Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PEMBAGIAN HADIS BERDASARKAN KUANTITAS DAN


KUALITASNYA
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah : Studi Qur’an Hadis
Dosen Pengampu : Ibu Liatul Rohmah, M.Pd.I

Disusun Oleh :
Kelompok 11
1. Aufiyatul Azizah (1860208231014)
2. Ayu Firdausi Nuzula (1860208232046)

SEMESTER I
PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
Tahun Pelajaran 2023/2024

1
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kami haturkan kepada Allah Swt. Yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
studi Qur’an Hadis dengan judul “Pembagian Hadis Berdasarkan Kuantitas Dan
Kualitasnya”. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjungan kita nabi Muhammad SAW. yang telah menuntun kita dari jalan
kegelapan menuju jalan yang terang benderang yakni Addinul Islam.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Karena itu kami menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar besarnya terutama kepada yang terhormat Ibu Liatul Rahmah, M.Pd.I
Selaku dosen pengampu mata kuliah Studi Qur’an Hadis yang selalu membimbing
kami dengan baik.
Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah ini. Kami sadar
bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan masukan
dan saran.

Wassalmu’alaikum Wr. Wb.

Tulungagung, 10 September 2023

Penyusun

2
Daftar Isi
BAB I ............................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .......................................................................................... 4
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 4
C. Tujuan.................................................................................................. 5
BAB II ............................................................................................................ 6
PEMBAHASAN............................................................................................. 6
A. Macam-Macam Hadis Berdasarkan Segi Kuantitasnya ...................... 6
1. Hadis Mutawatir............................................................................. 6
2. Hadis Ahad..................................................................................... 8
B. Macam-macam Hadis Berdasarkan Segi Kualitasnya ....................... 11
3. Hadis Sahih .................................................................................. 11
2. Hadis Hasan .................................................................................. 14
BAB III ......................................................................................................... 20
PENUTUP .................................................................................................... 20
A. Kesimpulan ........................................................................................ 20
B. Saran .................................................................................................. 21

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keterbatasan banyak mengganggu masyarakat muslim. mereka dalam
memahami posisi hukum dalam melakukan sesuatu. Hadis Nabi memiliki
tempat dan peran yang sangat penting dalam syariat Islam. Hadis mendapat
banyak kritik, ejekan, dan masalah sejak muncul di masa sahabat. Orang-
orang mulai mempertanyakan hadis Nabi ketika hadis pertama kali muncul
di masa sahabat.
Sebuah cerita mengatakan bahwa Abdullah bin Amr bin Ash RA
dikritik karena menulis semua ucapan Rasulullah, mengatakan, "Rasulullah
itu manusia biasa yang terkadang berbicara dalam kondisi marah dan ridha!"
Ketika Abdullah bin Amr bin Ash RA mengadu kepada Rasulullah tentang
masalah ini, Rasulullah berkata, "Tulislah dari saya!" Untuk Tuhan yang
jiwaku berada di tangan-Nya, saya tidak akan mengucapkan apa pun selain
kebenaran.
Di zaman sekarang muncul kelompok yang mengaku ahli sunnah
tetapi tidak memahami sunnah, hanya belajar dari buku, tidak duduk di
hadapan guru, tidak memiliki sanad ilmu yang muttasil dari Rasulullah,
suka mendhaifkan hadis, membid'ahkan amalan, bahkan mengkafirkan
orang lain, menolak taqlid tetapi malah mengikuti ulama mereka sendiri,
dan menghukumi hadis sahih dan dhaif sesuai dengan keinginan mereka
sendiri. Sebagian orang berpendapat bahwa hadis sahih dan hasan adalah
satu-satunya yang boleh diamalkan dan harus ditolak. Para ulama hadis
dan ulama fikih jelas tidak setuju dengan gagasan ini. Oleh karena itu,
tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis, meninjau, dan
mempelajari pilihan untuk mengamalkan hadis dhaif karena banyaknya
perbedaan ulama, bahkan dalam hal fikih, selama tidak ditemukan bukti.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja macam-macam hadis berdasarkan segi kuantitasnya ?
2. Apa saja macam-macam hadis berdasarkan segi kualitasnya ?

4
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui macam-macam hadis berdasarkan segi kuantitasnya
2. Untuk mengetahui macam-macam hadis berdasarkan segi kualitasnya

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Macam-Macam Hadis Berdasarkan Segi Kuantitasnya


Ditinjau dari segi kuantitasnya, beberapa Ulama berbeda pendapat
tentang pembagian hadis ini, di antara mereka ada yang mengelompokkan
menjadi tiga bagian, yakni hadis Mutawatir, Masyhur dan Ahad, dan ada
juga yang membaginya menjadi dua, yaitu hadis Mutawatir dan Ahad,
kebanyakan dari ulama kalam menyatakan bahwa hadis mahsyur
dimasukkan kedalam hadis ahad. Menurut mereka, hadis Masyhur bukan
merupakan hadis yang berdiri sendiri, akan tetapi bagian dari hadis Ahad,
sedangkan menurut ulama ushul berpendapat bahwa hadis masyhur itu
dapat berdiri sendiri. hadis dari segi kuantitas ini dibagi menjadi dua, yakni
Mutawatir dan Ahad. Syuhudi Ismail menyatakan bahwa hadis dibagi
menjadi 2, yakni hadis mutawatir dan ahad.
1. Hadis Mutawatir
Menurut Ulama Hadis, Pengertian hadis mutawatir adalah
‫ﻣﺎ رواﻩ ﺟﻤﻊ ﺗﺤﻴﻞ اﻟﻌﺎدة ﺗﻮﻃﺌﻬﻢ ﻋﻠﻰ اﻟﻜﺬب‬
Artinya : “Hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang yang mustahil
menurut adat bahwa mereka bersepakat untuk berdusta”
Sedangkan Imam Nawawi mengemukakan definisi dari hadis
mutawatir, yaitu “hadis sahih yang sejumlah besar orang menurut akal
dan adat mustahil mereka bersepakat untuk berdusta, sejak awal sanad,
tengah dan akhirnya”.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwasanya
hadis mutawatir adalah hadis yang memiliki sanad yang pada
tingkatannya terdiri atas perawi dengan jumlah yang banyak yang
menurut hukum adat atau akal tidak mungkin bersepakat untuk
melakukan kebohongan terhadap hadis yang sudah mereka riwayatkan.
a. Syarat-syarat Hadis Mutawatir

6
Untuk bisa dikatakan sebagai hadis mutawatir, ada beberapa
syarat minimal yang harus terpenuhi:
1) Pemberitaan yang disampaikan oleh perawi harus berdasarkan
tanggapan panca inderanya sendiri.
2) Jumlah perawinya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak
memungkinkan mereka bersepakat dusta.
3) keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam tabaqah (lapisan)
pertama dengan jumlah perawi dalam lapisan berikutnya. Karena
syaratnya yang sedemikian ketat, maka kemungkinan adanya
hadis mutawatir sedikit sekali dibandingkan dengan hadis-hadis
ahad.1
b. Klasifikasi Hadis Mutawatir
Hadis mutawatir itu sendiri masih terbagi lagi menjadi dua jenis,
yaitu mutawatir lafdzi dan mutawatir ma’nawi.
1. Hadis mutawatir lafdzi
Hadis mutawatir lafdzi adalah hadis yang dalam
periwayatannya menggunakan lafadz yang sama. Sehingga para
ulama mengatakan, bahwa hadis mutawatir lafdzi merupakan
hadis yang dalam periwayatannya antara lafadz dan maknanya
sama. Artinya antara perawi satu dengan yang lainnya tidak ada
perbedaan lafadz dalam meriwayatkannya. Contoh hadis tersebut
adalah sebagai berikut yang artinya:
‫´ﻣ¸ﻣ´ناﻟن ﺎ‬
‫ّّ¸ر‬ ´‫ﻣت́ﻌ ¸ّدًاﻤّف‬
´ ‫´ﻣّن ´´ﺬك´ب´´ﻠﻋ ّﻰ‬
ّ
‫ّﻠﻴ´ت´ب´ أّﻮ ق́ﻌ́د‬
‫ﻩ‬
“Barang siapa yang berbuat dusta terhadapku dengan sengaja maka
berarti ia menyediakan tempatnya dineraka.” (Hadis ini
diriwayatkan oleh lebih dari 70 orang sahabat dengan lafadz yang
sama).
2. Hadis mutawatir ma’nawi

1
Amin, Syaifullah. Al-Qur’an Hadis MA Kelas X. ( Jakarta : Direktorat Kskk Madrasah. 2020 )
Hal 141

7
Hadis mutawatir maknawi adalah hadis yang dalam
periwayatan hanya maknanya saja yang sama. Jadi dalam hadis ini
antara perawi satu dengan yang lainnya dalam meriwayatkan hadis
menggunakan lafadz yang berbeda, akan tetapi masih dalam satu
makna. Contoh hadis tersebut adalah sebagai berikut yang artinya:

“Rasulullah SAW pada waktu berdoa tidak mengangkat kedua


tangannya begitu tinggi sehingga terlihat kedua ketiaknya yang
putih, kecuali pada waktu berdoa memohon hujan”. (Hadis Riwayat
Mutafaq’ Alaihi).
Hadis yang membahas tentang mengangkat tangan ketika
berdo’a. telah diriwayatkan lebih dari seratus hadis mengenai
mengangkat tangan ketika berdo’a namun dengan lafadz yang
berbeda antara yang satu dengan yang lainya. Masing-masing
lafadz hadis tersebut tidak sampai ke derajat mutawatir tetapi
makna dari keseluruhan lafadz-lafadz tersebut mengacu atau
menuju dalam satu makna sehingga secara ma’nawi, hadis tersebut
adalah mutawatir.
2. Hadis Ahad
Hadis ahad adalah hadis yang telah diriwayatkan oleh satu orang
saja. Dan definisi hadis ahad oleh para ulam sebagai berikut:

‫ﻣﺎﻟﻢ ﺗبﻠﻎ ﻧقﻠتﻪ فﻰ اﻟ ﻜﺜﺮة ﻣبﻠﻎ اﻟﺨبﺮ اﻟﻤتﻮاﺗﺮ ﺳﻮاء آﺎن اﻟﻤﺨبﺮ واﺣدا او إﺛنﻴن أو ﺛﻼث أو‬
‫أرﺑﻌﺔ أو ﺧﻤﺴﺔ أو اﻟﻰ ﻏﻴﺮ ذاﻟﻚ ﻣن اﻷﻋداد اﻟتﻰ ﻻ ﺗﺸﻌﺮ ﺑﺄن اﻟﺨب ﺮ اﻟﻤتﻮاﺗﺮ‬
Artinya:
“Khabar yang jumlah perawinya tidak sampai jumlah perawi Hadis
mutawatir, baik perawinya itu satu, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya
yang tidak memberikan pengertian bahwa jumlah perawi tersebut tidak
sampai kepada jumlah perawi Hadis mutawatir.”
Dan ada pula yang mendefinisikan bahwa hadis ahad adalah “Hadis
yang tidak memenuhi syarat mutawatir” pendapat tersebut menurut ilmu
hadis. Sedangkan Hadis Ahad secara garis besar oleh ulama-ulama hadis
dibagi menjadi dua macam, yaitu hadis masyhur dan hadis ghairu
masyhur. Ghairu masyhur terbagi lagi menjadi dua bagian, yaitu hadis
aziz dan hadis gharib.
8
1. Hadis Mashyur
Menurut bahasa “muntasyir” yang berarti sesuatu yang sudah
tersebar, dan yang sudah popular. Sedangkan menurut ulama ahli
Hadis yaitu yang berarti sesuatu yang sudah tersebar, sudah popular.
‫ﻣﺎ ﻟﻪ ﻃﺮف ﻣﺤﺼﻮرة ﺑﺄآﺜﺮ ﻣن إﺛنﻴن وﻟﻢ ﻳبﻠﻎ ﺣد اﻟتﻮاﺗﺮ‬
Artinya: “Hadis yang mempunyai jalan yang terhingga, tetapi lebih
dari dua jalan dan tidak sampai kepada batas Hadis yang mutawatir.”
Hadis ini dinamakan masyhur karena popularitasnya di
masyarakat, walaupun tidak mempunyai sanad sama sekali, baik
berstatus shahih ataupun dikatakan dha’if.
Ada juga di jelaskan oleh istilah ilmu hadis yaitu:
‫ﻣﺎ راوﻩ ﺛﻼﺛﺔ فﺎكﺜﺮ – في كﻞ طبقﺔ – ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﻠﻎ ﺣد اﻟتﻮاﺗﺮ‬
Artinya : “Hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih,
pada setiap tingkatan sanad, selama tidak sampai kepada tingkat
mutawatir.”
Definisi ini menjelaskan bahwa hadis masyhur adalah hadis yang
memiliki perawi yang sekurang-kurangnya tiga orang, dan jumlah
tersebut harus terdapat pada setiap tingkatan sanad.
2. Hadis Ghairu Masyhur
Hadis ghairu masyhur yang dikemukakan oleh ulama ahli hadis
digolongkan menjadi dua macam, antara lain:
a. Hadis Aziz
Kata ‘Aziz berasal dari kata ‘Azza-Ya’izzu yang mempunyai
arti yaitu sedikit atau jarang adanya, dan juga bida berasal dari kata
‘Azza-Ya’azzu yang berarti kuat, sedangkan menurut istilah hadis
aziz adalah :
‫ﺛﻢ راوﻩ ﺑﻌد ذاﻟﻚ ﺟﻤﺎﻋﺔ‬,‫ﻣﺎ راوﻩ اﺛنﺎن وﻟﻮ كنﺎ فﻰ طبقﺔ واﺣدﻩ‬
Artinya: “Hadis yang diriwayatkan oleh dua orang, walaupun dua
orang rawi tersebut terdapat pada satu thabaqah saja, kemudian
setelah itu, orang-orang pada meriwayatkannya (diriwayatkan
orang banyak)”.

9
Berdasar pengertian tersebut bahwa hadis Azis bukan hanya
diriwayatkan oleh dua orang rawi saja pada setiap thabaqahnya,
akan tetapi pada salah satu thabaqah , jika sudah terdapat dua orang
rawi sudah bisa dikatakan sebagai hadis Azis. Contoh dari hadis
Aziz:
‫ﻻ ﻳؤﻣن اﺣدكﻢ ﺣتﻰ اكﻮن اﺣب اﻟىﻪ ﻣن ﻧفﺴﻪ وواﻟدﻩﻮاﻟﻧس اﺟﻤﻌﻴن‬
Artinya: “Tidaklah beriman seseorang di antara kamu, hingga aku
lebih dicintai daripada dirinya, orang tuanya, anaknya, dan semua
manusia (Bukhari Muslim).”
b. Hadis Gharib
Hadis Gharib dita’rifkan sebagai berikut:

‫ﻣﺎ اﻧفﺮد ﺑﺮواﻳتﻪ ﺷﺨﺺ فﻰ اى ﻣﻮﺿﻊ وﻗﻊ اﻟﺗفﺮد ﺑﻪ ﻣن اﻟﺴﻧد‬

Artinya: “Hadis yang didalam sanadnya terdapat seorang yang


menyendiri dalam meriwayatkan, dimana saja penyendirian dalam
sanad itu terjadi.”

Hadis gharib terbagi dua yaitu gharib mutlaq (fard) dan gharib
nisby. Gharib mutlak yaitu apabila penyendirian rawi dalam
meriwayatkan hadis tentang personalianya dan harus berpangkal
ditempat ashlus sanad yaitu tabi’in bukan sahabat. Contoh 1:
( ‫اﻧﻤﺎ اﻻ ﻋﻤﻞ ﺑﺎ ﻟنﻴﺎت )اﺣﺮﺟﻪ اﻟﺸﻴﺨﺎن‬
Artinya: “Sesungguhnya seluruh amal itu bergantung pada
niat”(HR Bukhori dan Muslim)
Hadis diatas merupakan hadis yang diriwayatkan oleh “Umar bin
Khathab sendiri pada tingkatan sahabat.
Contoh 2:
‫ﻣﺎرواﻩ ﻣﺎﻟﻚ ﻋن اﻟزﻩﺮي ﻋن ﻋنﺎس رﺿي هﻠﻼ ﻋنﻪ ان ﻧﺑي صﻠﻰ هﻠﻼ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ دﺧﻞ‬
( ‫ﻣﻜﺔ وﻋﻠﻰ راﺳﻪ اﻟﻤﻏفﺮ )اﺣﺮﺟﻪ اﻟﺸﻴﺨﺎن‬

10
Artinya: “Hadis yang diriwayatkan oleh Malik dari Al-Zuhri dari
Anas r.a., bahwasanya Nabi SAW memasuki kota makkah dan diatas
kepalnya terdapat Al-Mighfar (alat penutup atau penutup kepala).
(HR. Bukhori dan Muslim”

B. Macam-macam Hadis Berdasarkan Segi Kualitasnya


Berdasarkan kualitasnya, hadis dapat dibagi menjadi tiga, yakni hadis sahih,
hadis hasan dan hadis dha’if.

1. Hadis Sahih
1) Pengertian Hadis Sahih
kata sahih (Arab: ‫ صﺤﻴح‬artinya: sehat). Kata ini merupakan
antonim dari kata saqim (Arab: ‫ ﺳقﻴﻢ‬yang artinya: sakit). Bila
digunakan untuk menyifati badan, maka makna yang digunakan
adalah makna hakiki (yang sebenarnya), tetapi bila diungkapkan di
dalam hadis dan pengertian-pengertian lainnya, maka maknanya
hanya bersifat kiasan (majaz).
Sedangkan secara istilah, pengertian yang paling tepat tentang
hadis sahih adalah adalah:
‫ول ـﻠت‬،‫ ًّمﻏﻴﺮ ﺷزور‬،‫ ـ ً ﻣﺸﻠﻬبﻠىﻤىتﻬﺎﻩ‬،‫ﻣﺎ اﺟطﻞ ظﻰﺬهبﻰﻠﻞ اﻟفﺬ اﻟضﺎﺑﻎ‬
Artinya : Hadis yang bersambung sanadnya (jalur periwayatan)
melalui penyampaian para perawi yang adil, dabit, dari perawi yang
semisalnya sampai akhir jalur periwayatan, tanpa ada syuzuz, dan
juga tanpa ‘illat. 2
2) Syarat-syarat Hadis Sahih
Dilihat dari pengertian diatas, ada empat point penting yaitu,
pertama sanadnya bersambung, yang dimaksud ialah dalam
meriwayatkan antara para periwayat harus bertemu langsung tanpa
perantara atau lebih jelasnya antara satu sanad dengan sanad lainnya
bertemu (muttasil). Kedua, yang meriwayatkan harus seseorang
yang adil dan dhabit. Periwayat dikatakan adil menurut ilmu hadis

2
Amin, Syaifullah. Al-Qur’an Hadis MA Kelas X. ( Jakarta : Direktorat Kskk Madrasah. 2020 )
Hal 143
11
ada beberapa kriteria, yaitu: beragama Islam, mukalaf,
melaksanakan ketentuan agama, dan memelihara muruah. 3
Sedangkan dhabit yaitu kemampuan seorang periwayat hadis
dalam mengingat, menghafal, mengerti dan memahami secara
sempurna hadis yang didengarnya serta mampu menyampaikan
dengan baik kepada orang lain. Ketiga, tidak terdapat syaz. Artinya
hadis yang diriwayatkan mayoritas ulama hadis juga meriwayatkan,
tidak bertentangan dengan hadis sahih lainya dengan sanad yang
berbeda. Keempat, tidak terdapat adanya ‘illat. Artinya tidak terjadi
pencampuran hadis dengan hadis yang lain dan tidak terjadi
kesalahan dalam penyebutan periwayat karena ada kemiripan nama
periwayat sedangkan kualitasnya tidak siqat.4
Perawi yang dhabit ada 2:
a. Dhabit karena kekuatan hafalan, yang disebut dhabt al-sadr.
b. Dhabit karena ketelitian catatan, yang diistilahkan dengan dhabt
al-kitabah.
Perawi yang memiliki dhabt al-kitabah, hadisnya bisa diterima
jika dia menyampaikannya dengan membaca catatan. Tanpa syuzuz
artinya hadis yang diriwayatkan itu tidak bertentangan dengan hadis
lain yang diriwayatkan dengan jalur lebih terpercaya. ‘Illat (cacat
hadis) adalah sebab tersembunyi yang mempengaruhi kesahihan
hadis, meskipun bisa jadi zahirnya tampak sahih. Sehingga hadis
sahih harus benar-benar bebas dari ‘illat (cacat).
Definisi hadis sahih secara konkret baru muncul setelah Imam
Syafi’i memberikan penjelasan tentang riwayat yang dapat dijadikan
hujah, yaitu:
Pertama, apabila diriwayatkan oleh para perawi yang dapat
dipercaya pengamalan agamanya, dikenal sebagai orang yang jujur
memahami hadis yang diriwayatkan dengan baik, mengetahui
perubahan arti hadis bila terjadi perubahan lafaznya, mampu

3
Marhumah, Ulumul Hadis: Konsep, Urgensi, Objek Kajian, Metode dan contoh, (Yogyakarta:
Maret, 2014) Hal 74.
4
Ibid., 79

12
meriwayatkan hadis secara lafaz, terpelihara hafalannya bila
meriwayatkan hadis secara lafaz, bunyi hadis yang dia riwayatkan
sama dengan hadis yang diriwayatkan orang lain dan terlepas dari
tadlis (penyembunyian cacat).5
Kedua, rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi
Muhammad saw. atau dapat juga tidak sampai kepada Nabi. Satu hal
yang penting untuk kita jadikan catatan, berdasarkan keterangan
bahwa seseorang tidak mungkin bisa menilai kesahihan suatu hadis
sampai dia betul-betul mendalami ilmu hadis. Karena itu, bagi orang
yang merasa belum memiliki ilmu yang cukup tentang masalah
hadis, selayaknya dia merujuk kepada ahlinya, ketika hendak
menilai keabsahan suatu hadis.
Imam Bukhari dan Imam Muslim membuat kriteria hadis sahih
sebagai berikut:
a. Rangkaian perawi dalam sanad itu harus bersambung mulai
dari perawi pertama sampai perawi terakhir.
b. Para perawinya harus terdiri dari orang-orang yang dikenal
siqat, dalam arti adil dan dabit.
c. Hadisnya terhindar dari ‘illat (cacat) dan syadz (janggal).
d. Para perawi yang terdekat dalam sanad harus sezaman.6

3) Pembagian Hadis Sahih


a. Hadis Shahih Lidzatihi
Hadis shahih lidzahatihi adalah hadis yang memenuhi syarat-
syarat hadis sahih, yaitu tersambungnya sanad, kualitas moral
perawi yang baik, kualitas intelektual perawi yang mumpuni,
serta ketiadaan syadz dan illat.
b. Hadis Sahih Lighairihi
Hadis sahih lighairihi adalah hadis hasan yang memiliki
riwayat lain dari jalur sanad yang berbeda, baik jalur sanad yang

5
Amin, Syaifullah. Al-Qur’an Hadis MA Kelas X. ( Jakarta : Direktorat Kskk Madrasah. 2020 )
Hal 144
6
Ibid.,145

13
lain memiliki kualitas yang sama dengan hadis hasan tersebut,
atau memiliki kualitas yang lebih baik dari hadis hasan tersebut.7
4) Kehujahan Hadis
Dari segi persyaratan sahih yang terpenuhi dapat dibagi menjadi
tujuh tingkatan, yang secara berurutan sebagai berikut:
a. Hadis yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim (muttafaq
‘alaih).
b. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari saja.
c. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim saja. Hadis yang
diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Bukhari dan
Muslim.
d. Hadis yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan
Bukhari saja.
e. Hadis yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan
Muslim saja.
f. Hadis yang dinilai sahih menurut ulama hadis selain Bukhari
dan Muslim dan tidak mengikuti persyaratan keduanya, seperti
Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan lain-lain.8

2. Hadis Hasan
1) Pengertian Hadis Hasan
Secara bahasa hadis hasan berarti hadis yang baik, dengan kata
dasar yaitu ‫ﺣس‬.‫ ﻳﺤﺴن ـ‬. Sedangkan secara istilah banyak ulama yang
mendefinisikan salah satunya yaitu At-Turmudzi menyatakan
sebagai berikut:
‫كﻞ ﺣدﻳث ﻳﺮوى اﻟﻴﻜﻮن في إﺳنﺎدﻩ ﻣن‬
‫ﻳتﻤﻢ ﺑﺎﻟﻜﺬب وال ﻳﻜﻮن اﻟﺤدﻳث ﺷﺎدا وﻳﺮوى ﻣن ﻏﻴﺮ وﺟﻪ ﻧﺤﻮ ذﻟﻚ‬
“tiap-tiap hadis yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang
tertuduh dusta, tidak ada kejanggalan dan diriwayatkan pula
melalui jalan lain”.9

7
Utrianto., Tutik, H., ( 2022 ). Klasifikasi Hadis Ditinjau Dari Kuantitas Dan Kualitas Sanad.
Jurnal Ilmiyah Pendidikan Agama Islam. 1(2) : 164.
8
Amin, Syaifullah. Al-Qur’an Hadis MA Kelas X. ( Jakarta : Direktorat Kskk Madrasah, 2020 )
Hal 147
14
Imam Tirmizi mendefinisikannya sebagai hadis yang
perawinya tidak ada yang dicurigai pembohong, tidak
bertentangan dengan hadis lain, dan diriwayatkan lebih dari satu
sanad. Namun definisi yang lebih disepakati para ulama hadis
adalah definisi yang disebutkan pada awal artikel, pengertian itu
didapat berdasarkan pendapat Ibnu Hajar tentang hadis sahih.10
2) Syarat-Syarat Hadis Hasan
Persyaratan seorang perawi pada hadis hasan hampir
memenuhi semua persyaratan dari hadis shahih akan tetapi yang
menjadi kelemahannya ialah adanya kelemahan daya hafalan dari
seorang perawi. Namun dengan catatan kerusakannya tidak parah
dalam artian bisa menggugurkan hadis. Maka dapat dikatakan
bahwa hadis hasan menurut istilah adalah hadis yang pada
sanadnya tidak terdapat orang yang tertuduh dusta, tidak janggal
pada matannya dan diriwayatkan tidak dari satu jalan yang
sepadan maknanya.11
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hadis hasan
mempunyai kriteria sebagai berikut:
a. Sanad hadis harus bersambung.
b. Perawinya adil
c. Perawinya mempunyai sifat dabit, namun kualitasnya lebih
rendah (kurang) dari yang dimiliki oleh perawi hadis sahih.\
d. Hadis yang diriwayatkan tersebut tidak syaz
e. Hadis yang diriwayatkan terhindar dari ‘illat yang merusak

3) Pembagian Hadis Hasan


Hadis Hasan dibagi menjadi 2 :

a. Hasan Lidzatihi
Hasan lidzatihi menurut bahasa merupakan sifat
musyabbahat dari kata “hasuna” artinya bagus.

9
Muhammad Yahya, Ulumul Hadis Sebuah Pengantar dan Aplikasinya, (Sulawesi Selatan:
Syahadah, 2016) Hal 85.
10
Ibid., Hal 148
11
Ibid., 86
15
Hadis hasan lidzatihi menurut istilah adalah hadis yang
diketahui orang yang meriwayatkannya serta terkenal,
banyak beredar dikalangan ahli hadis, diterima oleh
mayoritas ulama dan disepakati oleh seluruh fuqaha.
b. Hasan Lighairihi
Hadis hasan lighairihi adalah hadis dha’if yang
memiliki riwayat yang banyak dan kedha’ifannya bukan
disebabkan karena fasiknya rawi atau karena kedustaannya.12
Dengan demikian hadis hasan lighairihi pada mulanya
merupakan hadis dha’if, yang naik menjadi hasan karena ada
riwayat penguat, jadi dimungkinkan berkualitas hasan karena
riwayat penguat itu, seandainya tidak ada penguat tentu masih
berstatus dhaif.
4) Kitab-Kitab Yang Memuat Hadis Hasan
Para ulama hadis tidak membukukan kitab khusus yang
memuat hadis hasan sebagaimana mereka membukukan hadis
sahih dalam satu kitab. Akan tetapi terdapat kitab yang sekiranya
memuat banyak hadis hasan di dalamnya, di antaranya;
a. Sunan at-Tirmidzi
b. Sunan Abu Daud
c. Sunan ad-Daruqutni
3. Hadis Dha’if

1) Pengertian Hadis Dha’if


Dha’if secara bahasa adalah kebalikan dari kuat yaitu lemah,
sedangkan secara istilah yaitu “sifat dari hadis hasan tidak
tercangkup (terpenuhi) dengan cara hilangnya satu syarat dari
syarat-syarat hadis hasan.” Dengan demikian, jika hilang salah satu
kriteria saja, maka hadis itu menjadi tidak sahih atau tidak hasan.
Lebih-lebih jika yang hilang itu sampai dua atau tiga
syarat maka hadis tersebut dapat dinyatakan sebagai hadis dha’if

12
Tajul, Arifin. 2014. Ulumul Hadis. Bandung: Gunung Djati Press.

16
yang sangat lemah. Karena kualitasnya dha’if, maka sebagian
ulama tidak menjadikannya sebagai dasar hukum.13
Jumhur ulama’ ahli hadis mengecam sebagian kalangan
yang menyamakan hadis dha’if dengan hadis palsu. Keduanya
memiliki perbedaan yang sangat jauh. Menyamakan keduanya
merupakan kesalahan fatal dalam beragama.
Ibnu Hajar Al- Haitami dalam kitab Ad-Darul Mandhud
sebagaimana yang dikutip juga oleh sayyid Muhammad bin Alwi
bin Abbas Al-Malik dalam karyanya Madza Fi Sya’ban
menyebutkan berikut :
‫ﻳف‬. ‫وﻗداﺗفقﺎﻷئﻤﺔﻣنﺎﻟﻤﺤدﺛﻴنﻮاﻟفقﻬﺎءوﻏﻴﺮﻩﻤﻜﻤﺎذكﺮﻩﺎﻟنﻮوﻳﻮﻏﻴﺮﻩﻌﻠىجﻮازاﻟﻌﻤﻠبﺎﻟﺤدﻳﺜﺎﻟضﻊ‬
‫ﻻفﻴﺎﻷﺣﻜﺎﻣﻮﻧﺤﻮﻩﺎﻣﺎﻟﻤﻴﻜنﺸدﻳداﻟضﻌف‬،‫فﻴﺎﻟفضﺎئﻠﻮاﻟتﺮﻏﻴبﻮاﻟتﺮﻩﻴب‬
Artinya : “para imam dari kalangan ahli hadis dan ahli fikih
telah sepakat, sebagaimana yang disebutkan juga oleh Imam An-
Nawawi dan lainnya, tentang kebolehan beramal dengan hadis
dha’if dalam hal fadha’il ( keutamaan-keutamaan ), anjuran
kebaikan dan ancaman keburukan. Tidak dalam perkara yang
berkaitan dengan hukum halal dan haram, selama tingkat
kedhaifannya tidak terlalu parah.”14
2) Pembagian Hadis Dha’if
a. Macam-macam hadis dhaif yang disebabkan terputusnya
sanad:
1. Hadis muallaq: hadis yang terputus sanadnya di awal,
baik terputus satu rawi atau lebih secara berurutan.
2. Hadis mursal: hadis yang terputus sanadnya di akhir setelah
tabi’in.

3. Hadis mu’dhal: hadis yang terputus sanadnya dua rawi


atau lebih secara berurutan.

13
Amin, Syaifullah. Al-Qur’an Hadis MA Kelas X. ( Jakarta : Direktorat Kskk Madrasah, 2020 )
Hal 151
14
Ahmad, Farih, D,. Dkk. (2022). Hadis Dhaif Dan Hukum Mengamalkannya. Jurnal Studi Hadis.1
(1) : 6

17
4. Hadis mu’dhal: hadis yang terputus sanadnya dua rawi
atau lebih secara berurutan.
5. Hadis munqati’: hadis yang sanadnya tidak sambung
dengan caraterputusnya sanad di manapun posisinya.
6. Hadis mudallas (tadlis): hadis yang aib perawinya
(sanadnya) disembunyikan Dengan beberapa cara, antara
lain: menghilangkan mata rantai sanad yang dhaif diantara
dua rawi yang tsiqah. Ini disebut tadlis taswiyah. Atau
dengan Cara menyebutkan gurunya dengan sebutan atau
julukan yang tidak dikenal audien. Ini disebut tadlis
syuyukh.
7. Hadis mursal khafi: meriwayatkan hadis dari orang yang
pernah ia temui atau sezaman, akan tetapi riwayat (hadis)
tersebut tidak pernah ia dengar darinya
8. Hadis Muan’an: hadis yang diriwayatkan dengan
menggunakan kata ‫‛ﻋن‬Fulan (dari si fulan).
9. Hadis muannan: Hadis yang diriwayatkan dengan
menggunakan kata ‚ ‫‛أن‬Fulan qola.
b. Macam-macam hadis dhaif yang disebabkan cacatnya rawi
1. Maudhu’: hadis palsu, imitasi, yang disandarkan kepada
Nabi dari perawi yang pendusta.
2. Hadis Matruk: hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang
dituduh berdusta.
3. Hadis Munkar: hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang
banyak salah dan lupa.
4. Hadis Mu’allal: hadis yang terdapat cacat yang signifikan
(illah qadihah), yang dapat menghilangkan kesahihan
hadis.
5. Hadis Mudraj: hadis yang matan (redaksi hadisnya)
dirubah atau disisipi lafat lain.
6. Hadis Maqlub: hadis yang sanad atau matannya diganti
dari awal ke akhir atau sebaliknya.

18
7. Hadis Majhul: hadis yang perawinya tidak diketahui
namanya atau status keadaannya.
8. Hadis Bid’ah: hadis yang di riwayatkan perawi yang aliran
atau keyakinannya berseberangan dengan aliran ahlu
sunnah wal jama’ah.15
3) Hukum Mengamalkan Hadis Dha’if
a. Tidak Diperbolehkan
Tidak boleh dipergunakan sama sekali, baik dalam
hukum maupun dalam masalah Fadhail al-Amal (amal
ibadah yang utama). Madzhab ini dianut oleh Yahya bin Ma
̆in (W 233 H), Abu Bakr bin Al-Araby (W 543 H), Imam
AlBukhari (W 256 H), Imam Muslim (W 261 H), dan Ibnu
Hazm (W 456 H).16 Sebagian besar ulama hadis berpendapat
bahwa hadis dha’if tidak dapat digunakan sebagai dasar
hukum, terutama dalam hal hukum halal dan haram. Ketika
berbicara tentang masalah hukum, kita harus bergantung pada
hadis yang sahih daripada yang lemah, karena hadis lemah
selalu menimbulkan keraguan
dan ketidakpastian.
Meskipun demikian, sebagai Imam mujtahid pertama
dalam bidang hukum Islam di antara empat imam mazhab,
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa hadis dha’if dapat
digunakan sebagai landasan hukum. Mereka berpendapat
bahwa hadis dha’if lebih baik daripada qiyas dan ra'yu.
Namun, jika tidak ada dalil dari Alquran dan hadis, Abu
Hanifah juga menggunakan hadis dha’if sebagai landasan
hukum.
b. Diperbolehkan
Selain tidak diperbolehkan menggunakan hadis dhaif
sebagai hujjah, akan tetapi ada pendapat ulama’ yang masih
diperbolehkan penggunaan hadis-hadis dhaif seperti dalam
persoalan fadhail al-Amaldan al-Mawaizh(nasihat-nasihat).
Adapun beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam
penggunaan hadis-hadis dhaif diantaranya:
19
1. Hadis tersebut tidak telalu lemah. Ini merupakan syarat
yang disepakati, maka tidak termasuk di dalamnya yang
diriwayatkan oleh para pendusta (al-kadzdzabin) dan
dituduh berdusta, juga orang yang salahnya fahisy (tidak
bisa di tolerir).
2. Ditopang oleh nash yang lebih kuat.
3. Saat mempergunakan hadis tersebut tidak diyakini sebagai
hadis yang tsubut (valid), namun diyakini sebagai langkah
kehati-hatian ( ihtiyat ), dan tidak dinisbahkan kepada Nabi
Muhammad SAW apa yang tidak pernah beliau ucapkan.17

15
Ibid., 7-8
16
Ibid., 9
17
Said Agil Husin Al Munawar, (2017). “Penggunaan dan Penyalahgunaan Hadis dalam Kehidupan
(Pengamalan Hadis Dha’ifdalam Ritual Keagamaan)”, Ushuluna : Jurnal ilmu ushuluddin, 3(2) :
Hal37

20
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan jumlah kuantitas atau berdasarkan jumlah perawinya, hadis
terbagi menjadi dua bagian, hadis mutawatir dan hadis ahad.
2. Hadis mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang
yang tidak mungkin lagi ada kebohongan.
3. Berdasarkan kualitasnya, hadis dapat dibagi menjadi tiga, yakni hadis
sahih, hadis hasan dan hadis dha’if.
4. Hadis sahih adalah hadis yang bersambung sanadnya (jalur
periwayatan) melalui penyampaian para perawi yang adil, dabit, dari
perawi yang semisalnya sampai akhir jalur periwayatan, tanpa ada
syuzuz, dan juga tanpa ‘illat.
5. Hadis hasan adalah hadis yang sanadnya tersambung, dengan perantara
perawi yang adil, yang sedikit lemah hafalannya, tidak ada syadz
(berbeda dengan hadis yang lebih sahih) dan ’illat (penyakit)

B. Saran
Demikianlah makalah kami buat. Kami mengakui bahwa dalam
penulisan makalah ini tidaklah sempurna, dan masih banyak kekurangan
yang harus di perbaiki. Kami mohon maaf apabila terjadi kesalahan ejaan
dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas.
Karena kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan Dan
kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat
diterima di hati dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Yang
terakhir, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan
bagi kami dan para pembaca.

21
Daftar Pustaka

Amin, Syaifullah. Al-Qur’an Hadis MA Kelas X. ( Jakarta : Direktorat Kskk


Madrasah. 2020 ) Hal 143-151
Marhumah, Ulumul Hadis: Konsep, Urgensi, Objek Kajian, Metode dan contoh,
(Yogyakarta: Maret, 2014) Hal 74.-86
Utrianto., Tutik, H., ( 2022 ). Klasifikasi Hadis Ditinjau Dari Kuantitas Dan
Kualitas Sanad. Jurnal Ilmiyah Pendidikan Agama Islam. 1(2) : 164.
Muhammad Yahya, Ulumul Hadis Sebuah Pengantar dan Aplikasinya, (Sulawesi
Selatan: Syahadah, 2016) Hal 85.
Tajul, Arifin. 2014. Ulumul Hadis. Bandung: Gunung Djati Press.
Ahmad, Farih, D,. Dkk. (2022). Hadis Dhaif Dan Hukum Mengamalkannya. Jurnal
Studi Hadis. 1 (1) : 6
Said Agil Husin Al Munawar, (2017). “Penggunaan dan Penyalahgunaan Hadis
dalam Kehidupan (Pengamalan Hadis Dha’if dalam ritual Keagamaan)”,
Ushuluna : Jurnal ilmu ushuluddin, 3(2) : Hal 37

22
23

Anda mungkin juga menyukai