Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HADIST MUTAWATIR & HADIST AHAD

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah: Hadist
Dosen Pengampu: Dr.Muchlis Anshori, S.Th.I, M.Pd.I

Disusun Oleh:

1. Devi Atika Muyassaroh (216121183)


2. Damar Graha Buana (216121189)

PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS ADAB DAN BAHASA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji serta syukur senantiasa kami panjatkan kepada kehadirat Allah
SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayat dan Inayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang kami beri judul " HADIST MUTAWATIR & HADIST AHAD"
sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadist. Semoga shalawat serta
salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Agung Muhammad SAW, semoga kita
semua mendapat hidayah serta syafaatnya kelak di hari akhir nanti.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengerti dan memahami secara keseluruhan
tentang materi tersebut. Kami selaku penyusun makalah mengucapkan banyak terimakasih
kepada dosen mata kuliah Hadist kami, yaitu Bapak Dr.Muchlis Anshori, S.Th.I, M.Pd.I., yang
telah membimbing kami dalam mempelajari tentang mata kuliah Hadist dengan lebih baik dan
benar. Kami juga berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung dan mendorong
kelancaran baik dalam penyusunan maupun dalam proses lainnya.

Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca, walaupun makalah ini mempunyai kelebihan serta banyak kekurangan. Kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca sangat kami butuhkan untuk perbaikan kedepannya.
Terima kasih.

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ ii


DAFTAR ISI ......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................ 3
A. Pengertian hadist Mutawatir dan hadist Ahad............................... 3
B. Klasifikasi hadist Mutawatir dan hadist Ahad.............................. 5
C. Contoh hadits Mutawatir dan hadits Ahad ………………………9
D. Kitab-kitab khusus hadist Mutawatir dan hadist Ahad…………..10

BAB III PENUTUP .............................................................................. 12


A. Kesimpulan ................................................................................ 12
B. Saran ........................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadist dalam bahasa Arab adalah Al Jadid yang artinya sesuatu yang baru. Hadist secara
etimologi adalah segala sesuatu yang diperbincangkan yang disampaikan baik dengan suara
maupun dengan lisan. Sedangkan secara terminologi hadist adalah segala sesuatu yang
bersumber dari Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan atau pernyataan di
dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan syariat islam. Hadist adalah sumber hukum
Islam kedua setelah Al-Qur’an, Setelah berkedudukan sebagai sumber, Hadist juga berfungsi
sebagai penjelas, pemerinci, dan penafsir Al-quran. Hadits diriwayatkan oleh para perawi dengan
sangat hati-hati dan teliti, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :

‫ب عَل َّي ُمتَ ِعمدًا فَ ْليَتَبَ َّوْأ َم ْق َع َدهُ ِمنَ النَّا ِر‬
َ ‫َمنْ ك ََّذ‬

Artinya : “Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka tempatnya   dalam


neraka disediakan”.

Tidak seperti Al-Qur'an, dalam penerimaan Hadits dari Nabi Muhammad SAW banyak
mengandalkan hafalan para sahabatnya dan hanya sebagian saja yang ditulis oleh mereka.

Hadits dilihat dari segi kuantitas perawinya dibagi menjadi dua, yakni hadist Mutawatir dan
hadist Ahad. Hadis Mutawatir adalah hadist yang bersifat indriawi (didengar atau dilihat),
Sedangkan hadist Ahad adalah hadist yang tidak memenuhi beberapa persyaratan hadis
Mutawatir.

1
B. Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang didapat dari penulisan makalah ini, diantaranya :
1. Apa pengertian hadist Mutawatir dan hadist Ahad?
2. Apa saja klasifikasi hadits Mutawatir dan hadits Ahad?
3. Bagaimana contoh hadits Mutawatir dan hadits Ahad?
4. Adakah kitab-kitab khusus yang memuat hadits Mutawatir dan hadits Ahad?

C. Tujuan
Dari perumusan masalah diatas, maka tujuan yang akan disampaikan dari penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa pengertian hadist Mutawatir dan hadist Ahad.
2. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi hadist Mutawatir dan hadist Ahad.
3. Untuk mengetahui contoh hadist Mutawatir dan hadist Ahad.
4. Untuk mengetahui adanya kitab-kitab khusus yang memuat hadist Mutawatir dan hadist Ahad

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadist Mutawatir dan Hadist Ahad


~Pengertian Hadist Mutawatir
Kata Mutawatir berasal dari bahasa Arab ‫ يتواتر – تواترا فهو متواتر‬-‫( تواتر‬tawatara - yatawataru –
tawaturan fahuwa mutawatirun),. yang secara bahasa merupakan isim fa’il, dari at- tawatur
yang memiliki arti berturut turut. (Al-Mu’jam al-Wajiz, 1980: 659)

Sedangkan secara istilah hadits Mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh banyak orang
(perawi), yang menurut kebiasaan/sifat perawi mustahil untuk berdusta (Mahmud Thahan,
1985:20)

-Syarat-Syarat Hadist Mutawatir

Hadist Mutawatir dinyatakan benar ke mutawatirannya apabila memenuhi persyaratan berikut:

1. Diriwayatkan oleh perawi yang banyak

Hadist Mutawatir harus diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi yang membawa keyakinan
bahwa mereka tidak bersepakat untuk berdusta. Para ulama yang berbeda pendapat ada yang
menetapkan jumlah tertentu dan ada yang tidak menetapkannya. Adapun ulama yang
menetapkan jumlah tertentu masih berselisihkan mengenai jumlahnya. Al-Qadi Al-Baqillani
menetapkan bahwa jumlah perawi hadist Mutawatir sekurang-kurangnya lima orang, Selain itu
Astikhary menetapkan bahwa yang paling baik minimal 10 orang, sebab jumlah itu merupakan
awal bilangan banyak.

2. Keseimbangan antar perawi Thabaqat ( Lapisan ) pertama dan Thabaqat berikutnya

Jika hadist diriwayatkan oleh 20 orang sahabat, kemudian di terima oleh 10 tabi’in tidak dapat
digolongkan sebagai hadist Mutawatir sebab jumlah perawinya tidak seimbang antara thabaqat
pertama dan thabaqat seterusnya.

3. Berdasarkan penglihatan langsung ( Indrawi ) atau empiris

3
Berita yang disampaikan oleh perawi harus berdasarkan tanggapan panca indra, artinya berita
yang disampaikan harus merupakan hasil pendengaran dan penglihatannya sendiri. (Rozali,
2019:6)

-Hukum Hadist Mutawatir

Ulama Hadits setuju bahwa hadist Mutawatir memberikan ilmu dharuri ( ‫ ) الرضوري‬yaitu ilmu
yang pasti (yakin) dan tidak boleh diingkari kebenarannya. Mutawatir wajib diterima dengan
yakin dan wajib diamalkan. Ulama juga setuju bahwa hadist Mutawatir dari Nabi Muhammad
SAW semuanya maqbul dan tidak perlu lagi mencari keadaan perawinya.

Hasbi As-Shiddiqy menjelaskan bahwa hadist Mutawatir sama derajatnya dengan nash Al-
Quran. Oleh karena itu, mengingkari hadist Mutawatir, sama dengan mengingkari Al-Quran,
dihukum kafir. Atau paling sedikit sebagai orang yang mulhid, yaitu orang yang mengakui akan
keesaan Allah SWT dan mengaku sebagai orang Islam tetapi tidak mengakui Nabi Muhammad
SAW sebagai Rasulullah.

~Pengertian Hadist Ahad

Secara bahasa, kata Ahad merupakan bentuk jama' dari wahid yang berarti satu. Maka hadist
Ahad atau hadist Wahid adalah sesuatu yang disampaikan oleh satu orang.

Sedangkan secara istilah hadist Ahad adalah hadist yang para perawinya tidak mencapai
jumlah perawi hadist Mutawatir.

-Syarat-Syarat Hadist Ahad

1. Periwayatnya tsiqah dalam agamanya, diketahui benar dalam hadisnya, dan semua
periwayatnya tsiqah dari awal hingga akhir.

2. Periwayatnya sudah balig ketika menyampaikan hadist, dan mengerti makna hadist jika ia
meriwayatkannya secara makna, kalau ia tidak memahaminya, ia harus meriwayatkan secara
lafal yang berasal dari Nabi Muhammad SAW.

3. Periwayatnya harus hafal hadist yang berdasarkan hafalan dan menjaga kitabnya jika ia
meriwayatkannya secara kitabah.

4. Periwayatannya tidak berbeda dengan riwayat orang tsiqat.

4
5. Periwayatnya tidak mudallis, seperti meriwayatkan sesuatu yang tidak didengarnya dari orang
yang ditemuinya. Riwayatnya akan diterima apabila ia menggunakan haddatsani atau sami’tu

-Hukum Hadist Ahad

Hukum hadist Ahad tidak seperti hukum hadist Mutawatir yang wajib diterima dan diamalkan.

Akan tetapi, Hadist Ahad memberikan manfaat berupa ilmu nazhari (al-ilmu an – nazhariyy)
yaitu ilmu yang untuk mendapatkannya membutuhkan kepada an-nazhr (penelitian) dan istidlal
(pengambilan dalil).

B. Klasifikasi Hadist Mutawatir dan Hadist Ahad

~Klasifikasi Hadist Mutawatir

Hadist Mutawatir terbagi menjadi dua bagian yaitu: Mutawatir Lafzhi, dan Mutawatir
Ma’nawi.

1. Mutawatir Lafzhi adalah apabila lafazh dan maknanya Mutawatir yang dirawikan oleh perawi.

Contoh hadist Mutawatir Lafzhi

ٌ ‫وسى قَالُوا َح َّد َثنَا َش ِر‬ ِ ‫ِإ‬ ِ ِ َّ ٍِ ِ


‫يك َع ْن‬ ُ ‫َح َّد َثنَا َأبُو بَ ْك ِر بْ ُن َأبي َش ْيبَةَ َو ُس َويْ ُد بْ ُن َسعيد َو َع ْب ُد الله بْ ُن َعام ِر بْ ِن ُز َر َار َة َو ْس َمع‬
َ ‫يل بْ ُن ُم‬
ِ ِ ُ ‫ال رس‬ ِ ِ‫ود َعن َأب‬
ٍ ‫الرحم ِن ب ِن َعب ِد اللَّ ِه ب ِن مس ع‬ ِ ٍ ِ
َ ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم " َم ْن َك َذ‬
‫ب َعلَ َّي‬ َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ َ‫ال ق‬
َ َ‫يه ق‬ ْ ُْ َ ْ ْ ْ َ ْ َّ ‫س َماك َع ْن َع ْبد‬

)‫ُمَت َع ِّم ًدا َفلْيَتََب َّوْأ َم ْق َع َدهُ ِم ْن النَّا ِر " (البخارى‬

“Barangsiapa yang sengaja berdusta dengan atas namaku maka ia akan mendapatkan
tempat duduknya dari api neraka.” (HR. Bukhari)

Imam Jalaluddin Al-Suyuthiy menyebutkan bahwa Ibnu al-Shalah menyebutkan 62 orang


sahabat yang meriwayatkan hadist di atas dengan susunan redaksi dan makna yang sama.
(Fatchur Rahman, 1974:83)

2. Mutawatir Ma’nawi adalah hadist yang maknanya Mutawatir sedangkan lafazhnya tidak. Atau
dengan kata lain adalah hadist yang diriwayatkan, perawinya berlainan dalam menyusun redaksi
pemberitaan, tetapi berita pemberitaan yang berlainan itu terdapat persesuaian dan kesamaan
makna pada prinsipnya.

5
Contoh hadist Mutawatir Ma’nawi:

(( ‫اض ِإبْطَْي ِه‬ ِ ‫ِ ِ اِل‬ ٍِ ِِ ِ


ُ َ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم اَل َي ْرفَ ُع يَ َديْه في َش ْيء م ْن ُد َعاِئه ِإاَّل في ا ْستِ ْس َقاء َوِإنَّهُ َي ْرفَ ُع َحتَّى ُي َرى َبي‬
َ ‫)) َكا َن النَّبِ ُّي‬

Yang artinya:"Rasulullah SAW tidak mengangkat kedua tangan beliau dalam doa-doanya selain
dalam doa salat istiqa' dan beliau mengangkat tangannya, sehingga nampak putih-putih kedua
ketiaknya." (HR. Bukhari Muslim)

~Klasifikasi Hadist Ahad

Hadist Ahad terbagi menjadi tiga bagian yaitu: hadist Masyhur, hadist Aziz, hadist Gharib.

1. Hadist Masyhur

Masyhur adalah Isim Maf’ul dari kata syahrah yang secara bahasa yaitu sesuatu yang jelas..
Sedangkan menurut istilah adalah hadist yang diriwayatkan tiga orang perawi atau lebih di setiap
tingkatan (thabaqat) tapi tidak sampai tingkat hadist Mutawatir.

Contoh hadist Masyhur:

‫حتى إذا لم ُي ْب ِق عالماً اتخ َذ‬ ِ ِ ‫ْم بَِق ْب‬ ِ ِ ‫زاعا ي ْنتَ ِزعُهُ ِمن‬ِ ‫ض ال ِْعل‬ِ َّ
َّ ‫ض العلماء‬ َ ‫يقبض الْعل‬
ُ ‫ولكن‬
ْ ‫العباد‬ َ ً ‫ْم انْت‬
َ ُ ‫((إن اهللَ ال َي ْقب‬
)‫)) (أخرجه البخاري‬.‫وَأضلُّ ْوا‬ ٍ ‫سِئلُوا فَأ ْفَت ْوا بغي ِر‬
َ ‫علم فضلُّ ْوا‬ ُ َ‫َّاس ُرءُ ْو ًسا ُجهَّاالً ف‬
ُ ‫الن‬

Yang artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengambil ilmu dengan melepaskan dari dada
seorang hamba, akan tetapi akan melepaskan ilmu dengan mengambil para ulama, sehingga
apabila sudah tidak terdapat seorang yang alim, maka orang yang bodoh akan dijadikan
sebagai pemimpin, lalu memberikan fatwa tanpa didasari ilmu, mereka sesat dan menyesatkan.”
(HR. Bukhari).

Hadist di atas Masyhur di tingkat sahabat, karena diriwayatkan 3 orang sahabat, yaitu Ibn `Amr,
`Aisyah, dan Abu Hurairah. Sedangkan pada sanad di kalangan tabi`in lebih dari 3 orang. Hadits
masyhur bisa jadi terjadi pada satu atau dua tingkatan sanad saja atau pada seluruh tingkatan
sanad.

6
Hukum hadist Masyhur bergantung kepada hasil penelitian atau pemeriksaan para ulama.
Sebagain Hadist Masyhur ada yang shahih, sebagian hasan, dan sebagian lagi ada yang dha`if,
bahkan ada yang Maudhu’. Namun perlu diketahui, bahwa ke-shahih-an hadits Masyhur lebih
kuat dari pada ke Shahih-an hadist Aziz dan hadist Gharib yang hanya diriwayatkan oleh satu
atau dua orang periwayatnya saja.

2. Hadist Aziz

Secara bahasa Aziz artinya yang sedikit, yang gagah, atau yang kuat. secara istilah ilmu hadist
adalah hadist yang perawinya berjumlah tidak kurang dari dua orang di seluruh tingkatan
(thabaqah). Mahmud Al-Thahhan menjelaskan masing-masing tingkatan (thabaqah) tidak boleh
kurang dari dua orang perawi. Jika sebagian thabaqat-nya dijumpai tiga orang atau lebih perawi,
hal itu tidak merusak statusnya sebagai hadist Aziz, asalkan di dalam thabaqah lainnya,
meskipun cuma satu thabaqah- terdapat dua orang perawi. Sebab yang dijadikan patokan adalah
jumlah minimal perawi di dalam thabaqah sanad.

Dalam hadist Aziz terdapat hadist Aziz yang Shahih, ada yang Hasan dan ada pula yang Dha'if
tergantung pada terpenuhi atau tidaknya ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan hadist
Shahih, Hasan dan Dha'if.

Contoh Hadits Aziz.

)‫ال يؤمن احدكم حتى اكون احب إليه من نفسه ووالده وولده والناس اجمعين (متفق عليه‬

“Tidak sempurna iman salah seorang darimu sehingga aku lebih dicintainya dari pada ia
mencintai dirinya sendiri, orang tuanya, anak-anaknya dan manusia seluruhnya.“ (Muttafaqun
'Alaihi).

Hadist diatas diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik. Dan diriwayatkan juga
oleh Bukhari dari jalan Abu Hurairah.

Susunan sanad dari dua jalan (sanad) itu adalah: yang meriwayatkan dari Anas: Qatadah dan
Abdul Aziz bin Shuhaib. Yang meriwayatkan dari Qatadah: Syu’bah dan Said. Yang
meriwayatkan dari Abdul Aziz : Ismail bin ‘Illiyyah dan Abdul Warits.

3. Hadist Gharib

7
ِ ‫ب يغرُبُ غرْ با فهو غ‬
Kata Gharib berasal dari kata ٌ‫َريْب‬ َ ‫ غ َر‬yang secara bahasa yang artinya
sendirian (al-munfarid), terisolasi jauh dari kerabat, perantau, asing, aneh dan sulit dipahami.
Ulama lain memberi nama lain yang searti dengan Gharib adalah Hadist Fard. Kata Fard (‫)فَرد‬
diartikan tunggal dan satu. Sedangkan secara istilah hadist Gharib atau hadist Fard adalah
hadist yang dalam sanadnya terdapat seseorang yang menyendiri dalam meriwayatkan, dimana
saja penyendirian dalam sanad itu terjadi.

Ulama hadist membagikan hadist Gharib menjadi dua macam, yaitu:

1. Gharib Mutlak

Hadist yang hanya seorang diri perawi dalam periwayatan sekalipun dalam satu tingkatan sanad.
Contoh :

)‫ب (أخرجه أحمد‬ ِ ‫َّس‬ ِ


ُ ‫ب ال يُباعُ وال ُي ْو َه‬ َ ‫َحمةٌ كلَحمة الن‬
ْ ‫الوالءُ ل‬
َ

“Hamba Wala’ (pewaris budak adalah yang memerdekakannya) adalah daging bagaikan
daging nasab tidak boleh dijual dan tidak boleh dihibahkan.” (H.R Ahmad).

Hadist di atas Gharib Muthlak, karena hanya Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar sendirian yang
meriwayatkannya.

2. Gharib Nisbi

Menurut Manna Al-Qaththan, Gharib Nisbi atau disebut juga Al-Fardu An-Nisbi yaitu apabila
ke-Gharibannya terjadi pada pertengahan sanadnya bukan pada asal sanadnya. Maksudnya satu
hadist yang diriwayatkan oleh lebih dari satu orang perawi pada asal sanadnya, kemudian dari
semua perawi itu hadist ini diriwayatkan oleh satu orang perawi saja yang mengambil dari para
perawi tersebut.

Misalnya: Hadist Imam Malik, dari Zuhri, dari Anas –radliyallahu ‘anhu-. “Bahwa Nabi
Muhammad SAW masuk ke kota Makkah dengan mengenakan penutup kepala di atas
kepalanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadist ini hanya diriwayatkan oleh Malik dari Zuhri. Dinamakan dengan Gharib Nisbi karena
kesendirian periwayatan hanya terjadi pada perawi tertentu.

8
C. Contoh Hadist Mutawir dan Hadist Ahad

~ Contoh Hadist Mutawatir

1.

‫ﻮﺤﺩﺜﻨﺎ ﻤﺤﻤﺩ ﺑﻦ ﻋﺑﻴﺩ ﺍﻠﻐﺑﺮﻱ ﺤﺩﺜﻨﺎ ﺃﺑﻮ ﻋﻮﺍﻨﺔ ﻋﻦ ﺃﺑﻰ ﺤﺻﻴﻦ ﻋﻦ ﺃﺑﻰ ﺻﺎﻟﺢ ﻋﻦ ﺃﺑﻰ ﻫﺮﻴﺮﺓ ﻘﺎﻞ ﻘﺎﻞ ﺮﺴﻮﻞ ﺍﷲ‬
﴾‫ ﴿ﻤﺴﻠﻢ‬.‫ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺴﻠﻢ ﻤﻦ ﻜﺬﺏ ﻋﻟﻲ ﻤﺘﻌﻤﺪﺍ ﻔﻠﻴﺘﺑﺮﺃ ﻤﻘﻌﺪﻩ ﻤﻦ ﺍﻠﻨﺎﺭ‬

Yang artinya :”Berbicara kepada kami Muhammad bin Ubaid Al-Gabary diceritakan lagi oleh
Abu Awanah dari Abi Hasin dari Abi Salih dari Abi Hurairah berkata, berkata Rasulullah saw. :
Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah bersiap-siap untuk
mengambil tempat di neraka.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

2.

‫ﺤﺪﺜﻨﺎ ﻤﻭﺴﻰ ﻘﺎﻝ ﺤﺪﺜﻨﺎ ﺍﺒﻭ ﻋﻭﺍﻨﺔ ﻋﻦ ﺍﺒﻰ ﺼﺎﻠﺢ ﻋﻦ ﺍﺒﻰ ﺤﺮﻳﺮﺓ ﻋﻦ ﺍﻠﻨﺒﻰ ﺼﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻳﻪ ﻮﺴﻠﻢ ﺘﺴﻤﻮﺍ ﺒﺄﺴﻤﻲ‬
‫ﻮﻻ ﺘﻜﺘﻧﻮﺍ ﺒﻜﻧﻳﺘﻰ ﻮﻤﻦ ﺮﺍﻧﻰ ﻔﻰ ﺍﻟﻤﻧﺎﻤﻰ ﻔﻘﺪ ﺮﺍﻧﻰ ﻔﺄﻦ ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻦ ﻻﻴﺗﻤﺛﻞ ﻔﻰ ﺻﻭﺭﺗﻰ ﻭﻤﻦ ﻜﺬﺐ ﻋﻠﻰ ﻤﻌﻤﺪﺍ‬
﴾‫ ﴿ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ‬.‫ﻔﻟﻴﺗﺒﻮﺃ ﻤﻘﻌﺪﻩ ﻤﻦ ﺍﻠﻧﺎﺮ‬

Yang artinya :”Menceritakan kepada Musa dia berkata menceritakan kepada Abu Uwanah
diperoleh dari Abi Husain dari Abi Salih dari Abi Hurairah dari Nabi saw., jadikan nama kamu
sesuai dengan namaku, dan jangan kamu melekatkan keburukan dengan yang aku anggap itu
buruk. Siapa yang diantara kamu melihatku di dalam tidurnya, maka ia benar-benar telah
melihatku. Sesungghnya Setan tidak bisa menyerupai bentukku dan siapa yang berdusta dengan
sengaja, maka ia telah menyediakan tempatnya di dalam neraka.” (HR Bukhari).

3.

.‫ﻜﺎﻦ ﺍﻠﻧﺑﻲ ﺼﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻮﺳﻟﻡ ﻻﻴﺭﻔﻊ ﻴﺪﻴﻪ ﻔﻰ ﺷﻴﺊ ﻤﻦ ﺪﻋﺎﺌﻪ ﺍﻻ ﻔﻰ ﺍﻹﺴﺗﺷﻘﺎﺀ ﻭﺇﻧﻪ ﻴﺭﻔﻊ ﺤﺗﻰ ﻴﺭﻯ ﺑﻴﺎﺾ ﺇﺑﻄﻴﻪ‬
(‫(ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺑﺨﺎﺭﻯ‬

9
Yang artinya :”Nabi Muhammad saw. tidak mengangkat kedua tangannya dalam doa-doa
beliau, kecuali dalam shalat Istisqa’ dan beliau mengangkat tangannya hingga tampak putih-
putih kedua ketiaknya.” (HR Bukhari).

~Contoh Hadist Ahad

ُ‫ُصيبُهَا َأوْ ِإلَى ا ْم َرَأ ٍة يَ ْن ِك ُحهَا فَ ِهجْ َرتُه‬


ِ ‫َت ِهجْ َرتُهُ ِإلَى ُد ْنيَا ي‬ ِ ‫ِإنَّ َما اَأْل ْع َما ُل بِالنِّيَّا‬
ْ ‫ت وَِإنَّ َما لِ ُكلِّ ا ْم ِرٍئ َما نَ َوى فَ َم ْن َكان‬
‫ِإلَى َما هَا َج َر ِإلَ ْي ِه‬

Yang artinya “Sesungguhnya amal itu dengan niat, dan sesungguhnya bagi masing-masing
orang apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia yangakan ia dapatkan
atau kepada perempuan yang akan dia nikahi maka (hasil) hijrahnya adalah apa yang dia
niatkan”. [Muttafaqun ‘alaih].

Hadits ini riwayat Imam Muslim,

‫يق َو ْال َحيَا ُء‬


ِ ‫ضلُهَا قَوْ ُل اَل ِإلَهَ ِإاَّل هَّللا ُ َوَأ ْدنَاهَا ِإ َماطَةُ اَأْل َذى ع َْن الطَّ ِر‬
َ ‫اِإْل ي َمانُ بِضْ ٌع َو َس ْبعُونَ َأوْ بِضْ ٌع َو ِستُّونَ ُش ْعبَةً فََأ ْف‬
ِ ‫ُش ْعبَةٌ ِم ْن اِإْل ي َم‬
‫ان‬

Yang artinya: “Iman itu tujuhpuluh cabang lebih, Yang paling tinggi adalah ucapan laailaha
illallaah, dan yang paling rendah ialah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan malu merupakan
salah satu cabang iman”.

D. Kitab-Kitab Khusus Hadist Mutawatir dan Hadist Ahad

~Kitab-Kitab Khusus Hadist Mutawatir

Para ulama telah mengumpulkan hadist-hadist Mutawatir, lalu menjadikannya sebagai kitab
khusus (mushanaf) tersendiri, untuk memudahkan para penuntut ilmu merujuk kepadanya.
Diantara kitab-kitab itu adalah:

10
1) Al-Azhar al-Mutanatsirah fi al-Akbar al-Mutawatirah, Karya Jalaluddin As-Suyuthi.

2) Qathful Azhar, Karya Jalaluddin As-Suyuthi, Ringkasan kitab di atas.

3) Al–La’ali’ al-Mutanatsirah fi al-Ahadits al-Mutawatirah, Karya Abu Abdillah Muhammad


Bin Thulun Al-Dimasyqi.

4) Nazhmul Mutanatsirah minal Hadits al–Mutawatirah, Karya Muhammad bin Ja’far Al


Kittani.

~Kitab-Kitab Khusus Hadist Ahad

Para ulama telah mengumpulkan hadist-hadist Mutawatir, lalu menjadikannya sebagai kitab
khusus (mushanaf) tersendiri, untuk memudahkan para penuntut ilmu merujuk kepadanya.
Diantara kitab-kitab itu adalah:

1.) Al-Maqashid al-Hasanah fi maa Isytahara ‘ala al-Sinati. Karya As-Sakhawi.

2.) Kasyfu al-Khafa wa Muzail al-Ilbas fi maa Isytahara min al-Hadits ‘ala al-Sinati al-Naas.
Karya Al-‘Ajluni

3.) Tamyizu al-Thayyib min al-Khabits fi maa Yaduru ‘ala al-Sinati al-Naas min al-Hadits.
Karya Ibnu al-daiba’ as-Syaibani.

11
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pengklasifikasian hadist secara kuantitas dibagi menjadi Mutawatir dan Ahad. Hadist
Mutawatir adalah hadist yang diriwayatkan oleh banyak orang (perawi), yang menurut adat
(kebiasaan) mustahil mereka sepakat untuk berdusta. Hadist Mutawatir dibagi ke dua jenis;
pertama Mutawatir Lafzhi yaitu apabila lafazh dan maknanya mutawatir yang dirawikan oleh
perawi dan yang kedua Mutawatir Ma’nawi yaitu hadist yang diriwayatkan, perawinya berlainan
dalam menyusun redaksi pemberitaan, tetapi berita pemberitaan yang berlainan itu terdapat
persesuaian dan kesamaan makna pada prinsipnya.

Sedangkan hadist Ahad adalah hadist yang para perawinya tidak mencapai jumlah perawi
hadist Mutawatir, baik perawinya itu satu, dua, tiga, empat, atau seterusnya. Hadist Ahad dibagi
ke tiga jenis; Pertama Masyhur yaitu hadits yang diriwayatkan tiga orang perawi atau lebih di
setiap tingkatan (thabaqat) tapi tidak sampai tingkat hadits Mutawatir. Kedua Aziz yaitu istilah
ilmu hadist adalah hadist yang perawinya berjumlah tidak kurang dari dua orang di seluruh
tingkatan (thabaqah). Ketiga Gharib yaitu hadist yang dalam sanadnya terdapat seorang yang
menyendiri dalam meriwayatkan, dimana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi.

B. SARAN

Kami penyusun makalah mengakui bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat
kelemahan dan kekurangan yang semestinya perlu ditambah dan diperbaiki. Seperti uraian dan
contoh tentang Hadist Mutawatir dan Hadist Ahad yang diambil masih sangat kurang. Oleh
sebab itu, segala masukan yang bersifat positif sangat kami harapkan demi kesempurnaan

12
makalah ini dimasa yang akan mendatang. Harapan kami semoga inti tentang shalat yang kami
bahas ini dapat menambah ilmu dan wawasan pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits, Bandung: Pustaka Al-Ma’arif, 1974

Hasbi As-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993

Muhammad Mahmud Ahmad Bakkar, Bulugh al-Amaal min Musthalah al-Hadits wa al- Rijal,
Kairo: Darussalam, 2011

Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, cet. I, terj. Mifdhol Abdurrahman, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2014

Departemen Agama RI. Alquran dan Terjemahnya. Bandung : Lubuk Agung, 1989.

Al-Gazali, Syaikh Muhammad. al-Sunnah al-Nabawiyah : Baina Ahl al-Fiqh wa Ahl al-Hadis
diterjemahkan oleh Muhammad al-Baqir dengan judul, Studi Kritik Hadis Nabi saw Antara
Pemahaman Tekstual dan Kontekstual. Cet. I ; Bandung : al-Mizan, 1998.

Salah, Ibnu. Ulum al-Hadis. Madinah: al-Maktabat al-Islamiyah, 1972.

13

Anda mungkin juga menyukai