Dosen pembimbing:
Di susun oleh
Istikomah
Junia kartika
TAHUN 20022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur atas penyusun panjatkan kehadirat allah swt,
karena berkat rahmat dan hidayatnyalah. Kami bsa dapat menyelesaikan tugasa
makalah kami ini. Makalah ini dibuat dalaam rangka memenuhi tugas mata kuliah
bahasa indonesia dengan judul” penulisan karya ilmiyah Dalam penyusunan
makalah ini, penyusunan memndapat masukan dan bimbingan dari berbagai pihak
sehingga makalah ini bisa selesai, untuk itu pada kesempatan ini pemekalah
berterimakasih kepada semua pihak yag telah membantu dalam pnyusunan
makalah ini.Penyusun menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini, karena keterbatsan pengetahuan dan pengalaman penyusun.untuk itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun sipembaca demi lebih
baik laginya makalah ini. Akhir kata .penyusun berharap agar makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya.
Kelompok
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar belakang................................................................................
2. Rumusan masalah..........................................................................
3. Tujuan penulisan............................................................................
BAB II PEMBAHASAN
1. Hadits di tinjau dari segi kuantitasnya....................................
2. Hadits mutawatir.....................................................................
3. Syarat-syarat hadits mutawatir................................................
4. Berdasarkan tangkapan panca indra........................................
5. Pembagian hadits mutawatir...................................................
6. Hadits ahad..............................................................................
7. Pembagian hadits ahad............................................................
8. Macam-macam haduts masyur................................................
9. Hadits ghair masyhur..............................................................
BAB III PENUTUP
1.kesimpulan...............................................................................
2.saran.........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUA
A.LatarBelakang
Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur‟an untuk
memberi petunjuk kepada kehidupan umat manusia. Apa yang tidak diuraikan
dalam Al-Qur‟an akan dijelaskan secara gambling dalam sebuah hadis, karena
pada dasarnya hadist merupakan perkataan, ajaran, perbuatan Rasulullah SAW.
Ilmu hadis telah menyedot perhatian ulama sejak awal perkembangan Islam
hingga saat ini, bahkan khasanah Islam lebih banyak dipenuhi kitab-kitab hadis
disbanding misalnya kitab tafsir.
Ini menunjukkan pentingnya kedudukan hadits dalamIslam.
Kita sebagai seorang muslim tidak menyakinina bahwa semua hadis adalah
shahih, namun juga tidak benar bila menganggap bahwa semua hadits adalah
palsumsebagaimana anggapan para orientalis. Untuk mengetahui tentang
kedudukan/martabat suatu hadits dimata hukum yang selanjutnya dari hadits
tersebut bagaimana dapatnyadijadikan sandaran/landasan hukum maka perlu
difahami tentang keadaan suatu haditsbaik dinilai dari sifat perawinya,
sanadnya, maupun matan dari hadits itu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pembagian Hadits jika ditinjau dari segi kuantitasnya?
2. Apa pengertian, syarat-syarat, dan pembagian dari Hadis Mutawatir itu?
3. Apa Pengertian dan macam-macan hadis Ahad dan pembagian-
pembagiannya?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pembagian Hadis ditinjau dari segi kuantitasnya
2. Untuk mengetahui pengertian, syarat-syarat, dan pembagian dari Hadis
Mutawatir
3. Untuk mengetahui pengertian dan macam-macam Hadis Ahad dan
pembagian-pembagiannya
BAB II
PEMBAHASAN
B. HADIST MUTAWATIR
1. Pengertian Hadis Mutawatir
Mutawatir menurut bahasa berarti mutatabi yakni yang datang berikutnya
atau beriring-iringan yang antara satu dengan yang lain tidak ada jaraknya.
Sedangkanpengertian hadis mutawatir menurut istilah terdapat beberapa
definisi1, antara lain sebagai berikut:
1
sepakat berdusta. Keadaan itu terus menerus hingga sampai
kepadaakhirnya.
Sedangkan Subhi Shalih mendefinisikan
فالمتواترهوالحديث الصحيح الذي يرويه جمع يحيل العقل والعادة تواطؤهم على الكذب عن جمع
مثلهم فى اول السندووسطه واخره
Mutawatir ialah hadist shahih yang sejumlah besar orang menurut akal dan
adat mustahil mereka bersepakat untuk berdusta, sejak awal sanad, tengah
dan akhirnya. (Shubhi Shalih, 1959 : 146)
2. Syarat-syarat Hadis Mutawatir
Menurut ulama mutaakhirin, ahli ushul, suatu hadis dapat ditetapkan sebagai
Hadis Mutawatir, bila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Diriwayatkan oleh Sejumlah Besar Perawi
Hadis mutawatir harus diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi
yang membawa kepada keyakinan bahwa mereka itu tidak mungkin
bersepakat untuk berdusta. Mengenai masalah ini para ulama berbeda
pendapat. Ada yang menetapkan jumlah tertentu dan ada yang tidak
menentukan jumlah tertentu.
Menurut ulama yang tidak mensyaratkan jumlah tertentu, yang
penting dengan jumlah itu, menurut adat, dapat memberikan keyakinan
terhadap apa yang diberitakan dan mustahil mereka sepakat untuk
berdusta2.
Sedangkan menurut ulama yang menetapkan jumlah tertentu,
mereka masih berselisih mengenai jumlah tertentu itu. Al-Qadhi Al-
Baqillani menetapkan bahwa jumlah perawi hadis agar bisa disebut
hadis mutawatir tidak boleh berjumlah empat, lebih dari itu lebih baik.
2
“Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka
dapat mengalahkan dua ratus orang musuh... (QS. Al-Anfal (8): 65)
Ayat ini memberikan sugesti kepada orang-orang mukmin yang
tahan uji, yang hanya dengan jumlah 20 orang saja mampu
mengalahkan 200 orang kafir.Ada juga yang mengatakan bahwa jumlah
perawi yang di perlukan dalam hadis mutawatir minimal 40 orang,
berdasarkan firman Allah SWT:
يايهاالنبى حسبك هللا ومن اتبعك من المؤ منين
“Wahai Nabi, cukuplah Allah dan orang-orang mukmin yang
mengikutimu”.(QS. Al-Anfal (8): 64)
Saat ayat ini diturunkan jumlah umat Islam baru mencapai 40
orang. Hal ini sesuai dengan hadis riwayat Al-Tabrany dan Ibn „Abbas,
ia berkata “Telah masuk Islam bersama Rasulullah sebanyak 33 laki-
laki dan 6 orang perempuan. Kemudian „Umar masuk Islam, maka
jadilah 40 orang Islam”.
Selain pendapat tersebut, ada juga yang menetapkan jumlah perawi
dalam Hadis mutawatir sebanyak 70 orang, sesuai dengan firman Allah
SWT.:
AYAT
Dan Nabi Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk
(memohon taubat dari Kami) pada waktu yang telah kami tentukan....
(QS. Al-A‟raf (7):155)
b. Adanya Keseimbangan Antar Perawi Pada
Thabaqat Pertama dengan Thabaqat Berikutnya Jumlah perawi
hadis mutawatir, antara Thabaqat (lapisan/tingkatan) dengan thabaqat
lainnya harus seimbang. Dengan demikian, bila suatu hadis
diriwayatkan oleh dua puluh orang sahabat, kemudian diterima oleh
sepuluh tabi‟in, dan selanjutnya hanya diterima oleh lima tabi‟in, tidak
dapat digolongkan sebagai hadis mutawatir, sebab jumlah perawinya
tidak seimbang antara thabaqat pertama dengan thabaqat-thabaqat
seterusnya3.
Akan tetapi ada juga yang berpendapat, bahwa keseimbangan
jumlah perawi pada tiap thabaqat tidaklah terlalu penting. Sebab yang
diinginkan dengan banyaknya perawi adalah terhindarnya kemungkinan
berbohong.
c. Berdasarkan Tangkapan Pancaindra
Berita yang disampaikan oleh perawinya tersebut harus
berdasarkan tanggapan pancaindra. Artinya bahwa berita yang mereka
sampaikan itu harus benar-benar hasil pendengaran atau penglihatannya
sendiri.
3
Oleh karena itu,bila berita itu merupakan hasil renungan,
pemikiran atau rangkuman dari suatu peristiwa lain ataupun hasil
istinbat dari dalil yang lain, maka tidak dapat dikatakan hadis
mutawatir, misalnya berita tentang baharunya alam semesta yang
berpijak pada pemikiran bahwa setiap benda yang rusak itu baharu,
maka berita seperti ini tidak dapat dikatakan Hadis Mutawatir.
Demikian juga berita tentang ke-Esa-an Tuhan menurut hasilpemikiran
pada filosof, tidak dapat digolongkan sebagai hadis mutawatir.
3. Pembagian Hadis Mutawatir
Menurut sebagian ulama, hadis mutawatir itu terbagi menjadi dua, yaitu
mutawatir lafdzi dan mutawatir ma‟nawi.Namun ada juga yang membaginya
menjadi tiga, yakni ditambah dengan hadis mutawatir „amali.
a. Mutawatir Lafdzi
Hadis Mutawatir Lafdhy ialah hadis Mutawatir yang lafazh dan maknanya
sesuai antara riwayat satu dengan lainnya.
مااتفقت الفاظ الرواة فيه ولو حكما وفى معناه
Hadis yang sama bunyi lafazh, hukum dan maknanya.
b. Hadis Mutawatir Ma’nawi
hadis yang lafazh dan maknanya berlainan antara satu riwayat dengan
riwayat yang lain, tetapi terdapat persesuaian makna secara umum. Hal ini
sebagaimana dinyatakan dalam kaidah ilmu hadis:
ما اختلفوا في لفظه ومعناه مع رجوعه لمعنى كلي
Hadis yang berlainan bunyi dan maknanya, tetapi dapat diambil makna yang
umum”
c. Hadis Mutawatir ‘Amali ialah:
ما علم من الدين بالضرورة وتواتربين المسلمسن النبى ص م فعله او امربه اوغيرذلك وهو
الذي ينطبق عليه تعريف االجماع انطباقا صحيحا
“Sesuatu yang diketahui dengan mudah, bahwa ia dari agama dan telah
mutawatir di kalangan umat Islam, bahwa Nabi s.a.w. mengajarkannya
atau menyuruhnya atau selain dari itu. Dari hal itu dapat dikatakan soal
yang telah disepakati”.
C. HADITS AHAD
a. Pengertian
Terdapat banyak pengertian tentang hadis Ahad, yang antara satu dengan
yang lain tidak jauh berbeda. Di antaranya :
Karena hadis Ahad ini jelas tidak mencapai derajat Mutawatir, maka keterikatan
orang Islam terhadap hadis Ahad ini tergantung pada kualitas periwayatnya dan
kualitas persambungan sanadnya. Bila sanad hadis itu tidak dapat mengikat orang
Islam untuk untuk mempergunakannya sebagai dasar beramal. Sebaliknya, bila
sanadnya bersambung dan kualitas periwayatnya bagus maka menurut Jumhur,
hadis itu harus dijadikan dasar (Muh Zuhri, 1997: 86).
b. Pembagian Hadis Ahad Ditinjau dari segi jumlah perawinya, hadis Ahad dibagi
menjadi 3 yakni : hadis Masyhur, hadis Azis dan hadis Gharib (Fatchur Rahman,
1997: 67). Yang dimaksud dengan hadis Masyhur, ialah
BAB III
PENUTUP
A. kesimpulan
Pembagian hadits bila ditinjau dari kuantitas perawinya dapat dibagi menjadi
dua, yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad. Untuk hadits mutawatir juga dibagi
lagi menjadi 3 bagian yaitu: mutawatir ma’nawi dan mutawatir ‘amali. Sedangkan
hadits ahad dibagi menjadi dua macam, yaitu masyhur dan ghairu masyhur,
sedangkan ghairu masyhur dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu, aziz dan ghairu
aziz.
Sedangkan hadits bila ditinjau dari segi kualitas hadits dapat dibagi menjadi
dua macam yaitu hadits maqbul dan hadits mardud. Hadits maqbul terbagi
menjadi dua macam yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad yang shahih dan
hasan, sedangkan hadits mardud adalah hadits yang dha’if.
B.Saran
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Al Fiqh, (Mesir: dar Al Fikr Al ‘Araby, 1377 H/
1958M), hlm. 108
Abi Sa’id Al-Khudri dan dia juga menganggap hadis shahih sesuai dengan syarat
Ushull. Lih. Nur Al-Din ‘Itr,op.cit.,hlm. 410.
Al-Buyu’(hadis nomor 2783) Imam Muslim, ibid, hlm 131.