Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TENTANG HADIS DILIHAT DARI SEGI KUANTITAS DAN KUALITASNYA

Disusun untuk memenuhi tugas :


Mata kuliah : Studi Quran Hadits
Dosen Pengampu : Nusaibah, S. Th. I., M. Pd.

Disusun oleh :
1. Naswa Shelby Aisyaharani (2110510042)
2. Muhammad Iqbal Jalaluddin (2110510068)

KELAS B1BIR
PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUSTAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puja dan puji marilah senantiasa kita ucapkan atas limpahan rahmat
dan nikmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah dengan judul “Pembagian
Hadits berdasarkan kuantitas dan kualitasnya”.

Sholawat teriring salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah hingga zaman yang terang
benderang.

Tujuan dibuatnya makalah ini diharapkan agar dijadikan sebagai wawasan kita terhadap
mata kuliah “ Studi Qur’an Hadits” sesuai dengan tema yang kami angkat. Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan kekhilafan. Oleh karena itu kepada semua
pembaca dan pakar dimohon saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini.

Tidak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian Makalah ini ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Kudus, 28 November 2021

Penyusun

DAFTAR ISI
ii
COVER.....................................................................................................................i

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan.......................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................2

A. Pembagian Hadits ditinjau dari Segi Kuantitas........................................2


1. Hadits Mutawatir......................................................................................2
2. Hadits Ahad..............................................................................................4
B. Pembagian Hadits ditinjau dari Segi Kualitas..........................................6
1. Hadits Shahih...........................................................................................6
2. Hadits Hasan............................................................................................6
3. Hadits Dha’if............................................................................................7
C. BAB III PENUTUP......................................................................................10
A. Kesimpulan..............................................................................................10
B. Saran.........................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan banyak bermunculan penelitian tentang kajian


keilmuan Islam, terutama dalam ilmu hadits banyak sekali bahasan dalam ilmu hadits
yang sangat menarik dan sangat penting untuk dibahas dan dipelajari, terutama masalah
ilmu hadits.

Sebagian orang bingung melihat jumlah pembagian hadits yang banyak dan beragam.
Tetapi kemudian kebingunan itu menjadi hilang setelah melihat pembagian hadits yang
terihat dari berbagai tinjauan dan berbagai segi pandangan, bukan hanya segi pandangan
saja. Misalnya, hadits ditinjau dari segi kuantitas jumlah perawinya, hadits ditinjau dari
segi kualitas sanad dan matan.

Untuk mengungkapkan tinjauan pembagian hadits maka pada pembahasan ini hanya akan
membahas pembagian hadits dari segi kuantitas dan segi kualitas saja.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja pembagian hadits dari segi kuantitas perawi?
2. Apa saja pembagian hadits dari segi kualitas perawi?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pembagian hadits dari segi kuantitas perawi
2. Untuk mengetahui pembagian hadits dari segi kualitas perawi

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembagian Hadits Berdasarkan Kuantitas Sanad

Kuantitas Hadis disini yaitu dari segi jumlah orang yang meriwayatkan suatu hadis atau
dari segi jumlah sanadnya. Jumhur ulama membagi hadis secara garis besar menjadi dua
macam, yaitu hadis mutawatir dan hadis ahad, di samping pembagian lain yang diikuti
oleh sebagian para ulama yaitu pembagian menjadi tiga macam yaitu: hadis mutawatir,
hadis masyhur dan hadits ahad, yaitu:1

1. Hadis Mutawatir

HadisMutawatir secara bahasa merupakan isim fa’il dari kata Al – Tawatur yang
bermakna Al – tatabu (berturut – turut) atau datangnya sesuatu secara berturut – turut
dan bergantian tanpa ada yang menyela. Secara istilah, dikalangan ulama hadis, hadis
mutawatir didefinisikan dengan redaksi yang beragam meskipun esensinya sama,
yaitu hadis yang diriwayatkan oleh banyak periwayat pada tiap – tiap tingkatan
sanadnya sehingga dapat dipercaya kebenarannya mustahil mereka sepakat berdusta
tentang hadis yang mereka riwayatkan. Hadis Mutawatir dinyatakan valid ke
mutawatirannya apabila memenuhi syarat berikut:

A) Diriwayatkan oleh perawi yang banyak


Hadis mutawatir harus diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi yang
membawa keyakinan bahwa mereka tidak sepakat untuk berdusta. Para ulama
berbeda pendapat yang menetapkan jumlah tertentu dan ada yang tidak
menetapkannya. Adapun ulama yang menetapkan jumlah tertentu berselisih
mengenai jumlahnya. Al – qadi Al – baqillani menetapkan jumlah perawi hadis
mutawatir sekurang kurangnya 5 orang. Sedangkan Astikhary menetapkan bahwa
yang paling baik minimal 10 orang, sebab jumlah itu merupakan awal bilangan
banyak.

B) Keseimbangan antar perawi Thabaqat (lapisan) pertama dan Thabaqat berikutnya


Jika hadis diriwayatkan oleh 20 orang sahabat, kemudian di terima oleh 10 tabi’in
tidak dapat digolongkan sebagai hadis mutawatir sebab jumlah perawinya tidak
seimbang antara Thabaqat pertama dan Thabaqat seterusnya.

C) Berdasarkan penglihatan langsung (Indrawi) atau empiris


1
M. Noor Sulaiman PL, Antologi Ilmu Hadits, Jakarta, Gaung Persda Pres, 2008. hlm. 86.

2
Berita yang disampaikan oleh perawi harus berdasarkan tanggapan panca indra,
artinya berita yang disampaikan harus merupakan hasil pendengaran dan
penglihatannya sendiri.

Setelah dari persyaratan di atas ada beberapa pembagian dari hadis


mutawatir, yaitu:

A. Hadits Mutawatir Lafdzi


Hadis Mutawatir Lafdzi adalah hadis mutawatir dengan susunan redaksi yang
sama persis. Contoh hadis mutawatir lafdzi yaitu:

ِ َّ‫ي ُمتَ َع ِّمدًا فَ ْليَتَبَ َّو ْء َم ْق َع َدهُ ِمنَ الن‬


‫ار‬ َ ‫َم ْن َك َّذ‬
َّ َ‫ب َعل‬

Artinya : ” Barang siapa yang dengan sengaja berbuat dusta atas namaku, niscaya
ia menempati tempat duduknya dari api neraka”.

Hadis tersebut menurut keterangan Abu Bakar Al – Bazzar, diriwayatkan oleh


empat puluh orang sahabat, bahkan menurut keterangan ulama lain, ada enam
puluh orang sahabat, rasul yang meriwayatkan hadis itu dengan redaksi yang
sama.

B. Hadits Mutawatir Ma’nawi


Hadis Mutawatir Ma’nawi adalah hadis yang hanya mutawatir maknanya,
lafadznya tidak mutawatir. Contoh mutawatir ma’nawi sangat banyak di
antaranya tentang Ar – ruy’at, bilangan rakat dalam shalat dan lainnya.
Contoh lainnya yaitu Hadis yang menetapkan jumlah rakaat bagi shalat
magrib 3 rakaat, karena seluruh periwayatan dalam hal ini menetapkan bahwa
shalat magrib 3 rakaat, baik yang diriwayatkan saat Nabi saw shalat magrib di
Madinah atau di Makkah, ataupun safar (dalam perjalanan) dan bermukim,
lain lagi ada riwayat bahwa para sahabat melakukan shalat magrib 3 rakat
yang diketahui Nabi saw. Tegasnya semua riwayat tersebut berlainan
ceritanya, tetapi maksudnya satu atau sama, yaitu menetapkan bahwa shalat
magrib itu jumlahnya 3 rakaat.

3
C. Hadits Mutawatir Amali
Mutawatir Amali adalah sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa dia
termasuk urusan agama dan telah mutawatir antara umat Islam bahwa Nabi
SAW mengerjakannya, menyuruhnya dan selain dari itu. Macam jumlah
hadits mutawatir amali ini banyak jumlahnya, seperti Shalat Jenazah, Shalat
Ied, Pelaksanaan haji, Kadar zakat dan lain – lain.2

2. Hadis Ahad
Secara bahasa kata ahad atau wahid berarti satu.Maka hadis ahad atau hadis wahid adalah
suatu berita yang disampaikan oleh satu orang. Ulama lain mendefinisikan dengan hadis
yang sanadnya shahih dan bersambung hingga sampai kepada sumbernya (Nabi
Muhammad SAW) tetapi kandungannya memberikan pengertian zhanni dan tidak sampai
kepada qath’i atau yakin. Dari dua definisi di atas ada dua hal yang harus digaris bawahi,
yaitu:

A) Dari sudut kuantitas perawinya, hadis ahad berada di bawah kuantitas hadis
mutawatir.
B) Dari sudut isinya, hadits ahad memberi faedah zhanni bukan qath’i.

Dalam pembagian hadits ahad terbagi dalam tiga kelompok, yaitu:

1) Hadis Masyhur
Hadits masyhur menurut bahasa ialah al-intisyar wa az-zuyu artinya sesuatu
yang tersebar dan populer. Dari sudut kualitasnya, dapat dibagi menjadi:

1. Hadis Masyhur Shahih


Hadis Masyhur yang memenuhi syarat-syarat keshahihannya. Maka Hadis
Masyhur Shahih dapat dijadikan hujjah. Contohnya : “Barang siapa yang
hendak pergi melaksanakan shalat jumat, hendaklah ia mandi.”

2. Hadits Masyhur Hasan


Hadits masyhur yang kualitas perawinya di bawah hadits masyhur yang
shahih. Contohnya: “Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim”.

3. Hadits Masyhur yang Dhaif.


Hadits Masyhur yang Dhaif artinya hadis yang tidak memiliki syarat-syarat
atau kurang salah satu syaratnya dari syarat hadits shahih.Dan tidak dapat
dijadikan hujjah. Contohnya: “Siapa yang mengetahui dirinya, niscaya ia
mengetahui Tuhan-nya”.3
2
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, (cetakan ke 4) Jakarta: Amazon, 2010. hlm. 131.
3
M. Noor Sulaiman. Loc.cit., hlm 86.

4
2) Hadits Aziz
Aziz menurut bahasa berarti mulia, kuat, atau sedikit.Secara terminologis, aziz
didefinisikan sebagai Hadis yang diriwayatkan oleh sedikitnya dua orang perawi diterima
dari dua orang pula.

Sebagaimana hadits Masyhur, hadits aziz terbagi kepada shahih, hasan dan
da’if.Pembagian ini tergantung kepada terpenuhi atau tidaknya ketentuanketentuan atau
syarat-syarat yang berkaitan dengan kualitas ketiga kategori tersebut. Contohnya :

‫اليؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين‬

Artinya: “Tidaklah beriman seseorang di antara kamu, hingga aku lebih dicintai dari pada
dirinya, orang tuanya, anaknya dan semua manusia” (H.R. al-Bukhari dan Muslim)

3) Hadits Gharib
Gharib menurut bahasa berarti al-Munfarid artinya menyendiri atau al-Ba’id an-Aqaribihi
artinya jauh dari kerabatnya. Sedangkan Secara terminologis, gharib didefinisikan:
“Hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang menyendiri dalam
meriwayatkannya”4

Ada dua macam pembagian Hadits Gharib, yaitu:

A) Dilihat dari sudut bentuk penyendirian perawi, diantaranya:


1) Hadits Gharib Muthlaq
Artinya penyendirian itu terjadi berkaitan dengan keadaan jumlah
personalianya, yakni tidak ada orang lain yang meriwayatkan Hadits tersebut,
kecuali dirinya sendiri.

2) Hadits Gharib Nisbi


Artinya penyendirian itu bukan pada perawi atau sanadnya, melainkan mengenai sifat
atau keadaan tertentu, yang berbeda dengan dengan perawi lainnya.

4
Ibid. Hlm. 90

5
B) Dilihat dari sudut kaitannya antara penyendirian pada sanad dan matan
1) Gharib pada sanad dan matan secara bersama-sama, yaitu hadits Gharib yang
hanya diriwayatkan oleh salah satu silsilah sanad, dengan satu matan
haditsnya.

2) Gharib pada sanad saja, yaitu hadits yang telah populer dan diriwayatkan oleh
banyak sahabat, tetapi ada seorang rawi yang meriwayatkan dari salah seorang
sahabat lain yang lain yang tidak populer.

B. Pembagian Hadits Berdasarkan Kualitas Sanad

1. Hadits Shahih
Dari segi bahasa Shahih berarti dhiddus saqim, yaitu lawan kata dari sakit. Sedangkan
dari segi istilahnya, hadis shahih adalah hadis yang sanadnya bersambung,
diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit dari sejak awal hingga akhir sanad,
tanpa adanya syadz dan illat. Contoh hadits shahih:

ِ ْ‫ ِإ َّن هَّللا َ قَا َل َم ْن عَادَى لِي َولِيًّا فَقَ ْد آ َذ ْنتُهُ بِ ْال َحر‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
‫ َو َما‬،‫ب‬ َ َ‫ ق‬:‫ع َْن َأبِي هُ َر ْي َرةَ قَا َل‬
َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬

ُ‫ي بِالنَّ َوافِ ِل َحتَّى ُأ ِحبَّه‬


َّ َ‫ َو َما يَ َزا ُل َع ْب ِدي يَتَقَرَّبُ ِإل‬،‫ت َعلَ ْي ِه‬ َّ َ‫ي َع ْب ِدي بِ َش ْي ٍء َأ َحبَّ ِإل‬
ُ ْ‫ي ِم َّما ا ْفت ََرض‬ َّ َ‫َّب ِإل‬
َ ‫تَقَر‬

Dari Abu Hurairah ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam


bersabda Allah ta’ala berfirman: “Barang siapa memusuhi wali-ku maka
sesungguhnya Aku telah mengumumkan peperangan terhadapnya. Dan tidaklah
hamba-ku mendekatkan diri kepada-ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai
daripada ibadah – ibadah yang Aku wajibkan kepadanya. Hamba-ku akan senantiasa
mendekatkan diri kepada-ku dengan ibadah – ibadah sunnah hingga Aku
mencintainya.”

Analisis dari hadis tersebut adalah:

A) Sanadnya bersambung karena semua rawi dari hadits tersebut mendengar dari
gurunya.
B) Semua rawi pada hadits tersebut dhobit.
Tidak syadz karena tidak ada pertentangan dengan hadits yang lebih kuat serta
tidak cacat.

2. Hadits Hasan
Dari definisi – definisi tersebut di atas dapat dikatakan bahwa hadits hasan hampir
sama dengan hadits shahih, hanya saja terdapat perbedaan dalam soal ingatan perawi.

6
Pada hadits shahih, ingatan atau daya hafalannya harus sempurna, sedangkan pada
hadits hasan, ingatan atau daya hafalannya kurang sempurna. Dengan kata lain bahwa
syarat – syarat hadits hasan dapat dirinci sebgai berikut:

A) Sanadnya bersambung.
B) Perawinya adil.
C) Perawinya dhabit, tetapi ke dhabit tanya di bawah ke dhabitan perawi hadits
hasan.
D) Tidak terdapat kejanggalan (Syadz).
E) Tidak ada illat (Cacat).

3. Hadits Dhaif
Dhaif, kata dhaif menurut bahasa berarti lemah, sebagai lawan dari kata dhaif
adalah kuat. Maka sebutan hadits dhaif dari segi bahasa berarti hadits yang lemah
atau hadits yang tidak kuat. Secara istilah, diantara para ulama terdapat perbedaan
rumusan dalam mendefinisikan hadits dhaif ini. Akan tetapi, pada dasarnya, ini isi
dan maksudnya adalah sama. Contoh Hadits Dhaif:5

‫من أتي حائضا أو إمرأة أو كاهنا فقد كفر بما أنزل علي محمد‬

Artinya: “Barang siapa yang mendatangi seorang haid, atau perempuan atau seorang
dukun, maka ia telah kufur atas hal yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.”

Macam – macam Hadits Dhaif:

A. Pembagian Hadits Dhaif ditinjau dari segi terputusnya sanad

1) Hadits Muallaq
Secara Bahasa adalah isim maf’ul dari kata ‘allaqa, yang berarti
“menggangtungkan sesuatu pada sesuatu yang lain hingga ia menjadi
tergantung”.
Secara Istilah Hadits Muallaq adalah hadis yang dihapus dari awal sanadnya
seorang perawi atau lebih secara berturut turut. Contoh hadits muallaq:
Hadits yang diriwayatkan oleh bukhari pada mukaddimah bab mengenai
“menutup paha”, berkata Abu musa, “Rasulullah Saw menutupi kedua lutut
beliau ketika Utsman masuk.”

5
Loc.cit. Abdul Majid Khon, hlm. 159.

7
2) Hadits Mursal
Adalah hadis yang gugur dari akhir sanadnya, seorang perawi sesudah thabi’i.
Kata mursal secara bahasa berarti terlepas atau terceraikan dengan cepat
atau tanpa ada halangan. Kata ini kemudian digunakan hadis tertentu yang
periwayatnya melepaskan hadis tanpa terlebih dahulu mengaitkannya
kepada sahabat yang menerima hadis itu dari Nabi.

3) Hadits Munqathi Keterputusan di tengah sanad dapat terjadi pada satu sanad
atau lebih, secara berturut – turut atau tidak, jika keterputusan terjadi di
tengah sanad pada satu tempat atau dua tempat dalam keadaan yang tidak
berturut – turut, hadis yang bersangkutan dinamakan “Hadis Munqathi”.
Kata ‘Munqathi’ berasal dari bentuk Inqatha’a yang berarti berhenti, kering,
patah, pecah, atau putus.

4) Hadits mu’an’na dan muannan


Di samping hadis itu, hadis yang termasuk kategori hadis dhaif karena
sanadnya diduga mengalami keterputusan adalah hadis al mu’an’an dan
almuannan. Kata al-mu’an’na merupakan bentuk maful dari kata ‘an’ana
yang berarti periwayat berkata (dari....dari....) secara bahasa berarti
pernyataan periwayat:si anu dari si anu. Kata al-muannan berasal dari kata
annana yang berarti periwayat berkata (bahwa...bahwa...) yang
menunjukkan bahwa periwayat meriwayatkan hadis dari periwayat lain
dengan menggunakan metode.

5) Hadis mu’dhal
Jika keterputusan secara bertutut-turut dan terjadi di tengah sanad, maka
hadisnya dinamakan hadis mu’dhal.Kata mu’dhal berasal dari kata kerja
‘adhala yang berarti melemahkan, melelahkan, menutup rapat.Atau menjadi
bercacat.Kata mu’dhal digunakan untuk jenis hadis tertentu karena pada
hadis itu ada bagian sanadnya yang lemah, tertutup, atau cacat.Secara
terminologi, menurut Muhammad ‘Ajjaj al-khathib, hadis mu’dhal adalah
hadis yang gugur dua orang sanadnya atau lebih secara berturut-turut.
Contoh hadis mu’dhal dilihyat dlam kitab al-muwaththa’ karya imam
maliksebagai berikut:
“malik bercerita padaku bahwa sebuah cerita sampai kepadanya, abu
hurayrah berkata, Rosulluloh Saw. Bersabda, ‘seorang budak berhak
mendapatkan makanan dan pakaian serta ia tidak dibebeni pekerjaan kecuali
yang ia mampu”.

8
6) Hadis mawquf dan hadis maqthu.
Hadis mawquf adalah hadis yang disandarkan kepada sahabat nabi taua
hadis yang diriwayatkan dari para sahabat berupa perkataan, perbuatan,
atau persetujuannya. Dilihat dari bahasa, kata mawquf berasal dari kata
waqafa yaqifu yang berarti di hentikan atau diwakafkan.Maksudnya, hadis
jenis ini dihentikan penyandarannya kepada sahabat dan tidak sampai
kepada nabi.6

B. Pembagian hadis dhaif karena periwayatnya tidak adil

1) Hadits maudhu’
Hadits maudhu’ adalah hadits dusta yang dibuat-buat dan dinisbahkan
kepada rasulullah. Secara bahasa, maudhu’ berarti sesuatu yang digugurkan
(almasqath), yang ditinggalkan (al-matruk), dan diada-adakan (al-muftara).
Menurut istilah, hadits maudhu’ adalah pernyataan yang dibuat
seseorang pada nabi saw. Hadits maudhu’ diciptakan oleh pendusta
disandarkan kepada rasulullah untuk memperdayai.

2) Hadits matruk
Hadits matruk adalah hadits yang diriwayatkan oleh periwayat yang
tertuduh sebagai pendusta.

3) Hadits munkar
Hadits munkar berasal dari kata al-inkar (mengingkari) lawan dari aliqrar
(menetapkan). Kata munkar digunakan untuk hadits yang seakan
mengingkari atau berlawanan dengan hadits lain yang lebih kuat.

BAB III
PENUTUP

6
Ibid. hlm. 164

9
A. Kesimpulan

Hadis merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al – Qur’an. Sebelum
menerapkan sesuatu yang baru dalam hidup ada kalanya kita harus tau asal muasal
kualitas dari sesuatu perkataan juga perbuatan dari Nabi Muhammad ditulis dalam hadis.
Hadis atau Al – hadits menurut bahasa Al – Jadid yang artinya sesuatu yang baru. Hadis
sering disebut dengan Al – Khabar yang berarti berita yaitu sesuatu yang dipercakapkan
dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Dalam Istilah Ilmu Hadis, yang
dimaksud dengan riwayah Al – Hadis atau Alriawayah adalah kegiatan penerimaan dan
penyampaian hadis, serta penyandaran hadis itu kepada mata rantai para periwayatnya
dengan bentuk bentuk tertentu. Ada tiga unsur yang harus dipenuhi dalam periwayahan
hadis, yaitu:

1. Kegiatan menerima hadis dari periwayat hadis.


2. Kegiatan menyampaikan hadis itu kepada orang lain.
3. Ketika hadis itu disampaikan maka susunan mata rantai periwayatan disebutkan.

Hadis dapat dibagi berdasarkan kualitas dan kuantitas sanadnya. Pembagian hadis
berdasarkan kuantitas sanadnya yaitu Hadis Muttawatir, dan Hadis Ahad, di samping
pembagian lain yang diikuti oleh sebagian para ulama yaitu pembagian menjadi tiga
macam yaitu: Hadis Mutawatir, Hadis Masyhur dan Hadis Ahad. Sedangkan berdasarkan
kualitas sanadnya, hadis dibagi menjadi tiga yaitu Hadis Sahih, Hadis Hasan dan Hadis
Dhaif.

B. Saran

Menurut saya didalam mempelajari Al – Qur’an hadits hendaklah benar – benar


mengetahui pembagian hadits baik dari segi kualitas maupun kuantitas hadits itu sendiri,
supaya bisa membedakan keshahihan suatu hadits harus mengetahui pembagian –
pembagian hadits. Ditakutkan nanti kita termasuk golongan orang – orang yang
menyebarkan hadits – hadits palsu.

DAFTAR PUSTAKA

10
Ash-Shiddieqy, M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Cetakan ke-10 (Jakarta:
Bulan Bintang, 1991).

Itr, Nuruddin, Ulum Al-Hadits 2, terj. Mujiyo, Cetakan Pertama (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1994).

Rozali, Muhammad. 2019. Ilmu Hadis.Medan: Azhar Center.

Toton Witono, Klasifikasi Kuantitas Hadits (Hadits Ahad dan Mutawatir) (2001).

Yuslew, Nawir . 2001 . Ulumul Hadis. Batavia: Mutiara Sumber Widya.

Muzayyin, Ahmad MA, Kualitas Hadis Ditentukan Oleh Kualitas Terendah Rawi Dalam Sanad.

11

Anda mungkin juga menyukai