Makalah Disusun Sebagai Tugas Pada Mata Kuliah Ulumul Qur’an III
Disusun oleh:
Shopia Soleha (22212076)
Siti Nuraulia (22212086)
Wahdah Shinta Nurdinina (22212097)
Dosen Pengampu:
Dr. Sofian Effendi, S.Th.i, MA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayat-Nya
sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul “Muhkam dan
Mutasyabihat”. Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Ulumul Qur’an III, serta menambah ilmu pengetahuan bagi penulis sendiri.
Kami mengucapkan terimakasih kepada bapak Dr. Sofian Effendi, S.Th.i, MA.
sebagai dosen mata kuliah Ulumul Qur’an III karena telah mempercayai kami dalam
memaparkan materi ini. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan kepada teman-teman
serta untuk penulis sendiri. Penulis berharap makalah ini dapat diterima walaupun ada kurang
dan salahnya. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karna itu saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perbedaan yang timbul dalam agama Islam merupakan hal yang wajar dan bukan
sebuah pertentangan dalam ajaran. Ada beberapa hal yang menyebabkan hal tersebut.
seperti perbedaan pemahaman makna sebuah ayat. Oleh karena itu, untuk memahami
ayat-ayat Al-Quran diperlukan pengetahuan yang cukup. Termasuk di dalamnya ilmu
asbabul nuzul atau alasan diturunkannya suatu ayat. Selain itu, untuk memahami ayat-
ayat Al-Quran secara komprehensif, diperlukan juga pemahaman terhadap ayat-ayat
mutasyaabihat dan muhkamat. Namun tentunya harus terlebih dahulu memahami
perbedaan ayat mutasyaabihat dan ayat muhkamat.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
4
BAB II
PEMBAHASAN
Muhkam secara etimologi berarti "mencegah", yakni mencegah se- suatu dari
kezaliman. Muhkam secara istilah mempunyai banyak definisi, yang dapat
disimpulkan menjadi dua definisi: (1) Suatu ungkapan yang sudah jelas dan tegas
kandungan maknanya, ser- ta berdiri sendiri tanpa memerlukan penjelasan di luar
dirinya, dan (2) Suatu lafaz yang tidak mengandung keraguan dari segi kandungan
maknanya. Ini seperti apa yang disyaratkan menurut pengertian lughawi tersebut di
atas.
Mutasyabih secara etimologi berarti keserupaan sesuatu de- ngan sesuatu yang
lain dari segi warna, sifat, dan lain-lain. Kedua- nya mirip dan serupa. Mutasyabih
secara istilah begitu banyak pengertiannya, namun dapat diringkas menjadi empat
definisi yang saling berdekatan, antara lain: (1) Suatu lafaz yang tidak jelas
maknanya, karena ia lafaz musy- tarak (satu lafaz banyak makna) atau karena
mengandung arti global (garis besar), atau karena hal lain.(2) Suatu lafaz yang
kandungan maknanya tidak berdiri sendiri, tetapi membutuhkan penjelasan lain di
luar dirinya.(3) Suatu lafaz yang teramat sulit ditafsirkan maknanya karena
menyerupai hal lain di luar dirinya. (4) Suatu lafaz yang pada lahiriahnya tidak
mengemukakan apa yang dikehendaki atau apa yang dimaksudkan. Sesungguhnya
keempat definisi mutasyabih itu hanya berki- sar pada satu makna saja, di mana ia
tidak berdiri sendiri tetapi memerlukan penjelasan di luar dirinya. 1
Telah diperselisihkan pada apa yang dimaksud dengan yang muhkam dan
yang mutasyabih itu menjadi beberapa pendapat.
1. Ada yang mengatakan bahwa yang muhkam adalah yang diketahui maksudnya,
baik karena kejelasannya atau melalui penakwilan. Sedangkan yang mutasyabih
adalah yang hanya diketahui maknanya oleh Allah, seperti terjadinya hari kiamat,
keluarnya Dajjal, hurufhuruf yang terputus-putus yang terdapat pada awal surat-
surat.
1
Salman Harun, Kaidah-Kaidah Tafsir, 1st ed. (Jakarta Selatan: PT Qaf Media Kreativa, 2020).
5
2. Ada yang mengatakan bahwa yang muhkam adalah yang telah jelas maknanya dan
yang mutsyabih adalah antonimnya.
3. Ada yang mengatakan bahwa yang muhkam adalah yang hanya dapat ditakwilkan
dengan satu penakwilan saja dan yang mutasyabih adalah yang mungkin
ditakwilkan dengan beberapa takwil.
4. Ada yang mengatakan bahwa yang muhkam adalah yang logis maknanya
sedangkan yang mutasyabih adalah antonimnya, seperti jumlah bilangan shalat,
pengkhususan bulan Ramadan sebagai bulan yang diwajibkan untuk berpuasa,
bukan Sya’ban. Ini adalah pendapat al-Mawardi.
5. Ada yang mengatakan bahwa yang muhkam adalah yang berdiri sendiri sedangkan
yang mutasyabih adalah yang tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus dikembalikan
kepada yang lainnya.
6. Ada yang mengatakan bahwa yang muhkam adalah yang takwilnya penurunannya
dan yang mutasyabih adalah yang tidak dapat diketahui kecuali dengan takwil.
7. Ada yang mengatakan bahwa yang muhkam adalah yang tidak berulangulang
lafadz-lafadznya dan yang mutasyabih adalah antonimnya.
8. Ada yang mengatakan bahwa yang muhkam adalah hukum-hukum.2
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas
bahwa dia berkata, “Ayat-ayat yang muhkam adalah yang menasakh, yang
menjelaskan yang halal, haram, hukum-hukum had, hukumhukum warisan, apa yang
harus diimani dan apa yang harus diamalkan. Sedangkan ayat-ayat yang mutasyabih
adalah yang mansukh, yang didahulukan, yang diakhirkan, perumpamaan-
perumpamaannya, sumpahsumpahnya, dan apa yang harus diimani, tetapi tidak harus
diamalkan”.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Rabi’ bahwa dia berkata, “Ayatayat yang
muhkam adalah ayat-ayat yang berisi perintah dan larangan.”
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur yang lainnya dari Ibnu Abbas bahwa dia
berkata tentang firman Allah فيه آية محكمات, “Dari sini sampai tiga ayat berikutnya,
yaitu ( قُ ْل ت َ َع َل ْوKatakanlah, ‘Kemarilah’) dan dari sini sampai tiga ayat berikutnya,
yaitu ضى َرب َُّك ا َ اَّل ت ْعبُد ُوا ِإ اَّل اِيااه
َ ( َوقDan Tuhanmu telah memerintahkan agar kalian tidak
menyembah kecuali hanya kepadaNya)(QS. al-Isra’: 23).
2
Imam Suyuthi, Ulumul Qur’an II (Al-Itqan Fi Ulumil Qur’an), pertama (Solo: Indiva Pustaka, 2009).
6
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Muqatil bin Hayyan bahwa dia berkata, “Ayat-
ayat yang mutasyabih seperti yang kami dengarkan adalah: المص, المر, الر, ”الم.
Ibnu Abi Hatim berkata, “Telah diriwayatkan dari Qatadah, Ikrimah, dan yang
lainnya bahwa ayat yang muhkam adalah yang diamalkan dan yang mutasyabih
adalah yang harus diimani dan tidak diamalkan.”3
C. Macam Mutasyabihat.
Mutasyabih secara global dibagi menjadi tiga, yaitu mutasyabih dari sisi
lafadz saja, mutasyabih dari sisi makna saja, dan mutasyabih dari kedua sisi itu. Ayat
yang mutasyabih dari sisi lafadz saja ada dua macam. Pertama, kembali kepada
lafadz-lafadz yang berdiri sendiri (mufrad),baik karena ditinjau dari sisi bahwa kata
itu asing seperti kata: dan kata: atau karena kata itu adalah muystarak, seperti
kata: االبdan يزفونatau karena kata itu adalah muystarak, seperti kata: اليدdan kata:
اليمني.
Kedua, kembali kepada susunan kalimat dan ini dibagi menjadi tiga macam,
yaitu:
a. Untuk meringkas pembicaraan, seperti:
ۤ ِ ِ
َ اب لَ ُك ْم ِم َن النِ َسا ِء َمثْ ٰٰن َوثُ ٰل
ث َوُربٰ َعۚ فَِا ْن ِخ ْفتُ ْم اَاَّل ِ ِ
َ ََوا ْن خ ْفتُ ْم اَاَّل تُ ْق سطُْوا ِِف الْيَ ت ٰٰمى فَانْك ُح ْوا َما ط
ۗ
ْ تَ ْع ِدلُْوا فَ َو ِاح َدةً اَ ْو َما َم لَ َك
َ ِت اَْْيَانُ ُك ْمۗ ٰذل
ك اَ ْد ٰىٰن اَاَّل تَ عُ ْولُْوا
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap [hak-hak] perempuan
yatim [bilamana kamu mengawininya] maka kawinilah wanita-wanita [lain] yang
kamu senangi”. (QS. an-Nisa’: 3).
ۡ ۡ
b. Untuk memanjangkan pembicaraan, seperti: شۡی ء س َك ِمث لِ ِهۦ
َ َ ࣱۖلَي ( tidak ada sesuatu
pun yang serupa dengan Dia) (QS. asy-Syura: 11). Jika dikatakan: maka akan
lebih jelas bagi pendengarnya.dengan diadengan Dia) (QS. asy-Syura: 11). Jika
ۡ ۡ
dikatakan: شۡی ء س َك ِمث لِ ِهۦ
َ َ ࣱلَي
ۖ maka akan lebih jelas bagi pendengarnya.
3
Imam Suyuthi.
7
c. Karena adanya tuntutan dari susunan suatu pembicaraan, seperti:
ٰب َوََلْ ََْي َع ْل لاهٗ ِع َو ًجا ۖ قَ يِ ًما ِ ِِ ٰ اَ ْْلَ ْم ُد ِِٰلِل الا ِذ ْى
َ ي اَنْ َز َل َع لى َع ْبده الْكت
“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya AlKitab (Al-
Qur’an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya, sebagai
bimbingan yang lurus” (QS. al-Kahfi: 1-2).
Perkiraan dari ayat ini adalah “segala puji bagi Allah yang telah menurunkan
kepada hamba-Nya Al-Kitab (Al-Qur’an) sebagai bimbingan yang lurus dan Dia
tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya”.
Ayat yang mutasyabih ditinjau dari sisi makna adalah sifat-sifat Allah dan sifat-
sifat hari kiamat karena sifat-sifat itu tidak dapat kita gambarkan. Kita tidak akan
dapat menggambarkan sesuatu selama kita tidak dapat mengindranya atau yang
sejenis dengannya. Bagian ini terdiri dari lima macam, yaitu: Pertama, dari sisi
ِ فَاقْتُ لُوا ال
banyaknya, seperti yang umum dan yang khsusus, misalnya ayat: َ ْ ْم ْش ِرك
ي ُ
(maka bunuhlah orang-orang yang musyrik itu) (QS. at-Taubah: 5).
Kedua, dari sisi cara, seperti yang wajib dan yang sunah, misalnya pada
ۤ
firman Allah: ٗسا ء ِ
َ الن اب لَ ُك ْم ِم َن ِ
َ َفَانْك ُح ْوا َما ط (maka kawinilah wanita-wanita [lain]
ayat: ٗتُ ٰقىتِه اتا ُقوا ٰالِلَ َح اق (bertakwalah kalian kepada Allah dengan takwa yang
8
Orang yang tidak mengetahui kebiasaan mereka pada masa jahiliah tidak dapat
menafsirkan ayat-ayat ini. Kelima, dari sisi syarat yang merupakan kunci sah atau
tidaknya suatu perbuatan, seperti syarat-syarat shalat dan nikah.4
4
Imam Suyuthi.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muhkam secara etimologi berarti "mencegah", yakni mencegah se- suatu dari
kezaliman. Muhkam secara istilah mempunyai banyak definisi, yang dapat disimpulkan
menjadi dua definisi Mutasyabih secara etimologi berarti keserupaan sesuatu dengan
sesuatu yang lain dari segi warna, sifat, dan lain-lain. Kedua- nya mirip dan serupa.
Mutasyabih secara istilah begitu banyak pengertiannya, namun dapat diringkas menjadi
empat definisi yang saling berdekatan.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas bahwa
dia berkata, “Ayat-ayat yang muhkam adalah yang menasakh, yang menjelaskan yang
halal, haram, hukum-hukum had, hukumhukum warisan, apa yang harus diimani dan apa
yang harus diamalkan. Sedangkan ayat-ayat yang mutasyabih adalah yang mansukh, yang
didahulukan, yang diakhirkan, perumpamaan-perumpamaannya, sumpahsumpahnya, dan
apa yang harus diimani, tetapi tidak harus diamalkan”. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari
Rabi’ bahwa dia berkata, “Ayatayat yang muhkam adalah ayat-ayat yang berisi perintah
dan larangan.”
Mutasyabih secara global dibagi menjadi tiga, yaitu mutasyabih dari sisi lafadz saja,
mutasyabih dari sisi makna saja, dan mutasyabih dari kedua sisi itu.
B. Saran
Dari makalah yang kami bahas di atas mungkin banyak sekali terhadap kesalahan dan
kekurangan baik itu di segi tulisan, kalimat dan bahasa. Oleh scbab itu mohon kritikan
dan sarannya yang bersifat membangun agar pembuatan makalah selanjutnya lebih baik
lagi.
10
DAFTAR PUSAKA
Imam Suyuthi. Ulumul Qur’an II (Al-Itqan Fi Ulumil Qur’an). Pertama. Solo: Indiva
Pustaka, 2009.
Salman Harun. Kaidah-Kaidah Tafsir. 1st ed. Jakarta Selatan: PT Qaf Media Kreativa, 2020.
11