Anda di halaman 1dari 22

Makalah

HADIS DITINJAU DARI SEGI KUANTITAS


SANADNYA (MUTAWATIR DAN AHAD)
Mata Kuliah : Ulumul Hadis
Pembimbing : Munib M.Ag.

Disusun oleh

Irhami (1102110357)

Sabarudin Ahmad (1102110373)

AL-AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

PALANGKA RAYA

2012 M/1433
KATA PENGANTAR

Bismillâhirraẖmânirraẖîm

Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam, Shalawat serta salam semoga

tercurah kepada junjungan kita baginda besar Nabi Muhammad SAW. Keluarga, serta para

Sahabat sekalian.

Kami selaku penulis sangat bersyukur telah berhasil menyelesaikan makalah

yangberjudul “ Hadis Ditinjau Dari Segi Kuantitas Sanadnya (Mutawatir dan Ahad). ”

Walaupun tentunya masih banyak kekurangan-kekurangan, baik dari segi penulisan,

penggunaan EYD, maupun dari segi isinya. Oleh karena itu, kami membuka pintu yang lebar

untuk kritik dan saran dari pembaca sekalian, demi untuk menjadi lebih baik lagi.

Akhir kata, Tuhan semesta alam.

Palangka Raya, 30 Maret 2012

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................

DAFTAR ISI.........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................

A. Latar Belakang...........................................................................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................................................
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................
D. Metode penulisan.......................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................

A. Hadis Ditinjau Dari Segi Kuantitas Sanadnya...........................................................


1. Mutawatir.............................................................................................................
2. Ahad.....................................................................................................................
B. Hasil Analisa..............................................................................................................

BAB III PENUTUP..............................................................................................................

A. Simpulan....................................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................................

Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesepakatan para Ulama telah menetapkan bahwa sebagai sumber ajaran Islam yaitu,

Al-Qur’an dan Al-Hadis, dalam artian sumber ajaran yang murni diberikan langsung dari

Allah SWT atau disebut dengan sumber ajaran Naqly.

Pada kesempatan kali ini penulis akan membahas sumber ajaran yang kedua, yaitu Al-

Hadis, lebih khususnya lagi tentang Hadis Ditinjau Dari Segi Kuantitas Sanadnya. Para

ulama berbeda pendapat dalam menentukan atau membagi hadis yang ditinjau dari segi

kuantitasnya ini. Ada yang membaginya menjadi tiga, di antaranya hadis mutawatir,

hadis ahad, dan hadis masyhur. Pendapat ini salah satunya di ungkapkan oleh Abu Bakar

Al-Jashshah (305-370 H). Dan ada juga yang membaginya hanya menjadi dua, yaitu

hadis mutawatir dan hadis ahad. Yang banyak di canangkan oleh ulama-ulama Ushul dan

Ulama Kalam. Lebih lanjut lagi, menurutnya hadis masyhur merupakan bagian dari hadis

ahad, dan tidak berdiri sendiri.1

Dalam hal ini penulis sependapat dengan pendapat ulama yang kedua, yakni hadis

ditinjau dai segi kuantitas sanadnya terbagi hanya menjadi dua, mutawatir dan ahad. Oleh

karena itu, penulis telah menyiapkan berbagai ulasan tentang hal ini dalam makalah yang

singkat ini, yang berdasar pada beberapa referansi buku-buku.

1
Mudasir, Ilmu Hadis, Bandung: Pustaka Setia, 1999, h. 113.
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yakni:

1. Bagaimana hadis ditinjau dari segi kuantitas sanadnya

2. Bagaimana hasil analisanya

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini, yakni:

1. Untuk mengetahui hadis ditinjau dari segi kuantitas sanadnya

2. Untuk mengetahui hasil analisanya

D. Metode Penulisan

Adapun metode penulisan dalam makalah ini, yakni melaului Metode Penelusuran

perpustakaan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hadis Ditinjau dari Segi Kuantitas Sanadnya

Kata kuantitas berasal dari bahasa Inggris yaitu quantity yang artinya

banyaknya, jumlahnya.2 Sedangkan kata sanad berasal dari bahasa Arab yaitu al-

mu‘tamad yang artinya sandaran, tempat bersandar, yang menjadi sandaran.3 Lebih

jelasnya sanad yakni orang yang meriwayatkan sebuah hadis.

Jadi, maksud dari Hadis Ditinjau Dari Segi Kuantitas Sanadnya adalah

pembagian hadis dari segi jumlah yang meriwayatkannya.

Seperti dijelaskan di depan, bahwa hadis ditinjau dari kuantitas sandanya ini

terbagi menjadi dua, yaitu hadis mutawatir dan hadis ahad. Untuk lebih terperinci

penulis akan menguraikan satu persatu di bawah ini.

1. Hadis Mutawatir

a) Pengertian hadis mutawatir

Secara bahasa kata mutawatir adalah isim fa’il dari kata at-tawatur, yang

berarti berurutan.4

Sedangkan menurut istilah beberapa ulama mendefinisikan sebagai berikut:

ِ ‫َما َر َواهُ َج ْم ٌع ع َْن َج ْم ٍع تُ ِح ْي ُل ْال َعا َدةُ تَ َواطُُؤ هُ ْم َعلَى ْال َك ِذ‬
‫ب‬

Artinya: “ Hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang menurut

adat mustahil mereka bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta.”5


2
Desty Rahmawati, Kamus Lengkap 54.000.000 Inggris-Indonesia Indonesia Inggris, Tangerang:
Scientific Press, 2007, h. 246.
3
Muhammad Ahmad, Mudzakir, Ulumul Hadis, Bandung: Pustaka Setia, 2004, h. 51.
4
Manna’ Al-Qaththan, Diterjemahkan oleh Mifdhol Abdurrahman, Pengantar Studi Ilmu Hadis,
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 110.
5
Munazir Suparta, Ilmu Hadis, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002, h. 96.
‫ب ع َْن ِم ْثلِ ِه ْم اِلَى‬
ِ ‫ى َر َواهُ َج ْم ُع َكثِ ْي ٌر يُْؤ َم ُن تَ َواطُُؤ هُ ْم َعلَى ْال ِك ْذ‬
iْ ‫ْث ْال ُمت ََواتِ ُرهُ َوالّ ِذ‬
ُ ‫ْال َح ِدي‬

ُّ‫ا ْنتهَا ِءال ّسنَ ِد َو َكانَ ُم ْستَنَ ُد هُ ْم ْال ِحس‬

Artinya: “Hadis mutawatir adalah hadis yangdiriwayatkan oleh sejumlah rawi

yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta dari sejumlah perawi yang

semisal mereka dan seterusnya sampai akhir sanad. Dan sanadnya mereka

adalah pancaindera.”6

Jadi, dari kedua definisi di atas, jelaslah bahwa hadis mutawatir adalah hadis

yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang menurut adat(kebiasaan) mustahil

untuk bersepakat berdusta. Dan juga hadis ini memberi pengertian qath’i(pasti).

b) Syarat-Syarat Hadis Mutawatir

Syarat sebuah hadis dikatakan hadis mutawatir adalah sebagai berikut:

Menurut Al-Qaththan dalam hal ini ada empat syarat. Pertama, diriwayatkan oleh

jumlah yang banyak. Kedua, jumlah yang banyak ini berada pada semua

thabaqat(tingkatan) sanad. Ketiga, menurut adat tidak mungkin meraka

bersepakat untuk berdusta. Keempat, sandaran hadis mereka dengan menggunakan

panca indera secara langsung.7

1) Diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi

Maksudnya, hadis mutawatir haruslah diriwayatkan oleh sejumlah orang.

Para ulama berbeda pendapat, ada yang menetapkan jumlah tertentu dan

adapula yang tidak.

Menurut Al-Baqillani yang dikutip dari buku Mudasir yang berjudul Ilmu

Hadis, menetapkan hadis mutawatir diriwayatkan sekurang-kurangnya 5

6
Ibid., h. 96-97.
7
Ibid., Al-Qaththan, Pengantar, h. 110.
orang. Hal ini ia qiyaskan dengan jumlah Nabi yang mendapat gelar Ulul

Azmi.8

Ulama lain menetukan minimal 12 orang, seperti firman Allah SWT dalam

Al Qur’an.

‫َوبَ َع ْثنَا م ْنهُ ُم ْاثن َْى َع َش َر نَقِ ْيبًا‬

Artinya: “Dan telah kami angkat di antara mereka dua belas orang

pemimpin.” (QS. Al-Maidah : 12)9

Sebagian ulama lagi menetapkan minimal 20 orang, seperti firman Allah

di bawah ini:

َ َ‫اِ ْن يَ ُك ْن ِم ْن ُك ْم ِع ْشرُون‬
‫صابِرُونَ يَ ْغلِبُوْ ا ِماَتَ ْي ِن‬

Artinya: “Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu,

niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh.” (QS. Al-

Anfal : 65)10

Dan ada juga yang menetapkan 40 orang, 70 orang. Dari jumlah-jumlah

tersebut, pada intinya dengan jumlah tersebut menurut adat kebiasaan

mustahil mereka sepakat berdusta kepada Rasulullah SAW.

c) Pembagian hadis mutawatir

1) Mutawatir lafdzi

Dalam buku Ilmu Hadis karya Mudasir, yang dimaksud hadis mutawatir

lafdzi adalah:

8
Mudasir, Ilmu Hadis, h. 116.
9
Ibid.
10
Ibid., h. 116-117.
ُ‫ت ِر َوايَتُهُ َعلَى لَ ْف ٍظ َوا ِح ٍد اَوْ َما ت ََوات ََر لَ ْفظُهُ َو َم ْعنَاه‬
ْ ‫َماتَ َواتَ َر‬

Artinya: “Hadis yang mutawatir periwayatannya dengan satu redaksi

yang sama atau hadis yang mutawatir lafal dan maknanya.”11

Sesuai definisi di atas, menurut penulis hadis mutawatir lafdzi ini adalah

suatu hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi dan dalam segi lafadz

serta maknanya sama. Dalam hal ini dapat dibayangkan suatu hadis yang

jumlah perawinya banyak, kemudian lafadz dan maknanya sama. Tentulah

sangat sulit mencari hadis ini. Menurut para ulama pun demikian, Ibn

Hibban dan Al-Hazimi mengatkan hadis mutawatir dengan kriteria seperti

ini tidak dapat diperoleh.12 Demikian juga Ibn Ash-Shalih yang diikuti oleh

An-Nawawi menetapkan bahwa hadis seperti ini sedikit sekali dan sukar

dikemukakan contohnya.13

Hal ini terjadi disebabkan oleh syarat hadis mutawatir yang salah satunya

“menurut adat mustahil bersepakat berdusta.” Maksudnya, selain jumlah

yang banyak juga bahwa hadis ini menurut adat mustahil bersepakat untuk

berdusta. Karena begitu ketatnya kriteria hadis mutawatir lafdzi ini, dari

beberapa buku yang penulis peroleh hanya ada dua buah contoh dari hadis

kriteria ini, yaitu:

َ‫ي ُمتَ َع ِّمدًا فَ ْليَتَبَ َّو ْا َم ْق َع َدهُ ِمن‬ َ ‫ َم ْن َك َّذ‬:‫صلَّى هللاِ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َّ َ‫ب َعل‬ َ ُ‫قَ َل َرسُوْ ُل هللا‬

ِ َّ‫الن‬
‫ار‬

Artinya: “Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang sengaja berdusta

terhadapku, maka hendaklah dia menduduki tempat duduknya dalam

neraka.” (HR. Bukhari dan lainnya)


11
Mudasir, Ilmu Hadis, h. 119.
12
Ibid., h. 119.
13
Ibid., h. 199.
Abu Bakar Al-Bazzar yang di kutip dalam buku Muhammad yang berjudul

Ulumul Hadis memberikan keterangan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh

40 sahabat.14 Riwayat lain ada yang mengatakan 62 sahabat, bahkan ada

yang juga yang mengatakan mencapai 200 sahabat yang

meriwayatkannya.15

Contoh hadis yang kedua diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan At-

Tirmidzi, yakni:

َ‫قَ َل يَا ُم َح َّم ُد اِ َّن ْالقُرْ اَ ُن اُ ْن ِز َل َعلَى َس ْب َع ِة اَحْ رُف‬

Artinya: “Katakan hai Muhammad, sesungguhnya Al-Qur’an diturunkan

atas tujuh huruf (tujuh macam bacaan).”

Menurut Munazir hadis ini diriwayatkan oleh 27 sahabat.16

2) Mutawatir ma’nawi

Hadis mutawatir ma’nawi menurut para ulama sebagai berikut:

‫َما تَ َوا تَ َر َم ْعنَاهُ ُدوْ نَ لَ ْف ِظ ِه‬

Artinya: “Hadis yang maknanya mutawatir, tetapi lafadznya tidak.”17

Riwayat lain mendefinisikan sebagai berikut:

ِ ‫اَ ْن يَ ْنقِ َل َج َما َعةٌ يَ ْستَ ِح ْي ُل تَ َوا طُُؤ هُ ْم َعلَى ْال َك ِذ‬
َ ‫ب َو ُوقُوْ ُعهُ ِم ْنهً ْم ُم‬
ً‫صا َدفَة‬

‫ك ُكلَّه َُّن فِى اَ ْم ٍر ُم َعي ٍِّن‬


ُ ‫فَيَ ْنتَقِلُوْ ا َوقَاِئ َع ُم ْختَلِفَةً تَ ْشت َِر‬

Artinya: “Hadis yang dinukilkan oleh sejumlah orang yang mustahil

sepakat berdusta atau karena kebetulan. Mereka menukilkan dalam

berbagai bentuk, tetapi dalam satu masalah atau mempunyai titik

persamaan.”18
14
Muhammad, Ulumul Hadis, h. 89.
15
Mudasir, Ilmu Hadis, h. 120.
16
Munazir, Ilmu hadis, h. 103.
17
Ibid. h. 104.
18
Ibid.
Dari beberapa definisi di atas, dapat kita pahami bahwa yang dinamakan

hadis mutawatir ma’nawi ialah suatu hadis mutawatir yang redaksinya

berbeda-beda namun makna atau inti dari hadis tersebut adalah sama.

Hadis mutawatir ma’nawi ini banyak contohnya, di antaranya kami ambil

dari buku Ulumul Hadis karya Muhammad dan M. Mudzakir sebagai

berikut:

‫اض اِ ْبطَ ْي ِه بِ َش ْي ٍء‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَ َد ْي ِه َحتَّى ُرِؤ‬


َ َ‫ي بَي‬ َ ِ‫َما َرفَ َع َرسُوْ ُل هللا‬

‫ِم ْن ُدعَاِئ ِه اِاَّل فِى ااْل ِ ْستِ ْسقَا ِء‬

Artinya: “Rasulullah SAW pada waktu berdoa tidak mengangkat kedua

tangannya begitu tinggi sehingga terlihat ketiaknya yang putih, kecuali

pada waktu berdoa memohon hujan.” (HR. Bukhari dan Muslim)19

Selanjutnya ada yang meriwayatkan sebagai berikut:

َ ِ‫ َكانَ َرسُوْ ُل هللا‬:‫قَ َل ُع َمرُاب ُْن ْالخَ طَّاب‬


‫ اِ َذا َرفَ َع يَ َد ْي ِه‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬

ُّ ‫فِى ال ُّدعَا ِء لَ ْم يَح‬


ُ‫ُطهُ َما َحتَّى يَ ْم َس ُح بِ ِه َما َوجْ هَه‬

Artinya: “Umar bin Khatab berkata, “Rasulullah SAW bila telah

mengangkat kedua tangannya pada waktu berdoa, belum menurunkan

keduanya sebelum menyapukan kedua tangannya itu ke mukanya.” (HR.

Tirmidzi)20

Dan ada juga yang meriwayatkan seperti ini:

‫ك ْال ِعيَا ُل‬


َ َ‫ت ْال َما ِشيَةُ هَل‬
ِ ‫ يَا َرسُوْ اُل هللِ هَلَ َك‬:‫ال‬
َ َ‫ اَتِى َر ُج ٌل اَ ْع َرا بِ ٌّي فِق‬: ٌ‫قَ َل اَنَس‬

ِ‫هَلَكَ النَّاسُ فَ َرفَ َع َرسُوْ اُل هللِ يَ َد ْي ِه يَ ْد ُعوْ َو َرفَ َع النَّاسُ ا ْي ِديَهُ ْم َم َع َرسُوْ اُل هللا‬

‫يَ ْد ُعوْ نَ قَ َل اَنَسٌ فَ َما خَ َرجْ نَا ِمنَ ْال َم ْس ِج ِد َحتَّى َم ِطرْ نَا‬
19
Muhammad dan mudzakir, Ulumul Hadis, h. 90.
20
Ibid., h. 91.
Artinya: “Anas berkata, “Seorang Arab pedesaan (pegunungan) datang

dan berkata (kepada Rasulullah), “Wahai Rasulullah, telah binasa binatang

ternak, keluarga, dan banyak manusia (lantaran dilanda kekeringan),” maka

Rasululllah mengangkat kedua tangannya seraya berdoa (memohon hujan), dan

orang-orangpun mengangkat tangan mereka, (ikut) berdoa bersama Rasulullah.

Anas berkata : Hujan turun sebelum kami keluar dari masjid.”21

Dari hadis-hadis di atas, dapat kita cermati bahwa ketiga hadis tersebut

berasal dari redaksi yang berbeda-beda dan perincian makananya juga

berbeda. Namun, kesemuanya mengandung pengertian secara umum yang

sama, yaitu Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya pada waktu

berdoa.22

2. Hadis Ahad

a) Pengertian Hadis Ahad

Secara bahasa kata ahad berasal dari bahasa Arab yang berarti satu.23

Sedangkan menurut istilah para ulama mendefinisikan sebagai berikut:

‫ث ْال ُمتَ َواتِ ِر َس َوا ٌء‬


ِ ‫ْث الَّذى لَ ْم يَ ْبلُ ْغ ر َُواتُهُ ُمبَلَ َغ ْال َح ِد ْي‬
ُ ‫يث ااْل َ َح ُد هُ َو ْال َح ِدي‬
ُ ‫ْال َح ِد‬

‫ك ِمنَ ااْل َ ْعدَا ِدالَّتِى‬


َ ِ‫ت اَوْ خَ ْم ًسةً اِلَى َغي ِْر َذال‬
ً ‫احدًا اَوْ ثَاَل ثَةً اَوْ اَرْ بَ َع‬
ِ ‫َكانَ ارَّا ِوى َو‬

‫ْث َدخَ َل فِى خَ بَ ِر ْال ُمت ََوا تِ ِر‬


َ ‫اَل تُ ْش ِع ُر بِا َ َّن ْال َح ِدي‬

Artinya: “Hadis ahad adalah hadis yang para perawinya tidak mencapai

jumlah rawi hadis mutawatir, baik rawinya itu satu, dua, tiga, empat atau

seterusnya. Tetapi jumlahnya tidak memberi pengertian bahwa hadis dengan

jumlah rawi tersebut masuk dalam kelompok hadis mutawatir.”24

21
Ibid.
22
Ibid.
23
Achmad Sya’bi, Kamus An-Nur – Arb-Indonesia-Arab, Surabaya: Halim Jaya, h. 7.
24
Muhammad dan Mudzakir, Ulumul Hadis, h. 93.
Ulama lain berpendapat, hadis ahad merupakan hadis yang sanadnya sah dan

bersambung hingga sampai kepada Nabi, tetapi kandungannya memberi

pengertian zhanni(dugaan) dan tidak sampai kepada qath’i(pasti).25

Jadi, hadis ahad adalah hadis yang perawinya tidak mencapai jumlah

mutawatir, artinya dengan jumlah itu masih memungkinkan untuk perawi

berdusta. Dan juga sifatnya zhanni atau diduga hadis ini berasal dari Nabi.

b) Macam-macam hadis ahad

Para ulama berbeda pendapat tentang macam-macam hadis ahad. Ada yang

mengatakan ada tiga macam, yaitu hadis masyhur, hadis aziz dan hadis

gharib. Namun ada juga yang berpendapat bahwa hadis ahad itu ada empat

macam, yaitu hadis masyhur, hadis mustafid, hadis aziz dan hadis gharib.26

Disini penulis lebih setuju terhadap pendapat yang membaginya menjadi tiga

macam, masyhur, aziz dan gharib. Karena menurut penulis hadis mustafid itu

termasuk dalam hadis masyhur.

1) Hadis masyhur

Kata masyhur menurut bahasa ialah al-intisyar wa al-dzuyu’ yang berarti

sesuatu yang sudah tersebar dan populer.27

Sedangkan menurut istilah, para ulama mendefinisikan sebagai berikut:

Al-Hafizh Ibn Hajar:

‫ْث ْال َم ْشهُوْ ُر َما لَهُ طُرُق ٌل َمحْ صُوْ َرةٌ بِا َ ْكثَ َر ِم ْن ْاثنَي ِْن‬
ُ ‫ْال َح ِدي‬

Artinya: “Hadis masyhur dalah hadis yang memiliki sanad terbatas yang

lebih dari dua.”28

Ulama ushul:

25
Mudasir, Ilmu Hadis, h. 125.
26
Muhammad dan Mudzakir, Ulumul Hadis, h. 93.
27
Munazir, Ilmu Hadis, h. 110.
28
Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadis, Bandung: Remaja Rosdakarya, cet. 2, 1997, h. 202.
َّ ‫َّحابَ ِة َع َد ُد اَل يَ ْبلُ ُغ َح َّد التَّ َوا تُ ِر ثُ َّم ت ََوا تَ َربَ ْع َد ال‬
‫ص َحابَ ِة َو ِم ْن‬ َ ‫َما َر َواهُ ِمنَ الص‬

‫بَ ْع َدهُ ْم‬

Artinya: “Hadis yang diriwayatkan dari sahabat, tetapi bilangannya tidak

sampai ukuran bilangan mutawatir, kemudian baru mutawatir setelah

sahabat dan demikian pula setelah mereka.”29

Manna’ Al-Qaththan berpendapat bahwa hadis masyhur adalah hadis yang

diriwayatkan oleh tiga perawi atau lebih pada setiap thabaqat dan belum

mencapai batas mutawatir.30

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa yang dinamakan

hadis masyhur adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang terhingga

dan tidak mencapai ukuran mutawatir, namun hadis ini telah populer di

masyarakat. Hadis ini ada yang sahih, hasan dan dhaif.

Menurut Mudasir, hadis masyhur kadang-kadang bukan untuk menetapkan

kriteria-kriteria jumlah perawinya, tetapi diterapkan pula untuk

memberikan sifat suatu hadis yang di anggap populer menurut ahli hadis di

kalangan masyarakat.31

Menurut Nuruddin sesuai yang dikatakan Mudasir di atas, contoh-

contohnya sebagai berikut:

a) Hadis masyhur di kalangan ahli hadis

ِ ْ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَنَتَ َش ْهرًا بَ ْع َد الرُّ ُكو‬


ْ‫ع يَ ْد ُعو‬ َ ِ‫اِ َّن َرسُوْ ُل هللا‬

َ‫َعلَى ِر ْع ٍل َو َذ ْك َوان‬

29
Munazir, Ilmu Hadis, h. 110-111.
30
Manna’, Pengantar, h. 113.
31
Mudasir, Ilmu Hadis, h. 129-130.
Artinya: “Bahwasanya Rasulullah SAW melakukan qunut setelah

ruku’ selama satu bulan untuk mohon kecelakaan atas Suku Ri’i

dan Suku Dzakwan.” (HR. Bukhari dan Muslim)32

Diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Sulaiman al-Taimi dari

Abu Mijlaz dari Anas. Ada juga yang meriwayatkan dari Anas oleh

selain Mijlaz, dari Mijlaz oleh selain Sulaiman, dari Sulaiman oleh

Jama’ah.33

Dan hadis masyhur di kalangan ahli hadis, ulama-ulama lain dan

masyarakat awam.

‫ال ُم ْسلِ ُموْ نَ َم ْن َسلِ َم ال ُم ْسلِ ُموْ نَ ِم ْن لِ َسا نِ ِه َويَ ِده‬

Artinya: “Orang islam (yang sempurna) itu adalah orang-orang

Islam lainnya selamat dari lidah dan tangannya.”(HR. Bukhari dan

Muslim)34

b) Hadis masyhur di kalangan fuqaha

‫ار‬ ِ ‫ض َر َر َواَل‬
َ ‫ض َر‬ َ ‫اَل‬
Artinya: “Tidak boleh membiarkan bahaya datang dan tidak boleh

mendatangkan bahaya.”35

c) Hadis masyhur di kalangan ahli fiqih

‫صلَّى هللاِ َعلَي ِه َو َسلَّ َم ع َْن بَي ِْع الغ ََر ِر‬
َ ِ‫نَهَى َرسُو ُل هللا‬
Artinya: “Rasulullah SAW melarang jual-beli yang di dalamnya

terdapat tipu daya.” (HR. Muslim)36

d) Hadis masyhur di kalangan sufi


32
Nuruddin, Ulumul Hadis, h. 204.
33
Ibid.
34
Mudasir, Ilmu Hadis, h. 130.
35
Ibid.
36
Ibid.
َ َ‫ْت اَ ْن اُ ْع َرفَ فَخَ لَ ْقتَ الخَ ل‬
‫ق فَبِي َع َرفُوْ نَى‬ ُ ‫ت َك ْن ًزا َم ْخفِيَّا فَاَحْ بَب‬
ُ ‫ُك ْن‬

Artinya: “Aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi,

kemudian Aku ingin dikenal, maka Ku-ciptakan mahluk dan

melalui Aku mereka pun kenal pada-Ku.”37

Dan tentunya masih banyak contoh-contoh lain. Pada intinya, hadis

masyhur sesuai dengan namanya yakni hadis yang telah populer di

masyarakat.

2) Hadis Aziz

Secara bahasa kata aziz berasal dari kata ‘azza ya’izzu yang berarti sedikit

atau jarang. Dapat juga berasal dari ‘azza ya’azzu yang berarti kuat.38

Sedangkan menurut istilah, para ulama mendefinisikan sebagai berikut:

Nazham Al-Baiquniyah:

َ ْ‫ َم ْشهُو ٌر َمرْ ِويٌّ فَو‬. ‫َزي ٌز َمرْ ِويٌّ اثَنَي ِْن اَوْ ثَاَل ثَ ٍة‬
‫ق َماثَاَل ثَ ٍة‬ ِ ‫ع‬
Artinya: “Hadis aziz adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua atau tiga

orang perawi. Sedangkan hadis masyhur adalah hadis yang diriwayatkan

lebih dari tiga perawi.39

Ulama lain mengatakan:

ِ ‫يث الَّ ِذى َر َواهُ اِ ْثن‬


‫َان َولَوْ َكانَ فِى طَبَقَ ٍة َوا ِح َد ٍة ثُ َّم‬ ُ ‫الح ِد‬ ُ ‫الح ِد‬
َ ‫يث ال َع ِو ْي ُز هُ َو‬ َ

ٌ‫ك َج ِم َعة‬
َ ِ‫َر َواهُ بَ ْع َد َذاا‬

Artinya: “Hadis aziz adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua orang rawi,

kendati dua rawi itu pada satu tingkatan saja, dan setelah itu diriwayatkan

pleh banyak rawi.”40

37
Ibid., h. 131.
38
Munazir, Ilmu Hadis, h. 116.
39
Nuruddin, Ulumul Hadis, h. 212.
40
Muhammad dan Mudzakir, Ulumul Hadis, h. 95.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan, bahwa hadis aziz ialah hadis

yang diriwayatkan oleh dua atau tiga orang rawi, walaupun nantinya

diriwayatkan lagi oleh banyak orang, hadis tersebut tetap dikategorikan

sebagai hadis aziz.

Contoh hadis aziz:

‫ نَحْ ُن االَ ِخرُونَ فِى ال ُّد ْنيَا السَّا بِقُونَ يَوْ َم‬:‫صلَّى هللاُ َعلَي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ‫قَ َل َر ُسلُوهللا‬

‫القِيَا َم ِة‬

Artinya: “Rasulullah SAW bersabda, “Kita adalah orang-orang yang

paling akhir (di dunia) dan yang paling terdahulu di hari kiamat.”(HR.

Hudzaifah dan Abu Hurairah)

Hadis ini diriwayatkan oleh dua orang sahabat Nabi, namun pada

tingkatan-tingkatan selanjutnya diriwayatkan oleh lebih dari dua orang

rawi. Namun hadis ini tetap disebut hadis aziz.41

3) Hadis gharib

Secara bahasa kata gharib berarti al-munfarid(menyendiri) atau al-ba’id

an aqaribihi (jauh dari kerabatnya).42

Sedangkan secara istilah, para ulama mendefinisikan sebagai berikut:

Ibnu Hajar:

‫ض ٍغ َوقَ َع التَفَرُّ ُد بِ ِه ال َّسنَ ُد‬ َّ َ‫َماتَفَ َّر َد بِ ِر َوايَتِ ِه َش ْخصٌ َوا ِح ٌد فِى ا‬
ِ ْ‫ي َمو‬

Artinya: “Hadis yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri

dalam meriwayatkannya, dimana saja penyendirian dalam sanad itu

terjadi.” 43

41
Ibid., h. 95-96.
42
Munazir, Ilmu Hadis, h. 118.
43
Ibid.
Ulama lain berpendapat bahwa hadis gharib ini adalah hadis yang

diriwayatkan oleh seorang rawi yang menyendiri dalam meriwayatkannya

tanpa ada orang lain yang meriwayatkannya.44

Contoh hadis gharib:

‫صلَّى هللاُ َعلَي ِه‬ ُ ‫ َس ِمع‬:‫ض َي هللاُ َع ْنهُ قَ َل‬


َ ِ‫ْت َرسُو ُل هللا‬ ِ ‫ع َْن ُع َم َراب ِْن الخَ طَّا‬
ِ ‫ب َر‬

ِ ‫ اِنَّ َما اَ ْع َما ُل بِاالنِّيَا‬:ُ‫َو َسلَّ َم يَقُول‬


‫ت َواِنَّ َما لِ ُكلِّ ا ْم ِرٍئ َمان ََوى‬

Artinya: “Dari Umar Bin Khatab, katanya, aku mendengar Rasulullah

SAW bersabda, “Sesungguhnya amal perbuatan itu hanya (memperoleh)

apa yang diniatkannya.” (HR. Bukhari, Muslim dan lain-lain)45

Hadis ini merupakan hadis gharib, walaupun hadis ini diriwayatkan oleh

banyak rawi termasuk Bukhari dan Muslim. Namun pada tingkatan

pertama hanya diriwayatkan oleh satu orang saja, yaitu Umar bin Khatab.46

B. Hasil Analisa

Menurut hasil analisa kami, agar lebih mudah dipahami, penulis merangkumnya

dalam sebuah tabel di bawah ini.

44
Ibid.
45
Muhammad dan Mudzakir, Ulumul Hadis, h. 97.
46
Ibid.
No Hadis Mutawatir Hadis Ahad

1. Jumlah rawi sangat banyak pada Jumlah rawi terhingga dan tidak

setiap tingkatan sanadnya, sehingga mencapai ukuran mutawatir, sehingga

mustahil sepakat berdusta. memungkinkan sepakat berdusta.

2. Bersifat qath’i Bersifat zhanni

3. Sebagai sumber ajaran agama hadis Sebagai sumber ajaran agama

ini kedudukannya tinggi. kedudukannya di bawah hadis

mutawatir.

4. Matannya pasti benar dan tidak Matannya mungkin saja (tidak

mungkin bertentangan dengan ayat mustahil) bertentangan dengan ayat Al-

Al-Qur’an. Qur’an. Dan apabila hadis ini

bertentangan dengan ayat Al-Qur’an,

maka hadis ini di tolak.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan

Hadis di tinjau dari segi kuantitas sanadnya itu ada dua, yaitu Hadis

Mutawatir dan Hadis Ahad.

Hadis mutawatir merupakan hadis yang diriwayatkan oleh banyak

rawi, dan dengan jumlah itu, menurut adat mustahil sepakat untuk

berdusta.

Hadis ini terbagi menjadi dua lagi, yaitu hadis mutawatir lafadz dan

hadis mutawatir ma’nawi.

Hadis mutawatir lafadz merupakan hadis mutawatir yang makna dan

lafadznya satu redaksi atau sama. Serta jumlah hadis ini sangat sedikit.

Hadis mutawatir ma’nawi merupakan hadis mutawatir yang lafadznya

berbeda tetapi makna intinya sama.

Hukumnya hadis mutawatir ialah wajib di amalkan.

Sedangkan hadis ahad merupakan hadis yang jumlah rawinya

terhingga, dan menurut adat tidak mustahil sepakat berdusta.

Hadis ini terbagi menjadi tiga, yaitu hadis masyhur, hadis aziz, dan

hadis gharib.

Hadis masyhur merupakan hadis yang diriwayatkan tiga orang atau

lebih, namun tidak mencapai jumlah mutawatir. Hadis ini sesuai namanya

yakni masyhur yang berarti hadis yang telah populer di dalam masyarakat.

Hadis aziz merupakan hadis yang diriwayatkan dua orang atau tiga

orang dan toidak mencapai jumlah hadis masyhur apalagi hadis mutawatir.

Hadis gharib merupakan hadis yang diriwayatkan oleh satu orang rawi.

B. Saran
Dalam segala hal sudah menjadi fitrah manusia jika mempunyai

kesalahan dan kekurangan, sehingga memerlukan bantuan dari pembaca

sekalian untuk menjadi lebih baik. Sebagai pengakuan dari adanya

kelemahan dari segala sisi, dengan harapan memperoleh kritik dan saran

yang memotifasi serta bersifat membangun.

Semoga setiap langkah dengan niat serta tujuan untuk kebaikan

mendapat berkah dan ridha dari Allah SWT.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Muhammad dan Mudzakir, Ulumul Hadis, Bandung: Pustaka

Setia, 2004.

Al-Qaththan, Manna’, diterjemahkan oleh Mifdhol Abdurrahman,

Pengantar Studi Ilmu Hadis, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

2005.

Rahmawati, Desty, Kamus Lengkap 54.000.000 Inggris-Indonesia

Indonesia Inggris, Tangerang: Scientific Press, 2007.

‘Itr, Nuruddin, Ulumul Hadis, bandung: Remaja Rosdakarya, cet. 2,

1997.

Mudasir, Ilmu Hadis, Bandung: Pustaka Setia, 1999.

Suparta, Munazir, Ilmu Hadis, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002.

Sya’bi, Achmad, Kamus An-Nur – Arab-Indonesia-Arab, Surabaya:

Halim Jaya.

Anda mungkin juga menyukai