Disusun Oleh :
SYAIBAH RIRIANTI
2020/2021
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB IIPEMBAHASAN
A. Hadist Mutawatir
B. Hadist Ahad
A. Hadist Shahih
B. Hadist Hasan
C. Hadist Dha’if
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Kata Pengantar
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan taufik dan hidayah-
Nya kami dapat menyelesaikan tugas Makalah dengan judul Pembagian Hadits berdasarkan kuantitas dan
kualitasnya”.
Tujuan dibuatnya makalah ini diharapkan agar dijadikan sebagai wawasan kita terhadap mata kuliah
“Pengantar Studi Hadits” sesuai dengan tema yang kami angkat. Penyusun telah berusaha demi keberhasilan
dan kesempurnaan makalah ini. Namun, kami merasa masih terlalu banyak kekurangan. Mudah – mudahan
makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa STAI Al-Azhar pada umumnya.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang telah diketahui, hadits diyakini sebagai sumber ajaran Islam setelah kitab suci Al-Quran.
Hadits merupakan segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW baik berupa ucapan,
perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum dan ketentuan Allah yang disyari’atkan
kepada manusia. Selain itu, hadits juga dibutuhkan manusia untuk mengetahui inti-inti ajaran dalam Al-
Quran. Jika ayat-ayat dalam Al-Quran mutlak kebenarannya, berbeda dengan hadits yang bisa saja belum
jelas periwayatannya, hadits tersebut benar berasal dari Nabi Muhammad SAW. atau bukan.
Ditinjau dari segi kuantitasnya, hadits dibagi menjadi mutawatir dan ahad. Sedangkan ditinjau dari segi
kualitasnya, hadits terbagi menjadi dua yaitu, hadits Maqbul (hadits yang dapat diterima sebagai dalil) dan
hadits Mardud (hadits yang tertolak sebagai dalil). Hadits Maqbul terbagi menjadi dua yaitu hadits Shahih
dan Hasan, sedangkan yang termasuk dalam hadits Mardud salah satunya adalah hadits Dha’if. Semuanya
memiliki ciri dan kriteria yang berbeda.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Para ulama berbeda pendapat tentang pembagian hadits ditinjau dari segi kuantitasnya atau jumlah
rawi yang menjadi sumber berkaitan.Di antara mereka ada yang mengelompokkan menjadi tiga bagian ,
yakni hadis mutawatir, masyhur, dan ahad, dan ada juga yang membaginya menjadi dua , yakni hadits
mutawatir dan hadits ahad.
Ulama golongan pertama, yang menjadikan hadits masyhur berdiri sendiri , tidak termasuk bagian dari
hadis ahad, dianut oleh sebagian ulama ushul, diantaranya adalah Abu Bakar Al-Jasashah (305-370 H).
Adapun ulama golongan kedua , diikuti oleh kebanyakan ulama ushul dan ulam kalam.menurut mereka ,
hadis masyhur bukan merupakan hadits yang berdiri sensdiri , tetapi merupakan bagian dari ahad, itulah
sebabnya mereka membagi hadis menjadi dua bagian yaitu, mutawatir dan ahad.
Ditinjau dari segi jumlah perowi yang meriwayatkan, maka hadits itu dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
hadits mutawatir dan hadits ahad.
1. Hadits Mutawatir
Menurut bahasa mutawatir berarti muttabi’ artinya yang datang kemudian, yang beriringan atau yang
berurut-urut, maksudnya beriring-iringan antara yang satu dengan yang lain.
َ ْبِ ْال َك ِذ َعلً ْيهُ ْمطُؤت ََوا َدةُ ْال َعاتَ ِح ْيلُ َم ْبلَغَا ِة ْال َك ْث َرفِ ْيبَلّ ُغو
َاج َما َعةُبِ ِها َ ْخبَ َر َمحْ سُوْ ٍس َع ْن َما َكان
“ khabar yang didasarkan kepada pancaindera, yang diberitakan oleh sejum lah orang , yang jumlah tersebut
menurut adat kebiasaan tidak mungkin mereka bersepakat (lebih dahulu) atau dusta (dalam
pembicaraannya).
ُب ع َْن ِم ْثلِ ِه ْم الَى ْنتِهَا ِء ال َّسنَ ِد َو َكانَ ُم ْستَنِ ُد هُ ْم ْال ِحس
ِ الَّ ِذ َر َواهُ َج ْم ٌع َكثِ ْي ٌرالَ يُ ْم ِكنُ ت ََواطُؤهُ ْم َعلَى ْال َك ِذ
Dari definisi di atas, dapat dipahami bahwa hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh
sejumlah besar perawi, yang pada umumnya dapat memberikan keyakinan yang mantap, terhadap apa yang
telah mereka beritakan, dan mustahil mereka bersepakat untuk bersepakat untuk berdusta, mulai dari awal
matarantai sanad sampai pada akhir sanad.
Adapun kriteria yang harus ada dalam hadits mutawatir adalah sebagai berikut :
Maksudnya secara umum sejumlah besar periwayat tersebut bisa memberikan suatu keyakinan yang
mantap bahwa mereka tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, tanpa melihat berapa jumlah besar
perawinya.
Dalam menghadapi nominalisasi jumlah besar perawi dalam hadits mutawatir, para ahli berbeda-beda
pandangan, diantaranya:
1) Al-Qadliy al-Baqilaniy berpendapat bahwa jumlah nominal perawi hadits mutawatir adalah 5 orang.
Hal ini dianalogikan dengan jumlah Nabi yang masuk dalam kelompok ‘Ulil ‘Azmiy.
2) Al-Isthakhariy berpendapat minimal 10 orang, sebab jumlah ini merupakan awal dari bilangan banyak.
3) Seagian ‘ulama berpendapat minimal 12orang, dan ada juga yang mengatakan minimal 20 orang.
4) Sebagian lagi mengatakan minimal 40 orang, berdasarkan firman Allah dan sabda Rasul-Nya, bahkan
ada yang berpendapat minimal 70 orang.
b. Adanya kesinambungan antara perawi pada thabaqat (generasi) pertama dengan generasi berikutnya.
Maksudnya jumlah perawi generasi pertama dan berikutnya harus seimbang, artinya jika pada generasi
pertama berjumlah 20 orang, maka pada generasi berikutnya harus 20 orang atau lebih.
Maksudnya hadits yang sudah mereka sampaikan itu harus benar hasil dari pendengaran atau penglihatan
mereka sendiri.
Menurut ulama sebagian Ulama lainnya, hadits mutawatir dapat dibedakan menjadi 2 macam , namun
sebagian ulama lainnya membaginya menjadi tiga, yakni, hadits mutawatir lafdz , maknawi, dan amali.
Hadits yang mutawatir yang periwayatannya dengan suatu redaksi yang sama atau hadits yang mutawatir
lafal dan maknanya.
Contoh :
Artinya :
Hadits yang maknanya mutawatir tetapi lafalnya tidak. Atau juga hadits yang lafal serta maknanya berlain-
lain, tetapi dapat diambil dari kumpulannya satu makna yang umum. Maksudnya adalah hadits yang para
perawinya berbeda-beda dalam menyusun redaksi pemberitaan, tetapi pada prinsipnya sama.
Contoh :
)اال ْستِ ْسقَا ِء ( متفق عليه َ صلَى هّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَ َد ْي ِه َحتَّى ُرِؤ
ِ ِئ ِه اِالَّ فِى ي بَيَا ضُ اِ ْبطَ ْي ِه فِي َش ْيٍئ ِم ْن ُد عَا َ َما َرفَ َع
“konon Nabi tidak mengangkat kedua tangan beliau dalam do’a beliau selain do’a sholat istisqa’.Dan beliau
mengangkat tangannya, sehingga Nampak utih-putih kedua ketiaknya.( H.R Bukhari Muslim)
“ ketika beliau saw mengangkat tangan sejajar dengan kedua pundak beliau “
Sesuatu yang dapat diketahui dengan mudah bahwa hal itu adalah dari agama, dan telah mutawatir diantara
umat islam bahwa nabi s.a.w mengerjakannya atau menyuruhnya atau selain dari hal itu.
Jenis hadits mutawati amali ini banyak jumlahnya, misalnyahadits yang menerangkan waktu shalat, raka’at
shalat, shalat jenazah, tata cara shalat, cara pelaksanaan haji dan lain-lain.
2. Hadits ahad
Kata Ahad atau wahid berdasarkan segi bahasa berarti satu, maka Ahad atau khabar wahid berarti yang
disampaikan oleh satu orang. Khabar yang jumlah perowinya tidak sebanyak jumlah perowi hadits
mutawatir, baik perowinya itu satu, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya, Yang memberikan pengertian
bahwa jumlah perowi tersebut tidak mencapai jumlah perowi hadits mutawatir.
Para ulama membagi hadits ahad menjadi dua, yaitu masyhur dan ghoiru masyhur, sedangkan ghoiru
masyhur terbagi menjadi dua, yaitu aziz dan gharib.
a. Hadits masyhur
Masyhur menurut bahasa ialah al-intisyar wa az-zuyu’ ( sesuatu yang sudah tersebar dan popular).Adapun
menurut istilah yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang lebih, tetapi bilangannya tidak mencapai
ukuran bilangan mutawatir.
قَا َل َرسُوْ ُل هّللا ص م اَ ْل ُم ْسلِ ُم َم ْن َسلِ َم ْال ُم ْسلِ ُموْ نَ ِم ْن لِ َسا نِ ِه َويَ ِد ِه
“Rasulullah saw bersabda seorang muslim adalah orang yang mau menyelamatkan sesama muslim lainnya
dari gangguan lidah dan tangannya”.
Maksudnya hadits ini hanya dikenal oleh orang-orang tertentu dan yang lain tidak mengenalnya, seperti
hadits :
“sesunguhnya nabi saw berqunut sebulan penuh lamanya setelah ruku’ untuk (mendo’akan) keluarga Ri’lah
dan dzakwan.
َرفَ َعض ع َْن اُ َّمتِي ْال َخطَ ُء َوالنّ ْسيَا نُ َو َما اُ ْستُ ْك ِرهُوا َعلَ ْي ِه
“telah terangkat (dosa) umatku yakni dosa atas kekeliruan, lupa dan perbuatan yang mereka kerjakan
lantaran terpaksa”
Maksudnya hadits yang masyhur hanya dikalangan orang-orang biasa, seperti hadits :
صوْ ِم ُك ْم
َ يَوْ َم نَحْ ِر ُك ْم يَوْ ُم
Hadits masyhur ini ada yang berstatus sahih, hasan dan dha’if. Yang dimaksud dengan hadits masyhur yang
telah memenuhi ketentuan hadits sahih, baik pada sanad maupun matannya, seperti haditsdari Ibnu Umar:
Adapun yang dimaksud dengan hadis masyhur hasan adalah hadis masyhur yang telah memenuhi ketentuan-
ketentun hadis hasan, baik mengenai sanad maupun matannya, seperti sabda Rasulullah s.a.w:
“ Menuntut ilmu itu wajib bagi setia muslim baik laki-laki maupun peremuan“.
Adapun yang dimaksud dengan hadits masyhur dha’if adalah hadits masyhur yang telah memenuhi
syarat-syarat hadis sahih dan hasan, baik pada sanad maupun pada matannya, seperti hadits:
“ barang siapa yang mengenal dirinya, maka sungguh dia telah mengenal tuhannya “
b. Hadits ghairu Masyhur
Para ulama ahli hadis menggolongkan hadis ghairu masyhur menjadi ‘aziz dan Gharib.
1) Hadits ‘Aziz
Ialah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang perawi, sekalipun hanya dalam satu generasi.
Contoh yang ditakhrijkan oleh Bukhari dan Anas katanya Rasulullah saw bersabda :
َاَجْ َم ِع ْين
“ tidaklah beriman seseorang diantara kamu, hingga aku lebih dicintai dari ada dirinya, orang tuanya,
anaknya, dan semua manusia.
2) Hadits Gharib
Gharib secara lughawi (bahasa) berarti almunfarid (menyendiri) atau al-ba’id’an aqarabihi ( jauh dari
kerabatnya).Jadi, hadits gharib adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang perowi yang menyendiri
dalam periwayatannya, tanpa ada orang lain yang meriwayatkannya.
Hadits Gharib terbagi menjadi dua, yaitu : gharib muthlaq dan gharib nisbi.
a. Gharib Muthlaq
Ialah hadits yang menyendiri seorang perawi dalam periwayatannya pada asal sanad.
ِ َقَا َل النّبِ ّي ص م اَ ِال ْي َما نُ بِضْ ٌع َو َس ْبعُوْ نَ ُش ْعبَةٌ َو ْال َحيَا ُء ُش ْعبَةٌ ِمن
اال ْي َما ِن
b. Gharib Nisbi
Ialah hadits yang terjadi gharib dipertengahan sanadnya.hadits nisbi ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh
lebih dari seorang perawi pada asal sanad ( perawi pada tingkat sahabat), tetai dipertengahan sanadnya
terdaat tingakatan yang perawinya hanya sendiri ( satu orang).
Contoh hadits gharib nisbi yang berkenaan dengan membaca al-qur’an untuk shalat, antara lain:
ٰ
()داودابورواَه
َ َ ّمصالل: ِم ْنهُتَيَ َّس َر َما َوبِ ْال ِكتَابِفَاتِ َح ِةتَ ْق َرَأاَ ْن
هرسُوْ لُنَااَ َم َر
“ Rasulullah s.a.w memerintahkan kepada kami agar kita membaca Al-fatihah dan surat yang mudah dari
alqur’an.( H.R Abu Dawud)
B. PEMBAGIAN HADITS DARI SEGI KUALITASNYA
Ditinjau dari segi nilainya ( kualitasnya), hadits itu dapat dibagi menjadi tiga macam yakni :
1. Hadits shahih
Sahih secara etimologi adalah lawan dari saqim (sakit), sedangkan dalam istilah ilmu hadits berarti hadits
yang berhubungan (bersambung) sanadnya yang diriwayatkan oleh perawi yang adil , dhabith, yang
diterimanya dari perawi yang sama (kualitasnya) dengannya sampai kepada akhir sanad, tidak syadz dan
tidak pula berillat.
Yang dimaksud dengan hadits shahih menurut Muhadditsin ialah hadits yang dinukilkan (diriwayatkan) oleh
rawy yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak berillatdan tidak janggal.
2. Sempurna ingatannya
Para ulama membagi Hadits shahih menjadi dua bagian, yaitu shahih li-dzatih dan shahih li
ghoirih.Perbedaan antara kedua bagian ini terletak pada segi hafalan atau ingatan perawinya kurang
sempurna.
Yang dimaksud dengan sahih li-dzatih ialah hadits yang tidak memenuhi secara sempurna persyaratan sahih,
khususnya yang berkaitan dengan kurang sempurna pada hadits sahih li ghairih. Sehingga dengan demikian
bisa dikatakan bahwa, sebenarnya hadits shahih bagian ini asalnya bukan hadits shahih melainkan hadits li
dzatih.
Contoh :
ْصالَ ٍة ( رواه البخا ري ) ِع ْن َدبِاالس َِّوا ِكتَهُ ْماَل َمرْ اُ َّمتِي َعلَيَأ ُشقََّأ ْناَل لَو
َ ُِّكل
“ Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya akan kuperintahkan ber-siwak setiap kali hendak
melaksanakan salat “.( H.R Bukhari)
2. Hadits Hasan
Hadits Hasan menurut bahasa berarti Sesuatu yang disenangi dan di oleh nafsu. Sedangkan hadits Hasan
menurut istilah para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya..
Menurut At-Turmudzy Hadits Hasan ialah Hadits yang pada sanadnya tiada terdapat orang yang tertuduh
dusta, tiada terdapat kejanggalan pada matannya dan Hadits itu di riwayatkan tidak dari satu jurusan
( mempunyai banyak jalan) yang sepadan ma’nanya.
Sedangkan menurut Jumhuru’l-Muhaddutsin Hadits Hasan ialah Hadits yang dinukilkan oleh seorang adil,
( tapi ) tak begitu kokoh ingatannya, bersambung-sambung sanadnya dan tidak terdapat ‘illat serta
kejanggalan pada matannya”
Sebenarnya perbedaan antara Hadits Shahih dan Hasan itu, terletak pada syarat kedlabithan rawy. Yakni
pada Hadits Hasan, kedlabithannya lebih rendah ( tidak begitu baik ingatannya ), jika di bandingkan dengan
Hadit Shahih. Sedang syarat-syarat Hadits Shahih yang lain masih diperlukan untuk Hadits Hasan.
Dengan kata lain, syarat hadits hasan dapat di rinci sebagai berikut :
· Sanadnya bersambung..
· Perawinya adil.
· Perawinya harus dhabit, tetapi kualitas ke dhabitannya dibawah ke dhabitan perawi hadits shahih.
Hadits Hasan Lidzatihi ialah Hadits yang terkenal para perawinya tentang kejujuran dan amanahnya tetapi
hafalan dan keteguhan hafalannya tidak mencapai derajat para perawi hadits shahih.
َّاوى اَوْ َك ْذبِ ِه ُ َت طُ ُرقُهُ َولَ ْم يَ ُك ْن َسبَبُ ضُ ْعفِ ِه فِ ْس
ِ ق الر ّ َّْال َح َسنُ لِ َغي ِْر ِه هُ َو ال
ْ ض ِعيْفُ ِا َذا تَ َع َّدد
“hadits hasan lighairihi ialah hadits dha’if dimana jumlah perawi yang meriwayatkannya banyak sekali
dan sebab kedha’ifannya tidak disebabkan kefasikan perawi atau orang yang tertuduh kuat senang berlaku
bohong”.
Maksudnya adalah hadits dha’if dimana sistem periwayatannya sebagai syarat keshahihan,
banyak yang tidak terpenuhi, tetapi mereka dikenal sebagai orang yang tidak banyak berbuat kesalahan atau
berlaku dosa dan para perawi banyak meriwayatkannya, baik menggunakan redaksi yang sama maupun
yang ada kemiripan.
3. Hadits Dha’if
Menurut bahasa Dhaif berarti ‘Ajiz yang lemah sebagai lawan qawiyyu = kuat. Sedangkan hadits
dha’if menurut istilah , para ulama’berbeda-beda dalam susunsn redaksiny, tetapi substansi dari definisi
tersebut adalah sama, diantaranya:
a). al-Nawawiy
ْال َح ِديْث الض َِّعيْفُ ه َُو َمالَ ْم يُوْ َج ْد فِ ْي ِه ُشرُوْ طٌ ِم ْن ُشرُوْ ِط ْال َح َس ِن
“Hadits yang didalamnya tidak ditemukan syarat-syarat yang wajib ada dalam hadits shahih dan hasan”
b) Thahhan
“Hadits yang didalamnya tidak terkumpul syarat-syarat yang wajib ada dalam hadits hasan disebabkan tidak
adanya satu syarat yang menjadi syarat-syarat hadits hasan”
hadits yang didalamnya tidak ditemukan satu syarat dari syarat-syarat hadits yang diterima (maqbul).
d). Ajjaj al-khathibi
Dari beberapa definisi id atas, dapat diambil kefahaman jika dalam satu hadits telah hilang satu syarat
dari sekian syarat-syarat yang harus ada di dalam hadits hasan, maka status hadits tersebut dinyatakan
sebagai hadits dha’if, apalagi jika jika syarat yang hilang sampai dua atau tiga syarat, seperti perawinya
tidak ada, tidak memiliki daya ingatan kuat dan ada kejanggalan atau cacat.
Contoh hadits dho’ig yang diriwayatkan oleh imam Turmudziy, dari jalur Syu’bah, dari ‘Asyim bin
Ubaidillah, dari Abdullah bin ‘Amr bin Rabi’ah, dari ayahnya, tentang maskawin seorang wanita yang
berupa sepasang sandal, lalu Rasulullah saw bersabda:
“berkata Rasulullah SAW : apakah kamu ridha (senang) menerima maskawin berupa sandal ?. lalu wanita
itu menjawab, iya, kemudia beliau meloloskan ( menikahkan ) nya.
KESIMPULAN
Ditinjau dari segi jumlah perowi yang meriwayatkan, maka hadits itu dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
hadits mutawatir dan hadits ahad.
1. Hadits Mutawatir
Menurut bahasa mutawatir berarti muttabi’ artinya yang datang kemudian, yang beriringan atau yang
berurut-urut. Menurut istilah ialah : “ khabar yang didasarkan kepada pancaindera, yang diberitakan oleh
sejum lah orang , yang jumlah tersebut menurut adat kebiasaan tidak mungkin mereka bersepakat (lebih
dahulu) atau dusta (dalam pemberitaannya itu).
Jadi untuk dapat dikatakan berita itu mutawatir, harus memenuhi tiga syarat yakni:
b. Adanya kesinambungan antara perawi pada thabaqat (generasi) pertama dengan generasi berikutnya.
Menurut ulama sebagian Ulama lainnya, hadits mutawatir dapat dibedakan menjadi 2 macam , namun
sebagian ulama lainnya membaginya menjadi tiga, yakni, hadits mutawatir lafdz, maknawi, dan amali.
2. Hadits Ahad
Kata Ahad atau wahid berdasarkan segi bahasa berarti satu, maka Ahad atau khabar wahid berarti yang
disampaikan oleh satu orang.Khabar yang jumlah perowinya tidak sebanyak jumlah perowi hadits
mutawatir, baik perowinya itu satu, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya, Yang memberikan pengertian
bahwa jumlah perowi tersebut tidak mencapai jumlah perowi hadits mutawatir.
1) Hadits masyhur
Para ulama ahli hadis menggolongkan hadis ghairu masyhur menjadi ‘aziz dan Gharib.
3) Hadits ‘Aziz
4) Hadits gharib
Hadits Gharib terbagi menjadi dua, yaitu : gharib muthlaq dan gharib nisbi.
Para ulama membagi Hadits shahih menjadi dua bagian, yaitu shahih li-dzatih dan shahih li ghoirih.
2. Sempurna ingatannya
2. Hadits hasan
Menurut Jumhuru’l-Muhaddutsin Hadits Hasan ialah Hadits yang dinukilkan oleh seorang adil, ( tapi ) tak
begitu kokoh ingatannya, bersambung-sambung sanadnya dan tidak terdapat ‘illat serta kejanggalan pada
matannya”
· Sanadnya bersambung..
· Perawinya adil.
3. Hadits Dha’if
Menurut bahasa Dlaif berarti ‘Ajiz yang lemah sebagai lawan qawiyyu = kuat. Sedangkan menurut istilah,
Ibnu Shalah memberikan definisi “ yang tidak terkumpul sifat-sifat Shahih dan sifat-sifat hasan
DAFTAR PUSTAKA
Darul- Hikmah