Anda di halaman 1dari 14

Tugas Individu

TAFSIR

(Muhkam dan Mutasyabih)

Dosen Pengampuh: Dr. H. Syamsuddin Arief, M. Ag.

oleh

Muhammad Syahid Adi

Semester II

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-GAZALI BARRU


Tahun Akademik 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji  syukur kehadiran Allah SWT. berkat rahmat dan karunia-Nya kami

dapat menyelesaikan tugas makalah ini dalam bidang studi Tafsir yang

bertemakan “Muhkam dan Mutasyabih”.

Pembuatan makalah ini disusun dengan berdasarkan sumber-sumber atau

referensi yang berkaitan dengan tema yang diberikan baik dari buku ataupun

jurnal. Mungkin dalam pembuatan makalah ini masih banyak memiliki

kekurangan baik dari segi penulisan, isi dan lain sebagainya. Maka kami sangat

mengharapkan kritikkan dan saran guna perbaikan untuk pembuatan makalah

selanjutnya.

Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan harapan semoga tulisan

sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pembaca. Khususnya

bagi mahasiswa sekolah tinggi agama Islam Al-Gazali Barru dalam meningkatkan

pengetahuan dan pemahaman terkait Muhkam dan Mutasyabih pada ayat Al-

Qur’an.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.........................................................................................................i
Kata Pengantar.......................................................................................................ii
Daftar Isi..................................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................2
D. Manfaat Penulisan...................................................................................2
Bab II Pembahasan
A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih............................................................3
B. Kriteria ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih.................................................5
C. Penyebab terjadinya Tasyabuh dalam Al-Qur’an.........................................6
D. Hikmah keberadaan ayat Mutasyabih...........................................................7
Bab III Penutup
A. Kesimpulan..................................................................................................10
B. Saran.............................................................................................................10
Daftar Pustaka ......................................................................................................11

                                                                                  

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kalam Allah swt dimana didalamnya terdapat ayat-ayat
yang indah, suci dan memiliki arti yang mendalam. Al-Qur’an menjadi
pedoman hidup bagi ummat yang menganut agama Islam, sekaligus menjadi
petunjuk bagi mereka yang beriman. Sebagaimana firman Allah:

َ‫ب فَص َّْلنَاهُ َعلَ ٰى ِع ْل ٍم هُدًى َو َرحْ َمةً لِقَوْ ٍم ي ُْؤ ِمنُون‬
ٍ ‫َولَقَ ْد ِج ْئنَاهُ ْم بِ ِكتَا‬

“Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al-Qur`ân)


kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan
Kami; menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman” (Al-
A’raf /7:52).

Dijelaskan pula bahwa Al-Qur’an memberikan petunjuk yang lurus bagi


umat yang beriman dalam surat Al-Isra ayat 9:

‫إِ َّن ٰهَ َذا ْالقُرْ آنَ يَ ْه ِدي لِلَّتِي ِه َي أَ ْق َو ُم‬

“Sesungguhnya Al-Qur`ân ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang


lebih lurus….”
Berdasarkan ayat diatas tampak jelaslah fungsi dari Al-Qur’an yaitu
sebagai pegangan hidup bagi hamba Allah yang patuh kepadaNya. Akan tetapi,
banyak diantar kita sebagai umat yang mengaku beriman kepada Allah tidak
menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dikarenakan tidak mengetahui arti
dan makna dari isi Al-Qur’an tersebut sehingga banyak diantara kita melenceng
dari syari’at islam.

1
Al-qur’an diturunkan Allah dalam bahasa Arab sehingga untuk mengetahui
maknanya kita harus mempelajari bahasa Arab, dan kaidah kaidah yang berkaitan
aspek-aspek kebahasaan yang terkandung dalam Al-qur’an. Dalam upaya
mengenal kaidah-kaidah yang telah dirumuskan oleh para ulama khusus yang
berkaitan dengan aspek kebahasaan, dalam al-Qur’an disajikan beberapa bahasan
antara lain: muhkam dan mutasyabihat, mujmal dan mufasal, ‘amm, khos dan
musytarak, mutlaq dan muqoyyad, ‘amr dan nahi (Faridl, 1989).
Pada pembahasan dalam makalah ini, penulis hanya memaparkan secara
lebih mengerucut terkait aspek-aspek kebahasan dalam Al-Qur’an yaitu Muhkam
dan Mutasyabih.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, penulis menemukan rumusan masalah sabagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Muhkam dan Mutasyabih?
2. Bagaimana kriteria ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih?
3. Apa penyebab terjadinya Tasyabuh dalam Al-Qur’an?
4. Apa hikmah keberadaan ayat Mutasyabih?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Muhkam dan Mutasyabih.
2. Untuk mengetahui kriteria ayat-ayat Muhkan dan Mutasyabih.
3. Untuk mengetahui penyebab terjadinya Tasyabuh dalam Al-Qur’an.
4. Untuk mengetahui hikmah keberadaan ayat Mutasyabih.

D. Manfaat penulisan
Adapun manfaat penulisan sebagai berikut:

Sebagai refrensi bagi mahasiswa lain yang akan menyusun tugas terkait
Muhkam dan Mutasyabih.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih


1. Makna Lughawi
Muhkam secara lughawi berasal dari kata hakama. Kata hukm berarti
memutuskan antara dua hal atau lebih perkara, maka hakim adalah orang yang
mencegah yang zalim dan memisahkan dua pihak yang sedang bertikai.
Sedangkan Muhkam adalah sesuatu yang dikokohkan, jelas, fasih dan
membedakan antara yang hak dan batil.
Mutasyabih secara lugawi berasal dari kata syabaha, yakni bila salah satu
dari dua hal serupa dengan yang lain. Syubhah ialah keadaan di mana satu
dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain karena adanya kemiripan
di antara keduanya secara konkrit atau abstrak.

2. Makna Istilahi
Adapun pengertian muhkam dan mutasyabih sebagaimana yang
dipaparkan oleh (Hushny, 1999) sekaligus menjadi perbedaan diantara
keduanya adalah sebagai berikut:
a. Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara jelas dan
tegas, baik melalui takwil (metafora) ataupun tidak. Sedangkan
mutasyabih adalah ayat yang maksudnya hanya dapat diketahui oleh
Allah, seperti saat kedatangan hari kiamat, keluarnya dajjal, dan huruf-
huruf muqaththa’ah. Definisi ini dikemukakan kelompok ahlussunnah.
b. Muhkam adalah ayat yang maknanya jelas dan mudah dipahami,
sedangkan ayat-ayat mutasyabih sebaliknya.
c. Muhkam adalah ayat yang tidak mungkin dapat diartikan dari sisi arti lain,
sedangkan ayat mutasyabih mempunyai kemungkinan muncul arti yang
banyak. Definisi ini dikemukakan Ibnu ‘Abbas.
d. Muhkam adalah ayat yang maknanya dapat dipahami akal, seperti
bilangan raka’at shalat, kekhususan bulan Ramadhan untuk pelaksanaan

3
puasa wajib, sedangkan ayat-ayat mutasyabih sebaliknya. Pendapat ini
dikemukakan Al-Mawardi.
e. Muhkam adalah ayat yang pemahaman maknanya dapat berdiri sendiri,
sedangkan ayat-ayat mutasyabih untuk memahaminya bergantung pada
ayat lain.
f. Muhkam adalah ayat yang maksudnya segera dapat diketahui tanpa
ditakwil terlebih dahulu, sedangkan ayat mutasyabih memerlukan
penakwilan untuk mengetahui maksudnya.
g. Muhkam adalah ayat yang lafazh-lafazhnya tidak berulang-ulang,
sedangkan ayat mutasyabih sebaliknya.
h. Muhkam adalah ayat yang berbicara tentang kefarduan, ancaman, dan
janji, sedangkan ayat mutasyabih berbicara tentang kisah-kisah dan
perumpamaan-perumpamaan.
i. Muhkam adalah ayat yang menghapus (nasikh), berbicara tentang halal,
haram, ketentuan-ketentuan (hudud), kefarduaan, serta yang harus diimani
dan diamalkan. Adapun ayat yang mutasyabih adalah ayat yang dihapus
(mansukh), yang berbicara tentang perumpamaan-perumpamaan (amsal),
sumpah (aqsam), dan yang harus diimani, tetapi tidak harus diamalkan.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam sebuah
riwayat dari Ali bin Abi Thalib dari Ibnu Abbas.
j. Muhkam adalah ayat-ayat yang tidak dihapus, sedangkan mutasyabih
adalah ayat-ayat yang dihapus. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh
Abdullah bin Hamid dalam sebuah riwayat dari Adh-Dhahak bin al-
Muzahim (w.105 H.).
k. Muhkam adalah ayat yang harus diimani dan diamalkan, sedangkan ayat-
ayat mutasyabih adalah ayat yang harus diimani tetapi tidak harus
diamalkan. Hal ini diungkapkan oleh Ibnu Abi Hatim yang mengatakan
bahwa Ikrimah (w.105 H.), Qatadah bin Du’amah (w.117 M.) mengatakan
demikian. Ibnu Abi Hatim mengeluarkan sebuah riwayat dari Muqatil bin
Hayyan yang mengatakan bahwa ayat-ayat mutasyabih adalah seperti alif
lam mim dan alif lam ra.

4
Berdasarkan makna secara istilah dan beberapa perbedaan diatas dapat
disimpulkan bahwa Muhkam dan Mutasyabih adalah dua hal yang berbeda
haluan, arah. Keduanya memiliki kekhususan dalam menjelaskan suatu ayat
dalam Al-Qur’an.

B. Kriteria Ayat-Ayat Muhkam dan Mutasyabih


Perbedaan pengertian Muhkam dan Mutasyabih yang telah disampaikan
para ulama di atas, nampak tidak ada kesepakatan yang jelas antara pendapat
mereka tentang Muhkam dan Mutasyabih, sehingga hal ini terasa menyulitkan
untuk membuat sebuah kriteria ayat yang termasuk Muhkam dan Mutasyabih.
1. J.M.S Baljon, mengutip pendapat Zamakhsari yang berpendapat bahwa
termasuk kriteria ayat-ayat Muhkamat adalah apabila ayat-ayat tersebut
berhubungan dengan hakikat (kenyataan), sedangkan ayat-ayat Mutasyabihat
adalah ayat-ayat yang menuntut penelitian (tahqiqat).
2. Ali Ibnu Abi Thalhah memberikan kriteria ayat-ayat Muhkamat sebagai
berikut, yakni ayat-ayat yang membatalkan ayat-ayat lain, ayat-ayat yang
menghalalkan, ayat-ayat yang mengharamkan, ayat-ayat yang mengandung
kewajiban, ayat-ayat yang harus diimani dan diamalkan. Sedangkan ayat-
ayat Mutasyabihat adalah ayat-ayat yang telah dibatalkan, ayat-ayat yang
dipertukarkan antara yang dahulu dan yang kemudian, ayat-ayat yang berisi
beberapa variabel, ayat-ayat yang mengandung sumpah, ayat-ayat yang boleh
diimani dan tidak boleh diamalkan.
3. Ar-Raghib al-Ashfihani memberikan kreteria ayat-ayat Mutasyabihat sebagai
ayat atau lafal yang tidak diketahui hakikat maknanya, seperti tibanya hari
kiamat, ayat-ayat Al-Qur’an yang hanya bisa diketahui maknanya dengan
sarana bantu, baik dengan ayat-ayat Muhkamat, hadis-hadis sahih maupun
ilmu penegtahuan, seperti ayat-ayat yang lafalnya terlihat aneh dan hukum-
hukumnya tertutup, ayat-ayat yang maknanya hanya bisa diketahui oleh
orang-orang yang dalam ilmunya. Sebagaimana diisyaratkan dalam doa
Rasulullah untuk Ibnu Abbas, Ya Allah, karuniailah ia ilmu yang mendalam

5
mengenai agama dan limpahankanlah pengetahuan tentang ta’wil
kepadanya.
4. Muhkam menyangkut soal hukum-hukum (faraid), janji, dan ancaman,
sedangkan Mutasyabih mengenai kisah-kisah dan perumpamaan.

C. Sebab Terjadinya Tasyabuh dalam Al-Qur’an


Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i meringkas ada 3 sebab terjadinya
tasyabuh dalam Al-Qur’an.
1. Disebabkan oleh ketersembunyian pada lafal
Contoh: Q.S. Abasa [80]: 31
‫َوفَا ِكهَةً َوأَبًّا‬
Terjemahan: Dan buah-buahan serta rumput-rumputan.

Lafal ٌّ‫ أَب‬di sini Mutasyabih karena ganjilnya dan jarangnya digunakan.
kata ٌّ‫ أَب‬diartikan rumput-rumputan berdasarkan pemahaman dari ayat
berikutnya :

Q.S. Abasa [80]: 32 yang berbunyi:


‫م‬€ْ ‫َمتَاعًا لَ ُك ْم َوألَ ْن َعا ِم ُك‬

Terjemahan: Untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.

Ar-Raghib al-Asfhani membagi Mutasyabihat dari segi lafal menjadi dua,


yaitu mufrad dan murakkab. Mutasyabih lafal mufrad adalah tinjauan dari segi
kegaribannya, seperti kata yaziffun, al-abu; Isytirak, seperti kata al-yadu, al-
yamin.
Tinjauan lafal murakkab berfaedah untuk meringkas kalam, seperti: wa in
khiftum alla tuqsitu fil yatama fankhihu ma taba lakum...., untuk meluruskan
kalam, seperti: laisa kamis|lihi syai’un, untuk mengatur kalam, seperti: anzala
‘ala ‘abdihil kitaba walam yaj’al lahu ‘iwaja..

6
2. Disebabkan oleh ketersembunyian pada makna
Terdapat pada ayat-ayat Mutasyabihat tentang sifat-sifat Allah swt. dan
berita gaib.
Contoh: Q.S. al-Fath [48]: 10.
.…‫ق اَ ْي ِد ْي ِه ْم‬
َ ْ‫يَ ُد هللاِ فَو‬...

Terjemahan: ...tangan Allah di atas tangan mereka....

Maksud ayat diatas yaitu Orang yang berjanji setia biasanya berjabatan
tangan. Caranya berjanji setia dengan Rasul ialah meletakkan tangan Rasul di
atas tangan orang yang berjanji itu. jadi maksud tangan Allah di atas mereka
ialah untuk menyatakan bahwa berjanji dengan Rasulullah sama dengan berjanji
dengan Allah. jadi seakan-akan Allah di atas tangan orang-orang yang berjanji
itu. hendaklah diperhatikan bahwa Allah Maha Suci dari segala sifat-sifat yang
menyerupai makhluknya.

3. Disebabkan oleh ketersembunyian pada makna dan lafal


Ditinjau dari segi kalimat, seperti umum dan khusus, misalnya uqtulul
musyrikina, dari segi cara, seperti wujub dan nadb, misalnya, fankhihu ma taba
lakum minan nisa, dari segi waktu, seperti nasikh dan mansukh, misalnya,
ittaqullah haqqa tuqatihi, dari segi tempat dan hal-hal lain yang turun di sana,
atau dengan kata lain, hal-hal yang berkaitan dengan adat-istiadat jahiliyah, dan
yang dahulu dilakukan bangsa Arab (Qardhawy, 1997). Seperti, laisal birru bian
ta’tul buyuta min zuhuriha, segi syarat-syarat yang mengesahkan dan
membatalkan suatu perbuatan, seperti syarat-syarat salat dan nikah (Chirzin,
2003).

D. Hikmah Keberadaan Ayat Mutasyabih


Diantara beberapa hikmah keberadaan ayat-ayat mutasyabih didalam al-
Quran,para ulama menjelaskan sebagai berikut:

7
1. Mengharuskan upaya lebih banyak untuk mengungkap maksudnya sehingga
dengan demikian menambah pahala bagi yang berusaha untuk itu.
2. Menunjukkan kelemahan akal manusia
Akal manusia yang memiliki keterbatasan sedang dicoba untuk
menyakini keberadaan ayat-ayat mutasyabih sebagaimana Allah memberi
cobaan pada badan untuk beribadah. Seandainya akal merupakan anggota
badan paling mulia itu tidak diuji, tentunya seseorang yang berpengetahuan
tinggi akan menyombongkan keilmuannya sehingga enggan tunduk kepada
naluri kehambaannya.
3. Teguran bagi orang-orang yang berusaha mengotak-atik ayat mutasyabih
Pada akhir ayat ke 7 surat Ali Imran Allah menyebutkan :
ِ €َ‫وا ٱأۡل َ ۡل َٰٰب‬
.‫ب‬ ْ ُ‫ َو َما يَ َّذ َّك ُر إِٓاَّل أُوْ ل‬...
...dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-
orang yang berakal”.
Ayat ini sebenarnya mencerca orang-orang yang mengotak-atik ayat-ayat
mutasyabih, sebaliknya pula memberikan pujian-pujian kepada orang-orang
yang mendalami ilmunya. Yakni orang-orang yang tidak mengikuti hawa
nafsunya untuk mengotak-atik ayat-ayat mutasyabih sehingga mereka
berkata: “Ya Tuhan kami janganlah Engkau sesatkan hati kami”. Mereka
menyadari keterbatasan akalnya dan mengharapkan ilmu dari Allah.
4. Seandainya Alquran seluruhnya muhkam niscaya hanya ada satu madzhab,
selanjutnya hal ini akan mengakibatkan para penganut madzhab tidak mau
menerima dan memanfaatkannya. Tetapi jika mengandung muhkam dan
mutasyabih maka masingmasing dari penganut madzhab itu akan
mendapatkan dalil yang menguatkan pendapatnya. Dengan demikian maka
semua penganut madzhab memperhatikan dan memikirkannya. Jika mereka
terus menggalinya maka akhirnya ayat-ayat yang muhkam menjadi penafsir
bagi ayat-ayat yang mutasyabih.
5. Dengan adanya ayat-ayat mutasyabih, maka untuk memahaminya diperlukan
cara penafsiran dan tarjih antara satu dan yang lainnya, selanjutnya hal ini
memerlukan berbagai ilmu, seperti ilmu bahasa, gramatika, bayan, ushul fiqih

8
dan lain sebagainya. Kemunculan ilmu-ilmu tersebut bisa jadi dipicu oleh
keingintahuan terhadap ayat mutasyabih.
6. Alquran berisi dakwah kepada orang-orang tertentu dan orang-orang umum.
Orangorang awam biasanya tidak menyukai hal-hal yang bersifat abstrak.
Karena itu jika mereka mendengar tentang sesuatu yang ada tetapi tidak
berwujud fisik dan berbentuk, maka ia akan menyangka bahwa hal itu tidak
benar, kemudian ia terjerumus kepada ta’thil (peniadaan sifat Allah). Oleh
sebab itu sebaiknya mereka diajak bicara dengan bahasa yang menunjukkan
kepada orang yang sesuai dengan imajinasi dan khayalny dan dipadukan
dengan kebenaran yang bersifat empirik.
7. Memberikan pemahaman abstrak ilahiyah.
Dalam kasus sifat-sifat Allah misalnya, sengaja Allah memberikan
gambaran fisik agar manusia dapat lebih mengenal sifat-sifat Nya. Bersamaan
dengan itu Allah menegaskan bahwa diri Nya tidak sama dengan hamba Nya
dalam hal pemilikan anggota badan (Nahar, 2016).

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut.
1. Muhkam ialah sesuatu yang dikokohkan, jelas, fasih dan membedakan
antara yang hak dan batil.
2. Mutasyabih ialah satu atau dua hal serupa yang tidak dapat dibedakan
karena memiliki kemiripan .
3. Muhkam dan Mutasyabih adalah dua hal yang berbeda haluan, arah.
Keduanya memiliki kekhususan dalam menjelaskan suatu ayat dalam Al-
Qur’an
4. Hikmah mutasyabih ialah sebagai ibrah bagi orang berakal yang ingin
mempelajari lebih dalam terkait ayat Al-Qur’an berdasarkan kaidah-kaidah
kebahasaan mengenai mutasyabih.
B. Saran
Agar lebih mudah dalam memahami ayat Al-Qur’an mengenai Muhkam
dan Mutasyabih sebaiknya memperbanyak membaca dari sumber-sumber
yang terpercaya, sehingga dapat menambah wawasan terkait kaidah-kaidah
kebahasaan terkhusus muhkam dan mutasyabih. Dan agar tidak secara
gamblang dalam membedakan atau menyamakan ayat yang tidak sesuai
dengan kedudukannya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Kariim.

Chirzin, Muhammad. 2003, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an. Yogyakarta: PT.


Dana Bhakti Prima Yasa.

Faridl, Miftah. 1989. Al-Qur’an Sumber Hukum Islam yang Pertama. Bandung:
Pustaka.

J.M.S, Baljon. 1991. Tafsir Qur’an Muslim Modern, terjemah: Ni’amullah Muiz.
Jakarta: Pustaka Firdaus.

Muhammad bin Alwy al-Maliky Al-Hushny, 1999. Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Quran,


Terj : Rosihon Anwar, Bandung: Pustaka Setia.

Nahar, Syamsu. 2016. Keberadaan Ayat Muhkam dan Mutasyabih dalam Al-
Quran. Jurnal Nizhamiyah. 6(2): 2086 – 4205.

Qardhawy , Yusuf. 1997. Al-Qur’an dan As-Sunnah Referensi Tertinggi Umat


Islam. Jakarta: Rabbani Press.

11

Anda mungkin juga menyukai