Anda di halaman 1dari 13

HADIST DARI SEGI KUANTITASNYA

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


ULUMUL HADITS

Disusun Oleh:
Dinda Rizki (22411901)

Dosen Pengampu: H. Zainal Arifin. MA

KELAS PAGI
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS DHARMAWANGSA
MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa kita panjatkan khadirat ALLAH SWT tuhan


semesta alam yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah serta
menganugerahkan tetesan ilmu, kesehatan, dan kekuatan sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini unutuk memenuhi tugas individu mata kuliah
manajmen organisasi dengan judul “Hadits dari Segi Kuantitasnya”. Saya juga
berterima kasih kepada bapak H. Zainal Arifin. MA selaku dosen pengampu mata
kuliah Ulumul Hadits yang telah memberikan tugas ini kepada saya. Dan tak lupa
pula penulis hanturkan solawat serta salam kepada jujungan nabi besar kita
Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak
aamiin.
Bagian dari makalah ini akan membahas tentang pengertian Hadits
Mutawatir,contoh dan syarat-syaratnya serta Pengertian Hadits Ahad beserta
contohnya.

Medan, 30 Maret 2023


Penulis,

Dinda Rizki

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
C. Tujuan Penilitian ....................................................................................... 1
BAB II KAJIAN TEORITIS .............................................................................. 2
A. Pengertian Hadist Mutawatatir ................................................................. 2
B. Contoh Hadist Mutawatir dan Syarat-syaratnya Juga Pembagiannya...... 3
C. Pengertian Hadist Ahad ............................................................................ 5
D. Contoh Hadist Ahad dan Pembagiannya.................................................. 6
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 9
A. Kesimpulan ............................................................................................... 9
B. Saran .......................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Apabila Al-Quran sepenuhnya wahyu Allah s.w.t, maka sunnah adalah dari Nabi
Muhammad s.a.w, Al-Quran dan As-Sunnah adalah sumber asasi Islam. Sunnah biasanya juga
disebut hadis. Hadis adalah keterangan-keterangan dari Rasulullah yang sampai pada kita. Apabila
dilihat dari segi riwayat, penyampaian secara lisan sesuatu keterangan dari Rasulullah maka
menjadilah hadis yang mempunyai kualitas bertingkat-tingkat, ada yang kuat ada yang lemah.
Sedangkan dalam menyampaikan sebuah hadis terkadang Nabi berhadapan dengan orang-orang
yang jumlahnya amat banyak, terkadang dengan beberapa orang, terkadang pula hanya dengan satu
atau dua orang saja.

Di samping itu hadis-hadis Nabi dalam kaitannya dengan Al-Quran mempunyai fungsi
menetapakan dan memperkuat hukum-hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Quran. Maka
dalam hal ini kedua-duanya sama-sama menjadi sumber hukum, begitu pula hadis memberikan
perincian dan penafsiran ayat-ayat Al-Quran yang masih global dan lain sebagainya. Hadis yangb
dapat dijadikan pegangan dasar hukum sesuatu perbuatan haruslah diyakini benar-benar akan
kebenarannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Hadits Mutawatir
2. Apa Contoh Hadist Mutawatir dan Syarat-syaratnya Juga Pembagiannya
3. Apa pengeetian Hadist Ahad
4. Apa Contoh Hadist Ahad dan Pembagiannya

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Untuk Mengetahui Pengertian Hadits Mutawatir
2. Untuk Mengetahui Contoh,Syarat,dan Pembagian Hadits Mutawatir
3. Untuk Mengetahui Pengertian Hadits Ahad
4. Untuk Mengetahui Contoh,dan Pembagian Hadits Ahad

1
BAB II
PEMBAHASAN

Ulama berbeda pendapat tentang pembagian hadits ditinjau dari segi kuantitas atau jumlah
rawi yang menjadi sumber berita ini. Di antara mereka ada yang mengelompokkan menjadi tiga
bagian, yakni hadits Mutawatir, Masyhur dan Ahad, dan ada juga yang membaginya menjadi dua,
yakni hadits Mutawatir dan Ahad. Segolongan ulama ada yang menjadikan hadits Masyhur berdiri
sendiri tidak termasuk bagian dari hadits Ahad, ini dianut oleh sebagian ulama ushul.

Sedang ulama golongan yang yang lain yang diikuti kebanyakan ulama ushul dan ulama
kalam. Menurut mereka, hadits Masyhur bukan merupakan hadits yang berdiri sendiri, akan tetapi
bagian dari hadits Ahad. Mereka membagi menjadi dua bagian, Mutawatir dan Ahad.1 Hasbi As
Shiddiqi memberi penjelasan bahwa pembagian hadits menjadi Mutawatir, Masyhur dan Ahad
adalah dipegangi oleh kebanyakan ahli ushul. Kebanyakan ahli hadits membagi hadis dari segi
kemutawatiran dan tidaknya terbagi kepada dua saja yakni Mutawatir dan Ahad. Masyhur mereka
masukkan ke dalam Ahad.2

Pembagian demikian (Mutawatir, Masyhur dan Ahad) telah disepakatoi oleh kebanyakan
ulama Fiqh dan ulama Ushul. Sedangkan menurut kebanyakan ulama Hadits, cukup dibagi menjadi
dua saja. Yakni Mutawatir dan Ahad. Demikian dikatakan oleh Syuhudi Ismail. Sehinnga pada
garis besarnya hadits dibagi menjadi 2 macam , yakni Mutawatir Ahad. Inilah pembagian yang
lebih praktis karena pada dasarnya hadits Masyhur tercakup dalam hadits Ahad.

A. Pengertian Hadits Mutawatir


Kata mutawatir, Menurut lughat ialah mutatabi yang berarti beriring-iringan atau berturut-
turut antara satu dengan yang lain.3

1
Munzier, Suparca, "Ilmu Hadis", (Jakarta: Rajawali Pers, 1993)
2
As Shiddiqi, Hasbi, "Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis", (Jakarta:Bulan Bintang, 1993)
3
Mahmud At-Thahhan, “Taisir Musthalah Al-Hadits”, Dar Al-Qur’an Al-Karim, Beirut, 1979, hlm.19

2
Sedangkan menurut istilah ialah suatu hasil hadits anggapan panca indera, yang
diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan
bersepakat untuk dusta.4

‫ع ْن ِم ْث ِل ِه ْم اِلَى‬ ِ ‫علَى ال ِك ْذ‬


َ ‫ب‬ ُ ‫ْث ال ُمت ََوا ِت ُر ه َُوالَّ ِذ ى َر َواهُ َج ْم ُع َك ِثي ٌْر يُؤْ َم ُن ت ََوا‬
َ ‫ط ُؤ ُه ْم‬ ُ ‫ل َح ِد ي‬
‫س‬
َّ ‫الح‬ َّ ‫ا ْن ِت َها ال‬
ِ ‫س َن ِد َو َكا نَ ُم ْستَ َندُ ُه ْم‬
Artinya: Hadits mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang tidak
mungkin bersepakat untuk berdusta dari sejumlah rawi yang semisal mereka dan
seterusnya sampai akhir sanad dan semuanya bersandar kepada panca indra

Beberapa rumusan di atas sekalipun dengan kalimat dan redaksi yang berbeda-beda
namun maksudnya sama. Pada pokoknya adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang di
setiap generasi, sejak generasi sahabat hingga generasi akhir (penulis kitab), yang mana orang
banyak tersebut layaknya mustahil sepakat untuk bohong.
Dengan demikian tidak dapat dikategorikan dalam hadits Mutawatir segala berita yang
diriwayatkan dengan tidak bersandar pada panca indera, juga segala berita yang diriwayatkan oleh
orang banyak tetapi mungkin mereka bersepakat mengadakan berita-berita itu secara dusta. Hadits
Mutawatir betul-betul bersumber dari Nabi s.a.w. Hadits Mutawatir sama dengan Al-Quran dalam
hal keutentikannya karena keduanya qat`ul wurud (sesuatu yang pasti datangnya).
Dan para ulama sepakat bahwa hadits Mutawatir wajib diamalkan dalam seluruh aspek,
termasuk dalam bidang akidah. Apabila perawi itu berjumlah banyak dan secara mudah dapat
diketahui bahwa sekian banyak perawi itu tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, maka
penyampaian itu secara mutawatir.

B. Pembagian, Contoh dan Syarat-syarat Hadits Mutawatir


1. Contoh Hadits Mutawatir
Para ulama membagi hadits mutawatir menjadi 3 (tiga) macam :

4
Endang Soetari, “Ilmu Hadits: Kajian Riwayah dan Dirayah”, Mimbar Pustaka, Bandung, 2005, hlm.120

3
a. Hadits Mutawatir Lafzi
Hadits mutawatir Lafzi adalah hadist yang diriwayatkan oeh orang banyak yang susunan
redaksi dan maknanya sesuai benar antara riwayat yang satu dan yang lainnya.5
Contoh Hadits Mutawatir Lafzi :

ِ ‫ي ُمتَ َع ِمدًا فَ ْل َيتَ َب َّوأْ َم ْق َعلَهُ ِمنَ ال َّن‬


‫ار‬ َّ َ‫عل‬ َ َ‫ َم ْن َكذ‬.
َ ‫ب‬
"Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka
hendaklah ia bersedia menduduki tempat duduk di neraka." (H.R. Bukhari)
Menurut Abu Bakar Al-Bazzar, hadits tersebut diriwayatkan oleh 40 orang sahabat. Sebagian
ulama mengatakan bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh 62 orang sahabat dengan lafazh dan
makna yang sama. Hadits tersebut terdapat pada sepuluh kitab hadits, yaitu Al-Bukhari, Muslim,
Ad-Darimi, Abu Dawud, Ibn Majah, At-Tirmidzi, At-Thayasili, Abu Hanifah, Ath-Thabrani, dan
Al-Hakim.6

b. Hadits mutawatir ma’nawi


Hadits mutawatir ma’nawi adalah hadits yang lafadz dan maknanya berlainan antara satu
riwayat dengan riwayat lainnya, tetapi terdapat persesuaian makna secara umum (kulli).
Contoh hadits mutawatir ma’nawi:

‫عا ِئ ِه ِإ ََّل ِفى‬ َ ‫سلَّ َم ََل َي ْرفَ ُع َيدَ ْي ِه ِف ْي‬


َ ُ‫ش ْيءٍ ِم ْن د‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ي‬ ُّ ‫َو ِإ َّنهُ َي ْر َف ُع َحتَّى َكانَ ال َّن ِب‬
َ ‫اض إ ْب‬
‫ط ْي ِه‬ ُ ‫اء ي َُرى َب َي‬ِ َ‫اْل ْس ِت ْسق‬ِْ
"Rasulullah SAW tidak mengangkat kedua tangannya dalam doa-doanya, kecuali dalam doa
salat istiqa' dan beliau mengangkat tangannya, hingga nampak putih-putih kedua ketiaknya." (HR.
Bukhari)

5
Fatchur Rahman, “Ikhtisar Musthalah Al-hadits”, Al-Maarif, Bandung, 1974, hlm.79
6
Endang Soetari, op.cit. hlm.121

4
c. Hadis Mutawatir Amali
Hadits Mutawatir Amali adalah sesuatu yang mudah dapat diketahui bahwa hal itu berasal
dari agama dan telah mutawatir di antara kaum muslimin bahwa Nabi melakukannya atau
memerintahkan untuk melakukannya atau serupa dengan itu.
Contoh hadits Mutawatir Amali
Kita melihat dimana saja bahwa salat Zuhur dilakukan dengan jumlah rakaat sebanyak 4
(empat) rakaat dan kita tahu bahwa hal itu adalah perbuatan yang diperintahkan oleh Islam dan kita
mempunyai sangkaan kuat bahwa Nabi Muhammad SAW melakukannya atau memerintahkannya
demikian.

2. Syarat-syarat Hadits Mutawatir


Suatu hadits dapat disebut hadits mutawatir apabila memenuhi syarat – syarat berikut :
a. Hadits yang diriwayatkan itu mengenai nabi Muhammad SAW yang dapat ditangkap oleh
pancaindra. Seperti sikap dan perbuatan beliau yang dapat dilihat atau sabdanya yang dapat
didengar. Misalnya para sahabat mengatakan “kami lihat rasulullah SAW berbuat begini” atau
“kami lihat nabi SAW bersikap begini” atau “kami dengar nabi SAW bersabda begini”
b. Perawinya mencapai jumlah yang menurut kebiasaan mustahil mereka bersepakat untuk
berdusta. Jumlah minimal ada yang menetapkan sepuluh orang rawi, dua puluh, empat puluh dan
bahkan ada yang menetapkan minimal tujuh puluh rawi
c. Jumlah perawi pada setiap tingkatan takboleh kurang dari jumlah minimal.
Bila suatu hadits telah memenuhi tiga syarat diatas, maka tergolong hadits mutawatir, dan benar
berasal dari nabi SAW. Para rawi hadits mutawatir tidak harus memenuhi sahih dan hasan,
melainkan yang menjadi ukuran adalah segi kuantitasnya yang secara rasional mustahil mereka
bersepakat untuk bohong.7

7
Ahmad Muhammad Mudzakir, “Ulumul Hadist”, Pustaka Setia, Bandung, 1998, hlm.88

5
C. Pengertian Hadits Ahad
Hadits Ahad adalah hadits yang jumlah rowinya tidak sampai pada jumlah mutawatir, tidak
memenuhi syarat mutawatir, dan tidak pula sampai pada derajat mutawatir. Hal ini dinyatakan
dalam kaidah ilmu hadits yaitu hadits yang tidak sampai jumlah rawinya kepada jumlah hadits
mutawatir, baik rawinya itu seorang, dua, tiga, empat, lima, atau seterusnya dari bilangan-bilangan
yang tidak memberi pengertian bahwa hadits itu dengan bilangan tersebut masuk ke dalam hadits
mutawatir.8

Karena hadits Ahad ini jelas tidak mencapai derajat Mutawatir, maka ketertarikan orang
Islam terhadap haditsAhad ini tergantung pada kualitas periwayatnya dan kualitas persambungan
sanadnya. Bila sanad hadits itu tidak dapat mengikat orang Islam untuk mempergunakannya
sebagai dasar beramal. Sebaliknya, bila sanadnya bersambung dan kualitas periwayatnya bagus
maka menurut Jumhur, hadist itu harus dijadikan dasar.9

D. Pembagian HaditsAhad dan Contohnya

Hadits Ahad sendiri dibagi menjadi 3 macam, yaitu :

1. Hadits Masyhur

Al-Syuhrah (kemasyhuran) secara etimologis berarti ‘tersebar’ dan ‘tersiar’ (popular). Adapun
pengertian asy-syuhrah dalam kaitannya dengan hadits masyhur menurut istilah ahli hadits yaitu
menurut al-Hafizh Ibnu Hajar.

َ‫ص ْو َرة ٌ ِبا َ ْكثَ َر ِم ْن ا ِْثن‬ ُ ُ‫ْث ال َم ْش ُه ْو ُر َما لَه‬


ُ ْ‫ط ُر ٌق َمح‬ ُ ‫ال َح ِد ي‬

Hadits masyhur adalah hadits yang memiliki sanad terbatas yang lebih dari dua.10

Kata-kata ٌ ‫ص ْو َرة‬ ُ ُ‫ لَه‬mengecualikan hadits mutawatir, karena hadits mutawatir itu


ُ ْ‫ط ُر ٌق َمح‬
tidak dibatasi dengan jumlah sanad tertentu, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Yang

8
Ibid, hlm. 124
9
Muh, Zuhri, "Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis", (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997)
10
Nuruddin ‘Itr, op.cit, hlm.434

6
terpenting dalam hadits mutawatir adalah ketidakmungkinan adanya kesepakatan untuk berdusta,
dan hal ini kadang-kadang dapat dicapai dengan 10 rawi yang tsiqat sebagaimana dapat dicapai
dengan 50 rawi yang tidak tsiqat.

Kata-kata ‫ بِا َ ْكثَ َر ِم ْن اِثْنَيْن‬mengecualikan hadits gharib dan hadits ‘aziz. Sering muncul
anggapan bahwa hadits masyhur itu senantiasa sahih, karena sering kali seorang peneliti dengan
pandangan sepintas dapat terkecoh oleh berbilangnya rawi, yang mengesankan kekuatan dan
kesahihan sanad. Akan tetapi para muhaddits tidak peduli dengan berbilangnya sanad apabila tidak
disertai sifat-sifat yang menjadikan sanad-sanad itu sahih atau saling memperkuat sehingga dapat
dipakai hujah.

Contoh hadits masyhur :

‫ال ُم ْس ِل ُم ا َ ُخو ال ُم ْس ِل ِم‬


Setiap muslim adalah saudara muslim yang lain.

2. Hadits ‘Aziz

Asal kata istilah ini menurut bahasa adalah kata ‫ع َّز يَعَز‬
َ yang berarti ‘kuat’, sebagaimana
difirmankan Allah Swt.

ٍ ‫فَعَ َّز ْزنَا ِبثَا ِل‬


‫ث‬
Kemudian kami kuatkan dengan (utusan) ketiga (QS Yasin :14).

Pengertian lain mengenai hadits ‘aziz adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang
walaupun dua orang rawi tersebut terdapat pada satu thabaqah saja, kemudian setelah itu orang-
orang pada meriwayatkannya.

Contoh hadits ‘aziz :

َ‫َلَ َيؤْ ِم ُن ا َ َحدُ ُك ْم َحتَّى ا َ ُك ْونَ ا َ َحبَّ اِلَ ْي ِه ِم ْن َوا ِل ِد ِه َو َولَ ِد ِه َوال َّنا ِس ا َ جْ َم ِعيْن‬
Tidak sempurna iman salah seorang di antara kamu sebelum aku lebih dicintainya
daripada orang tuanya, anaknya, dan manusia seluruhnya.

7
Hadits ini diriwayatkan oleh Syaikhani dari Anas, dan al-Bukhari meriwayatkannya melalui
jalan lain dari Abu Hurairah r.a. Hadits ini dari Anas diriwayatkan oleh Qatadah dan Abdul Aziz
bin Shuhaib. Dari Qatadah diriwayatkan oleh Syu’bah dan Sa’id. Dari Abdul Aziz diriwayatkan
oleh Ismail bin ‘Ulayyahdan Abdul Warits. Dan dari masing-masing rawi terakhir ini diriwayatkan
oleh jemaah.

3. Hadits Gharib

Gharib menurut bahasa adalah orang yang menyendiri, mengasingkan diri, atau orang yang
jauh dari sanak keluarganya. Menurut istilah muhadditsin, yang dimaksud dengan hadits gharib
adalah :

َ ‫ع ْن اِ َما ٍم يُجْ َم ُع َح ِد ْيثُهُ ا َ ْو‬


َ ‫ع ْن َرا ٍو‬
‫غي ِْر اِ َما ٍم‬ َ ‫ْث الَّ ِذ ى تَفَ َّردَ ِب ِه َرا ِو ْي ِه‬
َ ‫س َوا ٌء تَفَ َّر دَ ِب ِه‬ ُ ‫ه َُوا ل َح ِد ي‬

Hadits gharib adalah hadits yang rawinya menyendiri dengannya, baik menyendiri karena
jauh dari seorang imam yang telah disepakati haditsnya, maupun menyendiri karena jauh dari
rawi lain yang bukan imam sekalipun.

Hadits yang demikian dinamai gharib karena ia seperti orang asing yang menyendiri dan tidak
ada sanak keluarga di sisinya atau karena hadits tersebut jauh dari tingkat masyhur, terlebih lagi
tingkat mutawatir.

Contoh hadits Gharib:

Sebagaimana disebutkan oleh al-Turmudzi dalam al-Ilal, yaitu hadits Abu Musa al-Asy’ari
dari Nabi Saw bahwa beliau bersabda :

‫س ْبعَ ِة ا َ ْمعَا َء َوال ُمؤْ ِم ُن َيأ ْ ُك ُل فِى ِمعًى َوا ِح ٍد‬


َ ‫ال َكا فِ ُر َيأ ْ ُك ُل فِى‬
Orang kafir itu makan sepenuh tujuh usus, sedangkan orang yang beriman makan sepenuh
satu usus

8
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Hadits Mutawatir adalah suatu hasil hadist anggapan pancaindera, yang diriwayatkan oleh
sejumlah besar rawi, yang menurut kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat untuk
dusta.
2. # Syarat-syarat hadits Mutawatir antara lain
a. Hadits yang diriwayatkan itu mengenai nabi Muhammad SAW yang dapatditangkap oleh
pancaindra.
b. Perawinya mencapai jumlah yang menurut kebiasaan mustahil mereka bersepakat untuk
berdusta
c. Jumlah parawi pada setiap tingkatan takboleh kurang dari jumlah minimal
#Pembagian Hadits Mutawatir antara lain :
a. Hadits Mutawatir Lafzi
b. Hadits Mutawatir ma’nawi
c. Hadis Mutawatir Amali
3. Hadits Ahad adalah hadits yang jumlah rowinya tidak sampai pada jumlah mutawatir, tidak
memenuhi syarat mutawatir, dan tidak pula sampai pada derajat mutawatir.
4. Pembagian hadits Ahad antara lain :
a. Hadits Masyhur
b. Hadits ‘Aziz
c. Hadits Gharib

SARAN

Mengingat berbagai kelemahan yang terdapat pada makalah ini, saya harap kepada
pemakalah selanjutnya agar melakukan tugas makalah ini dengan baik dan beragam serta disertai
dengan penjelasan yang akurat. Semoga Allah SWT. Senantiasa melimpahkan hidayah dan
maghfirah-Nya kepada kita, sehingga kita semua dapat menggapai ketentraman lahir dan batin
untuk mengabdi kepada-Nya dan menjadi hamba-Nya yang bahagia di dunia dan akhirat. Aamiin.

9
DAFTAR PUSTAKA

At-Thahhan Mahmud, Taisir Musthalah Al-Hadits, Dan Al-Qur’an Al-Karim, Beirut, 1979, hlm.19

As-Shiddieq Hasbi, 1993. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Jakarta, Bulan Bintang.

Mudzakir, Ahmad Muhammad, ulumul hadits, Pustaka Setia, Bandung, 1998, hlm.88

Nuruddin ‘Itr, op.cit, hlm.434

Rahman Fatchur, Ikhtisar Musthalah Al-hadits, Al-Maarif, Bandung, 1974, hlm.79

Soetari Endang, Ilmu Hadits: Kajian Riwayah dan Dirayah, Mimbar Pustaka, Bandung, 2005,
hlm.120

Soetari Endang, op.cit. hlm.121

Suparca Munzier dan Ucang Ranuwijaya, 1993. Ilmu Hadis, Jakarta, Rajawli Pers.

Zuhri Muh. 1997, Hadis Nabi Telaah Historis dan metodologis, Yogyakarta, Tiara Wacana.

10

Anda mungkin juga menyukai