Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Pembagian Al-Hadits

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Hadits

Dosen Pengampu:

Dr. Hj. Umi Khoiriyah, M.Ag.

Oleh :

Agus Wahyudi

Imam Muhtadi Billa


Mohammad Masyfuq Azizi Syam

PRODI HUKUM EKONOMI SYARI’AH

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS IBRAHIMY

SITUBONDO

2023
A. PENDAHULUAN
Hadits adalah sumber ajaran agama Islam yang dipakai setelah Al-Qur’an.
Hadits sendiri bersumber dari perilaku, perkataan, perbuatan, dan segala sesuatu
yang berasal dari Rasulullah SAW. Kaitan antara hadits dengan Al-Qur’an
sangatlah erat. Seperti yang kita ketahui, hal-hal pokok di dalam Al-Qur’an
dijelaskan lagi dengan lebih rinci oleh hadits. Adapun hal-hal yang tidak
tercantum dalam Al-Qur’an, seperti tata cara shalat, pelaksanaan ibadah haji dan
sebagainya, dijelaskan oleh hadits. Sehingga sangat penting bagi kita, sebagai
umat Islam yang beriman, untuk mempelajari serta mengamalkan hadits dalam
kehidupan sehari-hari agar kita dapat melaksanakan agama kita dengan baik dan
benar.
Agar kita dapat menggunakan suatu hadits sebagai sumber ajaran kita, kita
terlebih dahulu harus mengetahui bahwasanya hadits ini sendiri dalam
perkembangannya terbagi-bagi ke dalam berbagai jenis. Karena beragamnya jenis
hadits inilah, kita harus mempelajari jenis-jenisnya sehingga kita tidak keliru
dalam menggunakan atau mengamalkan isi hadits baik untuk diri kita sendiri,
maupun untuk kita bagikan kepada orang lain. Karena, jika kita keliru atau kita
malah menggunakan hadits yang tidak benar, kemungkinan bisa menjadi kesulitan
bagi diri kita untuk melakukan syari’at dan menjalankan agama kita dengan baik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Hadits dari segi kuantitas sanad?
2. Apa saja Hadits dari segi kualitas sanad?
3. Bagaimana Hadits dapat dikatakan tersambung sanadnya?
4. Bagaiana Hadits dapat dikatakan tidak tersambung sanadnya?

1
C. PEMBAHASAN
1. Pembagian Hadits Dari Segi Kuantitas
Ulama berbeda pendapat tentang pembagian hadits ditinjau dari segi
kuantitasnya ini. Maksud tinjauan dari segi kuantitas adalah menelusuri
jumlah para perawi yang menjadi sumber adanya suatu hadits. Artinya, hadits
ditinjau dari segi sedikit-banyaknya rawi.1
Ada dua pendapat ulama mengenai pembagian hadits dari segi
kuantitas ini. Pendapat pertama, menurut sebagian ulama ushul, hadits
berdasarkan kuantitas terbagi menjadi tiga, yaitu, hadits mutawatir, masyhur,
dan ahad. Pendapat kedua, menurut kebanyakan ulama ushul dan ulama
kalam, hadits berdasarkan kuantitas terbagi menjadi dua, yaitu, hadits
mutawatir dan ahad. Menurut mereka, hadits masyhur bukan hadits yang
berdiri sendiri, akan tetapi hanya bagian dari hadits ahad.2
a. Hadits Mutawatir
1) Pengertian hadits mutawatir
Mutawatir menurut bahasa berarti muttabi’ atau muttatabi’.3
Artinya, yang datang berturut-turut dengan beriring-iringan yang
antara satu dengan yang lain tidak ada jaraknya. Sedangkan menurut
istilah terdapat beberapa definisi, antara lain sebagai berikut :
Menurut ulama hadits

‫ب جِف اْ َلعا َدةج إج َحالَةُ اج ْجتج َما عج جه ْم َوتَ َوا طُئج جه ْم َعلَى‬ ‫ج‬
ُ ‫ُه َو َخبَ ٌر َع ْن ََْم ُس ْو ٍس َرَواهُ َع َد ٌد َج ٌّم ُي‬
‫ب‬ ‫اْل َك جذ ج‬
Artinya: “Khabar yang didasarkan pada pancaindra yang dikabarkan
oleh sejumlah orang yang mustahil menurut adat mereka
bersepakat untuk mengabarkan berita itu dengan dusta”.4

1
M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits (Bandung: CV. Pustaka Setia,
2008), 129.
2
Munzier Suparta, Ilmu Hadits (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), 95.
3
Ibid, 96.
4
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits (Jakarta: Amazon, 2010),131.

2
Pendapat yang lain
‫مارواهُ ََجْ ٌع َعن ََجْ ٍع ُجُتْيل اْ َلعا َدةُتَوا طُُؤُهم َعلَى ال َك جذ ج‬
‫ب‬ ْ َ ُ ْ ََ َ
Artinya: “Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang
menurut adat mustahil mereka bersepakat terlebih dahulu
untuk berdusta”
Nur ad-Din mendefinisikan

َّ ‫ب َع ْن جمثْلج جه ْم إج ََل انْتج َه جاء‬


‫السنَ جد َوَكا‬ ‫اَلَّ جذي روهُ ََجْ ٌع َكثجْي ر ََل ُيُْكجن تَوا طُُؤُهم َعلَى ال َك جذ ج‬
ْ َ ُ ٌ ََ ْ
‫َن ُم ْستَ نَ ُد ُه ْم احلجس‬
Artinya: “Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang
terhindar dari kesepakatan mereka untuk berdusta (sejak
awal sanad) sampai akhir sanad didasarkan pada
pancaindra”.
2) Syarat-syarat hadits mutawatir
a) Diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi
Dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat. Ada yang tidak
menentukan jumlah perawinya, yang penting dapat memberikan
keyakinan terhadap apa yang diberitakan dan mustahil mereka
sepakat untuk berdusta. Ada juga ulama yang menetapkan jumlah
tertentu, namun mereka juga masih berselisih mengenai jumlah
tertentu itu. 5
Ada ulama yang menentukan 12 orang, mendasarkan pada
firman Allah :

‫َوبَ َعثْ نَا جمْن ُه ْم اثْ َ َْن َع َشَرنَجقْي بًا‬


Artinya: “Dan telah Kami angkat di antara mereka 12 orang
pemimpin”. (QS. Al-Maidah ayat 12)
Ada juga yang menentukan sekurang-kurangnya 20 orang,
sesuai firman Allah :
‫صا بجرْو َن يَ ْغلجبُ ْو َامائَتَ ْ ج‬
‫ي‬ ‫ج ج‬ ‫ج‬
ُ َ ‫إ ْن يَ ُك ْن مْن ُك ْم ع ْش ُرْو َن‬
5
Ibid, 98.

3
Artinya: “Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu,
niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang
musuh...”(QS.Al-Anfal ayat 65)
Penentuan jumlah-jumlah tertentu sebagaimana disebutkan
di atas, bukanlah hal yang prinsip, sebab yang menetapkan
banyaknya perawi hadits ini bukan seperti yang tersebut di atas.
Sekalipun jumlah perawinya tidak banyak (tapi melebihi batas
minimal yakni 5 orang), asalkan memberikan keyakinan bahwa
berita yang mereka sampaikan itu benar, maka sudah dapat
dikatakan hadits mutawatir.6
b) Adanya keseimbangan antara perawi pada Thabaqah pertama
dengan Thabaqah berikutnya.
Maksudnya adalah jumlah perawi hadits mutawatir, antara
thabaqah (lapisan/tingkatan) pertama dengan jumlah thabaqah
berikutnya haruslah sama sehingga seimbang perawinya.
Misalnya, bila suatu hadits diriwayatkan oleh dua puluh orang
sahabat, kemudian ia juga harus diterima oleh dua puluh orang
tabi’in.
Akan tetapi, ada juga ulama yang berpendapat, bahwa
keseimbangan ini tidaklah terlalu penting. Sebab yang diinginkan
dengan banyaknya perawi adalah terhindarnya dari kebohongan
atau hadits palsu.7
c) Berdasarkan tanggapan pancaindra
Maksudnya adalah hadits atau berita yang mereka dapat dan
mereka sampaikan itu harus benar-benar hasil pendengaran atau
penglihatannya sendiri. Oleh karena itu, bila hadits itu merupakan
hasil renungan, pemikiran atau pendapat diri sang perawi sendiri
bukanlah termasuk hadits mutawatir.8

6
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, 97.
7
M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, 130.
8
M. Noor Sulaiman PL, Antologi Ilmu Hadits (Jakarta: Gaung Persda Pres, 2008), 88.

4
3) Contoh Hadits Mutawatir
Contoh hadits mutawatir adalah sebagaimana sabda Rasulullah:

)‫ب َعلَ َّي ُمتَ َع جم ًدافَلْيَ تَ بَ َّوأَْم ْق َع َدهُ جمنَالنَّا جر(رواهالبخرى‬


َ ‫َم ْن َك َذ‬
Artinya: “Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku,
hendaklah ia bersiap-siap menduduki tempat duduknya di
neraka” (HR. Bukhari).
Menurut Abu Bakar Al-Bazzar, bahwa hadits ini diriwayatkan
oleh 40 orang sahabat. Sedangkan menurut Ibnu Al-Shalah, hadits ini
diriwayatkan oleh 42 orang sahabat. Sedangkan, menurut Abu Bakar
Al-Sairi, hadits ini diriwayatkan oleh 60 orang sahabat. Hadits di atas
dapat ditemukan pada sepuluh kitab hadits, yaitu Al-Bukhari, Muslim,
Ad-Darimi, Abu Dawud, Ibnu Majah, At-Tirimidzi, At-Thayasili, Abu
Hanifah, Ath-Thabrani, dan Al-Hakim.9
Contoh hadits lain adalah hadits yang meriwayatkan bahwa Nabi
SAW mengangkat tangannya ketika berdo’a:
‫ج‬ ‫ال أَبوموسى األَ ْشع جري دع جّن النجَِّب صلَّى َّ ج‬
‫اض‬ ُ ْ‫اَّللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم ُُثَّ َرفَ َع يَ َديْه َوَرأَي‬
َ َ‫ت بَي‬ َ ََ َ َ ْ ُ ُ َ َ‫ق‬
)‫إجبْطَْي جه (رواهالبخرى‬
Artinya: “Abu Musa Al-Asy’ari berkata : Nabi saw. berdoa kemudian
dia mengangkat kedua tangannya dan aku melihat putih-putih
kedua ketiaknya” (HR. Bukhari).
Hadits ini diriwayatkan dari Nabi SAW berjumlah sekitar 100
hadits yang berbeda-beda, tetapi mempunyai titik persamaan, yaitu
Nabi SAW mengangkat tangannya ketika berdo’a.
b. Hadits Ahad
1) Pengertian hadits ahad
Menurut bahasa, ahad atau wahid berarti satu. Menurut istilah
dalam kaidah ilmu hadits adalah sebagai berikut :

9
M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, 131.

5
ُ ‫ان فَأَ ْكثَ ُرجِمَّا ََلْ تُتَ َوفَّ ْرفجْي جه ُش ُرْو‬
َ‫ط الْ َم ْش ُه ْوجر أَ جوالْ ُمتَ َواتججر َوَلَ عجْب َرة‬ ‫ما رواه الو ج‬
‫اح ُد أَ جوا جإلثْنَ ج‬
َ ُ ََ َ
‫ج‬ ‫ج جج‬
.‫ك‬ َ ‫للْ َع َدد فْي جه بَ ْع َد ذَل‬
Artinya: “Khabar yang diriwayatkan oleh satu atau dua perawi
ataupun lebih, yang tidak memenuhi syarat-syarat masyhur
ataupun mutawatir, dan tak diperhitungkan lagi jumlah
perawinya setelah itu (tingkatan berikutnya)”.10
2) Pembagian hadits ahad
a) Hadits Masyhur
Menurut bahasa, masyhur adalah muntasyir, yaitu sesuatu
yang sudah tersebar, sudah populer. Menurut istilah, hadits
masyhur adalah hadits yang disampaikan orang banyak, tetapi
jumlahnya tidak sebanyak perawi hadits mutawatir. Dengan kata
lain, hadits masyhur adalah hadits yang diriwayatkan tiga orang
atau lebih, tetapi perawinya tidak sampai sejumlah hadits
mutawatir. Hadits masyhur berada di bawah derajat hadits
mutawatir.11 Hadits masyhur ada yang berstatus shahih, hasan dan
dhaif. Hadits masyhur yang berstatus shahih adalah yang
memenuhi syarat-syarat hadits shahih baik sanad maupun
matannya. Contoh hadits masyhur:
Seperti hadits ibnu Umar:

‫اجذَا َجاءَ ُك ُم اْجلُ ْم َعهُ فَلْيَغْ جس ْل‬


Artinya: “Barang siapa yang hendak pergi melaksanakan shalat
jumat hendaklah ia mandi.”
Sedangkan hadits masyhur yang berstatus hasan adalah hadits
yang memenuhi ketentuan-ketentuan hadits hasan, baik mengenai
sanad maupun matannya.
Seperti hadits Nabi yang berbunyi:
َ ‫ض َر َر َوالَ ضـــِ َر‬
‫ار‬ َ َ‫ال‬
10
Ibid, 135.
11
Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2003),
273.

6
Artinya: “tidak memberikan bahaya atau membalas dengan
bahaya yang setimpal.”
Adapun hadits masyhur yang dhaif adalah hadits yang tidak
memenuhi syarat-syarat hadits shahih dan hasan, baik pada sanad
maupun pada matannya, seperti hadits :
َ ‫طلَبُ اْلع ِْل ِم فَ ِر ْي‬
‫ضــهٌ عــَـلَي ُك ِل ُم ْسل ٍِم َو ُم ْس ِل َمــــه‬ َ
Artinya: “menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim laki-laki dan
perempuan.”
b) Hadits Aziz adalah hadits yang perawinya tidak kurang dari dua
orang dalam semua thabaqat sanad. Contoh : “ Rasullullah SAW
bersabda “kita adalah orang-orang yang paling terakhir (di dunia)
dan yang paling terdahulu hari kiamat.” (Hadits Riwayat
Hudzaifah dan Abu Hurairah)
c) Hadits Gharib adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang
perawi yang menyendiri dalam meriwayatkannya tanpa ada orang
lain yang meriwayatkan. Contoh : “Dari Umar bin Khatab berkata :
Aku mendengar Rasullullah SAW bersabda: “Amal itu hanya
dinilai menurut niat, dan setiap orang hanya (memperoleh) apa
yang diniatkannya”.
3) Kedudukan Hadits Ahad
Hadits mutawatir dapat di pastikan sepenuhnya berasal dari
Rasullullah SAW, maka tidak demikian dengan hadits ahad. Hadits
ahad tidak pasti berasal dari Rasullullah SAW, tetapi diduga (zhanni
dan mazhnun) berasal dari beliau. Dengan ungkapan lain dapat
dikatakan bahwa hadits ahad mungkin benar berasal dari Rasullullah
SAW, dan mungkin pula tidak benar berasal dari beliau. Maka
kedudukan hadits ahad, sebagai sumber ajaran islam, berada di bawah
kedudukan hadits mutawatir. berarti bila suatu hadits termasuk
kelompok hadits ahad, jika bertentangan isinya dengan hadits
mutawatir, maka hadis tersebut harus di tolak.

7
2. Hadits berdasarkan segi kualitas
Pembagian hadits yang dimaksud di sini adalah berdasarkan kualitas
perawinya. Dalam hal ini, kualitas yang dilihat adalah kekuatan hafalannya,
kepribadiannya, ketaatannya dalam beragama dengan tidak sering berbuat
dosa kecil dan tidak melakukan dosa besar, dan yang lainnya.
a. Hadits Shahih
1) Pengertian Hadits Shahih
Menurut bahasa, shahih berarti yang sehat, yang selamat, yang
benar, yang sah, atau yang sempurna. Secara istilah:
Menurut Abu Amr ibnu Ash-Shalah12

‫الع ْد جل‬ ‫ج‬ ‫ج‬ ‫ج‬ ‫ج‬ ‫ث َّ ج‬ ‫ج‬


َ ‫ادهُ بجنَ ْق جل الْ َع ْدل الضَّابجط َع جن‬
ُ َ‫الصحْي ُح ُه َو الْ ُم ْسنَ ُد الَّذ ْي يَتَّص ُل إج ْسن‬ ُ ْ‫ا ْحلَدي‬
.ً‫الضَّابج جط إج ََل ُمْن تَ َهاهُ َوَلَ يَ ُك ْو ُن َشاذً َاوَلَ ُم َعلَّال‬
Artinya: “Hadits shahih adalah musnad yang sanadnya muttashil
melalui periwayatan orang yang adil lagi dhabit dari orang
yang adil lagi dhabit (pula) sampai pada ujungnya, tidak
syaadz dan tidak mu’allal (terkena ‘illat)”.
Maksudnya adalah hadits ini diriwayatkan oleh orang yang adil
serta dhabit, yang ia dapatkan dari orang atau gurunya yang adil dan
dhabit pula. Tingkatan hadits shahih para ahli hadits menguraikan
tingkatan-tingkatan hadits shahih secara berurutan sebagai berikut :
a) Hadits yang muttafaq ‘alaih, diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim
b) Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari
c) Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim
d) Hadits yang diriwayatkan oleh ulama hadits yang memenuhi
syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Bukhari dan Muslim
e) Hadits yang diriwayatkan oleh ulama hadits yang memenuhi
syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Bukhari

12
Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits, 276.

8
f) Hadits yang diriwayatkan oleh ulama hadits yang memenuhi
syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Muslim
g) Hadits yang diriwayatkan oleh seorang ulama hadits mu’tabar,
seperti Ibnu hibban.
Sebuah hadits di katakan shahih apabila :
a) Sanadnya bersambung, ialah sanadnya bersambung sampai ke
musnad, dalam sifat di sebut hadits yang muttashil dan mausul
( yang bersambung )
b) Seluruh periwayat dalam sanad hadits shahih bersifat adil
adalah periwayat yang memenuhi syarat-syarat yaitu
beragama islam, mukallaf, melaksanakan ketentuan agama,
dan memelihara kehormatan diri.
c) Seluruh periwayat dalam sanad bersifat dabit, yakni memiliki
ingatan dan hafalan yang sempurna.
d) Sanad dan matan hadits yang shahih itu terhindar dari syadz.
e) Sanad dan matan hadits terhindar dari illat.
2) Contoh hadits shahih

‫ َوإجذَا َكا َن‬: ‫صلَّى للاُ َعلَْي جه َو َسلَّ َم‬ ‫ قاَ َل رس ُ ج‬: ‫عن أَيب هري رة ر جضي للا عْنه ي ُقو ُل‬
َ ‫ول للا‬ َُ َ ُ َ ُ َ َ ََْ ُ َ
‫ أ َْوقَاتَلَهُ فَلْيَ ُق ْل إججّن ْام ُرٌؤ‬, ‫َح ٌد‬ ْ ُ‫ فَالَيَ ْرف‬, ‫َح جد ُك ْم‬ ‫ي وم ج‬
َ ‫ فَإج ْن َسابَّهُ أ‬, ‫ب‬
ْ ‫ص َخ‬
ْ َ‫ث َوََل ي‬ َ ‫ص ْوم أ‬
َ ُ َْ
)‫ (رواه البجرى‬.‫صائجٌم‬ َ
Arinya: “Dari Abi Hurairah ra berkata : Rasulullah Saw. bersabda :
Jika pada suatu hari salah satu dari kalian berpuasa, maka
janganlah ia mengucap kata-kata kotor, membuat
kegaduhan dan jangan pula melakukan perbuatan orang-
orang bodoh. Dan apabila ada orang yang memakinya atau
menyerangnya, maka hendaklah ia mengatakan ,
“sesungguhnya aku sedang berpuasa”. (HR Bukhari nomor
1904)

9
b. Hadits Hasan
1) Pengertian hadits hasan
Menurut bahasa, hadits hasan adalah hadits yang baik.
Sedangkan menurut istilah,

.‫ضْبطُهُ جم ْن غَ ْجْي َش ٍاذ َوَلَعجلَّ ٍة‬ َّ ‫َّص َل َسنَ ُدهُ بج َع ْد ٍل َخ‬


َ ‫ف‬ َ ‫َماات‬
Artinya: “Hadits yang muttashil sanadnya yang diriwayatkan oleh
perawi yang adil yang lebih rendah kedhabitannya tanpa
syadz dan tanpa ‘illat”.13
Hadits hasan adalah hadits yang mirip dengan hadits shahih,
hanya bedanya adalah pada hadits hasan, perawinya berada di bawah
tingkatan perawi hadits hasan, misalnya seperti ingatan perawinya
lebih rendah dibandingkan ingatan perawi hadits shahih.14
Adapun kriteria hadits hasan yaitu :
a) Sanadnya bersambung
b) Para periwayat bersifat adil
c) Diantara orang periwayat terdapat orang yang kurang dabit
d) Sanad dan matan hadits terhindar dari kejanggalan
e) Tidak ber-illat.
2) Contoh hadits hasan

‫َح َّد ثَنَا قُتَ ْي بَةُ َح َّد ثَنَا َج ْع َف ُر بْ ُن ُسلَْي َما َن الضبَعجي َع ْن أَ ج ْيب عج ْمَرا جن ا ْجلَْو جِن َع ْن أَ جيب‬
‫ قَا َل‬: ‫الع ُد جو يَ ُق ْو ُل‬ ‫ َجَسعت أَ جيب جِب ْ ج‬: ‫ب ْك جر ب جن أَ جيب مو سي األَ ْشع جر ي قَا َل‬
َ ‫ضَر ة‬ َ ُ ْ ْ َ َ ُْ ْ َ
... ‫ف‬ ‫ إج َّن أَ ب وا ب ا ْجلن جَّة َُتْت جظالَ جل السي و ج‬: ‫ر سو ُل للاج صلَّى للا علَي جه و سلَّم‬
ُْ َ َ َ َْ َ َ َ َْ ُ َ ُْ َ
Artinya: “Telah menceritakan kepada kamu Qutaibah, telah
menceritakan kepada kamu Ja’far bin sulaiman, dari Abu
imron al-jauni dari Abu bakar bin abi musa al-Asy’ari ia
berkata : aku mendengar ayahku berkata ketika musuh
datang : Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya pintu-

13
Ibid, 299.
14
Ibid, 303.

10
intu syurga dibawah bayangan pedang… (HR. At-Tirmidzi,
Bab Abwabu Fadhailil Jihadi)
c. Hadits Dhaif
1) Pengertian hadits dhaif
Menurut bahasa, dhaif berarti lemah. Menurut istilah, dhaif
adalah hadits yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits
shahih dan hadits hasan. Hadits ini juga berarti hadits yang kurang
salah satu syarat dari syarat hadits shahih dan hadits hasan.
Sebab-sebab kedha’ifan suatu hadits, yaitu
a. Cacatnya kualitas pribadi perawi
Maksudnya adalah, perawi hadits ini misalnya pernah
berdusta, berdusta pada Rasulullah SAW, berbuat dosa besar, dan
sebagainya.
b. Kurangnya daya hafalan perawi
Maksudnya adalah, perawi hadits ini lemah dalam hal
menghafal, kemudian hal ini menyebabkan kerancuan ataupun
kekeliruan hafalan. Yang di maksud di sini adalah hafalan
mengenai isi hadits, hingga sanad hadits.
2) Contoh hadits dhaif

‫‘‘حكجْي جم األَ ثْ َر جم’’ َع ْن أَ جيب ََتجْي َم جة اهلُ َجْي جمي َع ْن‬ ‫ج ج ج‬


َ ‫َما أَ ْخَر َجهُ الت َّْر مْيذ ْي م ْن طَ جر يْ جق‬
‫ضا أَ ْو اج ْمَرأةً جِف ُد‬ ‫ج‬ ‫ج‬
ً ‫ َم ْن أَ ََت َحا ئ‬: ‫صلَّى للاُ َعلَْيه َو َسلَّ َم قَا َل‬ َ ‫َِّب‬‫أَ جيب ُهَريْ َرةَ َع جن النج ج‬
‘‘ ‫بُجر َها أَْو َكا ُهنَا فَ َق ْد َك َفَر جِبَا أَ نْ َز َل َع َل َُمَ َّم ٍد‬
Arinya: “Apa yang diriwayatkan oleh tirmidzi dari jalur hakim al-
atsrami “dari Abi tamimah al-Hujaimi dari Abu Hurairah
dari Nabi SAW ia berkata : Barang siapa yang menggauli
wanita haid atau seorang perempuan pada duburnya atau
seperti ini maka sungguh ia telah mengingkari dari apa
yang telah diturunkan nabi Muhammad SAW”
Berkata Imam Tirmidzi setelah mengeluarkan (takhrij) hadits
ini “kami tidak mengetahui hadits ini kecuali dari jalur Hakim al-

11
atsrami, kemudian hadits ini di dhaifkan pula oleh para ulama
hadits”. Berkata Ibnu Hajar mengenai hadits ini didalam kitab
“Taqribut Tahdzib” Hakim al-Atsromi pada rawi tersebut adalah
seorang yang bermuka dua.15

3. Tersambungnya sanad
Maksud dari tersabungnya sanad adalah rangkaian perawinya dalam
sanadnya harus bersambung dari perawi pertama sampai terakhir. Menurut
Imam Bukhari, sanad dikatakan bersambung apabila antara perawi yang
terdekat itu pernah bertemu walaupun hanya sekali, sedangkan Imam Muslim
menetapkan syarat hidup se-zaman.
Ditinjau dari segi tempat sandarannya dan kepada siapa hadits tersebut
disandarkan, maka hadits tersebut dibagi menjadi empat macam, yaitu :
a. Hadits Marfu’, adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW dalam bentuk perkataan, perbuatan, taqrir ataupun sifat.
Adapun orang yang menyandarkan tersebut boleh dari kalangan sahabat,
tabi’in, atau yang lainnya.
b. Hadits Mauquf, adalah berita yang disandarkan sampai ke Sahabat, baik
itu berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir, dan baik sanadnya
bersambung maupun terputus.
c. Hadits Maqtu’, adalah suatu berita yang disandarkan kepada tabi’in
berupa perkataan atau perbuatan. Adapun mengenai status hukum marfu’
adalah tidak dapat dijadikan dalil untuk menetapkan suatu hukum, karena
status tabi’in sama saja dengan perkataan ulama lainnya.

4. Sebab Terputusnya Sanad


Para ulama mengemukakan sebab-sebab tertolaknya suatu hadis dari dua
jurusan, yakni dari jurusan sanad dan jurusan matan.
Sebab-sebab tertolaknya dari jurusan sanad adalah:

15
M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, 145

12
a. Adanya cacat (sifat ketercelaan) para perawinya, baik tentang keadilan
maupun kedhabitannya.
b. Ketidak bersambungannya sanad dikarenakan adanya seorang perawi atau
lebih yang digugurkan atau saling tidak bertemu satu sama lain16
Ditinjau dari sebab terputusnya sanad, maka hadits ini dapat dibagi
kepada :
a. Hadits Muallaq adalah hadits yang dihapus dari awal sanadnya seorang
perawi ataupun lebih secara berturut-turut.
b. Hadits Mursal adalah hadits yang gugur dari akhir sanadnya seorang
perawi sesudah tabi’in ( menghilangkan shahabat ).
c. Hadits Mu’dhal adalah hadits gugur dari sanadnya dua orang perawi
ataupun lebih secara berturut-turut, baik itu terjadi diawal, dipertengahan
atau di akhir sanad.
d. Hadits Munqathi’ adalah hadits yang tidak bersambung sanadnya dan
keterputusan sanadnya tersebut bisa terjadi dari dan dimana saja.
e. Hadits Mudallas adalah hadits yang menyembunyikan cacat dalam sanad
dan menampakkan pada lahirnya seperti baik.

D. PENUTUP
Dari makalah pembagian hadits berdasarkan kuantitas dan kualitas sanad
serta tersabungnya dan tidak tersambungnya sanad dapat kita ambil kesimpulan,
bahwa hadits berdasarkan kuantitas terbagi menjadi dua. Yaitu hadits mutawatir,
dan hadits ahad dimana perbedaan keduanya adalah pada jumlah perawinya.
Sedangkan hadits berdasarkan kualitas juga terbagi menjadi tiga, yaitu hadits
shahih, hadits hasan, dan hadits dhaif, di mana perbedaannya adalah pada
keilmuwan serta kepribadian perawi itu sendiri.
Kemudian tersambungnya sanad adalah rangkaian perawinya dalam
sanadnya harus bersambung dari perawi pertama sampai terakhir. Sementara
sanad yang tidak tersambung dikarenakan adanya cacat (sifat tercela) pada

16
Agus Solahuddin, Ulumul Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 148.

13
perawi dan dikarenakan adanya seorang perawi atau lebih yang digugurkan atau
saling tidak bertemu satu sama lain

DAFTAR PUSTAKA

Al-Khathib, Muhammad ‘Ajaj. Ushul Al-Hadits. Jakarta: Gaya Media Pratama,


2003.

Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadits. Jakarta: Amazon, 2010.

Solahuddin, Agus. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia, 2009.

Sulaiman, M. Noor. Antologi Ilmu Hadits. Jakarta: Gaung Persda Pres, 2008.

Suparta, Munzier. Ilmu Hadits. Jakarta: Rajawali Pers, 2001.


Suyadi, Agus dan M. Agus solahudin. Ulumul Hadits. Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2008.

14

Anda mungkin juga menyukai