Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Pengertian hadits Mutawatir,Masyhur,Ahad


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Semester III
Study Hadist

Oleh :
Nur Ayu Maulidya
Nurul Mahbubah

Dosen Pembimbing :
Dr. Agus Dediek Kurniawan M.Pd.I
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI SYARI’AH
BABUSSALAM KALIBENING MOJOAGUNG JOMBANG
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala nikmat
yang telah diberikan-Nya kepada kita semua termasuk terselesaikannya makalah ini. Makalah
ini mengambil tema Sejarah Teologi Islam sebagaimana amanat yang diberikan kepada kami
di dalam memenuhi tugas mata kuliah sistem ekonomi islam
Sebuah penghargaan bagi kami atas diberikannya tugas ini, karena dengan begitu kita
akan dapat mengkaji kembali tentang hal-hal yang berkaitan dengan Kalimat yang pasti akan
bermanfaat menambah keilmuan dan pengetahuan kita.
Dalam kesempatan ini perkenankan kami menghaturkan rasa terima kasih tak terhingga
kepada bapak Dr.Agus Dediek Kurniawan M.Pd.I
yang telah membimbing kami. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu sumbang saran maupun masukan sangat kami harapkan. Atas segala
kekurangan tersebut, kami mohon dibukakan pintu maaf seluas-luasnya.
Demikian dari kami, semoga segala tujuan baik dengan hadirnya makalah ini dapat
tercapai. Amiin.

Jombang, 11 September 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................i


DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................1
B. Rumusan masalah.............................................................1
C. Tujuan masalah…………………………………………1
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadist Mutawatir ........................................2
B. Pengertian Hadist Masyhur.............................................4
C. Pengertian Hadist Ahad................................................5
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................6
B. Saran................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................7

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kata mutawatir menurut lughat ialah al-mutatabi` yang berarti yang datang


kemudian, beriring-iringan atau berturut-turut satu dengan yang lain Sedangkan
menurut istilah ialah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang terhindar dari
kesepakatan mereka untuk berdusta (sejak awal sanad) sampai akhir sanad dengan
didasarkan pada pancaindera. Berdasarkan defenisi di atas dapat kita pahami bahwa
hadis mutawatir adalah hadist yang bersifat indrawi yang diriwayatkan oleh banyak
orang pada setiap tingkatan sanadnya,yang secara tradisi dan akal sehat mustahil
mereka besepakat untuk berusta dan memalsukan hadis.Bilangan para perawi hadist
harus mencapai jumlah yang menurut tradisi mustahil untuk besepakat untuk
berdusta. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang batasan jumlahuntuk
tidak memungkinkan bersepakat untuk untuk berdusta.Abu Thayib menentukan
sekurang-kurangnya empat orang. hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah saksi yang
diperlukan oleh hakim.Ashabus Syafi` menentukan minimal lima orang. hal ini
diqiyaskan dengan jumlah para Nabiyang mendapatkan gelar Ulul Azmi.Sebagian ulama
menetapkan dua puluh orang. Hal tersebut berdasarkan ketentuan yang telah difirmankan Allah
tentang orang-orang mu`min yang tahan uji, yang dapat mengalahkan orang-orang kafir sejumlah
dua ratus.
Jika jumlah banyak tersebut hanya pada Sebagiansanad saja maka tidakdinama
kan mutawatir tetapi dinamakan ahad. Persamaan jumlah para perawi tidak berarti
harussama jumlahya, mungkin saja jumlahnya berbeda namun nilainya sama.
Misalnya pada awal tingkatan sepuluh orang, tingkatan berikutnya dua puluh orang,
empat puluh orangdan seterusnya. Jumlah seperti ini tetap dinamakan sama dan
tergolong mutawatirMisalnya para perawi dalam sanad itu memiliki latar belakang
yang berbeda-beda baik Negara, jenis dan pendapat yang berbeda
pula. Sehingga dengan jumlah seperti ini secaralogika mustahil terjadi adanya
kesepakatan untuk berbohong dan memalsukan hadits. Padamasa awal pertumbuhan
hadits, memang tidak bisa dianalogikan dengan jaman sekarang ini,di samping
kejujuran, dengan daya memori mereka yang masih handal sehingga sangat
sulit besepakat untuk berbohong dalam suatu periwayatan.Salah satu alasan

1
pengingkar sunnah dalam penolakan mutawatir adalah pencapaian jumlah banyak
tidak menjamin dihukumi mutawatir karena masih memungkinkanuntuk bersepakat
berbohong. Hal ini karena mereka menganalogikan dengan realita duniasekarang
dimana kejujuran tidak bisa dipertanggungjawabkan, apalagi hal itu berada
dalam bingkai politik dan lain-lain. Oleh sebab itu sehingga para pengingkar
sunnah menolaknya.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian hadist mutawatir
2. Pengertian hadist masyhur
3. Pengertian hadist ahad
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa itu hadist mutawatir
2. Untuk mengetahui apa itu hadist masyhur
3. Untuk mengetahui apa itu hadist ahad

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian hadist mutawatir

Kata mutawatir menurut lughat ialah al-mutatabi` yang berarti yang datang


kemudian, beriring-iringan atau berturut-turut satu dengan yang lain. Sedangkan
menurut istilah ialah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang terhindar dari
kesepakatan merekauntuk berdusta (sejak awal sanad) sampai akhir sanad dengan
didasarkan pada pancaindera. Berdasarkan defenisi di atas dapat kita pahami bahwa
hadis mutawatir adalah hadistyang bersifat indrawi yang diriwayatkan oleh banyak
orang pada setiap tingkatan sanadnya,yang secara tradisi dan akal sehat mustahil
mereka besepakat untuk berusta dan memalsukan hadis. 

a) Syarat-syarat Hadits Mutawatir


1.  Diriwayatkan oleh sejumlah orang banyak
2. Adanya jumlah banyak pada seluruh tingkatan sanadJumlah banyak orang pada
tingkatan (thabaqat)
3. Mustahil bersepakat untuk berbohong
4. Sandaran berita itu pada panca indera
b) Hukum Hadits Mutawatir

Hadits mutawatir memberikan fadah ilmu daruri, yakni keharusan untuk


menerimanyasecara bulat sesuatu yang diberitahukan karena ia memberikan
keyakinan yang qat`i (pasti)dengan seyakin-yakinnya tanpa ada keraguan sdikitpun
bahwa Rasulullah saw, betul-betulmenyabdakan atau mengerjakan sesuatu seprti yang
diriwayatkan oleh rawi-rawi mutawatirDengan demikian dapatlah dikatakan bahwa
penelitian rawi-rawi hadits mutawatirtentang keadilan dan kedhabitannya tidak
diperlukan lagi, karena kuantitas atau jumlah rawi-rawinya mencapai ketentuan yang
dapat menjamin untuk tidak bersepakat untuk berbohong.Oleh karenanya wajiblah
bagi setiap muslim menerima dan mengamalkan semua haditsmutawatir.Tidak ada
perselisihan dikalangan para ulama tentang keyakinan faedah haditsmutawatir ini. Al-

3
Hafidz mengatakan: khabar mutawatir member faedah dharuri, seseorangharus
menerima dan tidak apat menolaknyaSeseorang yang mengingkari ilmu dharuri yang
dihasilkan dengan periwayatan mutawatirsama halnya dengan mengingkari ilmu dharuri
yang dihasilkan dengan penglibatan pancandera. Karena dengan jumalah banyak perawi yang
tidak memungkinkan sepakat untuk berbohong itu sudah cukup dijadikan alat untuk
mencapai tujuan akhir atau untuk mengetahuitingkat kesahihan suatu hadits yang
merupakan sumber syari`ah Islam. Oleh karena itu, penelitian sifat-sifat perawi
mutawatir tidak diperlukan sebagaimana hadits Ahad.D. Macam-macam Hadits
Mutawatir Para ulama hadits membagi hadits mutawatir menjadi tiga macam,yakni
mutawatir lafzhi, mutawatir ma`nawidan mutawatir amali.

1. Mutawatir lafzhi menurut Nur Ad-Din Atsar adalah:Hadits yang mutawatir dalam
satu lafadh Sedangkan menurut Muhammad At-Tahhan hadist yang mutawatir
lafadz dan maknanya Dan menurut Tawjih An-Nadzar adalah Hadits yang sesuai
lafal para perawinya, baik menggunakan satu lafal atau lafal lain yang sama
makna dan menunjukkan kepada makna yang dimaksud secara tegas
2. Mutawatir Ma`nawiSebagian ulama mendefinisikannya  Hadits yang berbeda lafal
dan maknanya, tetapi kembali kepada satu makna yang umumDari defenisi di
atas, maka mutawatir maknawi adalah hadits mutawatir pada makna,
yaitu beberapa riwayat yang berlainan tetapi memiliki makna yang sama atau satu
tujuan. Misalnya,Hatim diriwayatkania memberi seseorang seekor unta,
periwayatan lain ia memberi seekorkuda dan riwayat lain pula ia memberi hadiah
dinar. Maka disimpulkan makna periwayatannya bahwa ia seorang dermawan.
3. Mutawatir Amali sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa ia dari agama dan
telah mutawatir  antara kaummuslimin bahwa Nabi saw. Mengerjakannya atau
menyuruhnya dan atau selain.Dengan demikian hadits mutawatir amali adalah
haditsmutawatiryangmenyangkut perbuatan Rasulullah saw. Yang disaksikan dan 
ditiru tanpa perbedaan oleh orang banyak,untuk kemudian dijadikan contoh pada
generas-generasi berikutnya.
B. Pengertian hadist Masyhur
Hadits Masyhur seringkali disebut dengan hadits mustafid. Menurut bahasa,
masyhur dan mustafid memiliki arti yang sama, yakni 'yang sudah tersebar' atau
'yang sudah populer'. Secara istilah, hadits masyhur atau mustafid didefinisikan
sebagai hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih dan belum

4
mencapai derajat mutawatir. Mengutip buku Memahami Ilmu Hadits oleh Asep Herdi,
hadits jenis ini diriwayatkan tidak kurang dari tiga rawi dalam setiap tingkatannya
(thabaqah).

Meskipun ada ulama yang menyamakan antara hadits masyhur dan hadits
mustafid, sebagian ulama lain justru membedakan di antara keduanya. Menurut ulama
tersebut, hadits mustafid adalah hadits yang diriwayatkan oleh empat orang rawi atau
lebih dan belum mencapai derajat hadits mutawatir.

Sedangkan hadits masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi dan
juga belum mencapai derajat mutawatir. Jadi, perbedaan di antara keduanya hanya
sebatas pada jumlah perawinya.

Mengutip buku Ilmu Hadits Dasar oleh Athoillah Umar, berikut contoh hadits
masyhur yang bisa Anda simak

Hadits pertama

Rasulullah Saw bersabda, "Seorang muslim adalah kaum muslim yang tidak
terganggu (selamat) dari lidah dan tangannya." (H.R. Bukhari, Muslim, dan
Tirmidzi)

C. Pengertian hadist ahad

Hadits Ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh satu orang perawi, dua atau
lebih, selama tidak memenuhi syarat-syarat hadits Masyhur atau hadits Mutawatir
Dari definisi ‘Ajjaj Al-Khathib di atas dapat dipahami bahwa hadits Ahad adalah
hadits yang jumlah perawinya tidak mencapai jumlah yang terdapat pada hadits
Mutawatir atau pun hadits Masyhur.Dalam pembahasan berikut ini, definisi yang
dijadikan acuan adalah yang dikemukakan oleh Jumhur ulama hadits yang
mengelompokkan hadits Masyhur ke dalam kelompok hadits Ahad. Derajat hukum
hadits Ahad tidak seperti hukum hadits Mutawatir yang wajib diterima dan
diamalkan.Akan tetapi, Hadits Ahad memberikan faedah berupa ilmu nazhari (al-
ilmu an – nazhariyy) yaitu ilmu yang untuk mendapatkannya membutuhkan
kepada an-nazhr (penelitian) dan istidlal (pengambilan dalil) Maknanya, derajat
hukumnya perlu diteliti terlebih dahulu. Hadits ahad bisa shahih, hasan, atau dhaif.

5
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hadist mutawatir adalah hadist yang diriwayatkan oleh banyak rawi baik dari thabaqat
pertama (sahabat) sampai kepada thabaqat yang terakhir(thabi’at
thabi’un).Dengandemikianpenyebutan hadist dengan jenis ini akan sangat
dipengaruhi olehkualitas perawi dan jumlah perawi dalam setiap tingkatan serta mustahil
mereka itudapat berkumpul jadi satu untuk berdusta mengadakan hadist itu

B. Saran
Kami menyadari tentu masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahanbaik dari
penulisan serta penyajian dalam Makalah ini, oleh sebab itu kamimengharapkan masukan-
masukan dari Dosen Pembimbing Serta teman-teman guna kesempurnaan makalah yang akan
datang

6
DAFTAR PUSTAKA
Fatchur Rahman,
  Ikhtisar Musthalahul Hadits
, Bandung: Pustaka Al-
Ma’arif, 1974
 Hasbi As-Shiddieqy,
Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis
, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993Jalaluddin Al-Suyuthi,
Tadrib al-Rawiy,
Cet. III, Kairo: Dar al-Turats, 2005Kartini Kartono,
  Pengantar Metodologi Riset,
Bandung: Bandar Maju, 1990Muhammad Mahmud Ahmad Bakkar,
  Bulugh al-Amaal min Musthalah al-Hadits wa al- Rijal,
Kairo: Darussalam, 2011

Anda mungkin juga menyukai