Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PEMBAGIAN HADIST DARI SEGI KUANTITAS

HADIST MUTAWATIR DAN HADIST AHAD

Dosen Pengampu :

Syahidin, Lc, MA. Hum

Di Susun Oleh :

Faizul Ummah (2223310044)

M. Arief Dwi Anandifa (222310043)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM JURUSAN


DAKWAH FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI FATMAWATI SUKARNO (UINFAS) BENGKULU
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala

rahmat, nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan peyusunan makalah

ini dengan baik. Adapun materi yang dipaparkan dalam makalah ini adalah “Pembagian

Hadist dari segi kuantitas” Penulis menyusun makalah ini dengan maksud dan tujuan untuk

memenuhi tugas. Dalam usaha menyelesaikan makalah ini, penulis menyadari sepenuhnya

akan keterbatasan waktu, pengetahuan, dan biaya sehingga tanpa bantuan dan bimbingan dari

semua pihak tidaklah mungkin berhasil dengan baik.

Walaupun demikian, penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam

makalah ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak guna

kami jadikan sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan kualitas diri kedepannya. Semoga

makalah ini dapat bermanfaat untuk semua orang

Penyusun,

i
Daftar Isi

Halaman judul

Kata pengantar........................................................................................................... i

Daftar isi..................................................................................................................... ii

BAB I. Pendahuluan................................................................................................... 1

A. Latar belakang................................................................................................ 1
B. Rumusan masalah........................................................................................... 1
C. Tujuan............................................................................................................ 1

BAB II, Pembahasan.................................................................................................. 2

A. Pembagian hadist............................................................................................ 2
1. Hadist Mutawatir................................................................................ 2
2. Hadist Masyhur dan hadist ahad........................................................ 4

BAB III. Penutup....................................................................................................... 8

Kesimpulan................................................................................................................ 8

Daftar Pustaka

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan banyak bermunculan penelitian tentang


kajian keilmuan islam, terutama dalam ilmu hadits. Banyak sekali pembahasan dalam
ilmu hadits yang sangat menarik dan sangat penting untuk di bahas terutama masalah
ilmu hadits.

Sebagian orang bingung melihat jumlah pembagian hadits yang banyak dan beragam.
Tetapi kemudian kebingungan itu menjadi hilang setelah melihat pembagian hadits yang
ternyata dilihat dari berbagai tinjauan dan berbagai segi pandangan, bukan hanya segi
pandangan saja. Misalnya, hadits ditinjau dari segi kuantitas jumlah perawinya, hadits
ditinjau dari segi kualitas sanad dan matan.

Untuk mengungkapkan tinjauan pembagian hadits maka pada pembahasan ini hanya
akan membahas pembagian hadits dari segi kuantitas dan segi kualitas saja.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja pembagian hadits dari segi kuantitas perawi ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pembagian hadist dari segi kuantitas perawi

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pembagian Hadist dari segi Kuantitas Perawi

Para ulama hadits berbeda pendapat tentang pembagian hadits ditinjau dari aspek
kuantitas atau jumlah perawi yang menjadi sumber berita. Diantara mereka ada yang
mengelompokkan menjadi tiga bagian, yakni hadits mutawatir, masyhur, dan ahad. Ada
juga yang membaginya menjadi dua, yakni hadits mutawatir dan hadits ahad. Ulama
golongan pertama, menjadikan hadits masyhur sebagai berdiri sendiri, tidak termasuk ke
dalam hadits ahad, ini dikatakan oleh sebagian ulama ushul seperti diantaranya, Abu
Bakar Al-Jashshash (305-370 H). Sedangkan ulama golongan kedua diikuti oleh
sebagian besar ulama ushul (ushuliyyun) dan ulama kalam (mutakallimun). Menurut
mereka, hadits masyhur bukan hadits yang berdiri sendiri, akan tetapi hanya merupakan
bagian hadist ahad. Mereka membagi hadits ke dalam dua bagian, yakni hadits mutawatir
dan hadits ahad.

1. Hadits Mutawatir

Mutawatir secara etimologi berasal dari kata tawatara yang berarti beruntun,
atau mutatabi , yakni beriring-iringan anatar satu dengan lainnya tanpa ada jarak.
Sedangkan secara terminologi mutawatir adalah hadits yang di riwayatkan oleh orang
banyak yang terhindar dari kesepakatan mereka untuk berdusta sejak awal sanad
sampai akhir sanad dengan didasarkan pada panca indra.1

Syarat- Syarat Hadits Mutawatir

1. Hadis mutawatir harus diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi yang


membawa keyakinan bahwa mereka itu tidak sepakat untuk berbohong.2
2. Berdasarkan tanggapan panca indra, yakni bahwa berita yang mereka
samapikan harus benar-benar merupakan hasil pendengaran atau penglihatan
sendiri.
1

2
3. Seimbang jumlah para perawi, sejak dalam thabaqat pertama maupun
thabaqat berikutnya.

Pembagian Hadits Mutawatir

1. Hadits Mutawatir Lafdzi adalah mutawatir dengan susunan redaksi yang persis
sama. Contoh :

‫ب َعلَ ّي ُمتَ َع ِّمدًا فَ ْليَتَبَ َّو ُء َم ْق َع َدهُ َمنَ النَار‬


َ ‫َم ْن َك ّذ‬

Artinya : “siapa yang berdusta terhadapku, maka hendaklah dia


menduduki tempat duduknya dalam neraka”.

Hadits tersebut menurut keterangan Abu Bakar al-Bazzar,


diriwayatkan oleh empat puluh orang sahabat, bahkan menurut
keterangan ulama lain, ada enam puluh orang sahabat, Rasul
meriwayatkan hadits itu dengan redaksi yang sama.

Hadits Mutawatir Maknawi adalah hadits mutawatir dengan makna umum


yang sama, Walaupun berbeda redaksinya dan berbeda perincian maknanya.
Contoh : Hadits yang menetapkan jumlah rakaat bagi shalat magrib 3 rakaat,
karena seluruh periwayatan dalam hal ini menetapkan bahwa shalat magrib 3
rakaat, baik yang diriwayatkan saat Nabi saw shalat magrib di Madinah atau di
Makkah, ataupun safar (dalam perjalanan) dan bermukim, lain lagi ada riwayat
bahwa para sahabat melakukan shalat magrib 3 rakaat yang diketahui Nabi
SAW.2
2. Hadits Mutawatir ‘Amali adalah hadits mutawatir yang menyangkut
perbuatan Rasullullah SAW , yang disaksikan dan ditiru tanpa perbedaan
oleh orang banyak, untuk kemudian juga dicontoh dan diperbuat tanpa
perbedaan oleh orang banyak pada generasi-generasi berikutnya.
Contoh : hadits hadits tentang sholat, tentang jumlah rakaat shalat wajib,
adamya sholat I’ed, adanya sholat jenazah, dll.

Kedudukan Hadits Mutawatir

3
Hadits hadits yang termasuk kelompok hadits mutawatir adalah
hadits hadits yang pasti (qath’I atau maqthu’) berasal dari Rasullullah SAW.
Para ulama menegaskan bahwa hadits mutawatir membuahkan ‘ilm qath’i
(pengetahuan yang pasti), yakni pengetahuan yang pasti bahwa perkataan,
perbuatan atau persetujuan berasal dari Rasullulah SAW. Kedudukan hadits
mutawatir sebagai sumber ajaran islam sama sama hal nya dengan menolak
kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah. Kedudukan hadits
mutawatir sebagai sumber ajaran islam lebih tinggi dari kedudukan hadits
ahad.3

2. Hadits Masyhur dan Hadits Ahad

Hadits Ahad

Ahd menurut bahsasa adalah kata jamak dari wahid atau ahad. Bila wahid atau
ahad berarti satu, maka ahad sebagai jamaknya., berarti satu-satu. Sednagkan menurut
istilah adalah hadits ahad meupakan hadits yang para rawinya tidak mencapai jumlah
rawi hadits mtawatir, baik rawinya itu satu, dua, tiga, empat, limaatau seterusnya,
tetapi jumlah nya tidak member pengertian bahwa hadits dengan jumlah rawi tersebut
masuk dalam kelompok hadits mutawatir, atau dengan kata lain hadits ahad adalah
hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir.

Pembagian Hadits Ahad

1. Hadits Masyhur

Menurut bahasa, masyhur berarti “sesuatu yang sudah tersebar dan popular”.
Sedangkan menurut istilah ada beberapa definisi, antara lain :

‫َّحابَ ِه َو ِم ْن بَ ْع ِد ِه ْم‬ َ ‫ص َحابَ ِه َع َد ٌد ال يَ ْبلُ ُغ َح َّد ت‬


َ ‫َـواتِر بَ ْع َد الص‬ َّ ‫مـَا َر َواهُ ِمنَ ال‬

“Hadits yang diriwayatkan dari sahabat tetapi bilangannya tidak sampai pada
tingkatan mutawatir, kemudian baru mutawatir setelah sahabat dan orang yang setelah
mereka.”

4
Hadits masyhur ada yang berstatus shahih, hasan dan dhaif. Hadits masyhur yang berstatus
shahih adalah yang memenuhi syarat-syarat hadits shahih baik sanad maupun matannya.

Seperti hadits ibnu Umar:

ْ‫اِ َذا َجا َء ُك ُم ْال ُج ْم َعهُ فَ ْليَ ْغ ِسل‬

“Barang siapa yang hendak pergi melaksanakan shalat jumat hendaklah ia mandi.”

Sedangkan hadits masyhur yang berstatus hasan adalah hadits yang memenuhi ketentuan-
ketentuan hadits hasan, baik mengenai sanad maupun matannya.

Seperti hadits Nabi yang berbunyi:

‫ض َر َر َوالَ ضـــ ِ َرا َر‬


َ َ‫ال‬

“tidak memberikan bahaya atau membalas dengan bahaya yang setimpal.”

Adapun hadits masyhur yang dhaif adalah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits
shahih dan hasan, baik pada sanad maupun pada matannya, seperti hadits :

َ ‫طَلَبُ ْا ِلع ْل ِم فَ ِر ْي‬


‫ضــهٌ عــَـلَي ُك ِّل ُم ْسلِ ٍم َو ُم ْسلِ َمــــ ٍه‬

“menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan.”

Hadits masyhur dapat digolongkan kedalam :


1)    Masyhur dikalangan ahli hadits, seperti hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah
SAW membaca do’a qunut sesudah rukuk selama satu bulan penuh berdo’a atas golongan
Ri’il dan Zakwan. (H.R. Bukhari, Muslim, dll).
2)    Masyhur dikalangan ulama ahli hadits, ulama-ulama dalam bidang keilmuan lain, dan
juga dikalangan orang awam, seperti :

5
َ‫ْال ُم ْسلِ ُم َم ْن َســـــلِ َم ْال ُم ْسلِ ُموْ نَ ِم ْن لِســـَـانِ ِه َوي ِد ِه‬

3)    Masyhur dikalangan ahli fiqh, seperti :

‫صلَّي هللاِ َعلَيْــــ ِه َو َسلَّ َم ع َْن بَي ِْع ْال َغ َر ِر‬


َ ِ‫نَهَي َرسُوْ َل هللا‬

“Raulullah SAW melarang jual beli yang didalamnya terdapat tipu daya.”

4)    Masyhur dikalangan ahli ushul Fiqh, seperti :

‫اب فَلـَــهُ َأجْ َرا ِن َواِ َذا َح َكــــ َم فَاجْ تَهَ َـد ثُ َّم َأخَ ــــطََأ فَلـَهُ َأجْ ٌر‬
َ ‫ص‬َ ‫اِ َذا َح َك َم ْال َحا ِك ُم ثُ َّم اجْ تَهَ َد فَـــَأ‬

Artinya: “Apabila seorang hakim memutuskan suatu perkara kemudian dia berijtihad dan
kemudian ijtihadnya benar, maka dia memperoleh dua pahala (pahala Ijtihad dan pahala
kebenaran), dan apabila ijtihadnya itu salah, maka dia memperoleh satu pahala (pahala
Ijtihad”.

5)    Masyhur dikalangan ahli Sufi, seperti :

‫ق فَبِي ع ََرفُوْ نِي‬ ُ ‫ْت َأ ْن ُأ ْع ِرفَ فَ َخلـ َ ْق‬


َ ‫ت ْال َخ ْل‬ ُ ‫ت َك ْن ًزا َم ْخفِيًّا فََأحْ بَب‬
ُ ‫ُك ْن‬

“Aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi, kemudian aku ingin dikenal, maka
kuciptakan makhluk dan melalui merekapun mengenal-Ku

6)    Masyhur dikalangan ulama Arab, seperti ungkapan, “Kami orang-orang Arab yag paling
fasih mengucapkan “(dha)” sebab kami dari golongan Quraisy”.4

2. Hadits Aziz adalah hadits yang perawinya tidak kurang dari dua orang dalam
semua thabaqat sanad. Contoh : “ Rasullullah SAW bersabda “kita adalah

6
orang-orang yang paling terakhir (di dunia) dan yang paling terdahulu hari
kiamat.” (Hadits Riwayat Hudzaifah dan Abu Hurairah)

3. Hadits Gharib adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang
menyendiri dalam meriwayatkannya tanpa ada orang lain yang meriwayatkan.
Contoh : “Dari Umar bin Khatab berkata : Aku mendengar Rasullullah SAW
bersabda : “Amal itu hanya dinilai menurut niat, dan setiap orang hanya
(memperoleh) apa yang diniatkannya”.

Kedudukan Hadits Ahad

Hadits mutawatir dapat di pastikan sepenuhnya berasal dari Rasullullah


SAW , maka tidak demikian dengan hadits ahad. Hadits ahad tidak pasti berasal
dari Rasullullah SAW, tetapi diduga (zhanni dan mazhnun) berasal dari beliau.
Dengan ungkapan lain dapat dikatakan bahwa hadits ahad mungkin benar berasal
daei Rasullullah SAW, dan mungkin pula tidak benar berasal dari dari beliau.
Maka kedudukan hadits ahad , sebagai sumber ajaran islam, berada di bawah
kedudukan hadits mutawatir . berarti bila suatu hadits termasuk kelompok hadits
ahad, jika bertentangan isinya dengan hadits mutawatir, maka hadis tersebut
harus di tolak.

BAB III

7
PENUTUP

SIMPULAN

Dari segi kuantitas perawi, hadits dapat dibagi menjadi dua, yaitu: Hadits mutawatir
dan hadits ahad. Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi
yang menurut adat mustahil mereka bersepakat berbuat dusta, tingakatan ulama/thabaqat
yang tersusun dan bersandar pada pancaindera. Hadits mutawatir terbagi atas tiga
(sebagian ulama membagi hanya dua) yaitu hadits mutawatir lafzi, hadits mutawatir
maknawi, dan hadits mutawatir a’mali. Hadits Ahad terbagi atas tiga, yaitu hadits
Mashyur, hadits Aziz, dan hadits Gharib.

Dari segi kualitas perawi, hadits dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: hadits Shahih,
hadits Hasan, dan hadits Dhoif.

.DAFTAR PUSTAKA

8
Bukhari, Shahih Al Bukhari .Beirut : Dar al Fikr, 1401 H/1981 M. 8 juz : juz 1.

Ismail, M. Syuhudi. Kaedah Kesahihan Sanad Hadis. Jakarta : Bulan Bintang, 1988.

Al-Khatib, Muhammad ‘Ajjaj. Ushul al-Hadist. Beirut : Dar al-Fikr, 1409 H/ 1989 M.

Rahman, Fatchur. Ikhtisar Mushthalahul Hadits . Bandung : PT. Al Ma’arif, 1991.

As-Shiddiqi, Hasbi. Pokok-pokok Ilmu Dirasah Hadis. Jakarta : Bulan Bintang, 1987.

Suparta, Munzier. Ilmu Hadis .Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

Anda mungkin juga menyukai