Anda di halaman 1dari 18

PEMBAGIAN HADIST MENURUT JUMLAH RIWAYATNYA

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas terstruktur pada mata kuliah :
USHUL HADIST

Disusun Oleh:

01. Widya Sri Oktavia


02. Sinta Muria
03. Imen Syafrianti

Dosen Pengampu:

Dr. Linda Suanti, S.Ag., M.A.

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR‟AN DAN TAFSIR

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


PENGEMBANGAN ILMU AL-QURAN
SUMATERA BARAT
2022 M/ 1444 H
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah,senantiasa kita ucapkan puji syukur kehadirat allah


subhanahuwata‟ala yang hingga saat ini masih memberikan nikmat iman dan
kesehatan, sehinga pemakalah diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah
tentang pembagian hadist menurut jumlah riwayatnya guna memenuhi persyaratan
tugas makalah Ushul Al-Hadist.

Tak lupa pemakalah juga mengucapkan terima kasih sebanyak-


banyaknya kepada setiap pihak yang telah mendukung serta membantu
pemakalah selama proses penyelesaian makalah hingga selesainya makalah ini.
Kritik dan saran sangat diperlukan untuk mencapai makalah yang ideal.
Pemakalah berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Padang, 27 September 2022

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................. 1


B. Rumusan Masalah .............................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Kalangan Hanafiah ............................................................. 2


B. Kalangan Syafi‟iah ............................................................. 2

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................... 13
B. Saran-Saran ........................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu hadits memiliki klasifikasi yang begitu kompleks dalam


Islam. Hadits dibagi berdasarkan jumlah periwayatannya,
penyandarannya, diterima atau ditolaknya satu hadits dan lain sebagainya.
Hal itu dilakukan agar hadits-hadits yang ditemukan mudah dipahami.
Namun, dari sekian banyak klasifikasi hadits. Penulis pada kesempatan
kali ini akan membahas tentang pembagian hadits berdasarkan jumlah
periwayatannya (kuantitas sanadnya). Mulai dari hadits mutawattir, hadits
ahad dan sebagainya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pendapat kalangan ulama hanafiah terhadap hadits
mutawattir dan hadits ahad?
2. Bagaimana pendapat kalangan ulama syafi‟iah terhadap hadits
mutawattir dan hadits ahad?
3. Apa pengertian dari hadits mutawattir dan hadits ahad serta
pembagiannya?
4. Bagaimana contoh-contoh dari hadits mutawattir dan hadits ahad?

C. Tujuan

Mengetahui pendapat kalangan ulama hanafiah dan syafi‟iah


terhadap hadits mutawattir dan hadits ahad serta pembagian hadits
berdasarkan jumlah periwayatanya mulai dari pengertian, syarat, dan
contoh-contohnya

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kalangan Hanafiah

Jumhur ulama menegaskan bahwasnnya imam abu hanifah


berhujjah dengan hadits mutawattir. Di kalangan ulama hanafiah terbagi
dua, sebagian menyamakan hadits mutawattir dengan masyhur dan
sebagian lain mengatakan hadits masyhur tidak menyangkut soal yang
bersifat keyakinan melainkan hanya bersifat zhanni (dugaan). Artinya
hadits masyhur dapat diamalkan di bawah hadits mutawattir.

Abu Hanifah juga menerima hadits ahad sebagai hujjah dengan


menetapkan syarat-syarat sebagai berikut:

1. Periwayat tidak menyalahi periwayatnya.


2. Riwayatnya tidak menyangkut soal yang umum.
3. Riwayatnya tidak menyalahi Qiyas.

Imam Abu Hanifah juga menggunakan Qiyas untuk menilai hadits


ahad sebagai hujjah. Artinya hadits ahad bagi Abu Hanifah berada
dibawah Qiyas.

B. Kalangan Syafi’iah

Imam Syafi‟i mendudukkan hadits ahad sebagai hujjah jika hadits


ahad itu memenuhi kriteria dhabit Imam Syafi‟i. Menurut Imam Syafi‟i
posisi hadits mutawattir lebih tinggi dari pada hadits ahad dan mursal.

2
1. Pembagian Hadits berdasarkan Jumlah Periwayatanya

1. Hadits Mutawattir
a. Pengertian

Secara kebahasaan kata mutawatir berarti “al-tatabu”1 yakni


berturut-turut, berurutan, dan susul-menyusul.

Secara istilah Dalam buku “At-taisīru fī musṭalaḥi al-ḥadīṡ”


Mahmud Ṭahhān mendefinisikan mutawātir adalah “Hadis yang
diriwayatkan oleh sejumlah orang banyak yang menurut kebiasaan,
mustahil sepakat dalam kebohongan mulai dari awal sanad hingga akhir
sanad”.Imam Nawawi mengemukakan definisi yang hampir senada
dengan Ibn al-Shalah, yaitu:

”Mutawatir adalah Hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah


orang yang menghasilkan ilmu dengan kebenaran mereka secara pasti
dari orang yang sama keadaannya dengan mereka mulai dari awal
(sannd) -nya sampai ke akhirnya.”2

1
Al-thahhan, Taisir mushthalah al-hadist, h.18;lihat juga Elias A. Elias,Elias’Modern Dictionary
Arabic-English (Beirut: Dar al-jail. 1982), h.775
2
Jalal al-Din al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi fi Syarh Taqrib al-Nawawi, Ed, ‘Irfan al-‘Asysya Hasunnah
(Beirut:Dar al-Fikr, 1414 H/1993), h. 352

3
b. Syarat-syarat hadis mutawātir

1) Diriwayatkan oleh banyak orang.

Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah rijāl yang tidak


mungkin sepakat berbohong:

a) Abu Thayyib menentukan sekurang-kurangnya 4 orang,


pendapat tersebut diqiyaskan dengan saksi yang diperlukan hakim.
b) Pengikut asy-Syafiiy menentukan minimal 5 orang, Pendapat
tersebut diqiyaskan dengan jumlah para Nabi yang mendapat gelar
ūlul azmi.
c) Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani dan Imam Nawawi dalam kitab
Tadribu
Periwayat sekurang-kurangnya 10 orang rijāl yang ṡiqah disetiap
tingkatan
sanad. (ini pendapat yang paling rājih menurut ahli hadis)
d) Sebagian ulama menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang.

2) Tidak mungkin sepakat berbohong.

3) Terjadinya disetiap tingkatan sanad mulai dari awal hingga akhir


sanad

4) Sandaran beritanya indrawi yaitu bentuk taḥammul (penerimaan‟nya)


harus mengatakan: “kami telah mendengar”, “kami telah melihat”, atau
“kami telah merasakan”.

c. Pembagian hadits mutawatir

1) mutawatir lafzi

Yang dimaksud dengan hadist mutawatir lafzhi adalah:

4
“Yaitu, hadist yang mutawatir lafadz dan maknanya” 3

Atau,

“Yaitu hadist yang mutawatir riwayatnya pada satu lafadz.”4

Hadits mutawatir lafzi Adalah hadis yang diriwayatkan


oleh banyak periwayat dengan redaksi (lafaẓ) dan makna yang
sama. Contohnya yang pertama :

Artinya: “Sesungguhnya Al Qur‟an diturunkan dengan


tujuh macam bacaan (qira‟at)”. Hadis tersebut diriwayatkan oleh
puluhan sahabat dan terahir diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim.

Contoh yang kedua :

”Barang siapa yang berbuat dusta terhadapku dengan


sengaja, maka berarti ia menyediakan tempatnya di neraka.” (Hadis
ini diriwayatkan oleh lebih dari 70 oang Sahabat).5

2) Hadis Mutawātir Ma‟nawy

Hadis Mutawātir Ma‟nawy adalah hadits yang mutawattir


maknanya saja, tidak pada lafaznya. Contohnya hadits dikala
mengangkat tangan Ketika berdo‟a :
3
Ibid
4
Nur al-Din ‘Atar dalam ta’liq -nya pada ibn al-shalah, ‘ulum al-Hadist, h.242.
5
Al-Thahhan, Taisir Mushthalah al-Hadist, h.19

5
Hadis riwayat Imam Muslim dari Abu Bakar bin Abi
Syaibah dari Yahya bin Abi Bakar dari Syu‟bah dari Tsabit dari
Anas r.a. berkata: “Aku telah melihat Rasulallah Saw. mengangkat
kedua tangannya dalam do‟a hingga putih-putih kulit ketiak belia
nampak.

3) Mutawātir „Amaly

Yaitu hadis yang diriwayatkan dengan jumlah sanad yang


mutawātir namun hanya berupa pengamalan saja tanpa lafaẓ,
seperti cara shalat Nabi, cara haji Nabi, dan lain-lain.

d. Hukum Hadits Mutawatir

Mutawatir “„Ilmu dhurury” maksudnya Mutawatir mengacu


pada pengetahuan yang diperlukan, yaitu pengetahuan tertentu
bahwa seseorang dipaksa untuk percaya dengan teguh, seolah-olah
dia menyaksikan sendiri masalah itu. Dia tidak ragu-ragu untuk
mempercayainya, begitu juga dengan riwayat mutawatir, sehingga
mutawatir itu semua diterima, dan tidak perlu mencari syarat-syarat
perawinya.

e. Karya-karya yang terkenal didalamnya.

‫أ‬- ‫ال م ت ناث رة األزه ار‬


‫ب‬- ‫األزه ار ق طف‬
‫ج‬- ‫ال م ت ناث ر ن ظم‬

6
2. Hadits Ahad
a. Pengertian
Menurut bahasa berasal dari kata aḥād adalah jamak dari wāhid atau
aḥād yang artinya “satu”. Sedangkan Menurut istilah ilmu hadist, Hadis
Ahad berarti : “Hadis yang tidak memenuhi syarat hadis mutawātir”.6

Ajjaj al-Khathib, yang membagi Hadis berdasarkan jumlah perawinya


kepada tiga, yaitu Mutawatir, Masyhur, dan Ahad, mengemukakan definisi
Hadis Ahad sebagai berikut:
“Hadis Ahad adalah Hadis yang diriwayatkan oleh satu orang
perawi, dua atau lebih, selama tidak memenuhi syarat-syarat Hadis
Masyhur atau Hadis Mutawatir.”7

Dari definisi 'Aijaj al-Khathib di atas dapat dipahami bahwa Hadis


Ahad adalah Hadis yang jumlah perawinya tidak mencapai jumlah yang
terdapat pada Hadis Mutawatir ataupun Hadis Masyhur.

b. Keberadaan hadits Ahad

Hadis aḥād tidak pasti berasal dari Rasulullah Saw, tetapi hanya
dugaan saja (ẓanni atau maẓnun) berasal dari beliau. Dengan ungkapan
lain dapat dikatakan bahwa hadis aḥād mungkin benar berasal dari
Rasulullah Saw., dan mungkin pula tidak benar berasal dari beliau.

c. Pembagian hadis Aḥād


1) Hadis Masyhūr

Secara bahasa, kata Masyhur adalah isim maf‟ul dari


syahara, yang berarti "al-zhuhur", yaitu nyata. Sedangkan
pengertian Hadis Masyhur menurut istilah Ilmu Hadis ada lah:

6
Ibid
7
‘Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadist, h. 302.

7
“Hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih, pada
setiap tingkatan sanad, selama tidak sampai kepada tingkat
Mutawatir.”8

Definisi di atas menjelaskan, bahwa Hadis Masyhur adalah


Hadis yang memiliki perawi sekurang-kurangnya tiga orang, dan
jumlah tersebut harus terdapat pada setiap tingkatan sanad.

2) Hadits Aziz

Secara Bahasa artinya mulia, hadits yang kuat, atau hadits


yang jarang. Definisi menurut ulama adalah: “Hadis yang
diriwayatkan oleh dua orang, walaupun dua orang periwayat tersebut
terdapat pada satu ṭabaqah saja, kemudian setelah itu orang-orang
pada meriwayatkannya”. Menurut mahmud tahhan “Hadis „azīz
adalah hadis yang hanya diriwayatkan oleh dua orang rijāl al-ḥadīṡ
disalah satu dari semua tingkatan sanad.”

8
‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadist, h. 302

8
Contoh :

“Rasulullah Saw. bersabda : “Kita adalah orang yang paling


akhir (di dunia), dan yang paling dulu di hari kiamat”.

Hadis ini dinamakan hadis „azīz karena ditingkat sahabat


hanya dua orang yaitu Hużaifah bin al-Yaman dan Abu Hurairah,
biarpun ṭabaqah setelahnya diriwayatkan oleh rijāl al-ḥadīṡ yang
jumlahnya banyak.

3) Hadits Gharib

Menurut Bahasa artinya terpisah atau menyendiri dari yang


lain. Menurut istilah “Hadis yang dalam sanadnya terdapat seorang
yang sendirian dalam meriwayatkannya, disalah satu dari semua
tingkatan sanad”.

a. Pembagian hadits Gharib


1. Hadits Gharib mutlak

Apabila periwayat yang sendirian tersebut pada tingkatan


sanad yang pertama. Contohnya :

9
“Nabi Muhammad Saw. bersabda :”Iman itu bercabang-
cabang 73 cabang. Dan malu itu salah satu cabang dari iman”.

Hadis ini dinamakan hadis garīb muṭlaq, karena ṭabaqah


pertamanya yaitu Abu Hurairah sendirian.

2. Hadits Gharib nisbi

Garīb Nisbi adalah hadis yang hanya diriwayatkan oleh


satu orang rijāl al- ḥadīṡ disalah satu dari semua tingkatan sanad
selain tingkatan sanad yang pertama (sahabat). Hadis garīb nisbi
ada 3 bentuk yaitu;

10
1. Sendiriannya seorang ṡiqah, Contohnya:

Hadis ini dinamakan garīb nisbi (Sendiriannya sorang


ṡiqah) karena hadis ini sanadnya lebih dari satu, namun pada
ṭabaqah ke-IV yang ṡiqah hanya Imam Mālik saja sedangkan
yang lain seperti Ibnu Lahi‟ah tidak ṡiqah.

2. Sendiriannya periwayat tertentu dari syekh tertentu,


contohnya:

Hadis ini diriwayatkan oleh orang banyak dari Sufyan


ibnu Uyainah, dari Wa‟il bin Daud, dari Bakar bin Wa‟il, dari
Ibnu Syihab Az-Zuhri, dari Anas bin Mālik dan dari Utsman

11
bin Affan. Tidak ada rijāl satu pun yang meriwayatkan hadis
ini dari Wa‟il bin Daud kecuali Bakar bin Wa‟il.

3. Sendiriannya Periwayat Suatu Kota tertentu, contohnya:

Hadis riwayat Muslim dari Abdullah bin Zaid tentang sifat


wuḍunya Rasulullah dan mengusap rambut kepalanya dengan air
yang bukan sisa tangan beliau. Namun Imam al-Hakim
mengomentari hadis ini bahwa hadis ini garīb karena hanya
penduduk mesir yang meriwayatkan hadis ini dan tak satupun dari
kota lain meriwayatkannya.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pembagian hadits berdasarkan jumlah periwayatannya terbagi dua


diantaranya hadits mutawattir dan hadits ahad. Untuk hadits mutawattir
terbagi lagi menjadi tiga yaitu hadits mutawattir lifzi, hadits mutawattir
ma‟nawy, dan hadits mutawattir „amaly. Kemudian untuk hadits ahad juga
terbagi tiga diantaranya hadits mahsyur, gharib, dan aziz. Perbedaan dari
setiap hadits sangat mudah dipahami berdasarkan contoh yang disajikan.

B. Saran

Penulis berharap bisa menemukan contoh-contoh hadits yang lain agar


memudahkan pembaca makalah dalam mengklasifikasikan hadits
berdasarkan jumlahnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Elias, Elias A. Elias Modern Dictionary Arabic-English. Beirut: Dar

al-Jail, 1982.

Ibn al-salah, Abu „Amr. „Ulum al-Hadits, Ed. Nur al-Din „Atr. Madinah:
Maktabah al‟Ilmiyyah, Cet. Kedua,1972.

Yuslem, nawir. 2001. Ulumul Hadis. Jakarta: PT.Mutiara Sumber Widya.

14

Anda mungkin juga menyukai