Anda di halaman 1dari 20

AL MUHKAM WAL MUTASYABIH

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : Hanafi Yunus, Lc. MHI

Disusun Oleh:
M. KIFLAINI (19.1330)
MEISYY (19.1309)
SYARIFUDDIN AMIN (19.1301)
M. SENDI FIRDAUS (19.1298)
RISMA

PROGRAM STUDI AKHWAL SYAHSIYYAH


STAIN SULTAN ABDURRAHMAN
KEPULAUAN RIAU
2019
KATA PENGANTAR

ِ ‫ْــــــــــــــــــم هللاِ الرَّحْ َم ِن الر‬


‫َّحي ِْم‬ ِ ‫بِس‬

Dengan mengucap puji syukur kehadiran Allah SWT atas rahmad, hidayah dan
perlindungan-Nya, serta shalawat serta salam kepada Rasulullah SAW yang membawa
cahaya terang bagi umat Islam, sehingga pada akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini yang bertema “Almuhkam Walmutasyabih”. Untuk memenuhi tugas
matakuliah “Ummul Qur’an”. Dan tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak
Hanafi Yunus, Lc, MA. selaku dosen pengampu mata kuliah kami.
Dalam hal ini kami berusaha semaksimal mungkin dalam membuat makalah ini,
semoga dengan apa yang kami tulis ini dapat bermanfaat kepadapembaca sekalian.
Namun, tidak lepas dari semua itu, kami mengaku makalah ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran dose nserta teman-teman sangat kami harapkan. Semoga
usaha kami diridhoi AllahSWT, Aamiin.

Tanjungpinang, September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................................i
Daftar Isi...................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Al-Muhkam Dan Al-Mutasyabih.....................................................................8
2.2 Sebab-Sebab Al-Muhkam Dan A-Mutasyabih ..................................................................22
2.3 Klasifikasi Ayat Al-Mutasyabih.........................................................................................23
2.4 Pendapat Ulama Memahami Ayat Mutasyabih..................................................................24
2.5 Cara Menentukan Al-Muhkam Dan Al-Mutasyabih..........................................................24
2.6 Faedah Mempelajari Ayat Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih.............................................24

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................25
3.2 Saran...................................................................................................................................25

GLOSARIUM
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, karena itu untuk memahami hukum-
hukum yang di kandung nash-nash Al-Qur’an diperlukan  pemahaman dalam kebahasaan
dalam hal ini adalah bahasa Arab. Para ulama’ yang ahli dalam bidang ushul fiqh dan
ushul tafsir, telah mengadakan penelitian secara sesama terhadap nash-nash al-Qur’an,
lalu hasil penelitian itu diterapkan dalam kaidah-kaidah yang menjadi pegangan umat
Islam guna memahami kandungan al-Qur’an dengan benar.
Adapun ilmu yang mempelajari tentang al-muhkam dan al-mutasyabih adalah
Ilmu muhkam wal Mutasyabih. Ilmu ini di latar belakangi oleh adanya perbedaan
pendapat ulama tentang adanya hubungan ayat atau surat yang lain. Sementara yang lain
mengatakan bahwa didalam Al-Qur’an ada ayat atau surat yang tidak berhubungan.
Disebabkan pendapat ini, maka suatu ilmu yang mempelajari ayat atau surat Al-Qur’an
cukup penting kedududkannya. Sementara itu al-muhkam dan al-mutasyabih adalah
sebuah kajian yang sering menimbulkan khilafiah dalam sejarah penafsiran Al-Qur’an,
karena perbedaan ’pendapat’ antara ulama mengenai hakikat muhkam dan mutasyabih.
Pembahasan al-muhkam dan al-mutasyabih merupakan pembahasan yang
sangat banyak mengundang khilafiah dalam tradisi keilmuan islam. Bahkan
dikarenakan permasalahan ini banyak kelompok yang mengkafirkan kelompok lainnya.
Banyaknya klaim kelompok yang mengaku bahwa mazhab mereka adalah mazhab salaf
dan klaim bahwa kelompok yang tidak berpaham seperti paham mazhab mereka adalah
sesat dan salah mengeritik penulis untuk menulis sedikit catatan tentang permasalahan ini
sehingga pembaca dapat membedakan macam-macam mazhab dan kelompok dalam
permasalahan ini dan dapat memposisikan diri, pada kelompok manakah kecondongan
pembaca berlabuh.
Tentunya penulisan makalah ini tidak mengurangi nilai tulisan sebagai tulisan
dalam ilmu al-Quran. Karena tabiat dari keilmuan dalam islam adalah saling keterkaitan
dan saling melengkapi, maka dalam hal ini pembahasan dari al-muhkam dan al-
mutasyabih dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari al-muhkam dan al-mutasyabih?
2. Apa sebab-sebab adanya ayat al-muhkamat dan al-mutasyabihat?
3. Bagaimana klasifikasi ayat al-mutasyabihat?
4. Bagaimana perbedaan pendapat ulama dalam memahami ayat mutasyabihat?
5. Bagaimana cara menentukan al-muhkam dan al-mutasyabih beserta contoh-contoh ayat
al-mutasyabihat?
6. Apa saja faedah mempelajari ayat al-muhkamat dan al-mutasyabihat?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian dari al-muhkam dan al-mutasyabih
2. Mengetahui sebab-sebab adanya ayat al-muhkamat dan al-mutasyabihat
3. Mengetahui klasifikasi ayat al-mutasyabihat
4. Mengetahui perbedaan pendapat ulama dalam memahami ayat mutasyabihat
5. Mengetahui cara menentukan al-muhkam dan al-mutasyabih beserta contoh-contoh ayat
al-mutasyabihat
6. Mengetahui faedah mempelajari ayat al-muhkamat dan al-mutasyabihat
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih

Muhkam menurut lughah (bahasa) bijaksana dan muhkam menurut istilah ahli tafsir
yaitu bijaksana dalam menempatkan sesuatu antara yang haq dan yang batil dan menurut
istilah ini pula biasa dipahami ulama tafsir bijaksana dan teliti dalam mentafsirkan ayat Al-
qur’an sebagaimana firman Allah ta’ala dalam Al-Qur’an surah Hud ayat 1:
‫الر كتاب احكمت ايته ثم فصلت من لدن حكيم خبير‬
Artinya: Alif Lam Ra, (Inilah) kitab yg disusun rapi kemudian dijelaskan secara
terperinci yg di turun kan dari sisi allah yg maha bijaksana dan, maha teliti.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa muhkam itu adalah teliti dan terperinci.
Mutasyabih menurut lughah (bahasa) yaitu penyerupaan antara satu sifat dengan sifat
yang lain dan mutasyabih menurut istilah ahli tafsir yaitu ayat yg makna nya masih samar
dan butuh dengan pentakwilan.
Para ulama banyak berbeda pendapat tentang pengertian muhkam dan mutasyabih itu.
Barangkali pendapat dalam hal ini mencapai dua puluh pendapat. Pegangan yang lazim dan
menjadi pegangan sejak permualan islam sempai ke masa sekarang ialah:
1. Ayat-ayat muhkam ialah ayat-ayat yang arti nya jelas dan tidak perlu di takwil lagi dan
secara makna nya tidak rancu. Maka ayat-ayat seperti itu wajib diimani dan diamalkan
isinya.
2. Ayat-ayat mutasyabih ialah ayat-ayat yang makna zahir nya bukanlah yang
dimaksudkannya, sedangkan makna hakikatnya yang dicoba dijelaskan dengan
penakwilan, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Oleh karena itu, ayat-ayat
seperti ini wajib diimani tetapi tidak wajib diamalkan.
Sedangkan menurut buku atau referensi lain, al muhkam dan al mutasyabihat menurut
istilah, para ulama berbeda-beda dalam memberikan pengertian al muhkam dan al
mutasyabih, yakni sebagai berikut:
1. Ulama golongan Ahlus Sunnah WalJama’ah mengatakan, lafal muhkam adalah lafal
yang diketahui makna maksudnya, baik karena memang sudah jelas artinya maupun
karena dengan dita’wilkan. Sedangkan lafal mutasyabih adalah lafal yang pengetahuan
artinya hanya dimonopoli Allah SWT. Manusia tidak ada yang bisa mengetahuinya.
Contohnya, terjadinya hari kiamat, keluarnya Dajjal, arti huruf-huruf muqaththa’ah.
2. Ulama golongan Hanafiyah mengatakan, lafal muhkam ialah lafal yang jelas
petunjuknya, dan tidak mungkin telah dinasakh (dihapuskan hukumnya). Sedang lafal
mutasyabih adalah lafal yang sama maksud petunjuknya, sehingga tidak terjangkau
oleh akal pikiran manusia ataupun tidak tercantum dalam dalil-dalil nash (teks dalil-
dalil). Sebab, lafal mutasyabih itu termasuk hal-hal yang diketahui Allah SWT saja arti
dan maknanya. Contohnya seperti hal-hal yang ghaib.
3. Mayoritas ulama golongan ahlul fiqih yang berasal dari pendapat sahabat Ibnu Abbas
mengatakan, lafal muhkam ialah lafal yang tidak bisa dita’wil kecuali satu arah atau
segi saja.
Sedangkan lafal mutasyabih adalah artinya dapat dita’wilkan dalam beberapa arah atau
segi, Karena masih sama. Misalnya, seperti masalah surga, neraka, dan sebagainya.
4. Sebagian ulama berpendapat, bahwa lafal muhkam ialah lafal yang ma’qul maknanya
atau yang rasional artinya, yakni lafal yang artinya mudah diterima akal pikiran, seperti
lafal ‫( اقيمواالصلوة‬Dirikanlah shalat). Kalimat itu mudah di mengerti bahwa mendirikan
shalat itu wajib, karena diperintahkan Allah. Tetapi lafal mutasyabih ialah sebaliknya,
yaitu lafal yang tidak masuk akal, atau tidak mudah diterima akal pikiran. Contohnya
seperti waktu-waktunya shalat, jumlah rakaat tiap-tiap shalat, diwajibkannya puasa
hanya khusus di bulan Rhamadan dan sebagainya.

Jadi, jika semua definisi muhkam tersebut dirangkum, maka pengertian muhkam ialah
lafal yang artinya dapat diketahui dengan jelas dan kuat secara berdiri sendiri tanpa di
ta’wilkan karena susunan lafal atau kalimatnya tertib dan tidak musykil, karena
pengertiannya masuk akal sehingga dapat diamalkan karena tidak dinasakh. Sedangkan
pengertian mutasyabih ialah lafal Alquran yang artinya samar, sehingga tidak dapat
dijangkau akal manusia karena bisa dita’wilkan bermacam-macam sehingga tidak dapat
berdiri sendiri karena susunan tertibnya kurang tepat sehingga menimbulkan kesulitan
disebabkan penunjukan artinya tidak kuat sehingga cukup diyakini adanya saja dan tidak
perlu diamalkan, karena merupakan ilmu yang hanya dimonopoli Allah SWT.
2.2 Sebab-sebab Adanya Ayat Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih

Allah SWT sengaja menurunkan Al Quran kepada hamba-hamba-Nya agar ia menjadi


pemberi perigatan bagi alam semesta. Ia telah mengagariskan bagi mahluk-Nya akidah
yang benar dan prinsip-prinsip yang lurus dalam ayat-ayat yang tegas keterangannya dan
jelasciri-cirinya. Kita dapat mengatakan semua ayat Al Quran adalah muhkam, kalau yang
kita maksud dengan muhkam itu adalah kuat, kokoh, rapih susunanya dan sama sekali tidak
mengandung kelemahan baik dalam lafaz-lafaznya, rangkaian kalimatnya maupun
maknanya. Berdasarkan makna itulah Allah berfirman dalam surah Hud ayat 1. Kita pun
dapat pula mengatakan bahwa semua ayat Al-Quran mutasyabih, kalau mutasyabih itu
dimaksudkan sebagai kesamaan ayat-ayatnya dalam hal balaghah dan i’jaz serta dalam hal
sukaran membedakan mana bagian-bagian Al Quran yang lebih afdhal. Berdasarkan
pengertian itulah Allah berfirman dalam surah Az-Zumar ayat 23.
Secara tegas dikatakan bahwa sebab adanya ayat muhkamah dan mutasyabihat ialah
karena Allah SWT menjadikannya demikian itu. Allah SWT memisahkan atau
membedakan antara ayat-ayat yang muhkamat dari ayat yang mutasyabihat, dan
menjadikan ayat muhkamat sebagai bandingan ayat yang mutasyabihat.
Allah SWT berfirmandalam Q.S. Ali ‘Imron: 7
َ‫غ فَيَتَّبِعُونَ َمــا ت ٰ ََش ـبَه‬ٞ ‫زَي‬ ۡ ۡ‫ۖت فََأ َّما ٱلَّ ِذينَ فِي قُلُوبِ ِهم‬ٞ َ‫ب َوُأ َخ ُر ُمتَ ٰ َشبِ ٰه‬
ِ َ‫ت ه َُّن ُأ ُّم ۡٱل ِك ٰت‬ ٌ ‫ت ُّم ۡح َك ٰ َم‬ٞ َ‫ب ِم ۡنهُ َءا ٰي‬ َ َ‫ك ۡٱل ِك ٰت‬ َ ‫ي َأن َز َل َعلَ ۡي‬ ٓ ‫ه َُو ٱلَّ ِذ‬
‫ ّل ِّم ۡن ِعن ِد َربِّن َۗـا َو َمـا يَـ َّذ َّك ُر‬ٞ ‫ِم ۡنهُ ۡٱبتِغَٓا َء ۡٱلفِ ۡتنَ ِة َو ۡٱبتِغَٓا َء ت َۡأ ِويلِ ِۖۦه َو َما يَ ۡعلَ ُم ت َۡأ ِويلَ ٓۥهُ ِإاَّل ٱهَّلل ۗ ُ َوٱل ٰ َّر ِس ُخونَ فِي ۡٱل ِع ۡل ِم يَقُولُونَ َءا َمنَّا بِِۦه ُك‬
ِ َ‫وا ٱَأۡل ۡل ٰب‬
‫ب‬ ْ ُ‫ِإٓاَّل ُأوْ ل‬
Artinya: Dialah yang menurunkan al-kitab (Al Quran) kepadakamu. Diantara (isi)nya ada
ayat-ayat yang muhkamat itulah pokok-pokok isi Al Quran dan yang lain (ayat-ayat)
mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka
mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan
untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan
Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, “kami beriman kapada ayat-ayat
yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak ada yang mengambil
pelajaran (darinya) melainkan orang-orang yang berakal.
Dari ayat tersebut jelas Allah SWT berfirman bahwa Allah menurunkan Al Quran
yang didalamnya terdiri dari ayat-ayat muhkamat dan ada yang mutasyabihat. Telah
dijelaskan seperti diatas, dalam buku lain juga membahas yang sama bahwa Isu tentang
adanya ayat muhkam dan mutasyabih dilatar belakangi oleh ulama tafsir terhadap makna
Q.S. Hud ayat 1, Q. S. Az- Zumar ayat 23, Q. S. Ali Imran ayat 7. Al Quran merupakan
kitab yang muhkamat sebagaimana Q. S. Hud ayat 1:
ِّ ُ‫ا ٓل ۚر ِك ٰتَبٌ ُأ ۡح ِك َم ۡت َءا ٰيَتُهۥُ ثُ َّم ف‬
ٍ ِ‫صلَ ۡت ِمن لَّد ُۡن َح ِك ٍيم َخب‬
‫ير‬
Artinya: Alif Lam Ra, (Inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta
dijelaskan secara terperinci.
Karena ayatnya tersusun rapi dan urut, sehingga dapat dipahami umat dengan
mudah, tidak menyulitkan, dan tidak sama artinya karena maknanya mudah dicerna oleh
akal pikiran. Al-Quran merupakan kitab yang mutasyabihat sebagaimana Q. S. Az-Zumar
ayat 23, karena sebagian kandungannya serupa dengan sebagian yang lain dalam
kesempurnaan dan keindahanya, dan sebagiannya membenarkan sebagian yang lain serta
sesuai pula maknanya. Karena itu Al-Quran secara utuh memuat sisi muhkam dan
mutasyabihat.
ِ ۚ ‫ث ِك ٰتَبٗ ا ُّمتَ ٰ َشبِهٗ ا َّمثَانِ َي ت َۡق َش ِعرُّ ِم ۡنهُ ُجلُــو ُد ٱلَّ ِذينَ يَ ۡخ َشـ ۡونَ َربَّهُمۡ ثُ َّم تَلِينُ ُجلُــو ُدهُمۡ َوقُلُــوبُهُمۡ ِإلَ ٰى ِذ ۡكـ ِر ٱهَّلل‬
ِ ‫ٱهَّلل ُ نَ َّز َل َأ ۡح َسنَ ۡٱل َح ِدي‬
٢٣ ‫ُضلِ ِل ٱهَّلل ُ فَ َما لَ ۥهُ ِم ۡن هَا ٍد‬ ۡ ‫ٰ َذلِكَ هُدَى ٱهَّلل ِ يَ ۡه ِدي بِِۦه َمن يَ َشٓا ۚ ُء َو َمن ي‬
Artinya: Allah telah menurunkan perkataan yang baik (yaitu) Al Quran yang serupa
(mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut
kepada Tuhan-Nya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka waktu mengingat
Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-
Nya. Dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi
petunjuk baginya. (Q.S. Az-Zumar: 23).
Penyebab adanya ayat-ayat yang mutasyabihat dalam Al Quran antara lain
disebabkan oleh tiga faktor, yaitu:
1. Kesamaran Pada Lafal
Sebagian adanya ayat-ayat mutasyabihat Al Quran itu disebabkan karena
kesamaran pada lafal, baik lafal yang mufrad (lafal yang belum tersusun dalam kalimat)
ataupun yang sudah murakab (lafal yang tersusun dalam kalimat).
Sebab kesamaran lafal tersebut sebagai berikut:
a. Kesamaran Dalam Lafal Mufrad
Lafal mufrad artinya tidak jelas, baik disebabkan oleh lafalnya yang gharib (asing),
maupun mushtarak (bermakna ganda). Termasuk huruf al-muqatta’ah di awal surah.
1). Contoh kesamaran lafal mufrad yang gharib (asing)
Al Quran surah Abasa ayat 31
‫َو ٰفَ ِكهَ ٗة َوَأ ٗبّا‬
Artinya: Dan buah-buahan serta rumput-rumputan
Lafaz ‫ َأ ٗبّا‬jarang di jumpai dalam Al Quran (gharib), maka ayat tersebut dijelaskan pada
ayat berikutnya pada surah Abasa ayat 32,
ۡ‫َّم ٰتَعٗ ا لَّ ُكمۡ َوَأِل ۡن ٰ َع ِم ُكم‬
Artinya: Untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu

2). Contoh kesamaran lafal mufrad yang mushtarak (bermakna ganda)


Al Quran surah As- Saffat ayat 93
ِ ‫ض ۡر ۢبَا بِ ۡٱليَ ِم‬
‫ين‬ َ ۡ‫فَ َرا َغ َعلَ ۡي ِهم‬
Artinya: Lalu dihadapinya berhala-berhala itu sambil memukulnya dengan tangan
kanannya (dengan kuat)

b. Kesamaran Dalam Lafal Murakkab


Kesamaran dalam lafal murakkab itu desebabkan karena lafal-lafal yang
murakkab (lafal yang tersusun dalam kalimat) itu terlalu ringkas, terlalu luas, dan karena
susunan kalimatnya kurang tertib.
1). Contoh tasyabuh (kesamaran) dalam lafal murakkab terlalu ringkas.
Misalnya firman Allah Quran surah An-Nisa ayat 3
‫وا فَ ٰ َو ِحـ َدةً َأ ۡو َمــا‬ َ َ‫ـاب لَ ُكم ِّمنَ ٱلنِّ َسـٓا ِء َم ۡثن َٰى َوثُ ٰل‬
ْ ُ‫ث َو ُر ٰبَـ ۖ َع فَـِإ ۡن ِخ ۡفتُمۡ َأاَّل ت َۡعـ ِدل‬ َ ‫طـ‬ ْ ‫وا فِي ۡٱليَ ٰتَ َم ٰى فَٱن ِكح‬
َ ‫ُوا َما‬ ْ ُ‫وَِإ ۡن ِخ ۡفتُمۡ َأاَّل تُ ۡق ِسط‬
َ ِ‫َملَ َك ۡت َأ ۡي ٰ َمنُ ُكمۡۚ ٰ َذل‬
ْ ُ‫ك َأ ۡدن ٰ َٓى َأاَّل تَعُول‬
‫وا‬
Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamanakamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan
dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Yang demikian itu adalah lebihdekat kepada tidak berbuat aniaya.
Tentunya sukar untuk memahami terjemahan ayat tadi, karena takut tidak dapat
berlaku adil terhadap perempuan yatim, lalu mengapa disuruh mengawini wanita yang
baik-baik, dua, tiga, atau empat. Kesukaran itu terjadi karenan susunan ayat tersebut
terlalu singkat.
2). Contoh tasyabuh (kesamaran) lafal murakkab karena kurang tertib
Al Quran Surah Al-Kahfi ayat 1
َ َ‫ي َأن َز َل َعلَ ٰى ع َۡب ِد ِه ۡٱل ِك ٰت‬
‫ب َولَمۡ يَ ۡج َعل لَّ ۥهُ ِع َو َج ۜا‬ ٓ ‫ۡٱل َحمۡ ُد هَّلِل ِ ٱلَّ ِذ‬
Artinya: Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al-
Quran) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya.

2. Kesamaran Pada Makna Ayat


Kesamaran pada makna ayat seperti dalam ayat-ayat yang menerangkan sifat-sifat
Allah, seperti sifat Rahman Rahim-Nya, atau sifat Qudrat Iradat-Nya, maupun sifat-sifat
lainya. Dan seperti makna dari ihwal hari kiamat, kenikmatan surga, siksa kubur, dan
siksa neraka. Akal pikiran manusia tidak akan bisa menjagkau semua hal tersebut,
sehingga makna-maknanya sulit mereka tangkap. Bagaimana mengerti arti maksud
ayatnya, sedangkan mereka tidak pernah melihatnya.
Hal ini seperti hadits Nabi SAW:
Artinya: Sesungguhnya yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh
telinga, dan tidak pernah tergores dalam hati manusia.
Kesamaran dalam hal-hal tersebut bukan karena lafalnya, tetapi karena makna lafaznya
yang tidak terjangkau oleh akal pikiran manusia.

3. Kesamaran Pada Lafaz Dan Makna Ayat


Terkadang adanya ayat mutasyabihat terjadi disebabkan kesamaran dalam lafaz
dan makna ayat-ayat itu.
Contohnya, surah Al-Baqarah ayat 189:
ْ ‫ُورهَــا َو ٰلَ ِك َّن ۡٱلبِـ َّر َم ِن ٱتَّقَ ٰ ۗى َو ۡأتُـ‬
‫ـوا‬ ۡ ْ ُ‫س ۡٱلبِــرُّ بِـَأن تَـ ۡـأت‬
ِ ‫وا ٱلبُيُــوتَ ِمن ظُه‬ َ ‫اس َو ۡٱل َح ۗ ِّج َولَ ۡي‬
ِ َّ‫يت لِلن‬ ُ ِ‫ك ع َِن ٱَأۡل ِهلَّ ۖ ِة قُ ۡل ِه َي َم ٰ َوق‬
َ َ‫سَٔلُون‬
‍ۡ َ‫ي‬
ْ ُ‫ۡٱلبُيُوتَ ِم ۡن َأ ۡب ٰ َوبِهَ ۚا َوٱتَّق‬
َ‫وا ٱهَّلل َ لَ َعلَّ ُكمۡ تُ ۡفلِحُون‬
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah, “bulan sabit itu
adalah tanda-tanda bagi manusia dan (bagi ibadah haji)”; dan bukanlah kebajikan
memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan
orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan
bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.
Sebab kesamaran dalam ayat tersebut terjadi pada lafalnya, karena terlalu ringkas,
juga terjadi pula pada maknanya, karena termasuk adat kebiasaan khusus orang Arab.
Orang yang tidak mengerti adat-istiadat bangsa Arab pada masa jahililiah tidak akan
paham terhadap maksud ayat tersebut, sehingga dalam memahami ayat ini akan sulit bagi
orang-orang yang bukan termasuk orang Arab. Dan sejatinya ayat ini adalah
diperuntukkan untuk orang yang sedang melakukan ibadah baik haji maupun umroh.

2.3 Klasifikasi Ayat Mutasyabihat

Sesuai dengan sebab-sebab adanya ayat mutasyabihat dalam Al Quran, maka


macam-macam ayat mutasyabihat itu ada 3 macam, sebagai berikut:
1. Ayat-ayat mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat manusia, kecuali
Allah SWT. Contohnya seperti Dzat Allah SWT, hakikat sifat-sifat-Nya, waktu
datangnya hari kiamat, dan sebagainya. Hal-hal ini termasuk urusan-urusan ghaib yang
hanya diketahui Allah SWT. Seperti keterangan surah Al-An’am ayat 59:
Dan seperti isi surah Lukman ayat 34:
2. Ayat-ayat mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua orang dengan jalan
pembahasan dan pengkajian yang dalam. Contohnya seperti merinci yang mujmal,
menentukan yang musytarak, mengqayyidkan yang mutlak, menertibkan yang kurang
tertib, dan sebagainya.
3. Ayat-ayat mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan sains,
bukan oleh semua orang, apalagi orang awam. Hal-hal ini termasuk urusan-urusan
yang hanya diketahui oleh Allah SWT dan orang-orang yang rosikh (mendalam) ilmu
pengetahuannya, seperti keteranganayat 7 surah Ali Imran:
‫غ فَيَتَّبِ ُعــونَ َمــا‬ٞ ‫زَيـ‬ ۡ ۡ‫ۖت فََأ َّما ٱلَّ ِذينَ فِي قُلُــوبِ ِهم‬ٞ َ‫ب َوُأ َخ ُر ُمتَ ٰ َشبِ ٰه‬
ِ َ‫ت ه َُّن ُأ ُّم ۡٱل ِك ٰت‬ ٌ ‫ت ُّم ۡح َك ٰ َم‬ٞ َ‫ب ِم ۡنهُ َءا ٰي‬ َ َ‫ك ۡٱل ِك ٰت‬
َ ‫ي َأن َز َل َعلَ ۡي‬ ٓ ‫ه َُوٱلَّ ِذ‬
‫ ّل ِّم ۡن ِعن ـ ِد َربِّنَـ ۗـا‬ٞ ‫تَ ٰ َشبَهَ ِم ۡنهُ ۡٱبتِغَٓا َء ۡٱلفِ ۡتنَ ِة َو ۡٱبتِغَٓا َء ت َۡأ ِويلِ ِۖۦه َو َما يَ ۡعلَ ُم ت َۡأ ِويلَ ٓۥهُ ِإاَّل ٱهَّلل ۗ ُ َوٱل ٰ َّر ِس ُخونَ فِي ۡٱل ِع ۡل ِم يَقُولُونَ َءا َمنَّا بِِۦه ُكـ‬
ِ َ‫وا ٱَأۡل ۡل ٰب‬
٧‫ب‬ ْ ُ‫َو َما يَ َّذ َّك ُر ِإٓاَّل ُأوْ ل‬
Artinya: Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepadakamu. Di antara
(isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokokisi Al qur´an dan yang lain
(ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada
kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat
daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta´wilnya, padahal tidak
ada yang mengetahui ta´wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalami
lmunyaberkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu
dari sisi Tuhan kami". Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan
orang-orang yang berakal.

2.4 Perbedaan Pendapat Ulama Dalam Memahami Ayat Mutasyabihat

Persoalan dari Ulumu Al-Quran yang masih sering terdengar ialah mengenai
perselisihan menyangkut masalah ayat-ayat yang muhkam dan ayat-ayat yang
mutasyabih. Telaah dan perdebatan di seputar masalah ini telah banyak mengisi lembaran
khazanah keilmuan islam, terutama menyangkut penafsiran Al Quran. Ulama-ulama salaf
enggan menafsirkan ayat-ayat mutashabihat. Mereka hanya mengimani dan
mengamalkan apa yang Allah maksud di dalam Al Quran. Sedangkan dikalangan ulama
muta’akhirin berani menafsirkan maupun menakwilkan ayat-ayat mutasyabihat.
Sebagaimana terjadi perbedaan pendapat tentang pengartian muhkan dan
mutasyabih dalam arti khusus, perbedaan pendapat mengenai kemungkinan maksud ayat
yang mutasyabih pun tidan dapat dihindarkan. Sumber perbedaab pendapat ini
berpangkal pada masalah waqaf dalam ayat ‫وٱل ٰ َّر ِس ُخونَ فِي ۡٱل ِع ۡلم‬.
َ Apakah kedudukan lafaz ini
sebagai mubtada’ yang khabar-nya adalah َ‫يَقُولُون‬, dengan “wawu” diperakukan sebagai
huruf isti’naf (permulaan) dan waqaf dilakukan pada lafaz ُ ‫ َو َما يَ ۡعلَ ُم ت َۡأ ِويلَ ٓۥهُ ِإاَّل ٱهَّلل‬ataukah ia
ma’tuf, sedangkan lafaz َ‫ يَقُولُون‬menjadi hal dan waqaf-nya pada lafaz ‫ َوٱل ٰ َّر ِس ُخونَ فِي ۡٱل ِع ۡل ِم‬.
Pendapat ulama pertama diikuti oleh sejumlah ulama, diantaranya adalah Ubay
bin Ka’ab, Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abbas, sejumlah sahabat, tabi’in dan lainya. Mereka
beralasan antara lain, dengan keterangan yang diriwayatkan oleh Hakim dalam
mustadrak-nya, yang bersumber dari ibnu ‘Abbas, bahwa ia membaca
‫َو َما يَ ۡعلَ ُم ت َۡأ ِويلَ ٓۥهُ ِإاَّل ٱهَّلل ۗ ُ َوٱل ٰ َّر ِس ُخونَ فِي ۡٱل ِع ۡل ِم يَقُولُــونَ َءا َمنَّا‬

Dan dengan qira’at Ibnu Mas’ud: ‫وٱل ٰ َّر ِس ـ ُخونَ فِي ۡٱل ِع ۡل ِم يَقُولُــونَ َءا َمنَّا بِ ـ ِه‬Juga
َ dengan ayat itu
sendiri yang menyatakan celaan terhadap orang-orang yang mengikuti ayat mutasyabih,
dan mensifatinya sebagai orang-orang yang hatinya “condong kepada kesesatan dan
berusaha menimbulkan fitnah.”
Anggapan bahwa dalam Quran terdapata ayat yang hanya diketahui maknanya
oleh Allah telah muncul sejak masa-masa awal islam (masa shabat). Paling tidak
anggapan ini tampak ketka Muqatil (w. 150H / 767M) membedakan “tafsir” sebagai
suatu bentuk pemahaman atau penjelasan terhadap ayat-ayat yang dapat dipahami
maknanya oleh ulama, dan “ta’wil” sebagai suatu bentuk penafsiran terhadap ayat-ayat
yang maknanya hanya dapat dipahami oleh Allah.
Pendapat yang kedua (yang menyatakan “wawu” sebagai huruf ‘ataf) dipilih oleh
golongan yang lain, yang dipelopori oleh Mujahid. Golongan ini mengartikan ta’wil
menurut pengertian yang kedua, yakni tafsir, sebagaimana yang dikemukakan Mujahid.
Pendapat ini dipilih oleh An-Nawawi. Dalam sharh muslim-nya ia menigaskan, inilah
pendapat yang paling shahih, karena tidak mungkin Allah menyeru hamba-Nya dengan
sesuatu yang tidak dapat deketahui maksudnya oleh mereka.

2.5 Cara Menentukan Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih dan Contohnya

1. Para ulama berselisih pendapat dalam penentuan ayat-ayat yang masuk muhkamat dan
mutasyabihat, di antaranya:
a. Ayat-ayat muhkamat adalah ayat yang maksudnya dapat di ketahui,baik melalui
takwil maupun tidak. Sedangkan ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat yang maksudnya
hanya dapat diketahui oleh Allah, seperti tentang terjadinya hari kiamat, keluarga
Dajjal, dan potongan-potongan huruf pada awal surat (fawatih as-suwar).
b. Ayat-ayat muhkamat adalah ayat yang maknanya jelas, sedangkan ayat-ayat
mutasyabihat sebaliknya.
c. Ayat-ayat muhkamat adalah ayat yang tidak memunculkan kemungkinan-
kemungkinan sisi arti yang lain, sedangkan ayat-ayat mutasyabihat mempunyai
kemungkinan sisi arti yang banyak.
d. Ayat-ayat muhkamat adalah ayat yang maknanya dapat di pahami oleh akal, seperti
bilangan raka’at shalat, kekhususan bulan Ramadhan untuk pelaksanaan puasa wajib,
sedangkan ayat-ayat mutasyabihat sebaliknya. Pendapat ini di kemukakan oleh Al-
Mawardi.
e. Ayat-ayat muhkamat adalah ayat yang dapat berdiri sendiri (dalam pemaknaanya),
sedangkan ayat-ayat mutasyabihatbergantung pada ayat lain.
f. Ayat-ayat muhkamat adalah ayat yang maksudnya segera dapat di ketahui tanpa
penakwilan, sedangkan ayat-ayat mutasyabihat memerlukan penakwilan agar
diketahui maksudnya.
g. Ayat-ayat muhkamat adalah ayat yang lafazh-lafazhnya tidak berulang-ulang,
sedangkan ayat-ayat mutasyabihat sebaliknya.
h. Ayat-ayat muhkamat adalah ayat yang berbicara tentang kefarduan, ancaman, dan
janji, sedangkan ayat-ayat mutasyabihatberbicara tentang kisah-kisah dan
perumpamaan-perumpamaan.
i. Ibnu Abi Hatim mengeluarkan sebuah riwayat dari Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu
Abbas yang mengatakan bahwa ayat-ayat muhkamat adalah ayat yang menghapus
(nasikh), berbicara tentang halal-haram, ketentuan-ketentuan (hudud), kefarduan,
serta yang harus diimani dan diamalkan, sedangkan ayat-ayat mutasyabihat adalah
ayat yang dihapus (mansukh), yang berbicara tentang perumpamaan-perumpamaan,
sumpah, dan yang harus diimani tetapi tidak harus di amalkan.
j. Abd bin Hamid mengeluarkan sebuah riwayat dari Adh-Dhahak yang mengatakan
bahwa ayat-ayat muhkamat ayat yang tidak di hapus, sedangkan ayat-ayat
mutasyabihat adalah ayat yang dihapus.
k. Ibnu Abi Hatim mengeluarkan sebuah riwayat dari Muqatil bin Hayyan bahwa ayat-
ayat mutasyabihat adalah seperti alif lam mim, alif lam mim ra’, dan alif lam ra’.
l. Ibnu Abi Hatim mengatakam bahwa Ikrimah, Qatadah, dan yang lainnya mengatakan
bahwa ayat-ayat muhkamatadalah ayat yang harus diimani dan diamalkan, sedangkan
ayat-ayat mutasyabihata dalah ayat yang harus diimani, tetapi tidak harus diamalkan.
2. Contoh-Contoh Ayat Mutasyabihat

ۡ
ۡ ‫ش‬
‫ٱستَ َو ٰى‬ ِ ‫ٱلر َّۡح ٰ َمنُ َعلَى ٱل َع ۡر‬
Artinya: (Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ´Arsy. (Q.S.
Thaha:5)
ٌ ِ‫ع َم َع ٱهَّلل ِ ِإ ٰلَهًا َءا َخ ۘ َر ٓاَل ِإ ٰلَهَ ِإاَّل هُ ۚ َو ُكلُّ َش ۡي ٍء هَال‬
َ‫ك ِإاَّل َو ۡجهَ ۚۥهُ لَهُ ۡٱلح ُۡك ُم وَِإلَ ۡي ِه تُ ۡر َجعُون‬ ُ ‫َواَل ت َۡد‬

Artinya: Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apapun


yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap
sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nya-lah segala penentuan, dan hanya
kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. (Q.S. Al Qasas: 88)

‫َويَ ۡبقَ ٰى َو ۡجهُ َربِّكَ ُذو ۡٱل َج ٰلَ ِل َوٱِإۡل ۡك َر ِام‬

Artinya: Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan
kemuliaan. (Q.S. Ar Rahman: 27)

‫ك َم َحب َّٗة ِّمنِّي‬ ُ ‫ ّو لَّ ۚۥهُ َوَأ ۡلقَ ۡي‬ٞ ‫ ّو لِّي َو َعـ ُد‬ٞ ‫اح ِل يَ ۡأ ُخـ ۡـذهُ َعـ ُد‬
َ ‫ت َعلَ ۡيـ‬ َّ ِ‫ت فَ ۡٱق ِذفِي ِه فِي ۡٱليَ ِّم فَ ۡلي ُۡلقِـ ِه ۡٱليَ ُّم ب‬
ِ ‫ٱلسـ‬ ِ ‫َأ ِن ۡٱق ِذفِي ِه فِي ٱلتَّابُو‬
‫صنَ َع َعلَ ٰى ع َۡينِ ٓي‬
ۡ ُ‫َولِت‬

Artinya: Yaitu: "Letakkanlah ia (Musa) didalam peti, kemudian lemparkanlah ia


ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh
(Fir´aun) musuh-Ku dan musuhnya. Dan Aku telah melimpahkan kepadamu
kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah
pengawasan-Ku. (Q.S. Taha: 39)

ُ ۢ َّ‫ت َم ۡطـ ِو ٰي‬


‫ت بِيَ ِمينِ ۚـِۦه ُسـ ۡب ٰ َحنَهۥُ َوتَ ٰ َعلَ ٰى َع َّما‬ َّ ‫ضـتُ ۥهُ يَـ ۡـو َم ۡٱلقِ ٰيَ َمـ ِة َو‬
ُ ‫ٱلسـ ٰ َم ٰ َو‬ َ ‫ق قَ ۡد ِر ِهۦ َوٱَأۡل ۡرضُ َج ِميعٗـ ا قَ ۡب‬ ْ ‫َو َما قَ َدر‬
َّ ‫ُوا ٱهَّلل َ َح‬
َ‫ي ُۡش ِر ُكون‬

Artinya: Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang


semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat
dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha
Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan. (Q.S. Az Zummar: 67)
Mayoritas Ahlusunnah, diantaranya ulama salaf dan ahli hadits mengimani ayat-
ayat mutasyabihat dan menyerahkan maksudnya kepada Allah. Mereka tidak akan
mencoba menafsirkan ayat-ayat untuk sambil menyucikan Allah dari hakikat yang
nampak dari dzahir latazh.Ibnu Ash-Shalah mengatakan bahwa mahzhab salaf ini di
anut oleh generasi dan para pemuka umat islam yang pertama. Madzhab ini pulalah
yang di pilih oleh imam-imam dan para pembuka fiqih. Contoh lain dari ayat
mutasyabihat adalah lafaz-lafaz pembuka surah. Pendapat yang paling mashyur
mengatakan bahwa ayat-ayat seperti ini termasuk rahasia-rahasia yang hanya diketahui
Allah SWT.

2.6 Faedah Mempelajari Ayat-Ayat Muhkamat dan Mutasyabih

Dalam pembahasan ini perlu dijelaskan faedah atau hikmah dalam mempelajari ayat-
ayat muhkam lebih dahulu sebelum menerangkan faedah mepelajari ayat-ayat
mutasyabihat.
1. Hikmah Ayat-Ayat Muhkamat
a. Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya orang kemampuan bahasa Arabnya lemah.
Dengan adanya ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti maksudnya, sangat besar arti
dan faedahnya bagi mereka.
b. Memudahkan bagi manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga memudahkan bagi
mereka dalam menghayati makna maksudnya agar mudah mengamalkan pelaksanaan
ajaran-ajarannya.
c. Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan
Al-Quran, karena lafal ayat-ayatnya telah mudah diketahui, gampang dipahami, dan
jelas pula untuk diamalkan.
d. Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya,
karena lafal ayat-ayat dengan sendirinya sudah dapat menjelaskan arti maksudnya,
tidak harus menuggu penafsiran atau penjelasan dari lafal ayat atau surah yang lain.

2. Hikmah Ayat-Ayat Mutasyabihat


a. Memperlihatkan kelemahan akal manusia. Akal sedang dicoba untuk meyakini
keberadaan ayat-ayat mutasyabih sebagaimana Allah memberi cobaan pada badan
untuk beribadah. Seandainya akal yang merupakan anggota badan paling mulia itu
tidak diuji, tentunya seseorang yang berpengetahuan tinggi akan menyombongkan
keilmuannya sehingga enggan tunduk kepada naluri kehambaannya. Ayat-ayat
mutasyabih merupakan sarana bagi penundukan akal terhadap Allah karena
kesadaraannya akan ketidakmampuan akalnya untuk mengungkap ayat-ayat
mutasyabih itu.
b. Teguran bagi orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasybih. Sebagaimana
Allah menyebutkan wa ma yadzdzakkaru ila ulu al-albab sebagai cercaan terhadap
orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasyabih. Sebaliknya Allah memberikan
pujian bagi orang-orang yang mendalami ilmunya, yakni orang-orang yang tidak
mengikuti hawa nafsunya untuk mengotak-atik ayat-ayat mutasyabih sehingga mereka
berkata rabbana la tuzighqulubana. Mereka menyadari keterbatasan akalnya dan
mengharapkan ilmu ladunni.
c. Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia. Sebesar apapun usaha dan
persiapan manusia, masih ada kekurangan dan kelemahannya. Hal tersebut
menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah SWT, dan kekuasaan ilmu-Nya yang
Maha Mengetahui segala sesuatu.
d. Memperlihatkan kemukjizatan Al-Quran, ketinggian mutu sastra dan balaghahnya,
agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa kitab itu bukanlah buatan manusia biasa,
melainkan wahyu ciptaan Allah SWT.
e. Mendorong kegiatan mempelajari disiplin ilmu pengetahuan yang bermacam-macam.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Muhkam adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, tidak samar lagi dan tidak
menimbulkan pertanyaan jika disebutkan. Sedang mutasyabih adalah ayat-ayat yang maknanya
belum jelas.
Ulama berbeda pendapat dalam hal memahami ayat-ayat mutasyabih, yaitu antara bisa
tidaknya manusia memahami/memaknai ayat-ayat mutasyabihat.Sebab munculnya ayat muhkam
mutasyabih terbagi menjadi tiga tinjauan yaitu, Adanya kesamaran dalam lafadz, kesamaran
makna ayat dan kesamaran makna dan ayat.
Terdapat tiga macam ayat mutasyabih yaitu ayat yang tidak bisa difahami oleh manusia,
yang bisa difahami semua orang dengan pemahaman yang dalam dan ayat yang bisa difahami
oleh pakarnya saja.
Terdapat hikmah adanya ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat yang secara garis besar
masuk pada tataran pemahaman dan penggunaan logika akal.

3.2 Saran

Dalam memahami ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat tentunya akan menemui


perbedaan antara ulama satu dengan yang lainnya. Maka dari itu, kita sebagi mahasiswa tidak
sepantasnya saling salah menyalahkan pendapat satu dengan yang lainnya. Karena setiap
pendapat yang dikeluarkan oleh para ulamak tentunya semuanya memiliki dasar. Kita harus lebih
bijak dalam mengatasi perbedaan.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Risohon. Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia. 1999
As-Shalih, Subhi. Membahas Ilmu-Ilmu Al-Quran. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2001
Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Terjemahnya Al-Jumanatul Ali.
Bandung: CV Penerbit J-ART. 2004
Djalal, Abdul. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu. 2000
Musyafa’ah, Sauqiyah, DKK. Studi Al-Qur’an. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press.
2012
Thabathaba’i, Sayyid Muhammad Husain. Memahami Esensi Al-Quran. Jakarta: PT.
Lentera Basritama. 2003
http://ebdaaprilia.wordpress.com/2013/05/21/makalah-ulumul-quran-muhkam-
mutasyabih/ di akses 22 September 2014

Anda mungkin juga menyukai