dijadikan sebagai pedoman dalam setiap aspek
kehidupan umat Islam, tentunya harus dipahami secara mendalam. Pemahaman Al-Quran
dapat diperoleh dengan mendalami atau menguasai ilmu-ilmu yang tercangkup dalam
ulumul quran. Dan menjadi salah satu bagian dari cabang keilmuan ulumul quran adalah
ilmu yang membahas tentang Muhkam Mutasyabbih ayat.
Sehubungan dengan persoalan ini, Ibn Habib An-Naisabari pernah
mengemukakan tiga pendapat mengenai kaitan ayat-ayat Al-Qur’an terhadap muhkam-
mutasyabih.

1
Pertama, seluruh ayat Al-Qur’an adalah muhkam berdasarkan firman Allah dalam
QS. Hud : 1, sebagai berikut :
)1( ‫صلَت ِمن لَّد ن َح ِكيم َخبِي ر‬
ِ ‫لر ِكتَب اح ِك َمت ا يته ث َّم ف‬
َ ‫ا‬
Kedua, seluruh ayat Al-Qur’an adalah mutasyabih berdasarkan firman Allah dalam
QS. Az-Zumar : 39, sebagai berikut :
)39( ‫قل يقَو ِم اعملوا علي مكا نتكم اني عا مل فسوف تعلمون‬
Ketiga, pendapat yang paling tepat, ayat-ayat Al-Qur’an terbagi dalam dua bagian,
yaitu muhkan dan mutasyabih berdasarkan firman Allah dalam QS. ‘Ali Imran : 7, sebagai
berikut :
‫هو ا لذي انز ل عليك الكتب منه ا يت محكمت هن ا م الكتب و ا خر متشبهت فاما ا الذين في قلو بهم زيغ فيتبعون ما‬
‫تشا به منه ابتغاء الفتنة وابتغاء ويله وما يعلم تأ ويله اال هللا والر سخون فى العلم يقو لون ا منا به كل من عند ربنا وما يذ كر اال‬
‫اولواااللباب‬
Muhkam Mutasyabbih ayat hendaknya dapat dipahami secara mendalam. Hal ini
dikarenakan, dua hal ini termasuk dalam objek yang urgen dalam kajian/pemahaman Al-
Quran. Jika kita tengok dalam Ilmu Kalam, hal yang mempengaruhi adanya perbedaan
pendapat antara firqoh satu dengan yang lainnya, salah satunya adalah pemahaman tentang
ayat muhkam dan mutasyabbih. Bahasa Al-Quran ada kalimat yang jelas (muhkam) dan
yang belum jelas (mitasyabih), hingga dalam penafsiran Al-Quran (tentang ayat muhkam
mutasyabih-red) terdapat perbedaan-perbedaan.1
Berdalih agar tidak terjadi ketimpangan dalam memahami ayat-ayat Al-Quran
khususnya dalam ranah Muhkam Mutasyabbih, maka kelompok kami menyusun makalah
yang membahas tentang kedua hal tersebut dengan judul “ Al-Muhkam Al-Mutasyabih”.
Untuk keterangan lebih lanjut mengenai ketentuan dan hal-hal yang berhubungan dengan
Muhkam dan Mutasyabbih, akan dijelaskan dalam bab berikutnya yaitu bab pembahasan.

1 MF. Zenrif, Sintesis Paradigma Study Al-Quran, (Malang: UIN-Malang Perss, 2008),25

2
1.2 Rumusan Masalah
Dalam suatu karangan ilmiah haruslah disusun secara sistematis dan runtut
sesuai dengan ketentuan yang ada. Maka dari itu perlu untuk menyusun suatu rumusan
masalah yang menjadi batu pijakan untuk pembahasan pada makalah ini. Adapun rumusan
masalah tersebut ialah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih?
2. Bagaimana sebab-sebab adanya Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih?
3. Apa macam-macam dari Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih?
4. Bagaimana sikap para ulama terhadap adanya ayat-ayat Al-Mutasyabih?
5. Apa faedah dari adanya Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih?
1.3 Tujuan Penulisan
Adanya suatu diskusi dalam kelas yang kita lakukan sudah barang tentu semuanya
mempunyai tujuan masing-masing dan boleh jadi tujuan tersebut berbada ataupun sama.
Sedang pembelajaran pada saat ini yaitu dengan judul “Al-Muhkam Al-Mutasyabih”
mempunyai beberapa tujuan diantaranya adalah :
1. Dapat mengetahui pengertian dari Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih.
2. Dapat memahami sebab-sebab adanya Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih.
3. Dapat mengerti macam-macam dari Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih.
4. Dapat membedakan bagaimana sikap para ulama terhadap adanya ayat-ayat Al-
Mutasyabih.
5. Dapat memahami faedah dari adanya Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Al-Muhkam Al-Mutasyabih

Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh ulama tafsir mengenai Muhkam
dan Mutasyabih:

1. Menurut As-Suyuthi Muhkam adalah sesuatu yang telah jelas artinya, sedangkan
Mutasyabih adlah sebaliknya.2
2. Menurut Imam A-Razi Muhkam adalah ayat-ayat yang dalilnya kuat, baik maksud maupun
lafaznya, sedangkan Mutasyabih adalah ayat-ayat yang dalilnya lemah, masih bersifat
mujamal, memerlukan takwul, dan sulti dipahami.3
3. Menurut Manna’ Al-Qaththan Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui
secara landung tanpa memerlukan keterangan lain, sedangkan Mutasyabih tidak seperti itu,
ia memerlukan penjelasan denan menunjuk kepada ayat lain.4

Dari pendapat-pendapat tentang ayat-ayat alqur’an yang Muhkam dan Mutasyabih


diatas, dapat disimpulkan bahwa ayat Muhkam dalah ayat yang sudah jelas baik, lafaz
maupun maksudny asehingga tidak menimbulkan keraguan dan kekeliruan bagi orang
yang memahaminya. Ayat yang Muhkam ini tidak memerlukan takwil karena sudah jelas,
lain halnya dengan ayat-ayat Mutasayabih. Ayat-ayat Mutasyabih ini merupakan
kumpulan ayat-ayat yang terdapat dalam alqur’an yang masih belum jelas maksudnya,
hal itu dikarenakan ayat Mutasyabih bersifat mujmal(global) dia membuntuhkan rincian
lebih dalam. Selain bersifat mujmal, ayat-ayat tersebut juga bersifat mu’awwal sehingga

2As-Suyuthi, Al-Itqan fi ulumul Qur’an, juz 2, Dar Al Fikr, hlm. 2.

3 Muhammad Al-Bakr Ismal, Dirasat fi ulum Al-Qur’an, cet1, Dar Al-Manar, 1991, hlm. 211.

4 Manna’ Al-Qaththan, loc., cit.

4
karena sifatnya ini seseorang dapat mengetahui maknanya setelah melakukan
pentakwilan.5
Manna’ Khalil Al-Qattan menjelaskan Muhkam dan Mutasyabih dalam buku
studi Ilmu-Ilmu Qur’an, bahwa menurut bahasa Muhkam berasal dari kata ‫حكمت الد ابة‬
‫واحكمت‬yang artinya “saya menahan binatang itu”, juga bisa diartikan,”saya memasang
‘hikmah’ pada binatang itu”. Hikmah dalam ungkapan ini berarti kendali.Muhkam berarti
(sesuatu) yang dikokohkan, jadi kalam Muhkam adalah perkataan yang seperti itu
sifatnya. Mutasyabih secara bahasa berarti tasyabuh, yakni bila salah satu dari 2 (dua) hal
itu tidak dapat dibedakan dari yang lain, karena adanya kemiripan diantara keduanya
secara konkrit maupun abstrak. Jadi, tasyabuh Al-Kalam adalah kesamaan dan kesesuaian
perkataan, karena sebagainya membetulkan sebagian yang lain.6
Sedangkan menurut terminologi (istilah), muhkam dan mutasyabih diungkapkan
para ulama, seperti berikut ini :
1. Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan gamblang,
baik melalui takwil ataupun tidak. Sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang
maksudnya hanya dapat diketahui Allah, seperti saat kedatangan hari kiamat, keluarnya
dajjal, dan huruf-huruf muqatha’ah. (Kelompok Ahlussunnah)
2. Ibn Abi Hatim mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat yang harus
diimani dan diamalkan, sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang harus diimani,
tetapi tidak harus diamalkan.7
3. Mayoritas Ulama Ahlul Fiqh yang berasal dari pendapat Ibnu Abbas mengatakan,
lafadz muhkam adalah lafadz yang tak bisa ditakwilkan melainkan hanya satu arah/segi

5 Dar Al-Subhi Soleh, Terjemahan Pustaka Firdaus, Mabahits fi ulmu Qur;an, Pustaka Firdaus,
Jakarta, 1993, hlm.327.

6 Mana’ Khalil Al-Qattan

7 Tim Penyusun MKD

5
saja. Sedangkan lafadz yang mutasyabbih adalah lafadz yang bisa ditakwilkan dalam
beberapa arah/segi, karena masih sama (semakna-red).8
Dari pengertian-pengertian ulama diatas, sudah dapat disimpulkan bahwa inti
pengertian dari ayat-ayat muhkamadalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, tidak
samar lagi dan tidak menimbulkan pertanyaan jika disebutkan. Yang termasuk dalam
kategori ayat-ayat muhkam itu nash (kata yang menunjukkan sesuatu yang dimaksud
dengan terang dan tegas) dan zhahir (makna lahir). Adapun pengertian dari ayat-
ayat mutasyabih adalah ayat-ayat yang maknanya belum jelas. Yang termasuk dalam
kategori ayat-ayat mutasyabih adalah mujmal (global), mu’awwal (harus
ditakwil), musykil, dan mubham (ambigius).
2.2 Pembagian Ayat-ayat Mutasybihat

Ayat-ayat yagn jelas dan terang maknanya, tidak kita bahas terlalu jauh. Arena bila
kita membacanya kita langsung dapat memahami kandungan isinya. Akan tetapi, yang
perlu kita bahs lebih jauh lagi adalah ayat-ayat Mutasyabihat agar kita dapat mengetahui
persoalanya.

Ayat-ayat Mutasyabihah dapat dikategorikan kepada tiga bagian yaitu pertama dari
segi lafaznya, kedua, Mutasyabihah dari segi maknanya, dan yang ketiga, merupakan
kombinasi dari keduanya, yaitu Mutasyabihah dari segi lafaz dan maknanya sekaligus. 9

1. Mutasyabih dari Segi Lafaz

Mutasyabihah dari segi lafaz ini dapat pula dibagikan dua macam:

a. Yang dikembalikan kepada lafaz yang tunggal yang sulit pemaknaannya, seperti
....dan.....10 Dan yang dilihat dari segi gandanya lafaz itu dalam pemakaiannya, seperti
lafaz....dan....11

8 Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2008, hal. 239

9 Muhammad Bakr Ismail, op. Cit, hlm. 213.

10 Ibid.

6
b. Lafaz yang dikembalikan kepada bilangan susunan kalimatnya, yang seperti ini ada tiga
macam:
(1) Mutasyabih karena ringkasan kalimat, seperti firman Allah:

...................

Yang dimaksud dengan ........disini adlah juga mencakup........

(2) Mutasyabih karena lusanya kalimat, seperti firman Allah ........ niscaya akan lebih
mudah dipahami jika diungkapkan dengan ....
(3) Mutasyabih karena susunan kalimatnya, seperti firman Allah:

......................

Akan mudah dipahami bila diungkapkan dengan:

....................

2. Mutasyabih dari Segi Maknanya

Mutasyabih ini adalah menyangkut sifat-sifat Allah, sifat hari kiamat, bagaimana dan
kapan terjadinya. Semua sifat yang demikian tidak dapat digambarkan secara konkrit
karena kejadianya belum pernah dialami oleh siapa pun.12

3. Mutasyabih dari Segi Lafaz dan Maknanya

Mutasyabih dari segi ini, menurut As-Suyuthi, ada lima macam,13 yaitu:

a. Mutasyabih dari segi kadarnya, seperti lafaz yang umum dan khusus:.......
b. Mutasyabih dari segi caranya, seperti perintah wajib dan sunnah:.......

11 Ibid.

12 As-Suyuyuthi, op. Cit, hlm. 5.

13 Ibid, hlm. 6.

7
c. Mutasyabih dari segi waktu, seperti naskh dan mansukh:.....
d. Mutasyabih dari segi tempat dan suasana dimana ayat itu diturunkan, misalnya:.......
Mutasyabih dari segi syarat-syarat, seginggan suatu amalan itu tergantung dengan
ada atau tidaknay syarat yang dibutuhkan. Misalnya ibadah sholat dan nikah tidak dapat
dilaksanakan jika tidak cukup syaratnya.

2.3 Sikap Para Ulama Terhadap Ayat-Ayat Al-Mutasyabih


Para ulama berbeda pendapat tentang apakah arti ayat-ayat mutasyabih dapat
diketahui oleh manusia, atau hanya Allah saja yang mengetahuinya. Sumber perbedaan
mereka terdapat dalam pemahaman struktur kalimat pada QS. ‘Ali Imran : 7
Dalam memahami ayat tersebut, muncul dua pandapat. Yang pertama, Wa al-
rasikhuna fi al-‘ilm di-athaf-kan pada lafazh Allah, sementara lafazh yaaquluna sebagai
hal. Itu artinya, bahwa ayat-ayat mutasyabih pun diketahui orang-orang yang mendalami
ilmunya.14 Yang kedua, Wa al-rasikhuna fi al-‘ilm sebagai mubtada’ dan yaaquluna
sebagai khabar. Itu artinya bahwa ayat-ayat mutasyabih hanya diketahui oleh Allah,
sedangkan orang-orang yang mempelajari ilmunya hanya mengimaninya.15
Ada sedikit ulama yang berpihak pada ungkapan gramatikal yang pertama. Seperti
Imam An-Nawawi, didalamSyarah Muslim, ia berkata, “Pendapat inilah yang paling shahih
karena tidak mungkin Allah mengkhitabi hamba-hambaNya dengan uraian yang tidak ada
jalan untuk mengetahuinya.”. Kemudian ada Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Ishaq Asy-
Syirazi yang mengatakan, “Tidak ada satu ayatpun yang maksudnya hanya diketahui Allah.
Para ulama sesungguhnya juga mengetahuinya. Jika tidak, apa bedanya mereka dengan
orang awam?”.16

14 Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, (Bandung:Pustaka Setia,2004), 128

15 Mana’ Khalil Al-qattan, 307

16 Ibid, 308

8
Namun sebagian besar sahabat, tabi’in, generasi sesudahnya, terutama
kalangan Ahlussunnah berpihak pada gramatikal ungkapan yang kedua. Seperti pendapat
dari :
1. Al-Bukhari, Muslim, dan yang lainnya mengeluarkan sebuah riwayat dari Aisyah yang
mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda ketika mengomentari QS. ‘Ali Imran
ayat 7 :
“Jika engkau menyaksikan orang-orang yang mengikuti ayat-ayat mutasyabih untuk
menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, orang itulah yang dicela Allah,
maka berhati-hatilah menghadapi mereka.”
2. Ibn Abu Dawud, dalam Al-Mashahif, mengeluarkan sebuah riwayat dari Al-A’masy. Ia
menyebutkan bahwa diantara qira’ah Ibn Mas’ud disebutkan :
“Sesungguhnya penakwilan ayat-ayat mutasyabih hanya milik Allah semata, sedangkan
orang-orang yang mendalami ilmunya berkata, “Kami beriman kepada ayat-ayat yang
mutasyabih.”17

4. Imam Malik pernah ditanya mengenai pengertian lafadz istawa. Ia mengatakan: Istawa
adalah diketahui. dan bagaimananya adalah sesuatu yang tidah diketahui. Bertanya
tentangnya adalah Bid’ah.18

Sedang Ar-raghib Al-Ashfahany mengambil jalan tengah dalam masalah ini. Beliau

membagi mutasyabih dari segi kemungkinan mengetahuinya menjadi tiga bagan:

1. Bagian yang tak ada jalan untuk mengetahuinya, seperti waktu tibanya hari kiamat.
2. Bagian manusia menemukan sebab-sebab mengetahuinya, seperti lafadz-lafadz yang
ganjil, sulit difahami namun bisa ditemukan artinya.

17 Tim Penyusun MKD

18 Acep Hermawan, Ulumul Quran: ilmu Untuk Memahami Waahyu, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), 146

9
3. Bagian yang terletak di antara dua urusan itu yang hanya diketahui oleh Ulama’ yang
mumpuni saja.19
2.4 Sebab-Sebab Adanya Ayat Mutasyabbih
Dikatakan dengan tegas, bahwa sebab adanya ayat Muhkam dan Mutasyabih ialah
karena Allah SWT menjadikan demikian. Allah membedakan antara ayat – ayat yang
Muhkam dari yang Mutasyabih, dan menjadikan ayat Muhkam sebagai bandingan ayat
yang Mutasyabih.
Pada garis besarnya sebab adanya ayat – ayat Mutasyabihat dalam Al – Qur’an
ialah karena adanya kesamaran maksud syara’ dalam ayat – ayat-Nya sehingga sulit
dipahami umat, tanpa dikatakan dengan arti ayat lain, disebabkan karena bisa dita’wilkan
dengan bermacam – macam dan petunjuknya pun tidak tegas, karena sebagian besar
merupakan hal – hal yang pengetahuanya hanya dimonopoli oleh Allah SWT saja.
Adapun adanya ayat Mutasyabihat dalam Al – Qur’an desebabkan 3 (tiga) hal :
A. Kesamaran Lafal
1. Kesamaran Lafal Mufrad, dibagi menjadi 2 (dua) :
a. Kesamaran lafal Mufrad Gharib (asing)
Contoh : Lafal dalam ayat 31 surat Abasa : kata Abban jarang terdapat
dalam Al – Qur’an, sehingga asing. Kemudian dalam ayat selanjutnya , ayat 32 :
(untuk kesenangan kamu dan binatang – binatang ternakmu), sehingga jelas
dimaksud Abban adalah rerumputan.
b. Kesamaran Lafal Mufrad yang bermakna Ganda. Kata Al – Yamin bisa
bermakna tangan kanan, keleluasan atau sumpah.
2. Kesamaran dalam Lafal Murakkab
Kesamaran dalam lafal Murakkab itu disebabkan karena lafal yang Murakkab
terlalu ringkas, terlalu luas atau karena susunan kalimatnya kurang tertib.

19 Abd. Hadi, Pengantar Study ilmu-Ilmu Al-Quran, (Surabaya: Graha Pustaka Islamic
Multimedia, 2010), 222

10
B. Kesamaran pada Makna Ayat
Kesamaran pada makna ayat seperti dalam ayat – ayat yang menerangkan sifat –
sifat Allah, seperti sifat rahman rahim-Nya, atau sifat qudrat iradat-Nya, maupun sifat –
sifat lainnya. Dan seperti makna dari ihwal hari kiamat, kenikmatan surga, siksa kubur, dan
sebagainya manusia bisa mengerti arti maksud ayat-Nya, sedangkan mereka tidak pernah
melihatnya.
C. Kesamaran pada Lafal dan Makna Ayat
Seperti, ayat 189 surat Al – Baqarah yang artinya:
“Dan bukanlah kebijakan memasuki rumah – rumah dari belakangnya, akan tetapi kebijakan itu
ialah kebijakn orang – orang yang bertakwa”.
Sebab kesamaran dalam ayat tersebut terjadi pada lafalnya, karena terlalu ringkas,
juga terjadi pula pada maknanya, karena termasuk adat kebiasaan khusus orang arab.
Hingga dalam memahami ayat ini akan sulit bagi orang-orang yang bukan termasuk
orang arab. Dan sejatinya ayat ini adalah diperuntukkan untuk orang yang sedang
melaakukan ihrom baik haji maupun umroh.
2.5 Macam Macam Ayat Mutasyabihat
Menurut Abdul Jalal, macam – macam ayat Mutasyabihat ada 3 (tiga) macam :
1. Ayat – ayat Mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat manusia,
kecuali Allah SWT. Contoh : Artinya : “Dan pada sisi Allah–lah kunci – kunci semua
yang ghaib, tak ada yang mengetahuinya, kecuali Dia sendiri” (Q.S. Al – An’am : 59)
2. Ayat – ayat yang Mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua orang dengan jalan
pembahasan dan pengkajian yang mendalam. Contoh : pencirian mujmal, menentukan
mutasyarak, mengqayyidkan yang mutlak, menertibkan yang kurang tertib, dst.
3. Ayat – ayat Mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan sains,
bukan oleh semua orang, apa lagi orang awam. Hal ini termasuk urusan – urusan yang
hanya diketahui Allah SWT dan orang – orang yang rosikh (mendalam) ilmu
pengetahuan.

11
2.6 Faedah Ayat-Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat
Dalam pembahasan ini perlu dijelaskan faedah atau hikmah ayat-ayat muhkam
lebih dahulu sebelum menerangkan faedah ayat-ayat mutasyabihat.
1) Hikmah Ayat-Ayat Muhkamat
a) Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya orang kemampuan bahasa Arabnya
lemah. Dengan adanya ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti maksudnya, sangat
besar arti dan faedahnya bagi mereka.
b) Memudahkan bagi manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga
memudahkan bagi mereka dalam menghayati makna maksudnya agar mudah
mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya.
c) Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi
kandungan Al-Quran, karena lafal ayat-ayatnya telah mudah diketahui, gampang
dipahami, dan jelas pula untuk diamalkan.
d) Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi
ajarannya, karena lafal ayat-ayat dengan sendirinya sudah dapat menjelaskan arti
maksudnya, tidak harus menuggu penafsiran atau penjelasan dari lafal ayat atau
surah yang lain.
2) Hikmah Ayat-Ayat Mutasyabihat
a) Memperlihatkan kelemahan akal manusia. Akal sedang dicoba untuk meyakini
keberadaan ayat-ayat mutasyabih sebagaimana Allah memberi cobaan pada badan
untuk beribadah. Seandainya akal yang merupakan anggota badan paling mulia
itu tidak diuji, tentunya seseorang yang berpengetahuan tinggi akan
menyombongkan keilmuannya sehingga enggan tunduk kepada naluri
kehambaannya. Ayat-ayat mutasyabih merupakan sarana bagi penundukan akal
terhadap Allah karena kesadaraannya akan ketidakmampuan akalnya untuk
mengungkap ayat-ayat mutasyabih itu.
b) Teguran bagi orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasybih.
Sebagaimana Allah menyebutkan wa ma yadzdzakkaru ila ulu al-albab sebagai

12
cercaan terhadap orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasyabih.
Sebaliknya Allah memberikan pujian bagi orang-orang yang mendalami ilmunya,
yakni orang-orang yang tidak mengikuti hawa nafsunya untuk mengotak-atik
ayat-ayat mutasyabih sehingga mereka berkata rabbana la tuzighqulubana.
Mereka menyadari keterbatasan akalnya dan mengharapkan ilmu ladunni.
c) Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia. Sebesar apapun usaha dan
persiapan manusia, masih ada kekurangan dan kelemahannya. Hal tersebut
menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah SWT, dan kekuasaan ilmu-Nya yang
Maha Mengetahui segala sesuatu.
d) Memperlihatkan kemukjizatan Al-Quran, ketinggian mutu sastra dan
balaghahnya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa kitab itu bukanlah
buatan manusia biasa, melainkan wahyu ciptaan Allah SWT.
e) Mendorong kegiatan mempelajari disiplin ilmu pengetahuan yang
bermacam-macam.

ahim-Nyaatau sifat qudrat iradat-Nya, maupun sifat – sifat lainnya. Dan seperti makna dari
ihwal hari kiamat, kenikmatan surga, siksa kub

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Muhkam adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, tidak samar lagi dan tidak
menimbulkan pertanyaan jika disebutkan. Sedang mutasyabih adalah ayat-ayat yang
maknanya belum jelas.
Ulama berbeda pendapat dalam hal memahami ayat-ayat mutasyabih, yaitu antara
bisa tidaknya manusia memahami/memaknai ayat-ayat mutasyabihat.
Sebab munculnya ayat muhkam mutasyabih terbagi menjadi tiga tinjauan yaitu,
Adanya kesamaran dalam lafadz, kesamaran makna ayat dan kesamaran makna dan ayat.
Terdapat tiga macam ayat mutasyabih yaitu ayat yang tidak bisa difahami oleh
manusia, yang bisa difahami semua orang dengan pemahaman yang dalam dan ayat yang
bisa difahami oleh pakarnya saja.
Terdapat hikmah adanya ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat yang secara garis
besar masuk pada tataran pemafaman dan penggunaan logika akal.

3.2 Saran
Dalam memahami ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat tentunya akan menemui
perbedaan antara ulamak satu dengan yang lainnya. Maka dari itu, kita sebagi mahasiswa
tidak sepantasnya saling salah menyalahkan pendapat satu dengan yang lainnya. Karena
setiap pendapat yang dikeluarkan oleh para ulamak tentunya semuanya memiliki dasar.
Kita harus lebih bijak dalam mengatasi perbedaan.

14
Daftar Pustaka

Al-Qattan, Manna’ Khalil. 2009, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Bogor:Lintera Antar Nusa

Anwar, Rosihon. 2004, Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Media

Djalal, Abdul, 2008, Ulumul Quran. Surabaya: Dunia Ilmu

Hadi, Abd. 2010, Pengantar Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran, Surabaya:Graha Pustaa Islamic Media

Hermawan, Acep, 2011. ‘Ulumul Quran:Ilmu Untuk Memahami Wahyu, Bandung:PT Remaja

Rosdakarya

Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, 2012, Studi Al-Qur’an. Surabaya : IAIN Sunan Ampel

Press

Zenrif, MF. 2008. Sintesis Paradigma Studi Al-Quran, Malang:UIN Malang Perss

15

Anda mungkin juga menyukai