Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“Klasifikasi Hadist
Dari Segi Kuantitas Perawinya: Hadist Ahad Dan Hadist Mutawatir”

Disusun Oleh:

Nama : Rahmawati (2021.04.10.015)


: Weni Agustina (2021.04.10.014)
Mata Kuliah : Ulumul Hadist
Dosen Pengampu: Reni Marlena, M.A

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM AL-AZHAR
TA. 2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Puji dan Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat, Hidayah dan Karunia-nya sehingga saya dapat menyusun makalah
ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini, saya akan membahas
mengenai “Klasifikasi Hadist Dari Segi Kuantitas Perawinya: Hadist Ahad Dan
Hadist Mutawatir”
Saya juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Reni Marlena, M.A selaku
dosen mata kuliah Ulumul Hadist yang telah memberikan tugas mengenai “Klasifikasi
Hadist Dari Segi Kuantitas Perawinya: Hadist Ahad Dan Hadist Mutawatir”
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karena itu saran serta kritik yang dapat membangun dari pembaca
sangat saya harapkan guna penyempurnaan pada makalah selanjutnya.
Harapan saya semoga makalah ini bisa membantu menambah wawasan,
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki
bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Demikian makalah ini saya buat, semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Lubuklinggau, 20 Mei 2022

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadist Mutawatir
B. Syarat-syarat Hadist Mutawatir
C. Macam-macam Hadist Mutawatir
D. Faedah Hadist Mutawatir
E. Pengertian Hadist Ahad
F. Macam-macam Hadist Ahad
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seperti yang telah diketahui, hadits diyakini sebagai sumber ajaran Islam setelah
kitab suci Al-Quran. Hadits merupakan segala sesuatu yang bersumber dari Nabi
Muhammad SAW. baik berupa ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang
berhubungan dengan hukum dan ketentuan Allah yang disyari’atkan kepada manusia.
Selain itu, hadits juga dibutuhkan manusia untuk mengetahui inti-inti ajaran dalam Al-
Quran. Jika ayat-ayat dalam Al-Quran mutlak kebenarannya, berbeda dengan hadits
yang bisa saja belum jelas periwayatannya, hadits tersebut benar berasal dari Nabi
Muhammad SAW. atau bukan.
Ditinjau dari segi kuantitasnya, hadits dibagi menjadi mutawatir dan ahad.
Sedangkan ditinjau dari segi kualitasnya, hadits terbagi menjadi dua yaitu, hadits
Maqbul (hadits yang dapat diterima sebagai dalil) dan hadits Mardud (hadits yang
tertolak sebagai dalil). Hadits Maqbul terbagi menjadi dua yaitu hadits Shahih dan
Hasan, sedangkan yang termasuk dalam hadits Mardud salah satunya adalah hadits
Dha’if. Semuanya memiliki ciri dan kriteria yang berbeda.
Oleh karena itu, tujuan penulisan makalah ini diperlukan untuk mengetahui lebih
lanjut tentang masing-masing hadits shahih, hadits hasan, dan hadits dho’if.

B.      Rumusan Masalah
Ditinjau dari Segi Kuantitas Rawi :
1.      Apa yang dimaksud dengan Hadits Mutawatir?
2.      Apa saja syarat-syarat Hadits Mutawatir?
3.      Apa saja macam-macam Hadits Mutawatir?
4.      Bagaimana faedah Hadits Mutawatir?
5.      Apa pengertian Hadits Ahad?
6.      Apa saja macam-macam Hadits Ahad?
C.     Tujuan
Ditinjau dari Segi Kuantitas Rawi :
1.      Untuk mengetahui pengertian dari Hadits Mutawatir
2.      Untuk mengetahui syarat-syarat Hadits Mutawatir
3.      Untuk mengetahui macam-macam Hadits Mutawatir
4.      Untuk mengetahui faedah Hadits Mutawatir
5.      Untuk mengetahui pengertian dari Hadits Ahad
6.      Untuk mengetahui macam-macam Hadits Ahad
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Hadist Mutawatir


Mutawatir menurut bahasa berarti mutatabi yakni yang datang berikutnya
atau beriring-iringan yang antara satu dengan yang lain tidak ada jaraknya. [1]
Sedangkan pengertian Hadits mutawatir menurut istilah, terdapat beberapa
definisi, antara lain sebagai berikut:
“Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang menurut adat mustahil
mereka bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta”. [2]
Ada juga yang mengatakan:
“Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang menurut adat mustahil
mereka bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta. Sejak awal sanad sampai akhir
sanad, pada setiap tingkat (Thabaqat). [3]
Sementara Nur ad-Din Atar mendefinisikan:
“Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang terhindar dari
kesepakatan mereka untuk berdusta (sejak awal sanad) sampai akhir sanad dengan
didasarkan pada panca indra”. [4]

B. Syarat-Syarat Hadits Mutawatir


Mengenai syarat-syarat Hadits mutawatir ini, yang terlebih dahulu merincinya
adalah ulama ushul. Sementara para ahli Hadits tidak begitu banyak merinci
pembahasan tentang Hadits mutawatir dan syarat-syarat tersebut. Karena menurut
ulama ahli Hadits, khabar Mutawatir yang sedemikian sifatnya, tidak termasuk
kedalam pembahasan Ilmu Al-Isnad, yaitu sebuah disiplin ilmu yang membicarakan
tentang sahih atau tidaknya suatu Hadits, diamalkan atau tidaknya, dan juga
membicarakan sifat-sifat rijalnya yakni para pihak yang banyak berkecimpung dalam
periwayatan Hadits, dan tata cara penyampaian. Padahal dalam kajian
Hadits mutawatir tidak dibicarakan masalah-masalah tersebut. Karena bila telah
diketahui statusnya sebagai Hadits mutawatir, maka wajib diyakini kebenarannya,
diamalkan kandungannya, dan tidak boleh ada keraguan, sekalipun di antara adalah
orang kafir. [5]
Sedangkan  menurut ulama mutaakhirin, ahli ushul, suatu Hadits dapat ditetapkan
sebagai Hadits Mutawatir, bila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Diriwayatkan oleh Sejumlah Besar Perawi
Hadits mutawatir harus diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi
yang membawa kepada keyakinan bahwa mereka itu tidak mungkin
bersepakat untuk berdusta. Mengenai masalah ini para ulama berbeda
pendapat. Ada yang menetapkan jumlah tertentu dan ada yang tidak
menetapkan jumlah tertentu. Menurut ulama yang tidak mensyaratkan
jumlah tertentu, yang penting dengan jumlah itu, menurut adat, dapat
memberikan keyakinan terhadap apa yang diberitakan dan mustahil mer
eka sepakat untuk berdusta.[6] Sedangkan menurut ulama yang
menetapkan jumlah tertentu, mereka masih berselisih mengenai jumlah
tertentu itu.
Al-Qadhi Al-Baqillani menetapkan bahwa jumlah perawi Hadits
agar bisa disebut Hadits mutawatir tidak boleh berjumlah empat. Lebih
dari itu lebih baik. Ia menetapkan sekurang-kurangnya berjumlah 5
orang, dengan mengqiyaskan dengan jumlah nabi yang mendapat

gelar Ulul Azmi. [7] Al-Isthakhary menetapkan yang paling baik


minimal 10 orang, sebab jumlah 10 itu merupakan awal bilangan
banyak. [8]
Ulama lain menentukan 12 orang, mendasarkan pada firman Allah:

‫َوبَ َع ْثنَا ِم ْنهُ ُم ْاثنَ ْي َع َش َر نَقِيبًا‬


“...Dan telah Kami angkat di antara mereka 12 orang pemimpin. (QS.Al-
Maidah (5):12)” [9]
Sebagian ulama menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang. Sesuai
dengan firman Allah:

َ ‫ن‬fَ ‫اِ ۡن يَّ ُك ۡن ِّم ۡن ُكمۡ ِع ۡشر ُۡو‬ 


‫صابِر ُۡو َن يَ ۡغلِب ُۡوا ِماَئتَ ۡي ِن‬
“Jika ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu, niscaya mereka dapat
mengalahkan dua ratus orang musuh... (QS. Al-Anfal (8): 65)” [10]

2. Adanya keseimbangan antar perawi pada Thabaqat pertama


dengan Thabaqat berikutnya
Jumlah perawi Hadits mutawatir, antara Thabaqat
(lapisan/tingkatan) dengan thabaqat lainnya harus seimbang. Dengan
demikian, bila suatu Hadits diriwayatkan oleh 20 orang sahabat,
kemudian diterima oleh 10 tabi’in, dan selanjutnya hanya diterima oleh
5 tabi’in, tidak dapat digolongkan sebagai Hadits mutawatir, sebab
jumlah perawinya tidak seimbang antara thabaqat pertama dengan
thabaqat-thabaqat seterusnya. [15]
               Akan tetapi ada juga yang berpendapat, bahwa keseimbangan jumlah
perawi pada tiap thabaqat tidaklah terlalu penting. Sebab yang
diinginkan dengan banyaknya perawi adalah terhindarnya kemungkinan
berbohong. [16]

3. Berdasarkan Tanggapan Pancaindra


Berita yang disampaikan oleh perawinya tersebut harus
berdasarkan tanggapan pancaindra. Artinya bahwa berita mereka
sampaikan itu harus benar-benar hasil pendengaran atau penglihatannya
sendiri. Oleh karena itu, bila berita itu merupakan hasil renungan,
pemikiran atau rangkuman dari suatu peristiwa lain ataupun hasil
istinbat dari dalil yang lain, maka tidak dapat dikatakan Hadits
mutawatir, misalnya berita tentang baharunya alam semesta yang
berpijak pada pemikiran bahwa setiap benda yang rusak itu baharu,
maka berita seperti ini tidak dapat dikatakan Hadits Mutawatir.
Demikian juga berita tentang ke-Esa-an Tuhan menurut hasil pemikiran
pada filosof, tidak dapat digolongkan sebagai Hadits mutawatir.
C. Macam-Macam Hadits Mutawatir
1. Mutawatir Lafzhi
“Hadits mutawatir lafzhi ialah hadits yang kemutawatiran perawinya
masih dalam satu lafal.”
Contoh:

‫من كذب علي متعمدا فليتبو أمقعده من النار‬


Artinya: Barang siapa berdusta atas (nama)-ku dengan sengaja, maka
hendaklah ia mengambil tempat duduknya dari neraka.

2. Mutawatir Ma’nawiy
Hadits Mutawattir Ma’nawiy merupakan hadits yang dimana susunan
redaksinya berbeda namun pada prinsipnya memiliki makna yang sama.
Contoh:
Adanya hadits yang menjelaskan bahwa Rasulullah mengangkat kedua
tangannya ketika berdo’a.
‫قال أبو موسى ﻤﺎ ﺭﻔﻊ رسول هللا ﺼﻟﻰ ﷲ ﻋﻟﻴﻪ ﻭ ﺴﻠﻡ ﻴﺩﻴﻪ ﺤﺘﻰ ﺭؤﻱ ﺒﻴﺎﺽ ﺍﺒﻁﻴﻪ ﻔﻰ ﺸﻴﺊ‬
‫ﻔﻰ ﺍﻹﺴﺘﺴﻘﺎﺀ‬  ‫ﺍﻻ‬  ‫ﻤﻥ ﺩﻋﺎﺌﻪ‬
(‫)رواه البخارى و مسلم‬
“Abu Musa Al-Ayari berkata bahwa Rasulullah saw tidak mengangkat
kedua tangan beliau dalam berdo’a hingga tampak putih-putih kedua ketiaknya
dan beliau saw mengangkat tangannya selain dalam do’a shalat istisqa’. (HR
Bukhori dan Muslim)”[18]
‫ﻜﺎﻥ ﻴﺭﻔﻊ ﻴﺩﻴﻪ ﺤﺫﻭ ﻤﻨﻜﺒﻴﻪ‬
“Ketika beliau saw mengangkat tangan sejajar dengan kedua pundak beliau.
3. Mutawatir Amali,
Hadits mutawatir amali, yakni amalan agama (ibadah) yang dikerjakan
oleh Nabi SAW, kemudian diikuti oleh para Sahabat, lalu Tabi’in , dan
seterusnya sampai sekarang. Contoh, hadits-hadits tentang sholat, jumlah
rakaatnya, dan lain sebagainya. Segala yang menjadi ijma’ di kalangan ulama
dikategorikan sebagai hadits mutawatir amali.[19]
D.        Faedah Hadits Mutawatir
Hadits mutawatir itu memberi faedah ilmu dharuriy atau yakin, artinya
yakni suatu keharusan untuk meyakini kebenaran suatu berita dari Nabi SAW
yang diriwayatkan secara mutawatir tanpa ada keraguan sedikitpun. 
Para perawi Hadits mutawatir tidak perlu lagi diselidiki tentang keadilan dan
kedhabitannya (kuatnya hafalan/ingatan), karena kuantitas para perawi Hadits
sudah menjamin tidak mungkin terjadi kesepakatan bohong.
Hadits mutawatir mengandung hukum qath’I al tsubut, memberikan
informasi yang pasti akan sumber informasi tersebut. Oleh sebab itu tidak
dibenarkan seseorang mengingkari hadits mutawatir, bahkan para ulama
menghukumi kufur bagi orang yang mengingkari hadits mutawatir. Mengingkari
hadits mutawatir sama dengan mendustakan informasi yang jelas dan pasti
bersumber dari Rasulullah.

E . Pengertian Hadits Ahad


Secara bahasa kata “ahad” merupakan bentuk plural dari kata “ahad” yang
bermakna satu. Hadits ahad, secara bahasa adalah Hadits yang diriwayatkan oleh satu
orang.[20] Adapun pengertian Hadits ahad secara istilah adalah Hadits yang tidak
memenuhi syarat syarat Hadits mutawatir. Menurut Al Qathan Hadits ahad adalah
Hadits yang tidak memenuhi syarat mutawatir.[21] Dengan demikian berarti bahwa
Hadits ahad adalah Hadits yang sanadnya shahih dan bersambung hingga sampai
kepada sumbernya (Nabi) tetapi kandungannya memberikan pengertian zhanni dan
tidak sampai kepada qath’i atau yakin.[22]

F. Macam-macam Hadits Ahad


a.   Hadits Masyhur
Secara bahasa, kata masyhur adalah isim maf’ul dari kata syahara yang
berarti mengumumkan dan menjelaskan suatu hal. Dalam penegrtian ini
masyhur juga berarti sesuatu yang terkenal, yang dikenal atau yang populer
dikalangan manusia.[23] Sedangkan secara istilah, Hadits masyhur adalah
Hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih dari setiap generasi, akan
tetapi tidak mencapai jumlah mutawatir. Jika diteliti lebih lanjut, sebenarnya
Hadits masyhur ini tidak semuanya berkualitas shahih, karena jumlah perawi
yang demikian belum tentu menjamin keshahihannya kecuali disertai sifat sifat
yang menjadikan sanad ataupun matannya shahih. Dengan demikian, Hadits
masyhur sendiri dapat dikelompokan kepada yang berkualitas shahih, hasan
dan dhaif.[24]
Lebih lanjut, berdasarkan pada segi lingkungan, popularitas dan
penyebarannya maupun segi frekuensi penggunaannya, Hadits masyhur ini
juga sangat beragam, yaitu
-       Hadits mayhur di kalangan muhadditsun
َ‫ َو َذ ْك َوان‬،‫ َعلَى ِر ْع ٍل‬f‫وع يَ ْد ُعو‬
ِ ‫ت َش ْهرًا بَ ْع َد الرُّ ُك‬
َ َ‫قَن‬

“Rosululloh mengerjakan qunut selama sebulan yang dilakukan setelah rukuk untuk
mendo’akan suku ri’l dan dzakwan” (Shohih Bukhori, no.1003 Shohih Muslim,
no.677 ) 
-       Hadits Masyhur di kalangan muhadditsu, ulama lain dan juga orang awam
ِ‫ون ِم ْن لِ َسانِ ِه َويَ ِده‬
َ ‫ال ُم ْسلِ ُم َم ْن َسلِ َم ال ُم ْسلِ ُم‬

“Orang muslim adalah orang yang menyelamatkan orang-orang islam lainnya dari
lisan dan datangnya” (Shohih Bukhori, no.10, 11, 6484 dan Shohih Muslim, no.40,
41, 42)
-       Hadits Mashur dikalangan fuqaha
ُ‫َأ ْب َغضُ ْال َحاَل ِل ِإلَى هللاِ الطَّاَل ق‬

“Perkara halal yang paling dibenci oleh Alloh adalah perceraian” (Sunan Abu
Dawud, no.2178, Sunan Ibnu Majah, no. 2018 dan Sunan Baihaqi, no.14894)
-       Hadits Masyhur di kalangan ahli ushul fiqih
َ َ‫ َوالنِّ ْسي‬،‫ُرفِ َع َع ْن ُأ َّمتِي ْال َخطََأ‬
ِ‫ َو َما ا ْستُ ْك ِرهُوا َعلَيْه‬،‫ان‬

“Diangkat dari umatkudari umatku sesuatu yang dilakukan karena salah, lupa dan
sesuatu yang dipaksakan kepadanya." (Sunan Ibnu Majah, no.2043, Shohih Mustadrok
Hakim, no.2601Ibnu Hibban, no.7219, Sunan Daruqutni, no.4351) 
-       Hadits Masyhur di kalangan ahli bahasa arab
ِ ‫صهَيْب لَو لم يخف هللا لم يَع‬
ِ‫ْصه‬ ُ ‫نعم ال َعبْد‬

“Sebaik-baik hamba adalah Shuhaib, jika saja ia tidak takut pada Alloh, ia tak akan
melakukan maksiat kepaNya” (La Adhla Lah = hadits ini tidak diketahui asalnya).

-       Hadits Masyhur di kalangan umum


ِ‫ال َع َجلَةُ ِم َن ال َّش ْيطَان‬
 “Sifat tergesa-gesa itu darri setan” (Sunan Turmudzi, no.2012)[25]
b.                  Hadits Aziz
Secara bahasa, kata aziz merupakan sifat musyabbahah dari kata “azza
ya’izzu”,yang berarti sedikit atau jarang dan kata azza ya’azzu yang berarti kuat dan
sangat. Sedangkan menurut istilah Hadits aziz adalah Hadits yang diriwayatkan oleh
tidak kurang dari dua perawi pada seluruh tingkatan/generasi. [26] Dengan demikian,
suatu Hadits yang pada salah satu thabaqah sanadnya diriwayatkan oleh dua
periwayat, meskipun pada thabaqah lainnya diriwayatkan oleh banyak periwayat,
maka Hadits itu dinamakan Hadits azis.[27] Contoh Hadits azis adalah :
Hadits yang disebutkan oleh al Hafidz Ibnu Hajar di dalam “Nuzhatun Nadzar”
[hal. 70] yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Syaikhan dari Anas radhiyallohu ‘anhu,
Rasulullah shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :[28]

َ‫اس َأجْ َم ِعين‬


ِ َّ‫ون َأ َحبَّ ِإلَ ْي ِه ِم ْن َوالِ ِد ِه َو َولَ ِد ِه َوالن‬
َ ‫اَل يُْؤ ِم ُن َأ َح ُد ُك ْم َحتَّى َأ ُك‬
“Salah seorang di antara kalian tidak dianggap beriman (dengan sempurna)
sehingga saya lebih dicintainya melebihi cintanya terhadap orang tuanya, anaknya dan
manusia seluruhnya”
Hadits aziz ini bisa dinilai shahih, hasan maupun dhaif, sesuai dengan keadaan
sanad dan matannya, setelah dilakukan penelitian terhadapnya.  Diantara contohnya
adalah Hadits yang diriwayatkan dari Anas ibn Malik dari Rasulullah SAW, tentang
etika sosial sebagai parameter kualitas keimanan seseorang, sebagai berikut :
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ulama berbeda pendapat tentang pembagian Hadits ditinjau dari segi kuantitasnya ini.
Maksud tinjauan dari segi kuantitas disini adalah dengan menelusuri jumlah para perawi
yang menjadi sumber adanya suatu Hadits. Para Hadits ada yang mengelompokkan
menjadi tiga bagian, yakni Hadits mutawatir, masyur, dan ahad dan ada juga yang
membaginya hanya menjadi dua, yakni Hadits mutawatir dan ahad.
Pendapat pertama, yang menjadikan Hadits masyur berdiri sendiri, tidak termasuk
bagian dari Hadits ahad, dianut oleh sebagian ulama ushul, diantaranya adalah Abu Bakar
Al-Jasaah (305-370H). Sedang ulama golongan kedua diikuti oleh kebanyakan ulama
ushul dan ulama kalam. Menurut mereka, Hadits masyur bukan merupakan Hadits yang
berdiri sendiri, akan tetapi hanya bagian dari Hadits ahad. Mereka membagi Hadits
menjadi dua bagian, mutawatir dan ahad.
DAFTAR PUSTAKA

MUSICANDIARYQBS. 2022. Klasifikasi Kuantitas hadist. URL:


http://musicflashbqs.blogspot.com/2017/11/makalah-hadits-menurut-segi-
kuantitas.html Diakses pada 20 Mei 2022

Anda mungkin juga menyukai