Anda di halaman 1dari 14

HADIST MU’DHOL DAN HADIST MURSAL

DISUSUN OLEH:

NUR’AIN ( 34.19.0297 )

SITI ROKAYAH ( 34.19.0309 )

YULY TRIASTUTI ( 34.19.03

PROGRAM STUDI DIPLOMASI III FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL

YOGYAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

‫الحمد هللا رب العالمين وب ه نس تعين و على ام ور ال دنيا و ال دين و الص الة و الس الم على أش رف األنبي اء و‬
‫المرسلين وعلى اله و صحبه اجمعين اما بعد‬
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat
serta ni’mat kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan Makalah farmasetika Dasar
yang berjudul “HADIST MU’DHOL DAN HADIST MURSAL ”.

Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang
membantu terselesaikannya makalah ini yaitu kepada ibu dosen serta rekan-rekan yang telah
banyak membantu baik pemikiran maupun semangat yang membuat penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.

Semoga Allah yang Maha Esa membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada
penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat dibutuhkan oleh penulis.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkopenten
dan semoga makalah ini dapat diterima dan disetujui.

Yogyakarta, 19 MARET 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I..........................................................................................................................................................2
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................2
A. LATAR BELAKANG.....................................................................................................................2
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................................................3
C. TUJUAN.........................................................................................................................................3
BAB II.........................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................4
1. HADIST MU’DHOL.......................................................................................................................4
a. Definisi hadits Mu'dhal................................................................................................................4
b. Contoh Hadits Mu'dhal................................................................................................................4
c. Hukum Hadits Mu’dhal...............................................................................................................5
d. Berkumpulnya hadits Mu’dhal dengan hadits Mu’allaq..............................................................5
e. Kitab-kitab yang Memuat Hadits Mu’dhal..................................................................................5
2. HADIST MURSAL.........................................................................................................................6
a. Definisi hadist mursal..................................................................................................................6
b. Bentuk Hadits Mursal..................................................................................................................8
c. Contoh Hadits Mursal..................................................................................................................8
d. Hadits Mursal Dalam Pandangan Ulama Ahli Fiqh dan Ushul Fiqh............................................9
e. Hukum Hadits Mursal..................................................................................................................9
f. Mursal Shahabi..........................................................................................................................10
g. Hukum Mursal Shahabi.............................................................................................................10
h. Hukum mursal tabi’in................................................................................................................11
i. Kitab – Kitab Yang Memuat Hadits Mursal...................................................................................11
BAB III......................................................................................................................................................12
PENUTUP.................................................................................................................................................12
A. KESIMPULAN.............................................................................................................................12
B. SARAN.........................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hadis ataupun sunnah Rasul merupakan pedoman dan tuntunan bagi umat islam
setelah Al-quran. Mempelajari hadist adalah kewajiban seorang muslim. Sebagai orang
yang mengakui cinta Rasulullah, tentu kita berusaha semaksimal mungkin untuk
semangat mempelajari sabda-sabda Rasulullah SAW. Nabi Muhammad Shallallahu
Alaihi Wasallam bersabda, yang artinya:
“Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang
kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya”. 1 Rasulullah juga
memberi motivasi bagi umatnya untuk mendengar dan meriwayatkan hadits.
Sebagaimana yang disebutkan dalam sabdanya: ً ‫ فرب حامل‬،‫سمع منا حديثا فحفظه حىت يبلغه غريه‬
‫ نرض اهل ل ام رأ ورب حام ل فق ه ليس بفقيه‬،‫فقه إىل من هو أفقه منه‬. Dari Zaid bin Tsabit radhiallahu
‘anhu berkata: saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Semoga Allah memberikan nudlrah (cahaya di wajah) kepada orang yang mendengarkan
sabdaku lalu ia memahaminya, menghafalnya dan menyampaikannya. Berapa banyak
orang yang membawa fiqih kepada orang yang lebih faqih darinya, ada tiga perkara yang
tidak akan dengki hati muslim dengannya: mengikhlaskan amal karena Allah, menasehati
pemimpin kaum muslimin dan berpegang kepada jama’ah mereka karena do’a mereka
meliputi dari belakang mereka”.
Ilmu Hadis adalah ilmu tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui kondisi sanad
dan matan4 Namun yang jadi permasalahan adalah ternyata disana banyak sekali hadits-
hadits dha’if yang tidak bisa dijadikan hujjah. hadis dhoif Yaitu apabila tidak terkumpul
sifat-sifat (yang menjadikannya dapat) diterima (shahih), karena hilangnya salah satu dari
syarat-syarat (hadis sahih) yang meliputi memiliki sanad hingga kepada Nabi saw,
rawinya ‘adil dan dhabith, tidak mengandung syadz, dan tidak ada illah. Apabila hilang
syarat yang pertama, maka hadis itu tidak bisa dinisbahkan kepada Nabi saw, melainkan
disandarkan kepada shahabat, tabi’in atau tabi’ tabi’in, sesuai dengan nama yang
tercantum di dalam sanad tersebut. Apabila tidak terpenuhi syarat kedua, maka hadis itu
dinamakan mursal.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan hadist mu’dhol?
2. Apa contoh hadist mu’dhol?
3. Bagaimana hukum hadist mu’dhol?
4. Apa saja kitab-kitab yang memuat hadist mu’dhol?
5. Apa yang dimaksud dengan hadist mursal?
6. Bagaimana bentuk hadist mursal?
7. Apa contoh hadist mursal?
8. Bagaimana hadist mursal dalam pandangan ulama ahli fiqgh dan ishul fiqh?
9. Bagaimana hukum hadist mursal?
10. Apa yang dimaksud mursal shahabi?
11. Bagaimana hukum mursal shahabi?
12. Bagaimana hukum mursal tabi’in?
13. Apa saja kita-kitab yang memuat hadist mursal ?

C. TUJUAN
1. Mengetahui definisi hadist mu’dhol
2. Mengetahui contoh hadist mu’dhol
3. Mengtahui hukum hadist mu’dhol
4. Mengetahui Apa saja kitab-kitab yang memuat hadist mu’dhol
5. Mengetahui definisi hadist mursal
6. Mengetahui bagaimana bentuk hadist mursal
7. Mengetahui apa contoh hadist mursal
8. Mengetahui bagaimana hadist mursal dalam pandangan ulama ahli fiqgh dan ishul
fiqh
9. Mengetahui bagaimana hukum hadist mursal
10. Mengetahui definisi mursal shahabi
11. Mengetahui bagaimana hukum mursal shahabi
12. Mengetahui bagaimana hukum mursal tabi’in
13. Amengetahui apa saja kita-kitab yang memuat hadist mursal
BAB II

PEMBAHASAN

1. HADIST MU’DHOL

a. Definisi hadits Mu'dhal

Definisi hadits Mu'dhal adalah sebagai berikut:

“Hadits yang dalam sanadnya tidak disebutkan dua orang rawi secara berturut-turut”.

b. Contoh Hadits Mu'dhal


Contoh hadits Mu’dhal adalh hadits yang diriwayatkan.oleh al-Hakim dalam
kitabnya Ma’rifat Ulum alHadits (t.t.: 46) yang disanadkan kepada al- Qa’nabi dari
Malik berikut: ّ

“Dari Qa’nabi dari Malik sesungguhnya Abu Hurairah berkata: Rasulallah Saw
bersabda: bagi orang yang memiliki hamba sahaya ia mempunyai kewajiban untuk
memberi makan dan pakaian dengan baik, ia juga tidak boleh membebani hamba
sahaya tersebut dengan pekerjaan yang diluar kemampuannya”. Menurut al-Hakim
hadits di atas adalah hadits Mu'dhal karena Malik menghilangkan dua orang rawi
secara berturutturut yang menjadi perantara antara dia dengan Abu Hurairah
(Ma’rifat ulum al-Hadits, t.t. : 47)

c. Hukum Hadits Mu’dhal


Hadits Mu’dhal merupakan hadits dha’if bahkan derajatnya lebih rendah
daripada hadits Mursal dan hadits alMunqathi karena sanad yang dibuang dalam
hadits mu’dhal lebih banyak daripada sanad yang dibuang dalam hadits munqathi
(Al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi, t.t., I : 295).
d. Berkumpulnya hadits Mu’dhal dengan hadits Mu’allaq
Antara hadits Muallaq dengan hadits Mu’dhal memiliki keumuman dan
kekhususan sebagai berikut:
1. Hadits Mu’dhal dan hadits Mu’allaq kadang bersatu yaitu bila sanad yang
dibuangnya adalah dua orang rawi yang berada diawal sanad secara berturut-turut.
2. Hadits Mu’dhal dan hadits Mu’allaq berbeda dalam dua gambaran:
a) Bila sanad yang dibuang adalah dua orang rawi yang berada ditengah sanad
secara berturut-turut. hadits seperti ini disebut hadits Mu’dhal bukan Mu’allaq.
b) Bila sanad yang dibuang adalah seorang rawi yang berada diawal sanad maka
hadits tersebut adalah hadits Mu’allaq bukan hadits Mu’dhal (Mahmud alThahan
t.t. : 62-63).

e. Kitab-kitab yang Memuat Hadits Mu’dhal


Menurut al-Suyuti (tadrib al-Rawi, t.t., I : 214) haditshadits Mu’dhal dapat
ditemukan dalam kitab berikut:
1. Kitab Sunan karya Said ibn Mansur
2. Kitab Mualafat karya ibn Abi Dunya

2. HADIST MURSAL

a. Definisi hadist mursal


Hadis mursal adalah keadaan dimana seorang tabiin besar yang berjumpa dengan
sekelompok shahabat mengatakan bahwa Rasulullah mengatakan ini atau Rasulullah
melakukan hal ini, definisi ini disepakati oleh para ulama. Adapun jika hal ini
datangnya dari riwayat tabiin kecil para ulama berbeda pendapat, ada yang
menyatakan bahwa itu mursal ٍ
Bentuk ungkapan hadis mursal; seorang tabi’in mengatakan, “Rasulullah saw
bersabda demikian”, “Melakukan demikian”, “Dilakukan hal demikian di hadapan
beliau”, atau “Beliau memiliki sifat demikian” seraya memberitakan tentang salah satu
sifat beliau saw. Contoh; Abdur Razaq mengemukakan riwayat di dalam kitabnya al-
Mushannaf (5281) َ

Atha’ dalam hadis di atas adalah Atha’ bin Abi Rabah, seorang tabi’in besar, ia
mendengarkan hadis dari sejumlah shahabat, tetapi riwayatnya dari Rasulullah adalah
mursal. Contoh lainnya adalah : Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya
pada Kitab Al-Buyu’, berkata : Telah bercerita kepadaku Muhammad bin Rafi’, (ia
mengatakan) telah bercerita kepada kami Hujain, (ia mengatakan) telah bercerita
kepada kami Laits dari ‘Aqil dari Ibnu Syihab dari Said bin Al-Musayyib,”Bahwa
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah melarang Muzabanah (jual beli dengan
cara borongan hingga tidak diketahui kadar timbangannya).” Said bin Al-Musayyib
adalah seorang tabi’in senior, meriwayatkan hadits ini dari Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasallam tanpa menyebutkan perantara dia dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Maka sanad hadits ini telah gugur pada akhirnya, yaitu perawi setelah tabi’in.
Setidaknya telah gugur dari sanad ini shahabat yang meriwayatkannya. Dan sangat
mungkin telah gugur pula bersamanya perawi lain yang setingkat (se-thabaqah)
dengannya dari kalangan tabi’in.
Contoh hadits mursal lainya adalah:
Gambaran susunan sanad rawi-rawi Hadits itu demikian :
1. Malik
2. Abdullah bin abi Bakar
3. Rasulullah saw
Abdullah bin abi Bakar ini seorang tabi’in, sedang seorang tabi’in tidak semasa
dan bertemu dengan Nabi saw. Jadi mestinya, Abdullah menerima riwayat itu dari
seorang lain atau shahabiKarena ia tidak menyebut nama Shahabi atau orang yang
mengkhabarkan kepadanya itu, tetapi ia langsungkan kepada Rasulullah, maka yang
begini dinamakan Mursal.
Musral menurut bahasa merupakan bentuk isim maf’ul dari kata “arsala”
semakna dengan kata “athlaqa” yang berarti lepas/bebas. Penyebutan hadits mursal
disebabkan karena seakan-akan hadits tersebut dari rawi yang meriwayatkannya.
Sedangkan hadits mursal menurut istilah adalah sebagai berikut:
1. Definisi yang diungkapkan oleh Ibnu Hajar alAshqalani dalam kitabnya
Nazdah al-nadzar (t.t.: 43)

“Hadits yang terputus rawi diakhir sanadnya (yang tidak disebutkan setelah
tabi’in”.
2. Definisi menurut ‘Ajaj al-Khutabhi (t.t.: 337)

“Hadits yang disandarkan oleh tabi’in kepada Rasul, baik berupa perkataan,
perbuatan atau ketetapannya baik tabi’in tersebut tabi’in besar ataupun tabi’in kecil”.
Menurut sebagian ahli hadits yang dinamakan hadits mursal hanya terbatas
kepada hadits yang diriwayatkan oleh tabi’in besar, hal itu disebabkankarena
mayoritas tabi’in besar meriwayatkan hadits dari shahabat. Sedangkan hadits yang
diriwayatkan oleh tabi’in kecil yang langsung disandarkan kepada Rasul disebut hadits
munqathi’ karena mayoritas tabi’in kecil meriwayatkan hadits dari tabi’in besar.
Bahkan menurut sebagian ahli hadits, hadits yang diriwayatkan oleh shahabat
kecil tentang hadits yang tidak ia dengar langsung dari Rasul tetapi ia mendengarkan
dari shahabat besar kemudian menyandarkan hadits tersebut kepada rasul, hadits
tersebut termasuk hadits mursal (‘Ajaj alKhuththabi,t.t.: 337-338).
b. Bentuk Hadits Mursal
Bentuk hadist mursal menurut muhadditsin adalah bila seorang tabi’in baik
tabi’in besar atau tabi’in kecil meriwayatkan hadits dari rasul tampa menyebutkan
nama sahabat yang meriwayatkan hadts tersebut (rawi di tabaqah sahabat tidak
disebutkan).

c. Contoh Hadits Mursal


Contoh hadits mursal adalah hadits yang diriwayatkan oleh muslim dalam kitab
sahihnya bab jual beli : ّ

“ Telah bercerita kepada kami Muhammad ibn Rafi’, telah bercerita kepada kami
al-laits dari uqail dari Ibn Syihab dari Said al-Mussayyab sesungguhnya Rasul
melarang menjual buah yang masih ada dipohon”.

d. Hadits Mursal Dalam Pandangan Ulama Ahli Fiqh dan Ushul Fiqh
Hadits mursal menurut ulama ahli fiqh dan ahli ushul fiqh lebih umum dibanding
dengan hadits mursal menurut muhadditsin. Menurut ulama ahli ushul dan ulama ahli
fiqh hadits mursal adalah seluruh hadits yang sanadnya terputus baik terputusnya
seorang rawi atau lebih, diawal atau diakhir sanad.

e. Hukum Hadits Mursal


Secara umum hadits mursal dihukumi hadits mardud (ditolak) sebab tidak
memenuhi kriteria hadits shahih yaitu sanadnya tidak bersambung. Penyebab lain
adalah karena mungkin saja rawi yang tidak disebutkan dalam hadits nursal tersebut
bukan seorang shahabat. Walaupun secara umum hadits mursal dikategorikan kedalam
hadits dha’if (mardud), tetapi karena hadits mursal biasanya rawi yang tidak
disebutkan adalah seorang shahabat, sedangkan para shahabat diyakini keadilannya
secara keseluruhan, maka para ulama berbeda berpendapat tentang hukum berhujjah
dengan hadits mursal. Para ulama tersebut dapat dikelompokan kedalam tiga pendapat:
1. Hadits mursal hukumnya dha’if/mardud, tidak bisa dijadikan hujjah, hal
tersebut disebabkan karena tidak diketahuinya keadaan rawi yang tidak disebutkan.
Pendapat ini dikemukakan oleh mayoritas ahli hadits dan ahli ushul.
2. Pendapat yang dikemukakan oleh tiga orang imam madzhab yaitu Abu
Hanifah, Malik, dan ahmad bin Hanbal. Menurut mereka apabila hadits tersebut
dimursalkan oleh seorang tabi’in yang tsiqat alasannya adalah karena seorang tabi’in
yang tsiqat tidak mungkin meriwayatkan hadits kecuali dari rawi (shahabat yang tsiqat
lagi). Hadits mursal seperti ini menurut mereka shahih dan diperbolehkan dijadikan
hujjah.
3. Pendapat yang dikemukakan oleh Imam al-Syafi’i dan sebagaian ulama.
Menurut mereka hadits mursal dapat diterima dan dijadikan hujjah dengan syarat-
syarat berikut:
a. Rawi yang memursalkan hadits tersebut adalah tabi’in besar
b. Apabila orang (shahabat) yang di mursalkan (yang tidak disebutkan) dalam
hadist tersebut disebutkan, maka shahabat tersebut tsiqat.
c. Tershadap hadits yang dimursalkan tersebut adalah penghapal lain yang
meriwayatkannya.
d. Ketiga syarat di atas harus dilengkapi dengan salah satu persyaratan sebagai
berikut :
 Adanya perawi yang lain meriwayatkan hadits tersebut dengan sanad yang
lengkap.
 Adanya riwayat mursal yang lain dengan catatan shahabat yang
dimursalkan dalam 150 hadits kedua berbeda dengan shahabat yang dimursalkan
dalam hadits mursal yang pertama.
 Isi hadits tersebut sesuai dengan qaul shahabat. 4. Isi hadits tersebut
banyak difatwakan oleh para ulama (Al-Syafi’i, Al-Risalah, t.t.: 461). Dengan adanya
persyaratan – persyaratan di atas maka nampak jelas perbedaan antara mursal yang
shahih dan mursal yang dha’if.

f. Mursal Shahabi
Yang dimaksud dengan mursal shahabi adalah hadits rasul baik berupa
perkataan, perbuatan ataupun ketetapan yang diriwayatkan oleh seorang shahabat akan
tetapi shahabat itu tidak mendengar langsung dari rasul Saw. Hal tersebut disebabkan
karena shahabat itu masih kecil, karena masuk Islamnya terakhir atau karena ketika
rasul mengemukakan hadits tersebut shahabat yang bersangkutan tidak berada
ditempat (tidak menghadirinya). Hadits mursal shahabi banyak diriwayatkan shahabat
kecil seperti Ibn Abbas dan Ibn Zubair (Mahmud al-Thahan, t.t.:61) .

g. Hukum Mursal Shahabi


Pendapat yang mashur mengenai hukum mursal shahabi adalah shahih dan boleh
dijadikan hujjah hal itu disebabkan kerena para shahabat kecil biasanya meriwayatkan
hadits dari para shahabat besar dan sangat jarang shahabat kecil meriwayatkan hadits
dari tabi’in besar sedangkan tidak disebutkannya nama shahabat besar tidak menjadi
penyebab kedha’ifan hadits.

h. Hukum mursal tabi’in


Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum hadits mursal ta’bi’in, pendapat
tersebut mencapai 10 pendapat akan tetapi yang terkenal ada tiga pendapat sebagai
berikut, :
1. pendapat tiga imam madzhab (Abu Hanipah, Malik, dan Ahmad Ibn Hambal)
menurut mereka mursal Tabi’in boleh dijadikan hujjah secara mutlkkq.
2. pendapat imam Syaf’i, jumhur ahli hadits, Fuqaha ahli ushul dan imam Nawawi
(menurut mereka mursal tabi’I tidak bisa dijadikan hujjah secara mutlak.
3. pendapat imam Al-Suyuthi dalam kitabnya tabrib al-rawi (t.t.:120) menurut beliau
hadits mursal bisa dijadikan hujjah bila ada riwayat lain walaupun riwayat yang lain
itu hadits mursal. Ada perbuatan shahabat yang sesuai dengan isi hadits mursal tabi’i
tersebut.

i. Kitab – Kitab Yang Memuat Hadits Mursal.


a. Al - Marasil karya Abu Daud
b. Al - Marasil karya Ibn Abi Hatim
c. Jami’al –Tahsil Li Al - Ahkam, Al-Marasil karya al- ‘Alai (al-katani, al-risalah, al-
mustaharafah, t.t. : 85-86)
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hadist mu’dhol adalah Hadits yang dalam sanadnya tidak disebutkan dua orang
rawi secara berturut-turut. Hadits Mu’dhal merupakan hadits dha’if bahkan derajatnya
lebih rendah daripada hadits Mursal dan hadits alMunqathi karena sanad yang dibuang
dalam hadits mu’dhal lebih banyak daripada sanad yang dibuang dalam hadits munqathi.
Hadis mursal adalah keadaan dimana seorang tabiin besar yang berjumpa dengan
sekelompok shahabat mengatakan bahwa Rasulullah mengatakan ini atau Rasulullah
melakukan hal ini, definisi ini disepakati oleh para ulama. Hadits mursal menurut ulama
ahli fiqh dan ahli ushul fiqh lebih umum dibanding dengan hadits mursal menurut
muhadditsin. Menurut ulama ahli ushul dan ulama ahli fiqh hadits mursal adalah seluruh
hadits yang sanadnya terputus baik terputusnya seorang rawi atau lebih, diawal atau
diakhir sanad

B. SARAN
Makalah ini masih memiliki kekurangan informasi. Diharapkan kepada para
penulis agar dalam pembuatan tugas selanjutnya dapat lebih baik lagi karena kami akui
masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Dan untuk para pembaca
diharapkan ada saran dan kritik yang membangun supaya makalah kedepannya bisa
tersusun secara sempurna. Semoga pembaca dapat mengambil manfaat dari makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

`Ābādī, Fairuzī, (t.t.), `Al-Qamūs al-Muhīth, Mathba’ah alMaemuniyah, Mesir. `

Abū Dāwud, Sulaimān Ibn al-Asy’ats al-Sijjistānī al-Azdī (1994), Sunan Abū Dāwud,
Dār al-Fikr, Beirut.

Al-Bukhārī, Abī Abdillah Muhammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin Mughīrah al- Ja'fā
(1981), Matan Al-Bukhārī, Dār al-Fikr, Beirut.

Al-Khaththābī, Muhammad, (1347 H.), Ma’ālim al-Sunan, Mathba’ah `Anshār al-Sunnah


al-Muhammadiyyah, Kairo.

Al-Naisāburī, al-Hākim, (t.t.), Ma’rifah ‘Ulūm al-Hadīts, Dā`irah al-Ma’ārif al-


Utsmāniyyah, Mesir. Al-Naisābūrī (t.t.), Shahīh Muslim, Dār al-Fikr, Beirut.

Al-Nasā`ī, al-Hāfizh Abī Abdurrahmān bin Syu`aib (t.t.), Sunan al-Nasā`ī, Mushthafā al-
Bābī al-Halabī wa Aulāduhu, Mesir.

Anda mungkin juga menyukai