Anda di halaman 1dari 16

AYAT AYAT MUHKAMAT DAN MUTASYABIHAT

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Ulumul Qur’an

Dosen Pengampu
Dr. H. Abdullah Sani, Lc, MA

Disusun Oleh :
Kelompok

1) Dara Guna
2) Putri Nayla Shaqqi

Semester : I – Ahwal Syakhsyiyah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


JAM’IYAH MAHMUDIYAH
TANJUNG PURA
LANGKAT
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat serta hidayah –Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
tugas kelompok yang berjudul ―Muhkamat dan Mutasyabih‖ tanpa suatu halangan
apapun.
Terima kasih penyusun ucapkan kepada Bapak Dr. H. Abdullah Sani, Lc,
MA selaku Dosen mata kuliah Ulumul Qur‘an, yang telah memberikan
pengangarahan dan bimbingan nya sehingga tugas ini dapat di selesaikan. Dan tak
lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu
terselesainya tugas ini. Penyusun berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi
penyusun dan bagi pembaca umumnya.
Sekalipun demikian tak ada gading yang tak retak, begitu pula makalah ini
jauh dari kesempurnaan dalam makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh
karna itu, kritik dan saran yang membngun dari pembaca senantiasa penyusun
harapkan.
Akhirnya penyusun berharap semoga makalah ini bermanfaat dan dpat di
jadikan sebagai salah satu referensi dalam pembelajaran, dan semoga Allah selalu
meridhoi setiap langkah kita. Amin…

Tanjung Pura, 15 November 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 2


A. Pengertian Ayat Muhkam dan Ayat Mutasyabih ........................... 2
B. Contoh Ayat-Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat .......................... 3
C. Sebab-sebab Terjadinya Tasyabuh dalam Al-Qur‘an .................... 5
D. Perbedaan Pendapat Para Ulama Terhadap Ayat Muhkam dan
Ayat Mutasyabih ............................................................................ 7
E. Hikmah Ayat-Ayat Mutasyabihat .................................................. 9

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 12


A. Kesimpulan .................................................................................... 12
B. Saran............................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur‘an diturunkan dengan bahasa Arab. Karena itu, untuk memahami
hukum-hukum yang terkandung dalam al-Qur‘an diperlukan pemahaman dalam
kebahasaan. Para ulama‘ yang ahli dalam bidang ushul fiqh, telah mengadakan
penelitian secara sesama terhadap nash-nash al-Qur‘an, lalu hasil penelitian itu
diterapkan dalam kaidah-kaidah yang menjadi pegangan umat Islam guna
memahami kandungan al-Qur‘an dengan benar.
Adapun ilmu yang mempelajari tentang muhkam dan mutasyabih adalah
Ilmu muhkam wal Mutasyabih. Ilmu ini dilatar belakangi oleh adanya perbedaan
pendapat ulama tentang adanya hubungan ayat atau surat yang lain. Sementara
yang lain mengatakan bahwa didalam Al-Qur‘an ada ayat atau surat yang tidak
berhubungan. Oleh karenanya, suatu ilmu yang mempelajari ayat atau surat Al-
Qur‘an cukup penting kedududkannya. Sementara itu muhkam dan mutasyabih
adalah Sebuah kajian yang sering menimbulkan kontroversial dalam sejarah
penafsiran Al-Qur‘an, karena perbedaan ‘interpretasi‘ antara ulama mengenai
hakikat muhkam dan mutasyabih.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan muhkam dan mutasyabih?
2. Bagaimana contoh-contoh ayat muhkamat dan mutasyabihat?
3. Apa saja sebab-sebab terjadinya tasyabuh dalam Al-Qur‘an?
4. Bagaimana pandangan dan sikap ulama tentang ayat-ayat mutasyabihat?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian muhkam dan mutasyabih.
2. Untuk mengetahui contoh-contoh ayat muhkamat dan mutasyabihat.
3. Untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya tasyabuh dalam Al-Qur‘an.
4. Untuk mengetahui pandangan dan sikap ulama tentang ayat-ayat
mutasyabihat.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ayat Muhkam dan Ayat Mutasyabih


Muhkam berasal dari kata Ihkam, yang berati kekukuhan, kesempurnaan,
keseksamaan, dan pencegahan. Sedangkan secara terminologi, Muhkam berarti
ayat-ayat yang jelas maknanya, dan tidak memerlukan keterangan dari ayat-ayat
lain. Mutasyabih berasal dari kata tasyabuh, yang secara bahasa berarti
keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaran antara dua
hal.
Sedangkan secara terminoligi Mutasyabih berarti ayat-ayat yang belum
jelas maksudnya, dan mempunyai banyak kemungkinan takwilnya, maknanya
yang tersembunyi dan memerlukan keterangan tertentu, atau hanya Allah yang
mengetahuinya.1
Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan
gamblang, baik melalui takwil ataupun tidak. Sedangkan ayat-ayatmutasyabih
adalah ayat yang maksudnya hanya dapat diketahui Allah, seperti saat kedatangan
hari kiamat, keluarnya dajjal, dan huruf-huruf muqatha‘ah. (Kelompok
Ahlussunnah)
Ibn Abi Hatim mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat yang
harus diimani dan diamalkan, sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang
harus diimani, tetapi tidak harus diamalkan.
Mayoritas Ulama Ahlul Fiqh yang berasal dari pendapat Ibnu Abbas
mengatakan, lafadz muhkam adalah lafadz yang tak bisa ditakwilkan melainkan
hanya satu arah/segi saja. Sedangkan lafadz yang mutasyabbih adalah lafadz yang
bisa ditakwilkan dalam beberapa arah/segi, karena masih samar.2
Menurut Ibnu Abbas, Muhkam adalah ayat yang penakwilannya hanya
mengandung satu makna. Sedangkan Mutasyabihat adalah ayat yang mengandung
pengertian bermacam-macam.. Menurut Imam as Suyuthi muhkam adalah suatu
yang jelas artinya, sedangkan mutasyabih adalah sebaliknya.

1
Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), h. 121
2
Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2008), h. 239

2
Sedangkan menurut Manna‘ Al-Qaththan, Muhkam adalah ayat yang
maksudnya dapat diketahui secara langsung tanpa memerlukan keterangan lain.
Sedangkan Mutasyabih tidak seperti itu, ia memerlukan penjelasan dengan
menunjuk kepada ayat lain.
Dengan demikian muhkam adalah ayat yang terang makna serta lafaznya
dan cepat di pahami. Sedangkan Mutasyabih, ialah ayat-ayat yang bersifat global
yang memerlukan ta‘wil dan yang sukar dipahami.3

B. Contoh Ayat-Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat


1) Muhkam
a. Muhkam li dzatihi, yaitu muhkam yang semata-mata karena arti yang
ditunjukinya itu tidak mungkin dapat dimansukhkan. Misalnya adalah
keharusan beribadah hanya kepada Allah subhanahu wa ta`ala semata dan
berbuat baik kepada kedua orang tua, sebagaimana yang diperintahkan oleh
Allah dalam surat al-isra` ayat 23 :

           

         

     


―Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. ‖
b. Muhkam li ghairihi, adalah ayat-ayat yang belum dinasakh pada zaman
Rasulullah, sebagaimana dikemukakan oleh al-Baazdawi dalam Kasyf al-
Asrar yang dikutip oleh al-`Aks, ― yang tidak dinasakh sehingga
terputusnya wahyu dan Nabi telah wafat, maka ini dinamakan muhkam li
ghairihi, jenis ini mencakup al-dzahir, al-nash, al-mufassar, dan al-
muhkam‖, karena masing-masing belum terkena nasakh hingga muhkam
yang disebabkan oleh terputusnya kemungkinan adanya nasakh. Artinya

3
Kamaluddin Marzuki, Ulumul Qur’an, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), h. 113

3
dianggap muhkam ini karena suatu lafadz yang menunjukkan atas
keabadian berlakunya, sehingga tidak dapat dimansukhkan, atau muhkam
karena faktor luar bila tidak dapatnya lafadz itu dinasakh bukan karena
nash atau teks nya itu sendiri tetapi karena tidak ada nash yang
menasakhnya. Contohnya yakni muhkam yang terdapat pada Q.S An-Nur
[24]: 4;

       

         

  


―Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang
baik (berzina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka
deralah mereka delapan puluh kali, dan janganlah kamu terima kesaksian
mereka untuk selama-lamanya.‖

Ayat ini menjelaskan bahwa tidak dapat menerima kesaksian orang


yang berbuat jarimah qodzaf untuk selama-lamanya karena pada ayat
tersebut disertai lafadz `abadan (selama-lamanya). Ketentuan tentang
lafadz muhkam bila menyangkut hukum, yakni wajib. Juga tidak pula
dipahami dari lafadz tersebut melalui alternatif lain, serta tidak mungkin
pula dinasakh oleh dalil yang lain.
2) Mutasyabihat
Menurut Abdul Jalal, macam-macam ayat Mutasyabihat ada tiga macam:
a. Ayat-ayat Mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat
manusia, kecuali Allah SWT. Contoh:

            

           

         

4
Artinya :”Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib;
tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa
yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur
melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam
kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)" (Q.S Al An‘am : 59)
3) Ayat-ayat yang Mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua orang dengan
jalan pembahasan dan pengkajian yang mendalam. Seperti pencirian mujmal,
menentukan mutasyarak, mengqayyidkan yang mutlak, menertibkan yang
kurang tertib.
4) Ayat-ayat Mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan
sains, bukan oleh semua orang, apa lagi orang awam. Hal ini termasuk
urusan-urusan yang hanya diketahui Allah SWT dan orang-orang yang rosikh
(mendalam) ilmu pengetahuan.

C. Sebab-sebab Terjadinya Tasyabuh dalam Al-Qur’an


Sebagian ulama berpendapat bahwa ayat-ayat mutasyabih tidak dapat
diketahui takwilnya oleh siapapun kecuali Allah sendiri. Mereka menyatakan agar
orang-orang tidak mencari-cari takwilnya dan menyerahkan persoalan itu kepada
Allah Swt. Sedangkan orang yang mendalam ilmunya mereka berkata ―Kami
mengimaninya, semua datang dari Tuhan kami‖. Sebagian yang lain ada yang
beranggapan, bahwa orang-orang yang mendalam ilmunya dapat mengetahui
takwil ayat-ayat mutasyabihat. Mereka mengatakan: pengetahuan Allah mengenai
takwil ayat-ayat mutasyabihat itu dilimpahkan juga kepada orang-orang atau para
ulama yang mendalam ilmunya. Sebab firman Allah yang diturunkan bagi mereka
itu adalah pujian, kalau mereka tidak mengetahui maknanya, berarti mereka tidak
berbeda dengan orang awam yang juga sama tidak faham betul dengan maknanya.
Dalam kaitannya dengan pandangan-pandangan yang telah diketahui dan
dikemukankan oleh para ulama diatas dapat dikatakan, bahwa diantara sebab
sebab terjadinya tasyabuh dalam al qur‘an menurut hasil pengamatan dan
penelitian para ulama yaitu disebabkan oleh kebersembunyian maksud Allah dari
kalam-Nya itu. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa ketersembunyian itu dapat saja

5
kembai kepada kesamaran lafal, kesamaran makna, dan kesamaran pada lafal dan
makna sekaligus. Untuk lebih jelasnya mengenai hal ini dapat dipelajari sebagai
berikut:4
1. Kesamaran pada lafal ayat
Adanya sebagian ayat ayat mutasyabihat didalam al qur‘an disebabkan
oleh kesamaran pada lafal mufrod maupun murakab (yang tersusun dalam
kalimat). Yang dimaksud dengan kesamaran pada lafal mufrad adalah adnya
lafal tunggal yang maknanya tidak jelas, baik disebabkan karena gharib
(asing) atau musytarak ( bermakna ganda).
2. Kesamaran pada makna ayat
Kesamaran atau ketersembunyian yang terjadi pada makna ayat,
umumnya adalah berupa ayat ayat mutasyabihat yang berhubungan dengan
sifat-sifat Allah.
3. Kesamaran pada lafal dan makna ayat sekaligus
Kesulitan memahami ayat-ayat mutasyabihat karena kesamaran atua
ketersembunyian maksud, dan juga dapat terjadi lafal dan makna secara
sekaligus, namun meski demikian kesulitan tersebut akan dapat teratasi
apabila seseorang memiliki ‗‘sarana‘‘ yang memadai untuk menyingkap
maknanya yang tersirat dibali lafal dan maknanya yang tersurat itu, sebagai
contoh dapat dijumpai dalam firman Allah yaitu al qur‘an surat Al Baqarah :
ayat 189:

           

           

        


―Dan bukanlah kebaktian memasuki rumah-rumah dari belakangnya,
akan tetapi kebaktian itu adalah kebaktian orang yang bertakwa, dan
masuklah kerumah rumah itu dari pintu pintunya dan bertakwalah kepada
allah agar kamu beruntung”.

4
Usman, Ulumul Qur`An, (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 237..

6
Dalam hubungannya kesamaran pada ayat-ayat tersebut, terdapat lima
aspek yang terkait dengan hal itu, yaitu:
a. Aspek kuantitas, baik yang berkaitan dengan masalah masalah yang umum
maupun yang khusus.
b. Aspek cara (Al Kaifiyah) yang termasuk dalam kategori ini adalah
mengenai cara melaksanakan kewajiban yang diperintahkan oleh agama
atau kelaksanakan kesunahan.
c. Aspek waktu, dalam hal ini kesamaran atau ketersembunyian terletak pada
keumuman dari petunjuk yang dibawakan oleh ayat al Qur‘an itu sendiri.
d. Aspek tempat hal ini terkait erat dengan ketersembunyian atau kesamaran
lafal dan makna yang terdapat pada ayat-ayat mutasyabihat.
e. Aspek syarat adalah syarat dalam melaksanakan suatu kewajiban, baik
mengenai ibadah maupun mu‘amalah tidak dirinci dalam ayat ayat
tersebut.5

D. Perbedaan Pendapat Para Ulama Terhadap Ayat Muhkam dan Ayat


Mutasyabih
Dalam al-Qur‘an sering kita temui ayat-ayat mutasyabihat yang
penjelasannya memerlukan penjelasan dari ayat-ayat yang lain. Mengenai hal
tersebut, para ulama memiliki pendapat yang berbeda-beda. Antara lain :
1. Ulama golongan Hanafiyah mengatakan, lafadz muhkam ialah lafadz yang
jelas petunjuknya, dan tidak mungkin telah dinasikh kan. Sedang lafadz
mutasyabih adalah lafadz yang sama maksud petunjuknya sehingga tidak
terjangkau oleh akal pikiran manusia. Sebab lafadz mutasyabih itu termasuk
hal-hal yang diketahui Allah saja artinya. Contohnya seperti hal-hal yang
ghaib.
2. Mayoritas ulama golongan ahlu fiqh yang berasal dari pendapat sahabat Ibnu
Abbas mengatakan, lafadz muhkam ialah lafadz yang tidak bisa dita‘wil
kecuali satu arah. Sedangkan lafadz mutasyabih adalah artinya dapat
dita‘wilkan dalam beberapa segi, karena masih sama.6

5
Ibid, h. 238
6
Abdul Jalal, Ibid, h. 239

7
3. Madzhab salaf, yaitu para ulama dari generasi sahabat. Mereka berusaha
untuk mengimaninya dan menyerahkan makna serta pengertiannya hanya
kepada Allah SWT. Bagi kaum salaf, ayat – ayat mutasyabihat tidak perlu
dita'wilkan. Sebab yang mengetahui hakikatnya hanyalah Allah SWT, mereka
hanya berusaha mengimaninya.
4. Madzhab khalaf, seperti Imam Huramain. Mereka berpendapat bahwa ayat –
ayat mutasyabihat harus ditetapkan maknanya dengan pengertian yang sesuai
dan sedekat mungkin dengan dzat-Nya. Mereka menta'wil lafdz istiwa'
(besemayam) dengan maha berkuasa menciptakan sesuatu tanpa susah payah.
Kalimat ja'a rabbuka (kedatangan Allah) dalam Qs. Al-Fajr: 22, dita'wilkan
dengan kedatangan perintah-Nya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa apa yang dikemukakan Allah


berkaitan dengan sifat-sifat-Nya yang tampak secara lahiriah menggunakan sifat-
sifat yang ada pada manusia, dengan tujuan untuk memudahkan manusia dalam
memahami makna yang terkandung di dalamnya.
Selain itu, ada pula madzhab yang menengahi keduanya, yakni madzhab
yang dipelopori oleh al-Raghib al-Ashfahaniy. Ia membagi ayat-ayat
mutasyabihat menjadi tiga, yakni:
1) Ayat-ayat yang sama sekali tidak diketahui hakikat maknanya kecuali oleh
Allah.

Misal: Saat tibanya hari kiamat, makna dari kata ‫داﺑﺔ ﻣﻦ اﻻرض‬, dan
sebagainya.
2) Ayat-ayat mutasyabih yang dapat diketahui maknanya oleh manusia melalui
berbagai sarana.
Misal: Lafal-lafal asing dan hukum-hukum yang tertutup.
3) Ayat-ayat mutasyabihat yang hanya dapat diketahui maknanya oleh orang-
orang yang memiliki ilmu mendalam, seperti yang diisyaratkan oleh
Rasulullah, yakni Ibnu Abbas.
―Yaa Allah berikanlah ilmu yang mendalam mengenai ilmu agama, dan
limpahkanlah pengetahuan tentang takwil kepadanya‖.
Madzhab ini menegaskan bahwa dzat Allah dan hakikat sifat-sifat-Nya hanya
Allah yang mengetahuinya.

8
E. Hikmah Ayat-Ayat Mutasyabihat
Masing-masing bagian dari Ayat-ayat mutasyabihat tentu ada hikmahnya.
1. Hikmah Bagi Kelompok Pertama
Menurut Az-Zarqani, keberadaan ayat-ayat mutasyabihat kelompok
pertama, yaitu ayat-ayat mutasyabihat yang hanya dapat diketahui hakikatnya
oleh Allah SWT semata seperti ayat-ayat tentang masalah-masalah yang
ghaib, memberikan kepada kita lima hikmah sebagai berikut:
a. Rahmat
Merupakan rahmat Allah SWT bagi umat manusia yang lemah ini,
yang tidak sanggup mengetahui segala sesuatu secara keseluruhan. Jika
semuanya diungkap hakikatnya oleh Allah SWT, manusia tidak akan
sanggup memikulnya. Oleh sebab itu, Allah merahasiakan kapan
datangnya hari Kiamat.
Jika manusia tahu Kiamat masih jauh, mereka akan malas dan tidak
mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Tapi sebaliknya, jika tahu
Kiamat sudah dekat, mereka akan sangat ketakutan menghadapinya.
Begitu juga hikmah kenapa Allah merahasiakan kepada setiap orang kapan
ajalnya akan datang, agar setiap orang selalu berusaha mengisi
kehidupannya dengan kebaikan dan menjauhi segala macam keburukan.
b. Ujian
Sebagai ujian bagi umat manusia, apakah mereka akan beriman
dengan yang ghaib atau tidak? Bagi orang-orang yang dapat petunjuk tentu
mereka akan mengimaninya sekalipun tidak tahu bagaimana hakikatnya.
Tetapi bagi orang-orang yang hatinya condong kepada kesesatan, mereka
akan menolaknya.
c. Hal Ghaib
Al-Quran mencakup dakwah terhadap orang awam dan dakwah
terhadap kaum intelektual. Orang awam hanya bisa menerima sesuatu
yang yang dapat ditangkap secara inderawi terlebih dahulu. Jika tidak bisa
ditangkap secara inderawi terlebih dahulu mereka akan segera
mengganggapnya tidak ada. Oleh sebab itu Al-Quran menjelaskan hal-hal
yang ghaib, abstrak dengan pendekatan inderawi sehingga dapat diterima
oleh orang awam.

9
d. Bukti Kelemahan Manusia
Sebagai bukti akan kelemahan manusia, hanya sedikit sekali yang
dapat diketahui oleh manusia betapapun mereka bersungguh-sungguh
untuk berusaha mengetahuinya. Hanya Allah SWT sematalah yang
mengetahui segala sesuatu. Dengan demikian hilanglah kesombongan
manusia, sehingga mereka dapat tunduk dan patuh kepada Allah SWT.
e. Peluang Ikhtilaf
Memberi peluang terjadinya perbedaan pemahaman terhadap ayat-
ayat Al-Quran. Jika sekiranya semua ayat-ayat Al-Quran muhkamat, tentu
hanya ada satu pemahaman, sedangkan pemahaman lain tertolak dengan
sendirinya. Dengan terjadinya keragaman pemahaman, terbuka ruang
untuk dialog. Dengan adanya dialog, pandangan yang batil dapat diketahui
dan kembali kepada pandangan yang benar.
2. Hikmah Bagi Kelompok Kedua dan Ketiga
Sedangkan untuk ayat-ayat mutasyabihat kelompok kedua dan ketiga,
yaitu ayat-ayat mutasyabihat yang dapat diketahui oleh siapa saja setelah
mempelajarinya seperti ayat-ayat yang lafalnya gharib, musytarak, dan
kalimatnya padat, luas atau karena susunan kalimatnya; dan ayat-ayat
mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh orang awam, tetapi hanya dapat
diketahui oleh para ulama yang mendalam ilmunya, memberikan kepada kita
lima hikmah juga sebagai berikut:

a. Mukjizat Al-Quran
Menunjukkan mukjizat Al-Quran. Misalnya dari segi bahasa, jika
ayat-ayat mutasyabihat itu dibahas lebih mendalam, terungkaplah
keindahan, ketelitian dan kehalusan bahasa Al-Quran. Bermacam-macam
aspek ilmu balaghah akan terungkap seperti al-ijaz, al-ithnab, al-musawah,
at-taqdim wa atta'khir, adz- dzikr wa al-hadzf, al-haqiqah wa al-majaz dan
lain- lain sebagainya.
b. Memudahkan Menghafal
Memudahkan untuk menghafal dan menjaga Al- Quran, karena
ungkapan Al-Quran yang ringkas dan padat dapat memuat bermagai
macam segi dan aspek. Jika sekiranya semua aspek dan segi itu

10
diungkapkan secara jelas satu-satu tentu akan berakibat Al-Quran akan
sangat tebal, bisa berjilid- jilid sehingga menyulitkan umat untuk
menghafal dan menjaganya. Dan juga kehalusan dan keindahan ungkapan-
ungkapan AlQuran membuat para pembacanya merasakan nikmat dan
lezat membacanya.
c. Menambah Pahala
Mengungkap ayat-ayat mutasyabihat lebih sulit dan lebih berat,
bertambah banyak kesulitan dalam mengungkapnya semakin menambah
banyak pahala yang didapat. Untuk masuk surga memang memerlukan
perjuangan sungguh-sungguh sebagaimana firman Allah SWT:

           

 

Artinya : Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga,


padahal belum nyata bagi Allah (Q.S. Ali 'Imran 3:142)
Untuk mengungkap makna ayat-ayat mutasyabihat diperlukan
berbagai macam ilmu seperti ilmu bahasa—nahwu, sharf dan balaghah—
ushul fiqh dan lain sebagainya, sehingga keberadaan ayat-ayat
mutasyabihat mendorong berkembangnya bermacammacam ilmu.
c. Dibutuhkannya Akal
Untuk mengungkap ayat-ayat mutasyabihat para pengkaji dan
peneliti memerlukan bantuan dalil-dalil akal, yang dengan demikian dapat
terbebas dari kegelapan taqlid.
Seandainya semua ayat-ayat Al-Quran muhkamat, tentu tidak
diperlukan bantuan dalil-dalil akal, sehingga akal pikiran akan terabaikan
perkembangannya.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Muhkam merupakan ayat yang jelas maknanya, dan tidak memerlukan
keterangan dari ayat-ayat lain. Sedangkan Mutasyabih berarti ayat-ayat yang
belum jelas maksudnya, dan mempunyai banyak kemungkinan takwilnya, atau
maknanya yang tersembunyi, dan memerlukan keterangan tertentu, atau hanya
Allah yang mengetahuinya
Sebab adanya ayat Mutasyabih ialah karena Allah SWT menjadikan
demikian. Imam Ar-Raghib Al- Asfihani dalam kitabnya Mufradatil Qur‘an
menyatakan bahwa sebab adanya kesamaran dalam Alquran terdapat 3 hal, yaitu
sebagai berikut:Kesamaran dari aspek lafal saja, kesamaran dari aspek maknanya,
kesamaran dari aspek lafal dan maknanya.
Manfaat adanya ayat muhkan dan mutasyabih diantaranya jika seluruh
ayat Al-Qur‘an terdiri dari ayat-ayat muhkamat, maka akan sirnalah ujian
keimanan dan amal karena pengertian ayat yang jelas, Apabila seluruh ayat Al-
Qur‘an mutasyabihat, niscaya akan padamlah kedudukannya sebagai penjelas dan
petunjuk bagi manusia. Hikmah dari adanya ayat-ayat muhkam dan mutasyabih
adalah kita lebih memercayai akan keagungan Allah SWT dan mukjizat luar biasa
yang ada pada Al-Qur‘an, dapat menambah keimanan kita kepada Allah juga
menjadikan kita lebih mengkaji tentang kalam-kalam Allah SWT.

B. Saran
Bagi semua umat Islam, agar kiranya untuk lebih memahami ‗Ulumul
Qur‘an lebih mendalam agar bertambah pula iman kita. Dan mengamalkan ajaran-
ajaran yang terkandung dalam Al-Qur‘an dan Al-Hadits.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2008.

Acep Hermawan, Ulumul Quran. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011.

Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Bulan Bintang. 1993.

Kamaluddin Marzuki, Ulumul Qur’an, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992.

Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2012.

Usman, Ulumul Qur`An, Yogyakarta: Teras, 2009.

13

Anda mungkin juga menyukai