Anda di halaman 1dari 17

AL MUHKAM WAL MUTASYABIH

Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah:


Ulumul Qur’an

Disusun oleh:

Emilia Sri Wulandari / 211162118

Fadhil Muhammad / 211162119

Gisriah Reski / 211162120

Dosen Pengampu: Dr. H. Ali Imran, MA

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR’AN JAKARTA
TAHUN AJARAN 2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa pula kami ucapkan
shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW semoga syafa’atnya mengalir
pada kita di hari akhir kelak.

Penulisan makalah mengenai “Al Muhkam Wal Mutasyabih” ini bertujuan untuk
memenuhi tugas dari bapak dosen Dr. H. Ali Imran, MA pada mata kuliah Ulumul Qur’an di
Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an. Selain itu, kami berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca tentang pembahasan ini.

Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada bapak Dr. H. Ali Imran, MA
selaku dosen mata kuliah Ulumul Qur’an. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang kami pelajari. Dalam pembuatan makalah ini,
kami sudah menyelesaikan dengan semaksimal mungkin, namun tidak menutup kemungkinan
terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini, untuk itu diperlukan kritik dan saran yang
bersifat membangun. Semoga laporan ini memberi manfaat bagi banyak pihak, demikian kami
mengucapkan terima kasih.

Jakarta, 07 Agustus 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. Latar Belakang .......................................................................................1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................2
C.Tujuan Penulisan ....................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN .......................................................................................2
A. Pengertian dari Muhkam dan Mutasyabih………………………………3
B. Sebab-sebab adanya Muhkam dan Mutasyabih…………………………5
C. Hal pokok mengenai ayat muhkamat dan mutasyabihat………………..8
D. Hikmah dan Nilai-Nilai Pendidikan dalam Muhkam-Mutasyabih……...8

BAB III. PENUTUP ................................................................................................12


A. Kesimpulan .............................................................................................12
B. Saran ......................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah menurunkan Al-Qur’an kepada hamba-Nya agar menjadi pemberi peringatan bagi
semesta alam. Melalui ayat-ayat yang keterangannya tegas dan ciri- cirinya jelas, Allah
menetapkan bagi umat manusia pokok-pokok agama untuk menyelamatkan akidah mereka dan
menerangkan jalan lurus yang harus mereka tempuh. Ayat-ayat tersebut adalah Ummul Kitab
yang tidak diperselisihkan lagi pemahamannya demi menyelamatkan umat Islam dan menjaga
eksistensinya.1
Berdasarkan hal tersebut, Al-Qur’an memuat apa yang dibutuhkan dalam seluruh aspek
kehidupan manusia, baik dalam urusan dunia maupun akhirat yang tujuan utamanya adalah
sebagai petunjuk bagi manusia dan sebagai pembeda antara yang haq dan yang batil. Meski
demikian, tidak semua ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an langsung dapat dipahami oleh
manusia atau muhkam yaitu hanya mempunyai makna tunggal saja, melainkan ada pula yang
mutasyabih, dimana untuk dapat mengetahui maksud penurunannya, ayat-ayatnya perlu
ditakwilkan.
Namun demikian, terdapat perbedaan pendapat di kalangan umat Islam terkait
pentakwilan tersebut, dimana tidak semuanya sepakat mengenai kebolehan menafsirkan ayat-
ayat yang mutasyabihat tersebut atau dengan kata lain melarangnya. Namun, dibalik kontroversi
yang timbul akibat perbedaan pendapat tersebut, maka dari itu mengantarkan pada pemahaman
terkait hikmah yang dapat dipetik pelajarannya dalam kehidupan manusia. Sebab, seperti yang
diketahui bahwa Allah tidaklah menciptakan segala sesuatu itu sia-sia. Karena itu, mencari
hikmah untuk menyingkap nilai-nilai pendidikan dari keberadaan ayat-ayat yang muhkam dan
mutasyabih dalam Al-Qur’an menjadi suatu hal yang penting.
Untuk memahami hal tersebut, maka terlebih dahulu kita harus memahami apa itu
muhkam dan mutasyabih, kemudian bagaimana kriteria dan pembagian ayat-ayat muhkamat dan
mutasyabihat, serta bagaimana pendapat para ulama dalam menyikapinya. Sehingga dapat
ditarik kesimpulan terkait hikmah serta nilai-nilai pendidikan akan keberadaan ayat muhkam
dan mutasyabih dalam Al-Qur’an yang dapat dijadikan pelajaran bagi manusia, dimana

1
Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Mudzakir, (Jakarta: PT Pustaka Litera
Antar Nusa, 2009) hal. 302

1
kesemuanya tersebut akan diuraikan dalam pembahasan ini yang diharapankan dapat membantu
kita dalam memahami kajian tentang muhkam dan mutasyabih.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Muhkam dan Mutasyabih?
2. Apa sebab-sebab adanya Muhkam dan Mutasyabih?
3. Apa saja Hal pokok mengenai ayat muhkamat dan mutasyabihat?
4. Bagaimana Hikmah dan Nilai-Nilai Pendidikan dalam Muhkam-Mutasyabih Al-Qur’an?

C.Tujuan
1. Agar mengetahui pengertian dari muhkam dan mutasyabih
2. Agar mengetahui sebab-sebab adanya muhkam dan mutasyabih
3. Agar mengetahui apa saja hal pokok mengenai muhkamat dan mutasyabihat
4. Agar mengetahui hikmah dan nilai-nilai pendidikan dalam muhkam-mutasyabih al-
Qur’an

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Umum Muhkam dan Mutasyabih


Ungkapan muhkam dan mutasyabih sering sekali disebutkan dalam Al-Qur’an
sehingga topik ini menjadi salah satu bagian penting untuk ditelaah. Pengertian muhkam dan
mutasyabih dalam perspektif ilmu Al-Qur’an adalah didasarkan pada Q.S Ali ‘Imran : 7 yang
artinya “Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepadamu (Muhammad). Di
antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok Kitab (Al Quran) dan yang
lain mutasyabihat…”
Dalam ayat di atas tampak dengan jelas, kata muhkamat dan mutasyabihat disebutkan
dalam satu ayat dan mempunyai arti khusus. Sekalipun demikian tampaknya para ulama tidak
bisa terlepas dari perbedaan pandangan dan pendapat, yang pada akhirnya menghasilkan
beberapa definisi dari muhkam dan mutasyabih dalam arti khusus ini.
Secara bahasa, muhkam artinya suatu ungkapan yang maksud makna lahirnya tidak
mungkin diganti atau diubah. Adapun mutasyabih adalah ungkapan yang maksud makna
lahirnya samar-samar.2
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Rabi’ bahwa dia berkata, “Ayat-ayat yang
muhkam adalah ayat-ayat yang berisi perintah dan larangan”. Dia meriwayatkan dari Ishaq
bin Suwaid bahwa Yahya bin Ya’mar dan Abu Fakhitah saling berdiskusi tentang ayat ini.
Abu Fakhitah berkata, ‘Permulaan surat-surat.” Yahya berkata “Hukum-hukum warisan,
perintah, larangan, dan yang menerangkan hal-hal yang halal”.3
Secara istilah, Muhammad Ibn ‘Ali ibn Muhammad al-Syawkani menyitir beberapa
pendapat ulama mengenai batasan muhkam dan mutasyabih, sebagai berikut:
1. Jahir ibn ‘Abdillah, al-Syu’bi dan al-Sauri mengatakan bahwa muhkam ialah ayat yang
diketahui takwilnya dan dipahami arti dan tafsirnya. Sedangkan mutasyabih ialah ayat yang
tidak ada jalan bagi manusia untuk mengetahui arti sebenarnya.
2. Ibn ‘Abbas berpendapat bahwa muhkam ialah ketentuan ayat nasikh, haram, halal, dan wajib
dan yang kami mengimami dan mengamalkannya. Mutasyabih ialah ayat yang kami meyakini

2
Al-Jurjani, At-Ta’rifat, (Jeddah: Ath-Thaba’ah wa An-Nasyr wa At-Tauzi, tt), hal 200 dan 205
3
Al-Itqan fi Ulumil Qur’an hal 89
3
dan tidak mengamalkannya. Muhkam yang mempunyai satu arti, sedangkan mutasyabih ialah
yang mempunyai banyak arti, dan apabila arti-arti tersebut dikemukakan pada satu arti dan
yang lain dibatalkan atau digagalkan, maka mutasyabih kemudian menjadi muhkam.
3. Ibn Mas’ud Qatadah, Rabi’ dan al-Dahak mengatakan bahwa muhkam ialah ayat nasikh,
sedangkan mutasyabih ialah ayat yang mansukh.
4. Mujahid dan Ibn Ishak, berpendapat bahwa muhkam ialah ayat yang tidak ada tafsiran dan arti
lainnya selain dari apa yang tertulis. Mutasyabih ialah ayat yang mempunyai tafsiran,
takwilan, dan arti lain. Muhkam ayat yang berdiri sendiri yang tidak membutuhkan penjelasan
yang lainnya. Mutasyabih ialah ayat yang bisa dikembalikan pada yang lainnya.
5. Al-Razi menyatakan bahwa muhkam ialah ayat yang tunjukan maknanya kuat, yakni pada
lafaz nas dan zahirnya. Sedangkan mutasyabih yang tujukan maknanya tidak kuat, yakni lafaz
mujmal (global), muawwal (yang perlu ditakwil) dan musykil (sulit dipahami).
Dari beberapa definisi tersebut pendapat yang terbaik menurut Ibn ‘Adiyah, ialah definisi
yang diberikan oleh Mujahid dan ibn Ishaq, yakni bahwa muhkam adalah ayat yang tidak ada
tafsirannya selain dari apa yan tersurat, sedang mutasyabih ialah sebaliknya.4
Hampir senada dengan pendapat di atas, Imam al-Nuhas mengatakan definisi yang terbaik
ialah pendapat yang mengatakan bahwa muhkam ialah ayat yang berdiri sendiri dan tidak
membutuhkan penjelasan dari yang lainnya, sedang mutasyabih ialah sebaliknya.5
Al-Zarqani berpendapat bahwa pada dasarnya beberapa definisi tersebut tidak
bertentangan bahkan diantaranya ada yang mempunyai kesamaan dan kedekatan maknanya. 6
Tapi, sekali pun demikian, tampaknya al-Zarqani tidak terlepas dari kecendrungannya
memandang bahwa pendapat al-Razi yang menyatakan bahwa muhkam ialah ayat yang
tunjukan maknanya kuat, yakni lafaz nas dan zahir. Sedangkan mutasyabih yang tujukan
maknanya tidak kuat, yaitu lafaz mujmal, muawwal, dan musykil. Kecendrungan al-Zarqani
ini tampaknya karena melihat pada masalah muhkam dan mutasyabih dari sudut pandang
kejelasan dan kesamaran arti suatu ayat yang dimaksud Allah dalam kalam yang diturunkan-
Nya. Oleh karenanya pendapat al-Razi dianggap sebagai definisi yang jami’ dan mani’.

4
Al-Syaukani
5
Ibid
6
Al-Zarqani h. 275
4
B. Sebab-sebab Adanya Muhkam dan Mutasyabih
Menurut mayoritas ulama, sebab adanya muhkamat dan mutasyabihat sebagaimana
ditegaskan dalam Al-Qur’an dalam surah Ali-Imran:7
ُ‫ه‬1‫هَ ِم ْن‬1َ‫ا ب‬11َ‫ونَ َم تَث‬1 ْ 1ُ‫ ُر ُمت َٰثبِ ٰهتٌ ۗ فَا َ َّماالَّ ِذيْنَ فِ ْي قُل‬1‫هُ ٰا ٰيتٌ ُّم ْح َكمٰ تٌ هُنَّ اُ ُّم ال ِك ٰت َب َواُ َخ‬1‫كَ ال ِك ٰت َب ِم ْن‬11‫ َز َل َعلَ ْي‬1‫ي اَ ْن‬
ْ 1‫ ٌغ فَيَتَّبِ ُع‬1‫وبِ ِه ْم َز ْي‬1 ْ ۤ ‫ُه َوالَّ ِذ‬
‫هّٰللا‬
ِ ‫س ُخ ْونَ فِى ا ْل ِع ْل ِم يَقُ ْولُ ْونَ ٰا َمنَّابِ ٖه ۚ َو َمايَ َّذ َّك ُرآِاَّل اُولُواااْل َ ْلبَا‬
‫ب‬ ِ ‫ا ْبتِ َغ ۤا َءا ْلفِ ْتنَ ِة َوا ْبتِ َغٓا َءتَْأ ِو ْيلِ ٖه ۚ َو َمايَ ْعلَ ُم تَْأ ِو ْيلَ ۤهُ اِاَّل ُُ ۘ َوال َّرا‬
Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat
yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat.
Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti
sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk
mencari-cari ta’wilnya, Padahal tideak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang
mutasyaabihaat, semuanya itu dari sis Tuhan kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran
(daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.
Selain itu untuk menandakan ayat-ayat muhkamat dapat diperhatikan pada susunan dan
tertib ayat yang rapi dan urut sehingga dapat dipahami dengan mudah, tidak menyulitkan dan
tidak samar artinya. Sedangkan sebab adanya mutasyabihat dalam Al-Quran dikarenakan
adanya kesamaran ayat pada lafal, makna, dan pada keduanya:
1. Kesamaran pada lafal bisa terjadi pada beberapa tempat, seperti:
a. Fawatihuswar, misalnya lafal-lafal yang berbentuk, ‫ ا ٓل ٰر‬،‫ص‬
ٓ ‫ ك ٰٓه ٰي ٓع‬،‫ا ٓل ّٓم‬
b. Lafal mufrat
Mutasyabihat pada lafal mufrad terjadi pada mufrat yang gharib (asing), misalnya QS.
Abasa: 31 ‫( َوفَا ِك َهةً َّواَبَّا‬dan buah-buahan serta rumput-rumput). Kata abban pada ayat
tersebut sulit dipahami karena jarang terdapat dalam Al-Quran, sehingga baru
dipahami dengan adanya ayat lain yang mendukung. Dengan demikian kejelasan
makna abban terdapat pada Abasa 32: ‫( َمتَاعًالَّ ُك ْم وَاِل َ ْن َعا ِم ُكم‬untuk kesenangan dan untuk
binatang-binatang ternakmu). Dan lafal musytarak (berganda makna), seperti dalam
surat Ash-Shafat : 93 ‫ض ْر بً ۢابِا ْليَ ِم ْي ِن‬
َ ‫( فَ َرا َغ َعلَ ْي ِهم‬lalu dihadapinya berhala-hala itu sambil
memukulnya dengan tangan kanannya (dengan kuat). Kata yamin yang disebutkan
pada ayat mengandung makna ganda (musytarak), bisa dimaknakan dengan sumpah
atau tangan kanan, namun keduanya cocok dengan maksud ayat, sehingga sulit
menentukan yang lebih cepat.

5
c. Lafal Murakkab (lafal yang tersusun dalam kalimat) Mutasyabihat pada lafal murakkab
ini dapat terjadi dikarenakan terlalu ringas, terlalu luas, atau susunan kalimat yang
kurang tertib. Adapun tasyabuh dalam lafal murakkab yang terlalu ringkas,
sebagaimana firman Allah SWT QS. An-Nisa : 3
ً ‫صد ُٰقتِ ِهنَّ نِ ْحلَةً ۗ فَاِنْ ِطبْنَ لَ ُك ْم عَنْ ش َْي ٍء ِم ْنهُ نَ ْف‬
‫سافَل ُكلُ ْو هُ َه ٓنِ ْيا ًء َّم ِر ْيا ًء‬ َ ِّ‫َو ٰاتُواالن‬
َ ‫سٓا َء‬
“Dan jika kamu taku tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka (kawinlah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya.”
Ayat tersebut sulit diterjemahkan karena takut tidak dapat berlaku adil terhadap
anak yatim, lalu kenapa disuruh kawin, dua, tiga, atau empat. Kesukaran terjadi pada
ayat ini karena penyebutan bilangan yang terlalu singkat.
Sedangkan tasyabuh lafal pada murakkab yang terlalu luas, seperti susunan kata
َ ‫ ِل‬11‫س َك ِم ْث‬
‫ ْيء‬11‫ش‬ َ ‫( لَ ْي‬tidak ada sesuatu apapun yang seperti-Nya). Musykilat pada ayat
tersebut karena mengulang-ulang kata yang menunjukkan pada mitsil. Akibatnya
kalimat tersebut menjadi samar karena sulit dipahami mkasudnya.
Adapun murakkab dari susunan yandak tertib, seperti firman Allah SWT surah Al-
Kahfi : 1-2
َ‫ش َرا ْل ُمْؤ ِمنِيْن‬
ِّ َ‫ش ِد ْيدًا ِّمنْ لَّ ُد ْنهُ َويُب‬ ً ‫ي اَ ْن َز َل َعلَی َع ْب ِد ِه ا ْل ِك ٰت َب َولَ ْم يَ ْج َع ْل لَّهُ ِع َو ًجا۝قَيِّ ًما لِّيُ ْن ِذ َر بَْأ‬
َ ‫سا‬ ْٓ ‫اَ ْل َح ْم ُدهَّلِل ِ الَّ ِذ‬
‫سنًا۝‬ َ ‫ت اَنَّ لَ ُه ْم اَ ْج ًرا َح‬ ّ ٰ ‫الَّ ِذيْنَ يَ ْع َملُ ْونَ ا‬
ِ ‫صلِ ٰح‬
“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al kitab (Al-
Quran) dan dia tidak mengadakn kebengkokn didalamnya; sebagai bimbingan yang
lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan
memberita berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan
amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik.”
Pengertian Allah tidak membengkokkan dalam Alquran dan menjadikannya
lurus, tentu merupakan hal yang sukar dipahami. Hal ini disebabkan dalam ayat
tersebut susunan kalimatnya kurang tertib.

6
2. Mutasyabihat dari segi makna ayat
Bentuk mutasyabihat dari segi makna ayat umumnya terjadi pada zat Allah, hakikat
sifat-Nya, tentang hari kiamat, kenikmatan surga dan neraka. Terjadinya mutasyabihat pada
persoalan tersebut karena ketidakmampuan akal manusia menelaahnya.
3. Mutasyabihat dari segala lafal dan makna
Bentuk mutasyabihat seperti ini dapat dilihat pada surah Al-Baqarah ayat 189:
‫س ا ْلبِ ُّربِاَنْ تَْأتُواا ْلبُيُ ْوتَ ِمنْ ظُ ُه ْو ِرهَا َولَ ِكنَّ ا ْلبِ َّر َم ِن ات َّٰق ۚى‬
َ ‫َولَ ْي‬
“Bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu
ialah kebajikan orang yang bertakwa”
Kesamaran dari segi lafal karena ayat tersebut menggunakan ungkapan yang sangat
ringkas. Sedangkan kesamaran yang terjadi pada makna karena ungkapan ayat tersebut
termasuk adat istiadat khusus orang Arab yang tidak muda diketahui bangsa lain.
Menurut As-Suyuti, Mutasyabihat dari aspek lafal dan makna terbagi menjadi 5
aspek, yaitu:
a. Aspek kuantitas (min jihadi al-kammiyah), seperti masalah umum dan khusus.
Contohnya QS. At-Taubah : 5
َ ‫ص ُر ْو ُه ْم َوا ْق ُعد ُْو الَ ُه ْم ُك َّل َم ْر‬
ۚ ‫ص ٍد‬ ْ ‫ث َو َج ْدتُ ُمو ُه ْم َو ُخ ُذ ْو ُه ْم َو ُخ ُذ ْو ُه ْم َو‬
ُ ‫اح‬ ُ ‫ش ُه ُرا ْل ُح ُر ُم فَا ْقتُلُواا ْل ُم ْث ِر ِكيْنَ َح ْي‬ َ ‫فَا ِ َذاا ْن‬
ْ َ ‫سلَ َخ ااْل‬
َ ‫ص ٰلو ةَ َو ٰاتَواال َّز ٰكوةَ فَ َخلُّ ْوا‬
‫سبِ ْيلَ ُه ْم‬ َّ ‫ق ُمو اال‬ َ َ‫فَاِنْ تَابُ ْوا َوا‬
“Apabila sudah habis bulan-bulan haram itu. Maka bunuhlah orang-orang musyrikin
itu dimana saja kamu jumpa mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan
intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan
menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
b. Aspek cara (min jihad al-kafiyah), seperti bagaimana acaranya melaksanakan
kewajiban agama atau kesunahannya. Contoh QS. Thaha : 14
c. Aspek waktu (min jihadi al-kafiyah), seperti batas sampai kapan melaksanakan sesatu
perbuatan. Contoh QS. Ali-Imran : 102
d. Aspek tempat (min jihadi al-makan), seperti penunjukkan tempat. Contoh QS. Al-
Baqarah : 189
e. Aspek syarat-syarat (min jihadi al-syurud) melaksanakan sesuatu kewajiban yang
samar, seperti bagaimana syarat sahnya shalat, puasa, haji, nikah, dan sebagainya.

7
C. Hal Pokok Mengenai Ayat Muhkamat-Mutasyabihat
Sebagian besar ilmuwan mengemukakan bahwa ada tiga hal penting, khususnya yang
berkaitan dengan ayat-ayat mutasyabihat, yaitu sebagai berikut:
1. Berkaitan dengan boleh tidaknya menakwilkan ayat-ayat mutasyabihat.
2. Seandainya diperbolehkan, lantas siapa saja yang boleh melakukan interpretasi terhadap
ayat-ayat tersebut.
3. Berkaitan dengan kriteria ayat mana yang dimasukan ke dalam ayat muhkamat,
sementara kalangan ulama yang menyatakan suatu ayat disebut ayat muhkamat,
sementara kalangan lain menyebutnya mutasyabihat. Salah satunya ayat menjelaskan atau
menggambarkan surga dan neraka.

Az-Zarkasyi, seperti yang dikutip Baljon, berpendapat bahwa yang termasuk kriteria ayat
muhkamat adalah jika ayat tersebut memiliki kaitan dengan kenyataan yang dapat dipahami
secara gamblang oleh akal manusia. Sedangkan ayat mutasyabihat adalah yang
mengharuskan kita melakukan penelitian yang mendalam untuk dapat memahami
maksudnya.

Ali ibn Abi Thalhah menyebutkan bahwa kriteria ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang
membatalkan ayat-ayat lain, ayat yang menghalalkan, ayat yang mengharamkan, ayat yang
mengandung ketentuan, ayat yang mengandung kewajiban serta ayat-ayat yang harus diimani
dan diamalkan.

Sedangkan ayat yang mutasyabihat adalah ayat yang telah dibatalkan, ayat yang telah
ditukarkan antara yang dahulu dengan yang kemudian, ayat yang berisi beberapa variable,
diimani tetapi tidak boleh diamalkan. Menurut Ar-Raghib as-Ashafahani, ada tiga macam
ayat-ayat yang tergolong mutasyabihat, yaitu berdasarkan segi lafalnya, segi maknanya, dan
disebabkan karena segi keduanya; makna dan sekaligus lafalnya.

D. Hikmah dan Nilai-Nilai Pendidikan dalam Muhkam-Mutasyabih Al-Qur’an


Al-Qur’an berfungsi sebagai bayan (penjelas) dan hudan (petunjuk) dimana didalamnya
memuat ayat yang tersurat atau muhkam. Selain itu, al-Qur’an juga berfungsi sebagai
mukjizat dan kitab sastra terbesar sepanjang sejarah manusia dimana didalamnya memuat ayat

8
yang tersirat atau mutasyabih yang tidak akan habis-habisnya untuk dikaji dan diteliti. Ayat-
ayat muhkamat dan mutasyabihat adalah dua hal yang saling melengkapi dalam al-Qur’an.7
Dari sini, dapat disimpulkan setidaknya ada tiga hikmah yang dapat diambil dari
persoalan muhkam dan mutasyabih tersebut, hikmah-hikmah itu adalah: Pertama, Andaikata
seluruh ayat al-Qur‟an terdiri dari ayat-ayat muhkamat, niscaya akan sirnalah ujian keimanan
dan amal lantaran pengertian ayat yang jelas. Kedua, Seandainya seluruh ayat al-Qur’an
mutasyabihat, niscaya akan lenyaplah kedudukannya sebagai penjelas dan petunjuk bagi
manusia. Orang yang benar keimanannya yakin bahwa al-Qur‟an seluruhnya dari sisi Allah,
segala yang datang dari sisi Allah pasti hak dan tidak mungkin bercampur dengan kebatilan.
Ketiga, dengan adanya ayat-ayat yang muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihat dalam al-
Qur’an, tentunya menjadikan umat Islam terus termotivasi untuk menggali berbagai
kandungannya yaitu bersedia membaca al-Qur’an dengan khusyu sambil merenung dan
berpikir sehingga mereka akan terhindar dari taklid.
Selain itu, dengan dikelompokkannya ayat-ayat al-Qur’an ke dalam kategori muhkamat
dan mutasyabihat ini manusia dapat belajar bagaimana Allah telah menjadikan al-Qur’an
sedemikian rupa untuk dipelajari dan dijadikan sebagai pedoman hidup. Melalui ayat-ayat
muhkam dan mutasyabih, umat Islam dituntut untuk lebih kritis lagi dalam memahami dan
menafsirkan ayat-ayat yang tedapat dalam al-Qur’an. Dan ini terbukti dengan banyaknya
ulama yang telah membahas tentang muhkam dan mutasyabih, baik dari segi definisi yang
berbeda- beda, keberadaan ayat-ayatnya dalam al-Qur’an serta kriteria dan pembagiannya,
hingga kontroversi seputar boleh dan tidaknya melakukan pentakwilan tehadap ayat-ayat yang
mutasyabihat.8
Demikianlah mereka berargumen untuk membenarkan pendapat mereka masing-masing.
Masing-masing dari mereka tentunya sama-sama mempunyai dalil yang kuat. Maka, sebagai
umat Islam kita hendaknya menghargai setiap pendapat yang ada, meskipun kita pada
akhirnya dituntut untuk memilih salah satu yang paling kuat dan relevan untuk saat ini.
Meskipun dalam hal ini penulis cenderung memilih pendapat yang menyetujui bahwa ayat-
ayat mutasyabihat dapat ditakwilkan, bukan berarti penulis mengabaikan kalangan yang

7
Siti Badiah, Hikmah dan Nilai-Nilai Pendidikan Adanya Ayat-Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat dalam Al-Qur’an,
Al-Dzikra Vol.XI No. 1, Januari-Juni 2017, hal. 120
8
Siti Badiah, Hikmah dan Nilai-Nilai Pendidikan…hal. 121
9
menolaknya. Itulah hikmah terbesar dari dijadikannya al-Qur’an dalam bentuk muhkam dan
mutasyabih.
Ketika hikmah ini kita kaitkan dengan dunia pendidikan, setidaknya Allah telah
mengajarkan tentang bagaimana cara menyikapi perbedaan yang terjadi dengan bijaksana
yaitu dengan saling menghargai seperti ajaran melalui muhkam dan mutasyabih dimana
terdapat perbedaan pendapat dari para ulama dalam menyikapinya namun bisa saling
menghargai setiap pendapat tersebut dengan tidak saling memusuhi. Maka dari itu dengan
perbedaan pendapat yang ada, mereka saling menguatkan dan melengkapi antara yang satu
dengan lainnya. Sebab, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap dari kita pastinya memiliki
perbedaan antara yang satu dengan lainnya.
Tidak hanya itu, dengan adanya muhkam dan mutasyabih dalam al- Qur’an, umat Islam
dituntut untuk semakin kritis dalam memahami maksud Tuhan yang tersembunyi dibalik ayat-
ayatnya. Dengan begitu, manusia akan memaksimalkan anugerah terbesar yang telah Tuhan
berikan kepadanya, yaitu akal untuk berfikir.
Selain hikmah tersebut diatas, adapun hikmah adanya ayat-ayat muhkam dan
mutasyabihat secara umum adalah sebagai berikut:
1. Hikmah Ayat-Ayat Muhkamat
a. Menjadi rahmat bagi manusia. Dengan adanya ayat-ayat muhkam yang sudah
jelas arti maksudnya, sangat berarti besar bagi mereka.
b. Memudahkan bagi manusia mengetahui dan menghayati arti dan maksudnya
sehingga umat mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya.
c. Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya,
karena lafal ayat-ayat sudah dapat menjelaskan arti yang dimaksud dengan
sendirinya, tidak harus menuggu penafsiran atau penjelasan dari lafal / ayat /
surah yang lain.9
2. Hikmah Ayat-Ayat Mutasyabihat
a. Memperlihatkan kelemahan akal manusia. Sebagaimana Allah memberi cobaan
pada badan untuk beribadah, akal juga dicoba untuk meyakini keberadaan ayat-
ayat mutasyabih agar seseorang yang berpengetahuan tinggi terhindar dari
menyombongkan keilmuannya sehingga ia tunduk kepada naluri kehambaannya.

9
Abdul Djalal, Ulumul Qur’an…hal 262-263
10
b. Agar dapat mengerti terjemahannya, menghayati maksudnya, mau tidak mau umat
manusia harus giat mempelajari ayat mutasyabihat dalam Al-Qur’an sehingga
dapat mempedomani isi ajarannya. Hal tersebut berarti menjadikan umat terus
termotivasi untuk giat belajar, tekun menalar, dan rajin meneliti.
c. Memperlihatkan kemukjizatan Al-Quran, ketinggian mutu sastra dan
balaghahnya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa kitab itu bukanlah
buatan manusia biasa, melainkan ciptaan Allah SWT.
d. Mendorong kegiatan mempelajari disiplin ilmu pengetahuan yang bermacam-
macam. Sebab, orang-orang yang akan mempelajari ayat-ayat mutasyabihat dalam
Al-Qur’an harus mempelajari beberapa disiplin ilmu lain yang terkait dengan
berbagai isi ajaran Al-Qur’an yang bermacam-macam.10

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa muhkam adalah ayat-ayat yang
maknanya sudah jelas, tidak samar lagi. Adapun mutasyabih adalah ayat-ayat yang maknanya
10
Abdul Jalal, Ulumul Qur’an…hal 265-266
11
belum jelas sehingga memerlukan pentakwilan untuk mengetahui maksudnya. Al-Qur’an
berfungsi sebagai bayan (penjelas) dan hudan (petunjuk) dimana didalamnya memuat ayat yang
tersurat atau muhkam. Selain itu, al-Qur’an juga berfungsi sebagai mukjizat dan kitab sastra
terbesar sepanjang sejarah manusia dimana didalamnya memuat ayat yang tersirat atau
mutasyabih yang tidak akan habis- habisnya untuk dikaji dan diteliti. Ayat-ayat muhkamat dan
mutasyabihat adalah dua hal yang saling melengkapi dalam al-Qur’an.
Namun demikian, terdapat perbedaan pendapat di kalangan umat Islam terkait
pentakwilan tersebut, dimana tidak semuanya sepakat mengenai kebolehan menafsirkan ayat-
ayat yang mutasyabihat tersebut atau dengan kata lain melarangnya. Namun, dibalik kontroversi
yang timbul akibat perbedaan pendapat tersebut, justru mengantarkan pada pemahaman terkait
hikmah yang dapat dipetik pelajarannya dalam kehidupan manusia.
Ketika hikmah ini kita kaitkan dengan dunia pendidikan, setidaknya Allah telah
mengajarkan tentang bagaimana cara menyikapi perbedaan yang terjadi dengan bijaksana yaitu
dengan saling menghargai seperti ajaran melalui muhkam dan mutasyabih dimana terdapat
perbedaan pendapat dari para ulama dalam menyikapinya namun bisa saling menghargai setiap
pendapat tersebut dengan tidak saling memusuhi. Justru dengan perbedaan pendapat yang ada,
mereka saling menguatkan dan melengkapi antara yang satu dengan lainnya. Sebab, tidak dapat
dipungkiri bahwa setiap dari kita pastinya memiliki perbedaan antara yang satu dengan lainnya.
Tidak hanya itu, dengan adanya muhkam dan Mutasyabih dalam al-Qur‟an, umat Islam dituntut
untuk semakin kritis dalam memahami maksud Tuhan yang bersembunyi dibalik ayat-ayatnya.
Dengan begitu, manusia akan memaksimalkan anugerah terbesar yang telah Tuhan berikan
kepadanya, yaitu akal untuk berfikir.

E. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini. Semoga Makalah ini berguna bagi penulis khususnya dan pembaca pada
umumnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin al-Suyuthi, al-Itqan fi ‘Ulum al-Quran, Juz I (Beirut : dar al-Fikr, 1979)

Ulumul Qur’an II, Imam Suyuthi, Indiva Pustaka. Cetakan Pertama,2009

13
Abd al-’Azim al-Zarqani, Manahil al-’Irfan fi ‘Ulum al-Quran, (Kairo : ‘Isa al-Babi al-Halabi,
t.th)

Manna’ Khalil al-Qaththan, Mabahits Fi ‘Ulum al-Qur’an, Cet. III (Riyadh: Mansyurat al-‘Ashr
al-Hadits, 1973M/1393H)

Al-Qattan.2000.manna Mabahits. Fi ulum Al-Qur’an.cet. ke-3. Riyadh: Makhtabah ma’arif

Az-Zarkasy, Muhammad bin Abdillah.1957. Al-Burhan fi Ulum fi Qur,an.cet ke-1. Beirut: Dar
al MA’rif.

Az-Zarkani,Muhammad bin Al-Baqi.1411 H. Syarh Az-Zar qaniAla Muwattha.juz II. Beirut: Dar
Al- Kutub

Abdul Hamid Lc.MA, Pengantar Ulumul Qur’an,Prenadamedia Grup. Cek ke-1: 2016 Jakarta

Pengantar ‘Ulumul Qur’an Dan ‘Ulumul Hadis/DR. Abdul Wahid, M.Ag dan Muhammad Zaini,
M.Ag; Banda Aceh, Penerbit PeNA, 2016

Diah Rusmala Dewi, Ghamal Sholeh Hutomo, Volume 2, Nomor 1, Januari 2020 dalam
ejournal.stitpn.ac.id

14

Anda mungkin juga menyukai