OLEH :
SUHERMAN
MUH. HABIBI
AR. SUDAIS AL-JUPRI
MUH. ZUL ATSARI AMRI
1
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari makalah ini ini jauh dari kata sempurna dan
bnyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang membngun
sngat penulis harapkan guna perbaikan makalah selanjutnya
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………..2
DAFTAR ISI……………………………………………………….3
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………..4
A. LATAR BELAKANG…………………………………….…4
B. RUMUSAN MASALAH……………………………………6
C. TUJUAN PENULISAN…………………………………..…6
BAB II PEMBAHASAN……………………………………….…..7
A. KESIMPULAN…………………………………..…………15
B. DAFTARPUSTAKA………………………….……………16
3
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
4
yang sangat menentang sekali kerasulannya dan menentang dakwahnya.
Banyak sekali keistimewaan Alquran disamping bahasa yang digunakan
bertutur indah, dan jika kita lebih dalam memaknainya, akan ada banyak
kehebatan di dalamnya. Meskipun dengan tingkat pemahaman yang
berbeda. Perbedaan ini muncul tentu setelah tidak adanya Nabi
Muhammad SAW sehingga para sahabat melakukan penafsiran menurut
keilmuannya. Al-Quran yang merupakan sumber hukum Islam
diturunkan dengan berbahasa Arab, yaitu bahasa manusia yang tentu
banyak sekali perbedaan bergantung adat istiadat, letak geografis atau
tingkat keilmuan dari masyarakat tersebut. Banyak penafsiran-penafsiran
yang berbeda tergantung pada tingkat keilmuan dari para penafsir-
penafsir tersebut.
5
permasalahan atau suatu ayat. Oleh karena itu, wajarlah jika terjadi
berbagai variasi penafsiran di kalangan para mufasir dalam memahami
Alquran sebagai firman Allah SWT yang mengandung nilai-nilai
kebenaran yang selalu sesuai dengan ruang dan waktu.
B. Rumusan masalah
C. Tujuan penulisan
6
BAB II
PEMBAHASAN
ٰ
ٍ ِا ٓل ۚر ِكتَبٌ ُأ ۡح ِك َم ۡت َءا ٰيَتُ ۥهُ ثُ َّم فُصِّ لَ ۡت ِمن لَّد ُۡن َح ِك ٍيم َخب
ير
7
artinya
Suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan
secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha
.Bijaksana lagi Maha Tahu
8
Mutasyabih sendiri mengacu pada firman Allah surat Ali Imran ayat 7
yang berbunyi:
ۖت فََأ َّما ٱلَّ ِذينَ فِيٞ َب َوُأخَ ُر ُمتَ ٰ َشبِ ٰه ِ َت ه َُّن ُأ ُّم ۡٱل ِك ٰت ٌ ت ُّم ۡح َك ٰ َمٞ َب ِم ۡنهُ َءا ٰي َ َي َأن َز َل َعلَ ۡيكَ ۡٱل ِك ٰت
ٓ ه َُو ٱلَّ ِذ
غ فَيَتَّبِعُونَ َما تَ ٰ َشبَهَ ِم ۡنهُ ۡٱبتِغَٓا َء ۡٱلفِ ۡتنَ ِة َو ۡٱبتِغَٓا َء ت َۡأ ِويلِ ِۖۦه َو َما يَ ۡعلَ ُم ت َۡأ ِويلَ ٓۥهُ ِإاَّل ٱهَّلل ۗ ُ َوٱل ٰ َّر ِس ُخونَ فِيٞ زَي
ۡ قُلُوبِ ِهۡ”م
وا ٱَأۡل ۡل ٰبَب
ْ ُ ّل ِّم ۡن ِعن ِد َربِّن َۗا َو َما يَ َّذ َّك ُر ِإٓاَّل ُأوْ لٞ ۡٱل ِع ۡل ِم يَقُولُونَ َءا َمنَّا بِِۦه ُك
9
Zarqani dalam kitabnya Manahilul Irfan fi Ulumil Quran merangkum
definisi dari teori Muhkam dan Mutasyabih sebagai berikut:
1. Muhkam ialah ayat-ayat yang jelas maksudnya lagi nyata yang tidak
mengandung kemungkinan nasakh. Mutasyabih ialah ayat yang
tersembunyi (maknanya), tidak diketahui maknanya baik secara aqli
maupun naqli, dan ayat-ayat ini hanya Allah yang mengetahuinya, seperti
datangnya hari kiamat, huruf-huruf yang terputus di awal surat (fawatih
alsuwar). Pendapat ini dinisbatkan Al-Alusi kepada para imam mazhab
Hanafi.
10
ilmunya, sehingga kemudian mereka beriman kepada apa yang ada dalam
Al-Quran (Lihat: Ismail bin Katsir, Op. Cit, hal. 11)
5. Muhkam ialah ayat yang seksama susunan dan urutannya yang membawa
kepada kebangkitan makna yang tepat tanpa pertentangan. Mutasyabih
ialah ayat yang makna seharusnya tidak terjangkau dari segi bahasa
kecuali bila ada bersamanya indikasi atau melalui konteksnya. Lafal
musytarak masuk ke dalam Mutasyabih menurut pengertian ini. Pendapat
ini dibangsakan kepada Imam Al-Haramain.
6. Muhkam ialah ayat yang jelas maknanya dan tidak masuk kepadanya
isykal (kepelikan). Mutasyabih ialah lawannya Muhkam atas ism-ism
(kata-kata benda) musytarak dan lafal-lafalnya mubhamah (samar-
samar). Ini adalah pendapat al-Thibi.
7. Muhkam ialah ayat yang ditunjukkan memiliki makna kuat, yaitu lafal
nash dan lafal zahir. Mutasyabih ialah ayat yang ditunjukkan maknanya
tidak kuat, yaitu lafal mujmal, muawwal, dan musykil. Pendapat ini
dibangsakan kepada Imam al-Razi dan banyak peneliti yang memilihnya.
11
Dari berbagai pendapat di kalangan ulama tentang teori Muhkam-
Mutasyabih di atas, sebenarnya tidak terjadi pertentangan di dalamnya,
bahkan terkesan menyerupai antara satu pendapat dengan yang lain. Oleh
sebab itu, penulis mengambil sebuah kesimpulan bahwa secara Istilah
ayat Muhkam adalah ayat-ayat yang memiliki kejelasan makna tanpa
membutuhkan penakwilan. Sedangkan Mutasyabih adalah ayat yang
masih belum jelas maknanya, dan untuk memastikan pengertiannya tidak
ditemukan dalil yang kuat sehingga memungkinkan terjadi banyak
penakwilan.
12
diamalkan. Sedangkan ayat-ayat Mutasyabihat adalah ayat-ayat yang
telah dibatalkan, ayat-ayat yang dipertukarkan antara yang dahulu dan
yang kemudian, ayat-ayat yang berisi beberapa variabel, ayat-ayat yang
mengandung sumpah, ayat-ayat yang boleh diimani dan tidak boleh
diamalkan.
Lafal أبdi sini Mutasyabih karena ganjil dan jarang digunakan. Kata أب
diartikan dengan rumput-rumputan berdasarkan pemahaman dari ayat
berikutnya Q.S.80/Abasa ayat 32 yang berbunyi:
13
Bahwa orang yang berjanji setiakepadamu (Muhammad), sesungguhnya
mereka hanya berjanji setia kepada Allah. tangan Allah diatas tangan-
tangan mereka, barangsiapa melanggar janji, maka sesungguhnya dia
melanggar atas (janji) sendiri, dan dan barangsiapa menepati janjinya
kepada Allah, maka dia akan memeberinya pahala yang besar.َ
tangan Allah di atas tangan mereka.... Pada lafal يدmengalami
ketersembunyian makna, sehingga para Mufassir memberi berbagai
macam Ta‟wil pada lafal tersebut seperti kekuasaan, dukungan, dan
kekuatan mengingat ada pengaruh yang besar dalam aspek Teologis.
3. Disebabkan oleh ketersembunyian pada makna dan lafal Ditinjau dari
segi kalimat, seperti umum dan khusus, misalnya uqtulul musyrikina,
dari segi cara, seperti wujub dan nadb, misalnya, fankhihu ma taba
lakum minan nisa, dari segi waktu, seperti nasikh dan mansukh, dari
segi tempat dan hal-hal lain yang turun di sana, atau dengan kata lain,
hal-hal yang berkaitan dengan adatistiadat jahiliyah, dan yang dahulu
dilakukan bangsa Arab.
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
14
Kata Muhkam secara etimologi merupakan isim Maf‟ul dari fi‟il
madhi Hakama-Yahkumu-Hukm. Kata hukm sendiri memiliki makna
memutuskan antara dua perkara atau lebih, maka hakim adalah orang
yang mencegah yang zalim dan memisahkan dua pihak yang sedang
bertikai. Sedangkan Muhkam adalah sesuatu yang dikokohkan, jelas,
fasih dan membedakan antara yang hak dan batil.
Muhkam ialah ayat-ayat yang jelas maksudnya lagi nyata yang tidak
mengandung kemungkinan nasakh. Mutasyabih ialah ayat yang
tersembunyi (maknanya), tidak diketahui maknanya baik secara aqli
maupun naqli, dan ayat-ayat ini hanya Allah yang mengetahuinya
Muhkam ialah ayat yang jelas maknanya dan tidak masuk kepadanya
isykal (kepelikan). Mutasyabih ialah lawannya Muhkam atas ism-ism
(kata-kata benda) musytarak dan lafal-lafalnya mubhamah (samar-
samar). Ini adalah pendapat al-Thibi.
15
Muhkam ialah ayat yang ditunjukkan memiliki makna kuat, yaitu lafal
nash dan lafal zahir. Mutasyabih ialah ayat yang ditunjukkan maknanya
tidak kuat, yaitu lafal mujmal, muawwal, dan musykil. Pendapat ini
dibangsakan kepada Imam al-Razi dan banyak peneliti yang memilihnya.
B. Daftar pustaka
https://www.academia.edu/39262224/
MAKALAH_Muhkam_Mutasyabih_B
http://digilib.uinsgd.ac.id/17415/4/4_bab1.pdf
https://muslim.or.id/28026-apa-yang-dimaksud-dengan-muhkam-dan-
mutasyabih-dalam-al-quran.html
16