Dosen Pengampu :
Di Susun Oleh :
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala
rahmat, nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan peyusunan makalah
ini dengan baik. Adapun materi yang dipaparkan dalam makalah ini adalah “Pembagian
Hadist dari segi kuantitas” Penulis menyusun makalah ini dengan maksud dan tujuan untuk
memenuhi tugas. Dalam usaha menyelesaikan makalah ini, penulis menyadari sepenuhnya
akan keterbatasan waktu, pengetahuan, dan biaya sehingga tanpa bantuan dan bimbingan dari
makalah ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak guna
kami jadikan sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan kualitas diri kedepannya. Semoga
Penyusun,
i
Daftar Isi
Halaman judul
Kata pengantar........................................................................................................... i
Daftar isi..................................................................................................................... ii
BAB I. Pendahuluan................................................................................................... 1
A. Latar belakang................................................................................................ 1
B. Rumusan masalah........................................................................................... 1
C. Tujuan............................................................................................................ 1
A. Pembagian hadist............................................................................................ 2
1. Hadist Mutawatir................................................................................ 2
2. Hadist Masyhur dan hadist ahad........................................................ 4
Kesimpulan................................................................................................................ 8
Daftar Pustaka
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagian orang bingung melihat jumlah pembagian hadits yang banyak dan beragam.
Tetapi kemudian kebingungan itu menjadi hilang setelah melihat pembagian hadits yang
ternyata dilihat dari berbagai tinjauan dan berbagai segi pandangan, bukan hanya segi
pandangan saja. Misalnya, hadits ditinjau dari segi kuantitas jumlah perawinya, hadits
ditinjau dari segi kualitas sanad dan matan.
Untuk mengungkapkan tinjauan pembagian hadits maka pada pembahasan ini hanya
akan membahas pembagian hadits dari segi kuantitas dan segi kualitas saja.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja pembagian hadits dari segi kuantitas perawi ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pembagian hadist dari segi kuantitas perawi
1
BAB II
PEMBAHASAN
Para ulama hadits berbeda pendapat tentang pembagian hadits ditinjau dari aspek
kuantitas atau jumlah perawi yang menjadi sumber berita. Diantara mereka ada yang
mengelompokkan menjadi tiga bagian, yakni hadits mutawatir, masyhur, dan ahad. Ada
juga yang membaginya menjadi dua, yakni hadits mutawatir dan hadits ahad. Ulama
golongan pertama, menjadikan hadits masyhur sebagai berdiri sendiri, tidak termasuk ke
dalam hadits ahad, ini dikatakan oleh sebagian ulama ushul seperti diantaranya, Abu
Bakar Al-Jashshash (305-370 H). Sedangkan ulama golongan kedua diikuti oleh
sebagian besar ulama ushul (ushuliyyun) dan ulama kalam (mutakallimun). Menurut
mereka, hadits masyhur bukan hadits yang berdiri sendiri, akan tetapi hanya merupakan
bagian hadist ahad. Mereka membagi hadits ke dalam dua bagian, yakni hadits mutawatir
dan hadits ahad.
1. Hadits Mutawatir
Mutawatir secara etimologi berasal dari kata tawatara yang berarti beruntun,
atau mutatabi , yakni beriring-iringan anatar satu dengan lainnya tanpa ada jarak.
Sedangkan secara terminologi mutawatir adalah hadits yang di riwayatkan oleh orang
banyak yang terhindar dari kesepakatan mereka untuk berdusta sejak awal sanad
sampai akhir sanad dengan didasarkan pada panca indra.1
2
3. Seimbang jumlah para perawi, sejak dalam thabaqat pertama maupun
thabaqat berikutnya.
1. Hadits Mutawatir Lafdzi adalah mutawatir dengan susunan redaksi yang persis
sama. Contoh :
3
Hadits hadits yang termasuk kelompok hadits mutawatir adalah
hadits hadits yang pasti (qath’I atau maqthu’) berasal dari Rasullullah SAW.
Para ulama menegaskan bahwa hadits mutawatir membuahkan ‘ilm qath’i
(pengetahuan yang pasti), yakni pengetahuan yang pasti bahwa perkataan,
perbuatan atau persetujuan berasal dari Rasullulah SAW. Kedudukan hadits
mutawatir sebagai sumber ajaran islam sama sama hal nya dengan menolak
kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah. Kedudukan hadits
mutawatir sebagai sumber ajaran islam lebih tinggi dari kedudukan hadits
ahad.3
Hadits Ahad
Ahd menurut bahsasa adalah kata jamak dari wahid atau ahad. Bila wahid atau
ahad berarti satu, maka ahad sebagai jamaknya., berarti satu-satu. Sednagkan menurut
istilah adalah hadits ahad meupakan hadits yang para rawinya tidak mencapai jumlah
rawi hadits mtawatir, baik rawinya itu satu, dua, tiga, empat, limaatau seterusnya,
tetapi jumlah nya tidak member pengertian bahwa hadits dengan jumlah rawi tersebut
masuk dalam kelompok hadits mutawatir, atau dengan kata lain hadits ahad adalah
hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir.
1. Hadits Masyhur
Menurut bahasa, masyhur berarti “sesuatu yang sudah tersebar dan popular”.
Sedangkan menurut istilah ada beberapa definisi, antara lain :
“Hadits yang diriwayatkan dari sahabat tetapi bilangannya tidak sampai pada
tingkatan mutawatir, kemudian baru mutawatir setelah sahabat dan orang yang setelah
mereka.”
4
Hadits masyhur ada yang berstatus shahih, hasan dan dhaif. Hadits masyhur yang berstatus
shahih adalah yang memenuhi syarat-syarat hadits shahih baik sanad maupun matannya.
“Barang siapa yang hendak pergi melaksanakan shalat jumat hendaklah ia mandi.”
Sedangkan hadits masyhur yang berstatus hasan adalah hadits yang memenuhi ketentuan-
ketentuan hadits hasan, baik mengenai sanad maupun matannya.
Adapun hadits masyhur yang dhaif adalah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits
shahih dan hasan, baik pada sanad maupun pada matannya, seperti hadits :
5
َْال ُم ْسلِ ُم َم ْن َســـــلِ َم ْال ُم ْسلِ ُموْ نَ ِم ْن لِســـَـانِ ِه َوي ِد ِه
“Raulullah SAW melarang jual beli yang didalamnya terdapat tipu daya.”
اب فَلـَــهُ َأجْ َرا ِن َواِ َذا َح َكــــ َم فَاجْ تَهَ َـد ثُ َّم َأخَ ــــطََأ فَلـَهُ َأجْ ٌر
َ صَ اِ َذا َح َك َم ْال َحا ِك ُم ثُ َّم اجْ تَهَ َد فَـــَأ
Artinya: “Apabila seorang hakim memutuskan suatu perkara kemudian dia berijtihad dan
kemudian ijtihadnya benar, maka dia memperoleh dua pahala (pahala Ijtihad dan pahala
kebenaran), dan apabila ijtihadnya itu salah, maka dia memperoleh satu pahala (pahala
Ijtihad”.
“Aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi, kemudian aku ingin dikenal, maka
kuciptakan makhluk dan melalui merekapun mengenal-Ku
6) Masyhur dikalangan ulama Arab, seperti ungkapan, “Kami orang-orang Arab yag paling
fasih mengucapkan “(dha)” sebab kami dari golongan Quraisy”.4
2. Hadits Aziz adalah hadits yang perawinya tidak kurang dari dua orang dalam
semua thabaqat sanad. Contoh : “ Rasullullah SAW bersabda “kita adalah
6
orang-orang yang paling terakhir (di dunia) dan yang paling terdahulu hari
kiamat.” (Hadits Riwayat Hudzaifah dan Abu Hurairah)
3. Hadits Gharib adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang
menyendiri dalam meriwayatkannya tanpa ada orang lain yang meriwayatkan.
Contoh : “Dari Umar bin Khatab berkata : Aku mendengar Rasullullah SAW
bersabda : “Amal itu hanya dinilai menurut niat, dan setiap orang hanya
(memperoleh) apa yang diniatkannya”.
BAB III
7
PENUTUP
SIMPULAN
Dari segi kuantitas perawi, hadits dapat dibagi menjadi dua, yaitu: Hadits mutawatir
dan hadits ahad. Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi
yang menurut adat mustahil mereka bersepakat berbuat dusta, tingakatan ulama/thabaqat
yang tersusun dan bersandar pada pancaindera. Hadits mutawatir terbagi atas tiga
(sebagian ulama membagi hanya dua) yaitu hadits mutawatir lafzi, hadits mutawatir
maknawi, dan hadits mutawatir a’mali. Hadits Ahad terbagi atas tiga, yaitu hadits
Mashyur, hadits Aziz, dan hadits Gharib.
Dari segi kualitas perawi, hadits dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: hadits Shahih,
hadits Hasan, dan hadits Dhoif.
.DAFTAR PUSTAKA
8
Bukhari, Shahih Al Bukhari .Beirut : Dar al Fikr, 1401 H/1981 M. 8 juz : juz 1.
Ismail, M. Syuhudi. Kaedah Kesahihan Sanad Hadis. Jakarta : Bulan Bintang, 1988.
Al-Khatib, Muhammad ‘Ajjaj. Ushul al-Hadist. Beirut : Dar al-Fikr, 1409 H/ 1989 M.
As-Shiddiqi, Hasbi. Pokok-pokok Ilmu Dirasah Hadis. Jakarta : Bulan Bintang, 1987.
Suparta, Munzier. Ilmu Hadis .Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002.