Disusun Oleh :
Nur Halimah ( 1923021012)
Nurul Hidayah (1923021014)
Vika Dwi Utami (1923011017)
Komp. Graha Sulaiman, Blok A, No. 4 – 6, Lubuk Baja Kota, Lubuk Baja, Kota Batam
Kepulauan Riau
KATA PENGANTAR
Puji syukur Kehadirat Allah SWT atas segala perkenaannya sehingga penyusunan
Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Agama Islam.
Makalah ini merupakan laporan yang dibuat sebagai bagian dalam memenuhi kriteria
mata kuliah. Salam dan salawat kami kirimkan kepada junjungan kita tercinta Rasulullah
Muhammad SAW, keluarga, para sahabatnya serta seluruh kaum muslimin yang tetap teguh
dalam ajaran beliau.
Penulis mengharapkan semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, baik
dikalangan Mahasiswa maupun dikalangan masyarakat nantinya yang diajukan sebagai bahan
diskusi pada tatap muka perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan Makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak khususnya
kepada Dosen pembimbing guna untuk menyempurnakan Makalah ini dan pada akhirnya bisa
bermanfaat bagi semua pembaca.
Penulis
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. I
DAFTAR ISI................................................................................................ II
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 3
a. Pengertian Hadist................................................................................. 3
b. Macam-macam Hadist ......................................................................... 3
c. Kedudukan Hadist................................................................................ 6
d. Pengertian Ijtihad dan Lapangan Ijtihad.............................................. 7
e. Kedudukan Ijtihad................................................................................ 9
f. Macam-macam Metode Ijtihad............................................................ 9
Kesimpulan.................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 12
II
BAB I
PENDAHULUAN
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini dapat menjamin
terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk agama
mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya,
Alquran dan Hadis, tampak amat ideal dan agung. Sumber ajaran islam adalah segala sesuatu
yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat
yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata. Dengan demikian
sumber ajaran islam ialah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat
islam. Ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam. Agama Islam bersumber dari Al-Quran
yang memuat wahyu Allah dan al-Hadis yang memuat Sunnah Rasulullah. Komponen utama
agama Islam atau unsur utama ajaran agama Islam (akidah, syari‟ah dan akhlak)
dikembangkan dengan rakyu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk
mengembangkannya. Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ‟ain , yakni kewajiban
pribadi setiap muslim dan muslimah, sedangkan mengkaji ajaran Islam terutama yang
dikembangkan oleh akal pikiran manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau kelompok
masyarakat.
Allah telah menetapkan sumber ajaran Islam yang wajib diikuti oleh setiap muslim.
Ketetapan Allah itu terdapat dalam Surat An-Nisa (4) ayat 59 yang artinya :” Hai orang-orang
yang beriman, taatilah (kehendak) Allah, taatilah (kehendak) Rasul-Nya, dan (kehendak) ulil
amri di antara kamu ...”.
Menurut ayat tersebut setiap mukmin wajib mengikuti kehendak Allah, kehendak Rasul
dan kehendak ‟penguasa‟ atau ulil amri (kalangan) mereka sendiri. Kehendak Allah kini terekam
dalam Al-Quran, kehendak Rasul terhimpun sekarang dalam al Hadis, kehendak ‟penguasa‟ (ulil
amri) termaktum dalam kitab-kitab hasil karya orang yang memenuhi syarat karena mempunyai
”kekuasaan” berupa ilmu pengetahuan. Pada umumnya para ulama fikih sependapat bahwa
sumber utama hukum islam adalah Alquran dan hadist. Dalam sabdanya Rasulullah SAW
bersabda : “Aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan tersesat
selamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah dan
1
sunnahku.”
1
Dan disamping itu pula para ulama fikih menjadikan ijtihad sebagai salah satu dasar hukum
islam, setelah Alquran dan hadist. Berijtihad adalah berusaha sungguh-sungguh dengan
mempergunakan seluruh kemampuan akal pikiran, pengetahuan dan pengalaman manusia yang
memenuhi syarat untuk mengkaji dan memahami wahyu dan sunnah serta mengalirkan ajaran,
termasuk ajaran mengenai hukum (fikih) Islam dari keduanya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Hadist ?
2. Apa saja macam-macam Hadist ?
3. Bagaimana kedudukan Hadist ?
4. Apa pengertian dan Lapangan Ijtihad ?
5. Bagaimana kedudukan Ijtihad ?
6. Apa saja Macam-macam metode Ijtihad ?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu Hadist
2. Mengetahui Macam-macam Hadist
3. Mengetahui Kedudukan Hadist
4. Mengetahui apa itu Ijtihad dan Lapangan Ijtihad
5. Mengetahui Kedudukan Ijtihad
6. Mengetahui bagaimana metode Ijtihad
2
BAB II
PEMBAHASAN
Hadits mutawatir merupakan jenis hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang
yang berasal dari beberapa sanad yang kesemuanya tidak sepakat untuk berbohong.
Berita-berita yang diterimanya hampir semuanya dapat ditangkap oleh panca indera
dan diterima oleh sejumlah orang yang berkedudukan sama.
Macam – macam Hadist Mutawatsir
Mutawatir lafdzy yaitu hadis yang mutawatir secara lafadh (teks) dan ma’na (pengertian)
nya. Semua perawi meriwayatkannya dengan lafadh yang sama, contoh hadist :
ْ
ِ َّى ُمتَ َع ِّمدًا فَ ْليَتَبَوَّأ َم ْق َع ُدهُ ِمنَ الن
ار َ َم ْن َك َّذ
َّ َب َعل
Mutawatir ma’nawi yaitu hadis yang mutawatir hanya dalam ma’nanya saja, sedangkan
lafadh hadisnya tidak mutawatir. Contohnya hadis Rasullah saw mengangkat tangan
ketika sedang berdoa
Beberapa hal yang harus dipenuhi agar bisa disebut hadits mutawatir :
Isi hadits harus hal-hal yang dapat dicapai panca indra
Orang-orang yang meriwayatkannya harus benar-benar terpercaya.
Orang-orang yang meriwayatkan harus hidup pada satu zaman.
3
Hadits ahad merupakan hadits yang diriwayatkan oleh satu orang atau lebih, namun
tidak mencapai tingkatan mutawasir. Pembagian hadis ahad ada tiga macam, yaitu
hadist masyhur, aziz dan gnharib.
Hadis Masyur
Secara bahasa, kata masyur adalah isim maf’ul dari syahara yang berarti “al-
zuhur” yaitu nyata. Sedangkan pengertian hadis masyur menurut istilah ilmu hadis adalah
:
”Hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih, pada tiap tingkatan sanad, selama
tidak sampai kepada tingkat mutawatir”.
Contoh hadis masyur adalah :
ﺍﻠﻤﺭﻳﺽg ﻮﻋﻳﺎﺪﺓg ﺍﻠﺠﻨﺎﺌﺯg ﺒﺎﺘﺒﺎﻉg ﻮﺴﻠﻢg ﻋﻠﻳﻪg ﺼﻠﻰ ﺍﷲg ﺍﷲg ﺍﻤﺭﻨﺎ ﺭﺴﻮﻞg ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻘﺎﻞg ﺍﷲg ﺭﺿﻲg ﺑﻦ ﻋﺎﺯﺏ ﻭﻋﻦ ﺃﺒﻴﻪgﻋﻦ ﺍﻠﺑﺭﺍﺀ
﴾﴿ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻟﺑﺧﺎﺮﻯ . ﻮاﺟﺎﺒﺔ ﺍﻠﺪﺍﻋﻰ ﻮﻨﺼﺭﺍﻟﻤﻆﻟﻮﻢ٬ﻮﺗﺸﻤﻳﺖ ﺍﻠﻌﺎﻄﻰ
Artinya :
Al-Bara’ ibnu A’zib dari bapaknya r.a. berkata Rasulullah saw. memerintahkan kami mengikuti
jenazah, mengunjungi orang sakit, mendoakan orang bersin dan memenuhi undangan, dan
menolong orang yang teraniaya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Hadis Aziz
Menurut bahasa adalah sama dengan asy-syarif atau al-qawiyyu, yaitu yang mulia
atau yang kuat. Sedangkan menurut pengertiannya adalah :
"Hadis yang diriwayatkan oleh dua orang dari dua orang”.
Contoh hadis aziz adalah :
ﻮﻭﺍﻠﺪﻩ ﻮﻭﻠﺪﻩ ﻮﺍﻠﻨﺎﺲg ﻨﻔﺳﻪg ﻤﻥg ﺍﺤﺏ ﺍﻠﻴﻪg ﺤﺘﻰ ﺃﻜﻮﻥg ﺃﺤﺩﻜﻡg ﻴﺆﻤﻥg ﻻg: g ﻭﺴﻟﻢg ﻋﻠﻴﻪg ﺼﻟﻰ ﺍﷲg ﻋﻦ ﺍﻠﻨﺒﻲg ﺍﷲg ﺮﺿﻲgﻋﻦ ﺍﻨﺲ
) (ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ ﻮﻤﺳﻠﻡ.ﺍﺠﻤﻌﻴﻦ
Artinya :
Dari Anas r.a. dari Nabi saw. : Tidaklah beriman seseorang di antara kamu, sehingga aku lebih
dicintai dari pada dirinya, orang tuanya, anaknya dan semua manusia.” (HR Bukhari dan
Muslim)
Hadis Garib
Garib menurut bahasa adalah : (1) Ba’idun ‘anil wathani “yang jauh dari tanah air” dan (2)
Kalimat yang sukar dipahami.
Adapun menurut istilah : “Hadis garib adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi”
2. Menurut Periwayat
Menurut pembagiannya yang dilihat dari segi macam periwayatannya, hadits dapat
digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu hadits bersambung sanad dan hadits terputus sanad.
Contoh hadits bersambung sanad adalah hadits maushul dan hadits marfu.
3
Hadist Maushul
Hadits yang sanadnya sampai kepada Nabi SAW dengan tidak putus, dinamakan Maushul
atau Mut-tashilus-sanad, ya’ni yang disambung sanadnya yang tidak putus sanadnya.
Hadist Marfu’
Suatu perkataan sahabat atau anggapan sahabat sendiri yang diriwayatkan kepada kita,
dinamakan Mauquf ya’ni terhenti sampai di shahabat, tidak di nabi saw.
Sedangkan contoh hadits terputus sanad diantaranya adalah hadits mursal, hadits muallaq,
hadits mu’dhol, dan hadits munqhoti’, hadist mudallas.
Mursal
Hadits yang dinisbatkan kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam oleh sahabat atau tabi’in
yang tidak mendengar langsung dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam.
Mu’alaq
Hadits yang dihilangkan awal atau terkadang yang dimaksudkan adalah yang dibuang semua
sanadnya, seperti perkataan Imam Bukhori, “Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam mengingat
Allah di setiap keadaannya”3. Adapun hadits yang dinukil penulis kitab, misal Umdatul
Ahkam yang dinisbatkan pada aslinya, maka tidak dinilai sebagai hadits mu’allaq karena
orang yang menukil tidak menyandarkan hadits tersebut pada dirinya.Akan tetapi
dinisbatkan, misal “Diriwayatkan oleh Abu Daud”.
Mu’dhol
Hadits yang dibuang di tengah-tengah sanadnya, dua rowi secara berturut-turut.
Munqothi’
Hadits yang dibuang dari tengah sanadnya satu, dua atau lebih dan tidak berturut-turut.
Terkadang maksudnya adalah hadits yang tidak bersambung sanadnya, maka termasuk di
dalamnya hadits yang empat tadi, mursal, mu’allaq, mu’dhol dan munqothi’ itu sendiri
Mudallas
Hadits yang diriwayatkan dengan tidak tegas sampainya dari seseorang ke seseorang
dinamakan Mudallas; dan seorang yang mentadlis (orang yang menyebut dengan samar-
samar) itu dinamakan Mudallis.
4
3. Cacat Tidaknya Perawi
Menurut pembagiannya yang dilihat dari cacatnya tidaknya perawi, hadits dapat
digolongkan menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah:
1. Hadits maudhu adalah suatu riwayat bohong, yang dibuat-buat, yang dinisbatkan kepada
Nabi SAW. Kebohongan dari suatu riwayat dapat dilihat apabila dalam salah satu
sanadnya terdapat seorang periwayat yang dikenal pernah meriwayatkan riwayat bohong
yang disandarkan kepada Nabi SAW.
Contoh :
مgْ gُيتgْ g َدgَتg ْهgم اggْ gُيتgْ g َدgَتg ْقgم اgيِّ ِهgَبأgِ ، مgِ gوgْ جg
gُ g ُّنgلgاgي َكg gْ gَأ
gْ ِبgحاgَ gص
“Para sahabatku bagaikan bintang, dengan siapapun diantara mereka kalian mengikutinya
maka kalian akan mendapat petunjuk.”
Hadis ini diriwayatkan oleh Ibn Abdil Barr dalam kitabJami’ Ilmi dan Ibn Hazm dalam kitab
Al-Ihkam, dari jalan Salam bin Salim, Ibn Hibban berkata: dia meriwayatkan hadis-hadis
palsu. Untuk Imam Ahmad berkata hadis ini adalah tidak sah seperti yang dikutip oleh Ibn
Qudamah dalam kitab Al-Muntakhob.
2. Hadits matru yang artinya harus ditinggalkan, hadis yang di dalam sanadnya terdapat
seorang perawi yang dituduh berbohong. Perbedaanya dengan hadis palsu adalah dalam
hadis palsu seorang perawi dikenal sebagai pembohong dalam hadis atau sebagai
pemalsu hadis, sedangkan dalam hadis matruk adalah perawi yang dikenal dengan
kebohongannya dalam perkataan sehari-hari, bukan dalam hadis.
Contoh :
“Dari Nabi SAW beliau bersabda: aku adalah pohon dan Fatimah adalah akarnya atau
cabangnya, dan Ali adalah sarinya, Hasan dan Husain adalah buahnya, dan syiah kita adalah
daunnya, pohon itu asalanya dari surga and, asalnya, cabangnya, sarinya, daunnya, dan
buahnya ada dalam surga”
Hadis ini diriwayatkan oleh Ismail bin Ahmad dari Ismail bin Mus’adah dari Hamzah bin
Yusuf dari Abu Ahmad bin Adi dari Umar bnSannan dari Hasan bin Ali Al-Azdi dari
AbdurRozak dari ayahnya dari Mayna bin Abi Mayna dari Adurrohman bin ‘Auf dari Nabi.
5
Menurut Ibn Jauzy dia telah sebagai tertuduh (yaitu tertuduh berbohong). Dari penilaian
Imam ahli hadis di atas terhadap sanadnya, bisa kita simpulkan bahwa hadis di atas matruk
atau bisa jadi maudhu’ atau palsu.
3. Hadits munkar yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang
bertentangan dengan seorang tsiqoh.
Contoh :
َوالَ ُغالَ ٌملَ ْم يَ ْحتَلِ ْم، َوالَ أَع َْج ِم ٌّي، صفَّ األَ َّو َل أَ ْع َرابِ ٌّي
َّ اَ يَتَقَ َّد ُم ال
“Tidak akan maju kebarisan depan seorang arab atau yang bukan arab atau seorang anak
yang belum baligh.”
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ad-Daruquthni dalam kitab sunannya dari Muhammad
bin Gholib dari Abbas bin Sulaim dari Ubaidullah binSa’id dari Al-Laits dari Mujahid dari
Ibn Abbas. Imam Dzahabi mengatakan dalam kitab Al-Mizan: di antara hadis-hadis munkar
darinya adalah yang dia riwayatkan dari Laits. Cacat yang ketiga adalah Abbas bin Salim
dia tidak diketahui kecuali dalam sanad ini. Ibn Qoththon mengatakan dia seorang yang
majhul.
Sunnah adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin) yang kedua
setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-Qur’an sebagai sumber
hukum Islam, maka secara otomatis harus percaya bahwa Sunnah juga merupakan sumber
hukum Islam. Bagi mereka yang menolak kebenaran Sunnah sebagai sumber hukum Islam,
bukan saja memperoleh dosa, tetapi juga murtad hukumnya. Ayat-ayat Al-Qur’an sendiri
telah cukup menjadi alasan yang pasti tentang kebenaran Al-Hadits, ini sebagai sumber
hukum Islam.
Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadist sebagai sumber hukum Islam, dapat
dilihat dalam beberapa dalil seperti dibawah ini :
6
• AL – QUR’AN
7
Di dalam agama Islam, Ijtihad adalah sumber hukum islam ketiga setelah Al-quran dan
hadits. Fungsi utama dari Ijtihad ini adalah untuk menetapkan suatu hukum dimana hal
tersebut tidak dibahas dalam Al-quran dan hadits. Sedangkan tujuan Ijtihad adalah untuk
memenuhi kebutuhan umat Islam dalam beribadah kepada Allah pada waktu dan tempat
tertentu. Orang yang melaksanakan Ijtihad disebut dengan Mujtahid dimana orang tersebut
adalah orang yang ahli tentang Al-quran dan hadits.
Adapun syarat-syarat untuk menjadi Mujtahid adalah :
Mengerti dan memahami isi kandungan Al-Qur’an, juga hadis yang berhubungan
dengan hukum-hukum.
Mampu berbahasa arab dengan baik, sebagai kelengkapan dan kesempurnaan dalam
menafsirkan Al-Qur’an dan hadis.
Memahami ilmu ushul fiqih (cara mengambil hukum syari’at yang bertolak dari Al-
Qur’an dan Hadis) dengan baik.
Mengerti dan memahami soal-soal ijma’ (kesepakatan semua ahli ijtihad pada suatu
masa atas suatu hukum syara’), sehingga mujtahid tidak memberikan fatwa yang
berlainan dengan hasil ijma’ terdahulu.
Memahami nasikh dan mansukh, sehingga seorang mujtahid tidak mengeluarkan
hukum berdasarkan dalil yang sudah dimansukh (dibatalkan).
Contoh Ijtihad pada zaman para Nabi :
Suatu peristiwa yang pernah terjadi di zaman Khalifah Umar bin Khattab, yang mana pada
saat itu para pedagang muslim mengajukan suatu pertanyaan kepada Khalifah yakni berapa
besar cukai yang wajib dikenakan kepada para pedagang asing yang melakukan
perdagangan di wilayah Khalifah.
Jawaban dari pertanyaan tersebut belum termuat secara terperinci di dalam Al-Quran atau
hadis, maka Khalifah Umar bin Khattab selanjutnya melakukan berijtihad dengan
menetapkan bahwasanya cukai yang dibayarkan oleh pedagang adalah dengan disamakan
dengan taraf yang umumnya dikenakan kepada para pedagang muslim dari negara asing, di
mana mereka berdagang.
8
Contoh di kehidupan sehari-hari :
Penetapan 1 Ramadan dan 1 Syawal. Proses penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawal, di mana
para ulama berdiskusi berdasarkan hukum Islam untuk menentukan dan menetapkannya
merupakan salah satu contoh ijtihad yang nantinya diikuti oleh seluruh umat Islam.
9
Adalah suatu cara penetapan hukum berdasarkan pada pertimbangan manfaat dan
kegunaannya.
Qiyas
Suatu penetapan hukum terhadap masalah baru yang belum pernah ada sebelumnya, namun
mempunyai kesamaan (manfaat, sebab, bahaya) dengan masalah lain sehingga ditetapkan
hukum yang sama.
Istishab
Suatu penetapan suatu hukum atau aturan hingga ada alasan tepat untuk mengubah
ketetapan tersebut.
Urf
Penepatan bolehnya suatu adat istiadat dan kebebasan suatu masyarakat selama tidak
bertentangan dengan Al-quran dan hadits.
Istishan
Suatu tindakan meninggalkan satu hukum kepada hukum lainnya karena adanya dalil syara'
yang mengharuskannya.
10
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjelasan makalah diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Sebagai umat islam, kita
diwajibkan untuk mengetahui serta memperdalam sumber ajaran agama yang dibawa oleh
Rasulullah SAW. Karena sumber ajaran agama islam merupakan media penuntun agar kita
dapat melaksanakan semua perintah Allah dan semua larangan-Nya. Agama islam pun tidak
mempersulit kita dalam mempelajari seluk beluk agama islam. Karena terdapat tingkatan
sumber ajaran agama islam yang harus kita pedomani. Seperti Hadits dan Ijtihad.
11
DAFTAR PUSTAKA
https://brainly.co.id/tugas/9769497
https://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-ijtihad.html
http://mutiarail-mu.blogspot.com/2017/11/pengertian-ijtihad-pembagian-ijtihad.html
https://hot.liputan6.com/read/4050903/fungsi-ijtihad-sebagai-sumber-hukum-islam-beserta-jenis-
dan-contohnya
http://sangperaihimpian.blogspot.com/2012/02/pengertian-hadist-mutawatir-dan-hadist.html
https://muslimah.or.id/350-taisir-musthalah-hadits-5-penjelasan-untuk-sanad-yang-terputus-
tadlis-mudhthorib.html
http://www.rul-sq.info/2014/04/hadis-dhaif-i-maudhu-matruk-dan-munkar.html
https://www.kompasiana.com/dyahistiningtyas/5dadb4cdc0cfa1410d2e88e2/macam-macam-
metode-ijtihad
12