Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

AL - Muhkam dan AL – Mutasyabih

Dosen Pengampu : Zainal Arifin, Drs., M.A.

Mata Kuliah : Studi AL – Qur’an

Di Susun Oleh :

Iskandar ( 12120512498 )

M. Reza Akbar ( 12120514439 )

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2023 M/1445 H
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji serta syukur penulis ucapkan atas kehadiran Allah


SWT. Yang selalu memberikan bermacam-macam nikmatnya kepada penulis dan
kita semua di antaranya nikmat umur nikmat kesehatan dan kesempatan, sehingga
penulis bisa menyelesaiakan Makalah ini tepat waktu. Tidak lupa Sholawat
beserta salam semoga tetap tersampaikan kepada junjungan alam Nabi
Muhammad SAW, karena beliaulah yang membawa kita sebagai umatnya dari
alam kegelapan menuju alam yang terang benderang yang penuh dengan ilmu
pengetahuan seperti yang kita rasakan saat ini.

penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih kepada Bapak Zainal Arifin,


Drs., M.A. selaku Dosen Pengampu Mata kuliah Studi Al-Qur’an yang telah
banyak memberikan arahan serta masukkannya kepada penulis dalam
menyelesaikan makalah ini, serta kepada kawan-kawan seperjuangan dan seluruh
pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini.

Sebagai penulis, kami menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan,


baik dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh
karena itu kami sebagai penulis dengan senang hati menerima saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Penulis berharap semoga makalah yang kami susun ini dapat memberikan
manfaat dan inspirasi untuk pembaca.

Pekanbaru, 24 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I

A. Pendahuluan........................................................................................ 2
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 2
C. Tujuan.................................................................................................. 2

BAB II

A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih............................................. 3


B. Sebab-sebab Terjadinya Tasabuh dalam Al-Qur’an....................... 5
C. Pendapat Ulama Tentang Ayat-ayat Mutasyabih............................ 7
D. Hikmah Keberadaan Ayat Muhkam dan Mutasyabih.................... 9

BAB III

A. Kesimpulan.......................................................................................... 10
B. Saran.................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Al-Qur’an selain merupakan wahyu, juga merupakan bagian
kehidupan umat yang dapat membukakan mata hati dalam diri setiap insan.
Firman ilahi tersebut sedah di pandang sebagai kehidupan itu sendiri dan
tidak semata-mata kitap biasa. Layaknya sebuah kehidupan, untuk dapat
memahaminya biasanya diperlukan alat bantu yang kadang kala tidak sedikit.
Pada masa permulaan turunnhya, Al-Qur’an lebih banyak di hafal
dan di pahami oleh para sahabat nabi Muhammad SAW. Sehingga kemudian
tidak ada alternatif lain bagi para sahabat kecuali berupaya menulisnya.
Apabila tidak di tuliskan, maka mutiara yang bernilai luhur di khawatirkan
akan bercampur dengan hal-hal lain yang tidak di perlukan. Sehingga, firman
ilahi yang mengiringi kehidupan umat islam ( dan seluruh umat manusia )
telah tersedia dalam bentuk tertulis, bahkan berbentuk sebuah kitap.
Oleh sebab itu, tidak dapat di hindari jika kemudian berkembang
ilmu pengetahuan tentang Al-Qur’an yang tidak lain tujuannya untuk
mempermudah dalam memahaminya. Salah satu ilmu pengetahuan tentang
Al-Qur’an adalah ilmu muhkam dan mutasyabih, biasa di artikan sebagai
ilmu yang menerangkan tentang ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Muhkam dan Mutasyabih
2. Apa sebab-sebab terjadinya Tasyabuh dalam Al-Qur’an
3. Apa pendapat Ulama tentang ayat-ayat Mutasyabih
4. Apa hikmah keberadaan ayat-ayat Mutasyabih
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu pengertian Muhkam dan Mutasyabih
2. Untuk mengetahui apa sebab-sebab terjadinya Tasyabuh dalam Al-Qur’an
3. Untuk mengetahui pendapat ulama tentang ayat-ayat Mutasyabih
4. Untuk mengetahui hikmah keberadaan ayat-ayat Mutsyabih

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Muhkam secara etimologis adalah sesuatu yang tidak ada
perselisihan dan kekacauan di dalamnya, dan ada yang mengatakan bahwa
Muhkam ialah sesuatu yang belum menjadi mutasyabih karena
keterangannya sudah tegas dan tidak membutuhkan kepada yang lain.
Muhkam merupakan derivasi dari kata ahkama yaitu atqana. Ahkama al-
kalam berarti mengokohkan perkataan dengan memisahkan berita yang
benar dari yang salah1. Dengan demikian Muhkam dapat berarti sesuatu
yang dikukuhkan, jelas, fasih, dan bermaksud membedakan antara
informasi yang hak dan yang bathil, serta memisahkan urusan yang lurus
dari yang sesat2. Al-qur`an seluruhnya muhkamah, jika yang dimaksud
dengan kemuhkamahannya ialah susunan lafadz al-qur`an dan keindahan
nazhamnya, sungguh sangat sempurna, tidak ada sedikitpun terdapat
kelemahan padanya, baik dari segi lafadz maupun maknanya 3.
Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah yakni:
‫آلٰر‌ۚ ِكٰت ٌب ُاۡح ِكَم ۡت ٰا ٰي ـُتٗه ُثَّم ُفِّص َلۡت ِم ۡن َّلُد ۡن َح ِكۡي ٍم َخ ِبۡي ٍۙر‬
“Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi
serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang
Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.” (QS. Hud [11] : 1).
Adapun mutasyabih secara etimologis berarti tasyabuh, yakni
apabila salah satu dari dua hal serupa dengan yang lain. Syuhbah ialah
keadaan dimana salah satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang
lain karena kemiripan di antara keduanya. Mutasyabih secara bahasa
berarti sesuatu yang menyerupai dari segala segi antara satu dengan yang
lain4. Mutasyabih juga terkadang dipadankan dengan mutamatsil dalam
1
Mawardi Abdullah, Ulumul Qur`an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), H. 93.
2
Usman, Ulumul Qur`An, (Yogyakarta: Teras, 2009), H. 220.
3
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu AL-Qur’an (Ulum al-Qur`an), ( Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra, 2010), H. 158.
4
Mawardi Abdullah, Op.cit, H. 93

3
perkataan dan keindahan. Dengan ungkapan tasyabuh al-kalam dapat
diartikan kesamaan dan kesesuaian dalam perkataan, karena sebagiannya
membenarkan sebagian yang lain dalam kesempurnaannya dan sesuai pula
dengan makna yang dimaksudkannya5. Dapat dikatakan bahwa seluruh Al-
Qur`an adalah mutasyabihah, bahwa masing-masing kemutamatsilan
(keserupaan atau sebanding) ayat-ayatnya, baik dalam bidang balaghah
maupun dalam bidang i`jaz dan kesulitan kita memperlihatkan kelebihan
sebagian sukunya atau yang lain6.
Secara epistemologi, para ulama berbeda pendapat dalam istilah
muhkam dan mutasyabih. Muhkam yaitu lafadz yang artinya menunjukkan
dalalah yang jelas dan pasti yang tidak memungkinkan untuk
menta`wilkannya, ditakhsisikan, ataupun dinasakh.
Pendapat lain sebagaimana dikutip oleh al-Suyuthi bahwa:
1. Muhkam adalah yang dapat diketahui maksudnya dengan nyata dan
jelas maupun dengan cara ta`wil. Sedangkan mutasyabih adalah
sesuatu yang hanya diketahui oleh Allah seperti kedatangan hari
kiamat dan maksud dari huruf-huruf terpisah yang terdapat pada
beberapa awal surah.
2. Muhkam adalah yang tidak dapat dita`wilkan kecuali hanya dengan
satu penta`wilan saja, sedangkan mutasyabih adalah yang mungkin
dapat dita`wilkan dengan banyak penta`wilan.
3. Muhkam adalah ayat yang menerangkan tentang faraidl, ancaman, dan
harapan. Sedangkan mutasyabih adalah tentag ayat-ayat yang
berhubungan dengan kisah-kisah dan amstal.
4. Muhkam adalah lafadz yang tidak diulang-ulang. Sedangkan
mutasyabih adalah sebaliknya.
5. Muhkamat adalah ayat-ayat yang tidak dinasakh, maka mutasyabihat
adalah ayat-ayat atau ajaran-ajaran yang telah dinasakh.

5
Usman, Op.cit, H. 221
6
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Op.cit, H. 158.

4
6. Muhkam adalah ayat-ayat yang berkenaan dengan halal dan haram,
sedangkan mutasyabih adalah ayat-ayat selain yang berkenaan dengan
halal dan haram7.
Dari berbagai macam pendapat diatas, dapat Penulis disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan muhkam adalah kekokohan lafadz ayat
dan kemantapannya serta tidak akan terjadi perselisihan dan
kekurangan dalam al-qur`an. Sedangkan yang dimaksud dengan
mutasyabih adalah penyerupaan antara bagian yang satu dari al-qur`an
dengan bagian yang lain dalam hal kebenaran, ketepatan, dan i`jaznya.
Lebih jelasnya mutasyabih adalah sesuatu yang telah diketahui artinya
namun mustahil untuk dikatakan sebagaimana yang dimaklumi, seperti
ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat-sifat Allah subhanahu wa
ta`ala.
B. Sebab-sebab terjadinya Tasyabuh dalam Al-Qur’an
Sebagian ulama berpendapat bahwa ayat-ayat mutasyabih tidak
dapat diketahui takwilnya oleh siapapun kecuali Allah sendiri. Mereka
menyatakan agar orang-orang tidak mencari-cari takwilnya dan
menyerahkan persoalan itu kepada Allah Swt. Sedangkan orang yang
mendalam ilmunya mereka berkata “Kami mengimaninya, semua datang
dari Tuhan kami”. Sebagian yang lain ada yang beranggapan, bahwa
orang-orang yang mendalam ilmunya dapat mengetahui takwil ayat-ayat
mutasyabihat. Mereka mengatakan: pengetahuan Allah mengenai takwil
ayat-ayat mutasyabihat itu dilimpahkan juga kepada orang-orang atau para
ulama yang mendalam ilmunya. Sebab firman Allah yang diturunkan bagi
mereka itu adalah pujian, kalau mereka tidak mengetahui maknanya,
berarti mereka tidak berbeda dengan orang awam yang juga sama tidak
faham betul dengan maknanya.
Dalam kaitannya dengan pandangan-pandangan yang telah
diketahui dan dikemukankan oleh para ulama diatas dapat dikatakan,
bahwa diantara sebab sebab terjadinya tasyabuh dalam al qur’an menurut

7
Mawardi Abdullah, Op.cit, H. 95

5
hasil pengamatan dan penelitian para ulama yaitu disebabkan oleh
kebersembunyian maksud Allah dari kalam-Nya itu. Selanjutnya dapat
dikatakan bahwa ketersembunyian itu dapat saja kembai kepada
kesamaran lafal, kesamaran makna, dan kesamaran pada lafal dan makna
sekaligus. Untuk lebih jelasnya mengenai hal ini dapat dipelajari sebagai
berikut:8
1. Kesamaran ayat pada lafal tersebut
Adanya sebagian ayat ayat mutasyabihat didalam al qur’an
disebabkan oleh kesamaran pada lafal mufrod maupun murakab (yang
tersusun dalam kalimat). Yang dimaksud dengan kesamaran pada lafal
mufrad adalah adnya lafal tunggal yang maknanya tidak jelas, baik
disebabkan karena gharib (asing) atau musytarak ( bermakna ganda).
2. Kesamaran pada makna ayat
Kesamaran atau ketersembunyian yang terjadi pada makna ayat,
umumnya adalah berupa ayat ayat mutasyabihat yang berhubungan
dengan sifat-sifat Allah.
3. Kesamaran pada lafal dan makna ayat sekaligus
Kesulitan memahami ayat-ayat mutasyabihat karena kesamaran
atua ketersembunyian maksud, dan juga dapat terjadi lafal dan makna
secara sekaligus, namun meski demikian kesulitan tersebut akan dapat
teratasi apabila seseorang memiliki ‘’sarana’’ yang memadai untuk
menyingkap maknanya yang tersirat dibali lafal dan maknanya yang
tersurat itu, sebagai contoh dapat dijumpai dalam firman Allah yaitu
Al-Qur’an surat Al Baqarah : ayat 189:
ۖ‫َو َلْيَس اْلِبُّر ِبَاْن َتْأُتوا اْلُبُيْو َت ِم ْن ُظُهْو ِر َها َو ٰل ِكَّن اْلِبَّر َمِن اَّتٰق ۚى َو ْأُتوا اْلُبُيْو َت ِم ْن َاْبَو اِبَها‬
‫َو اَّتُقوا َهّٰللا َلَعَّلُك ْم ُتْفِلُح ْو َن‬
‘’Dan bukanlah kebaktian memasuki rumah-rumah dari belakangnya,
akan tetapi kebaktian itu adalah kebaktian orang yang bertakwa, dan
masuklah kerumah rumah itu dari pintu pintunya dan bertakwalah
kepada allah agar kamu beruntung’’.

8
Usman, Op.cit, H. 237

6
Dalam hubungannya kesamaran pada ayat-ayat tersebut,
terdapat lima aspek yang terkait dengan hal itu, yaitu:
1. Aspek kuantitas, baik yang berkaitan dengan masalah masalah
yang umum maupun yang khusus.
2. Aspek cara (Al Kaifiyah) yang termasuk dalam kategori ini adalah
mengenai cara melaksanakan kewajiban yang diperintahkan oleh
agama atau kelaksanakan kesunahan.
3. Aspek waktu, dalam hal ini kesamaran atau ketersembunyian
terletak pada keumuman dari petunjuk yang dibawakan oleh ayat al
Qur’an itu sendiri.
4. Aspek tempat hal ini terkait erat dengan ketersembunyian atau
kesamaran lafal dan makna yang terdapat pada ayat-ayat
mutasyabihat.
5. Aspek syarat adalah syarat dalam melaksanakan suatu kewajiban,
baik mengenai ibadah maupun mu’amalah tidak dirinci dalam ayat
ayat tersebut9.
C. Pendapat Ulama tentang ayat-ayat Mutasyabih
Banyak terjadi pro dan kontra diantara para ulama’ mengenai ayat-
ayat mutasyabihat yang berasal dari cara memahami firman Allah SWT:

‫ُهَو اَّلِذ ْٓي َاْنَز َل َع َلْيَك اْلِكٰت َب ِم ْنُه ٰا ٰي ٌت ُّم ْح َك ٰم ٌت ُهَّن ُاُّم اْلِكٰت ِب َو ُاَخ ُر ُم َتٰش ِبٰه ٌت ۗ َفَاَّم ا اَّلِذ ْيَن ِفْي ُقُلْو ِبِه ْم َزْيٌغ‬
‫َفَيَّتِبُعْو َن َم ا َتَش اَبَه ِم ْنُه اْبِتَغ ۤا َء اْلِفْتَنِة َو اْبِتَغ ۤا َء َتْأِو ْيِلٖۚه َو َم ا َيْع َلُم َتْأِوْيَلٓٗه ِااَّل ُهّٰللاۘ َو الَّراِس ُخ ْو َن ِفى اْلِع ْلِم َيُقْو ُلْو َن‬
‫ٰا َم َّنا ِبٖۙه ُك ٌّل ِّم ْن ِع ْنِد َر ِّبَناۚ َو َم ا َيَّذ َّك ُر ِآاَّل ُاوُلوا اَاْلْلَباِب‬

“Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al-qur`an) kepada kamu. Di antara (isi)


nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi al-qur`an dan
yang lain (ayat-ayat) mutasyabihaat. Adapun orang-orang yang hatinya
condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang
mutasyabihat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari
ta`wilnya, padahal tidak ada yang mengetahuinya melainkan Allah, dan
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : “kami beriman kepada ayat-
ayat yang mutasyabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.”
(QS. Ali Imran: 7).
9
Ibid, H. 238

7
Subhi Al-Shalih membedakan pendapat pata ulama ke dalam 2
mazhab, yaitu :

1. Mazhab Salaf
Yaitu orang-orang yang mempercayai dan mengimani hakikatnya
kepada allah sendiri10. Para ulama salaf mengharuskan kita berwaqaf
dalam membaca Q.S. Ali- Imran : 7 pada lafal jalalah. Hal ini
memberikan pengertian bahwa hanya allah yang mengerti takwil dari
ayat-ayat mutasyabihat yang ada. Mazhab ini juga di sebut mazhab
muwaffidah atau tafwid.
2. Mazhab khalaf

Yaitu orang-orang yang mentakwilkan ( mempertangguhkan ) lafal


yang mustahil zahirnya kepada makna yang layak dengan zat allah 11.
Dalam memahami Q.S. Ali- Imran : 7 mazhab ini mewaqafkan bacaan
mereka pada lafal “Warraasikhuuuna fil ilmi”, hal ini memberikan
pengertian bahwa orang mengetahui takwil dari ayat-ayat mutasyabih
adalah Allah dan orang-orang yang Rasikh ( mendalam ) dalam
ilmunya. Mazhab ini juga di sebut mazhab muawwilah atau takwil.

D. Hikmah Keberadaan Ayat-ayat Muhkamat dan Mutasyabih


Adapun beberapa hikmah dari keberadaan ayat-ayat Mutasyabih
sebagai berikut :

10
Ahmad Syadali, Ulumul Quran II, ( Bandung : Pustaka Setia, 1997 ), H. 211
11
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Op.cit, H. 173

8
Hikmah ayat-ayat muhkamat, yaitu :
1. Menjadikan kemudahan bagi manusia untuk mengetahui arti dan
maksudnya pada ayat-ayat muhkamat.
2. Mendorong umat Islam untuk segera mengamalkan isi kandungan
alQur’an, karena lafadz ayat-ayat-Nya telah mudah diktahui dan
dipahami.
3. Menjadi rahmat bagi manusia khususnya orang yang lemah dalam
berbahasa arab.12
Hikmah ayat-ayat Mutasyabih, yaitu :
1. Menunjukan kemukjizatan al-Qur’an dan ketinggian satra serta
balaghagnya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa al-Qur’an
merupakan wahyu ilahi.
2. Ujian pada umat manusia, apakah dengan adanya ayat-ayat
mutasyabihat manusia masih tetap beriman atau tidak.
3. Menambah pahala bagi yang benar benar mengkajinya, sebab semakin
sulit pekerjaan, semakin pula besar pahalanya.
4. Memperlihatkan kelemahan akal manusia agar manusia tidak
sombong.
5. Mendorong umat Islam untuk giat belajar dan tekun, meneliti serta
bertindak menalar13

BAB III

A. Kesimpulan

12
Muhammad Gufron, Rahmawati, Ulumul Quran, (Yogyakarta: Teras, 2013), H. 82
13
Ibid

9
Muhkam dan Mutasyabih dalam Al-Quran adalah dua konsep
penting yang membantu memahami struktur dan makna dalam teks
suci Islam. Muhkam merujuk pada ayat-ayat yang jelas, tegas, dan
tidak ambigu dalam Al-Quran, sementara Mutasyabih mengacu pada
ayat-ayat yang lebih bersifat metaforis, ambigu, atau sulit dipahami.
Ayat-ayat Muhkam adalah dasar bagi hukum dan ajaran dalam Islam.
Mereka memberikan pedoman yang jelas dalam berbagai aspek
kehidupan, seperti ibadah, moralitas, dan etika. Contohnya adalah
ayat-ayat yang mengatur salat, zakat, puasa, dan hukum-hukum dalam
Islam. Karena kejelasan mereka, ayat-ayat Muhkam dianggap sebagai
dasar hukum utama dalam Islam.
Di sisi lain, ayat-ayat Mutasyabih adalah ayat-ayat yang memiliki
makna lebih dalam dan memerlukan pemahaman yang lebih
mendalam. Mereka sering kali berisi simbolisme, perumpamaan, atau
bahasa metaforis. Interpretasi ayat-ayat Mutasyabih sering kali
memerlukan pengetahuan tentang konteks sejarah dan budaya, serta
pemahaman yang mendalam tentang bahasa Arab. Contohnya adalah
ayat-ayat yang menggambarkan sifat-sifat Allah atau ayat-ayat yang
merujuk kepada peristiwa-peristiwa khusus dalam sejarah.
Pentingnya memahami perbedaan antara ayat-ayat Muhkam dan
Mutasyabih adalah untuk menghindari kesalahan pemahaman dan
penafsiran yang salah dalam Al-Quran. Ayat-ayat Muhkam
memberikan dasar hukum yang kokoh, sementara ayat-ayat
Mutasyabih mengundang pemikiran mendalam dan refleksi. Oleh
karena itu, para ulama Islam telah mengembangkan metodologi dan
prinsip-prinsip penafsiran (tafsir) yang membantu dalam memahami
ayat-ayat Mutasyabih dengan benar.

B. Saran

10
Jika ditinjau ulang, tentu didalam makalah ini tidak akan lepas dari
koreksi para pembaca. Karena kami menyadari apa yang kami sajikan
ini sangatlah jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
agar nantinya makalah ini akan menjadi lebih sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

11
Abdullah, Mawardi. Ulumul Qur`An. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi. 2010. Ilmu-Ilmu Al-Qur`An (Ulum AlQur`an).
Semarang: Pt. Pustaka Rizki Putra.

Syadali Ahmad. 1997. Ulumul Quran II. Bandung : Pustaka Setia.

Usman. 2009. Ulumul Quran. Yogyakarta: Teras.

12

Anda mungkin juga menyukai