Anda di halaman 1dari 13

Halaman Judul

MAKALAH

KONSEP DASAR HADITS MUTAWATIR


ILMU HADITS

DOSEN PENGAMPU:
TAJUL MULUK, M.Ag

DISUSUN OLEH:

REVYDO FARHAN PERMANA 19421002


IBRAHIM 19421037
SAID HENDRI DARMAWAN 19421043

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL SYAKHSHIYAH)


FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2019
DAFTAR ISI

Halaman Judul
DAFTAR ISI......................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG............................................................................................1
B. IDENTIFIKASI MASALAH.................................................................................1
C. PERUMUSAN MASALAH...................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN HADITS MUTAWATIR........................................................3
A. PENGERTIAN.......................................................................................................3
B. SYARAT HADIS MUTAWATIR.........................................................................4
C. PEMBAGIAN DARI HADIS MUTAWATIR......................................................5
D. NILAI, HUKUM, DAN KEBERADAAN HADIS MUTAWATIR......................8
BAB III KESIMPULAN..................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................10

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hadis merupakan sumber ajaran islam yang kedua setelah Al-Qur’an.
Hadis berasal dari bahasa Arab yaitu “Al-Hadits” yang berarti perkaaan,
percakapan ataupun berbicara. Secara bahasa hadis berarti baru atau kabar,
sedangkan secara istilah hadis memiliki arti segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi SAW baik berupa perkataan (qauly), perbuatan (fi,ly), pembiaran
(taqriry) dan sebagainya. Fungsi hadis terhadap Al-Qur’an yaitu untuk
menguatkan hukum yang ditetapkan Al-Qur’an, memberikan rincian terhadap
pernyataan Al-Qur’an yang bersifat global, membatasi kemutlakan yang
dinyatakan oleh Al-Qur’an, memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al-
Qur’an yang bersifat umum, dan menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan
oleh Al-Qur’an.
Agar tidak salah dalam mengamalkan hadis, maka kita perlu mengetahui
dan mempelajari tentang hadist tersebut. Karena pentingnya belajar dan
mengamalkan hadis, maka kita perlu untuk mengetahui kebenaran dan keaslian
dari hadis tersebut. Unsur-unsur yang harus ada dalam hadis yaitu rawi, mata,
sanad. Rawi merupakan orang yang menerima suatu hadis dan menyampaikan
atau menuliskan hadis tersebut dalam kitab. Matan adalah materi ataupun isi dari
hadis itu sendiri baik berupa perkataan ataupun perbuatan Nabi ataupun
pembiaran nabi atas perbuatan sahabat. Sanad adalah rangkaian rawi yang dapat
meghubungkan matan hadis sehingga sampai kepada nabi. Berdasarkan unsur-
unsur tersebut, hadis dapat digolongkan lagi kedalam beberapa jenis. Salah
satunya pembagian hadis berdasarkan banyak atau tidaknya perawi hadis.
Berdasarkan jumlah perawinya, maka hadis dikelompokkan menjadi hadis
murtawatir dan hadis ahad.

1
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah, terdapat masalah-masalah yang
berkaitan dengan hal tersebut. Masalah tersebut diidentifikasi sebagai berikut:
1. Pengelompokan hadis berdasarkan jumlah perawinya
2. Perlunya menguasai pengertian hadis mutawatir
3. Mengetahui syarat dan pembagian hadis mutawatir
4. Pentingnya mengetahui nilai, hukum dan keberadaan hadis mutawatir.

C. PERUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang dan identifikasi masalah yang dibahas, adapun rumusan
masalah yang didapat, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan hadis mutawatir?
2. Apa saja syarat dari hadis mutawatis?
3. Apa saja pembagian dari hadis mutawatir?
4. Apa itu nilai, hukum dan keberadaan hadis mutawatir?

2
BABII
PEMBAHASAN

HADITS MUTAWATIR

A. PENGERTIAN
Menurut bahasa, kata “al-mutawatir” adalah isim fa’il berasal dari
mashdar ”altawatur” yang memiliki persamaan dengan”at-tatabu’u” yang
berarti berturut-turut atau beriring-iringan. Hal ini sama seperti kata “tawatara
al-matharu” yang berarti hujan turun berturut-turut. 1
Menurut istilah, hadis mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh
sejumlah perawi pada semua thabaqat (generasi) yang menurut akal dan adat
kebiasaan tidak mungkin mereka bersepakat untuk berdusta. Dalam ilmu Hadis,
hadis mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan dengan banyak sanad yang
berlainan rawi-rawinya serta mustahil mereka itu dapat berkumpul jadi satu
untuk berdusta mengadakan hadist itu.2
Adapun menurut istilah ulama, hadis mutawatir adalah:
“Khabar yang di dasarkan pada panca indera yang dikabarkan oleh
sejumlah orang yang mustahil menurut adat mereka bersepekat untuk
mengkabarkan berita itu dengan dusta.3
Dalam buku “taisirul fi mustholahi al hadits”Mahmud Thohan”
menjelaskan tentang hadits mutawatir, yaitu:
Hadits yang diriwayatkan oleh banyak perawi pada setiap tingkatan
sanadnya, yang menurut akal dan kebiasaan mereka tidak dimungkinkan untuk
berdusta, dan dalam periwayatannya mereka bersandarkan pada panca indra.

1
Mahmud Thahan, ilmu hadits praktis, (Bogor:Pustaka Thariqul Izzah, 2010), hlm.20,
2
Ibid.
3
Muhammad Bin Alawi, Al Minhal al latif fii ushul al hadits asy syarif, (Beirut:Daarul Kutub Al Ilmiyah,
2011),hlm.

3
Jadi, dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan tersebut dapat
disimpulkan hadis mutawatir adalah hadis yang didasarkan pada panca indera
yang diriwayatkan oleh banyak perawi yang dapat dipercaya karena dari mereka
tidak mungkin untuk berdusta. 4

B. SYARAT HADIS MUTAWATIR


Adapun syarat hadis mutawatir yaitu:
1. Hadits Mutawatir harus diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi, dan dapat
diyakini bahwa mereka tidak mungkin sepakat untuk berdusta.5
Terkait dengan banyaknya jumlah perawi, beberapa ulama memiliki pendapat
yang berbeda. Misalnya:
a. Al-Qadhi Al-Baqilani menetapkan bahwa jumlah perawi hadits mutawatir
sekurang-kurangnya 5 orang,alasannya karena jumlah Nabi yang mendapat
gelar Ulul Azmi sejumlah 5 orang.6
b. Al-Istikhari menetapkan minimal 10 orang, karena 10 itu merupakan awal
bilangan banyak. Demikian seterusnya sampai ada yang menetapkan jumlah
perawi hadits mutawatir sebanyak 70 orang.
c. Abu Thayib menentukan sekurang-kurangnya 4 orang. Hal tersebut
diqiyaskan dengan jumlah saksi yang diperlukan oleh hakim.
d. Ashabus Syafi’i menentukan minimal 5 orang. Hal tersebut diqiyaskan
dengan jumlah para Nabi yang mendapatkan gelar Ulul Azmi.
e. Sebagian ulama menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang. Hal tersebut
berdasarkan ketentuan yang telah difirmankan Allah tentang orang-orang
mukmin yang tahan uji, yang dapat mengalahkan orang-orang kafir sejumlah
200 orang (lihat surat Al-Anfal ayat 65).
f. Ulama yang lain menetapkan jumlah tersebut sekurang-kurangnya 40 orang.
Hal tersebut diqiyaskan dengan firman Allah: “Wahai Nabi cukuplah Allah
dan orang-orang yang mengikutimu (menjadi penolongmu).
g. Ada yang berpendapat lain juga yang mengatakan jumlahnya 12 orang
seperti jumlah pemimpin dalam firman Allah (yang artinya) :”Dan
4
Mahmud Thahan, ilmu hadits praktis, (Bogor:Pustaka Thariqul Izzah, 2010), hlm.20.

5
Mahmud Thahan, ilmu hadits praktis, (Bogor:Pustaka Thariqul Izzah, 2010), hlm.20-21
6
Ibid.

4
sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah
Kami angkat di antara mereka 12 orang pemimpin”(QS. Al-Maidah ayat
12).7

2. Adanya keseimbangan antara perawi pada thabaqat (generasi) pertama dan


thabaqat berikutnya. Diharuskan perawi pada hadis mutawatir ini bersal dari
generasi pertama sampai generasi terakhir hingga adanya hadis tersebut.8
3. Berdasarkan tanggapan panca indra: Harus benar-benar dari hasil pendengaran
atau penglihatan sendiri. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya
penggunaan lafadz: “Kami telah mendengar ( ‫”) ﺳﻤﻌﻨﺎ‬, atau “Kami telah melihat
( ‫”) راﻳﻨﺎ‬. Sekiranya berita itu merupakan hasil renungan pemikiran,atau
rangkuman dari suatu peristiwa lain, atau hasil istinbath dari dalil yang lain,
maka tidak dapat dikatakan hadits mutawatir.9

C. PEMBAGIAN DARI HADIS MUTAWATIR

Hadis mutawatir terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

1. Hadis Mutawatir Lafdzi

7
Ibid.
8
Mahmud Thahan,ilmu hadits praktis,(Bogor,pustaka thoriqul izzah, 2010) hal 21
9
Ibid.

5
Hadis yang mutawatir lafadznya dan maknanya. Maksudnya adalah hadits
yang diriwayatkan dengan lafadz dan makna yang sama, serta kandungan hukum
yang sama.10 Jumlahnya sedikit sekali contohnya:

Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku,


maka hendaklah dia bersiap-siap menduduki tempatnya diatas api neraka”.
Menurut Abu Bakar al-Sairiy menyatakan bahwa hadits ini diriwayatkan secara
marfu’oleh 40 (empat puluh) sahabat dengan susunan redaksi da makna yang
sama dan terakhir diriwayatkan hampir oleh semua imam-imam al-kutubu as-
sittah,11 diantaranya yaitu:
1. Bukhari dari Abul Walid dari Syu'bah dari Jami' bin Syidad dari Amir bin
Abdullah dari Abdullah bin Zubair dari Zubair dari Nabi Saw
2. Abu Dawud dari Amr bin Aun dan Musaddad keduanya dapat hadis dari 2)
Khalid al-Ma'na dari Bayan bin Bisyrin dari Wabirah bin Abdurrahman dari
Amir bin Abdullah dari Abdullah bin Zubair dari Zubair dari Nabi Saw.
3. Darami dari Abdullah bin Shalih dari al-Laitsy dari Yazid bin Abdullah dari
Amru bin Abdullah dari Abdullah bin Urwah dari Urwah bin Zubair dari
Zubair dari Nabi Saw
4. Ibnu Majah dari Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Muhammad bin Basyaar
keduanya dari Ghandur Muhammad bin Ja'far dari Jami' bin Syidad dari
Amir bin Abdullah dari Abdullah bin Zubair dari Nabi Saw
5. Tirmizi dari Abu Hisyam dari Abu Bakar dari •Ashim dari Zirrin dari
Abdullah bin Mas'ud dari Nabi Saw
6. Tirmizi dari Sufyan bin Waqi' dari Waqi' dari Syarik dari Manshur dari
Rib'iy bin Harasy dari Ali dari Nabi Saw
7. Tirmizi dari Sufyan bin Waqi' dari Waqi' dari Syarik dari Samak dari
Abdurrahman dari Ibn Mas'ud dari Nabi Saw
8. Ibnu Majah dari Muhammad bin Rimh dari Al-Laitsy dari lbnu Syihab dari
Anas bin Malik dari Nabi Saw
10
Muhammad nasir,Buku siswa hadits ilmu hadits,(Jakarta,kementrian agama,2014) hal 38
11
Muhammad nasir,Buku siswa hadits ilmu hadits,(Jakarta,kementrian agama,2014) hal 39-40

6
9. Ahmad dari Muhammad bin Fudlail dari A'masy dari Hubaib dari Tsa labah
dari Ali bin Abi Thalib dari Nabi
10. lbnu Majah dari Isma'il bin Musa dari Syarik dari Samak dari Abdurrahman
dari Abdullah bin Mas'ud dari Nabi.

2. Hadis Mutawatir Ma’nawi


Hadis mutawatir ma’nawi adalah hadis yang mutawatir dari maknanya,
bukan lafadznya. Hadis yang diriwayatkan dengan lafads yang berbeda-beda
lafads, namu jika disimpulkan, ia mempunyai makna yang sama, yang
diriwayatkan oleh sejumlah orang yang mustahil mereka sepakat berdusta atau
karena pembetulan. Mereka meriwayatkan dalam berbagai bentuk, tetapi dalam
satu masalah atau mempunyai titik persamaan. 12

Contoh hadis yang meriwayatkan bahwa Rasul SAW mengangkat


tangannya ketika berdoa.

“Nabi saw tidak mengangkat kedua tangannya dalam doa-doa beliau,


kecuali dalam shalat istisqa’ dan beliau mengangkat tangannya hingga
tampak putih-putih kedua ketiaknya (HRBukhari)”.
Hadis-hadis yang semakna dengan hadis tersebut banyak sekali, lebih dari
seratus hadis.

3. Hadis Mutawatir ‘Amali


Hadits Mutawatir ‘Amali adalah amalan agama (ibadah) yang dikerjakan
oleh Nabi saw, kemudian diikuti oleh para sahabat, kemudian diikuti lagi oleh
Tabi’in dan seterusnya, diikuti oleh generasi sampai sekarang. 13
Contohnya: hadits-hadits nabi SAW tentang shalat dan jumlah rakaatnya,
shalat id, shalat jenazah dan sebagainya. Segala amal ibadah yang sudah menjadi
ijma’ di kalangan ulama dikategorikan sebagai hadits mutawatir ‘amali. Menurut
Ibn Hibban dan Al-Hazimi menyatakan bahwa hadits mutwatir lafdzi tidak
12
Muhammad nasir,Buku siswa hadits ilmu hadits,(Jakarta,kementrian agama,2014) hal 40-41
13
Ibid.

7
mungkin ada. Pendapat mereka dibantah oleh Ibn Shalah. Dia menyatakan
bahwa hadits mutawatir (termasuk yang lafdzi) memang ada, hanya jumlahnya
sangat terbatas. 14
Menurut Ibn Hajar Al-Asqolani, Hadits mutawatir jumlahnya banyak,
namun untuk mengetahuinya harus dengan cara menyelidiki riwayat-riwayat
hadits serta kelakuan dan sifat perawi, sehingga dapat diketahui dengan jelas
kemustahilan perawi untuk sepakat berdusta terhadap hadits yang
diriwayatkannya.

D. NILAI, HUKUM, DAN KEBERADAAN HADIS MUTAWATIR

1. Nilai Hadis Mutawatir


Hadist mutawatir itu mengandung nilai “dlaruriy”. Yakni suatu keharusan
bagi manusia untuk mengakui kapasitas kebenaran suatu hadist, seperti halnya
seseorang yang telah menyaksikan suatu kejadian dengan mata kepala sendiri.
Bagaimana mungkin dia ragu-ragu atas kebenaran sesuatu yang disaksikan itu?
Demikian juga dengan nilai hadis mutawatir, semua hadist mutawatir bernilai
maqbul (dapat diterima sebagai dasar hukum) dan tidak perlu lagi diselidiki
keadaan perawinya.15
2. Hukum Hadis Mutawatir
Hadist mutawatir mengandung hukum qath’I al tsubut, memberikan
informasi yang pasti akan sumber informasi tersebut. Oleh sebab itu tidak
dibenarkan seseorang mengingkari hadist mutawatir, bahkan para ulama
menghukumi kufur bagi orang yang mengingkari hadist mutawatir. Mengingkari
hadist mutawatir sama dengan mendustakan informasi yang jelas dan pasti
bersumber dari Rasulullah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa penerimaan
hadist mutawatir tidak membutuhkan proses seperti hadist ahad. Cukup denga

14
ibid.
15
Mahmud Thahan,ilmu hadits praktis,(Bogor,pustaka thoriqul izzah, 2010) hal 32

8
bersandar pada jumlah, yang dengan jumlah tersebut dapat diyakini kebenaran
khabar yang dibawa. Seperti buku sejarah yang menginformasikan bahwa ada
sahabat nabi yang bernama Umar bin Khattab, sekalipun kita belum pernah
melihatnya namun kita tetap yakin bahwa info tersebut benar.16
3. Keberadaan Hadis Mutawatir
Ibnu Shalah berpendapat bahwa hadist mutawatir jumlahnya tidak banyak.
Pendapat ini dibantah keras oleh Ibn Hajar, “orang yang mengatakan bahwa
hadist mutawatir jumlahnya sedikit, berarti dia kurang serius mengkaji hadist”.
Para ulama kemudian berusaha mengakurkan dua pendapat ini. Apabila yang
dimaksud oleh Ibn Shalah adalah hadist mutawatir lafdzi, maka pendapat itu ada
benarnya, karena keberadaan hadist mutawatir lafdzi realitanya memang tidak
banyak. Ibn Hajar tatkala mengatakan bahwa hadist mutawatir jumlahnya
banyak, juga ada benarnya, jika yang dimaksud adalah hadist mutawatir
maknawi atau mutawatir secara umum.17

BABIII
KESIMPULAN

Hadis mutawatir adalah hadis yang didasarkan pada panca indera yang
diriwayatkan oleh banyak perawi yang dapat dipercaya karena dari mereka tidak
mungkin untuk berdusta. Syarat dari hadis muawatir yaitu Hadits Mutawatir
harus diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi, dan dapat diyakini bahwa
mereka tidak mungkin sepakat untuk berdusta; adanya keseimbangan antara
perawi pada thabaqat (generasi) pertama dan thabaqat berikutnya; dan harus
berdasarkan tanggapan panca indra (harus benar-benar dari hasil pendengaran
atau penglihatan sendiri). Hadis mutawatir terbagi tiga: a) hadis mutawatir
Lafdzi, yaitu mutawatis yang lafadz hadisnya sama atau hadis mutawatir yang
berkaitan dengan lafal perkataan nabi. b) hadis mutawatir ma’nawi adalah
mutawatir pada makna. c) hadis mutawatir ‘Amali adalah amalan agama
(ibadah) yang dikerjakan oleh Nabi saw, kemudian diikuti oleh para sahabat,

16
Muhammad nasir,Buku siswa hadits ilmu hadits,(Jakarta,kementrian agama,2014) hal 41
17
Ibid.

9
kemudian diikuti lagi oleh Tabi’in dan seterusnya, diikuti oleh generasi sampai
sekarang. Hadis mutawatir itu mempunyai kedudukan sebagai ilmu dharuriy
atau yang diyakini kebenarannya dari Rasul SAW. Para rawi hadis mutawatir
tidak perlu lagi diselidiki tentang keadilan dan kedhabitannya (kuatnya
hafalan/ingatan), karena kuantitas para perawi hadis sudah menjamin tidak
mungkin terjadi kesepakatan bohong.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Kitab Al minhal Al lathif fi Ushul Hadits asy Syarif


2. Ringkasan Ilmu Hadits Kemenag
3. Ulumul Hadits karangan Nawer Yuslem: Pustaka Hidayah
4. Intisari Ilmu Hadist oleh Dr. Mahmud Thahhan.

11

Anda mungkin juga menyukai