Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN KUANTITAS PERAWI HADITS


Dosen Pengampu : Yulianto M.pd.I

Disusun oleh:
Nyiur Esa (220606110066)
Arifatul kamilah (220606110123)

KELAS D

PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah tentang
“Klasifikasi Hadits Berdasarkan Kuantitas Perawi Hadits” dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya.

Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dn tuntunan
Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak untuk itu dalam
kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan tentang Studi Hadits. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.

Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah
yang telah saya buat di masa yang akan datang. Mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya, serta dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya.

Malang, 10 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan Pembahasan............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................2
A. Pengertian Hadits................................................................................................2
B. Klasifikasi hadits berdasarkan kuantitas perawi hadits..................................2
BAB III PENUTUP.........................................................................................................7
A. Kesimpulan...........................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................8
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai seorang muslim ada dua pedoman yang harus dipegang secara kuat
didalam hidup ini. Hal ini dikarenakan tanpa adanya dua pedoman tersebut manusia akan
berjalan dengan tanpa arah, tidak teratur serta berada di dalam jalan yang sesat. Seperti
yang pernah disabdakan nabi agar umat muslim selamat maka ada dua pedoman yang
harus tetap dipegang teguh dalam hidup yaitu Al-Qur’an dan Hadits.

Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW
melalui perantara malaikt Jibril dan diturunkan secara berangsur-angsur. Sedangkan
hadits menurut ulama hadits mendefinisikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari
Rasul SAW sebelum diutus ataupun setelahnya baik berupa perkataan, perbuatan,
ketetapannya.1

Bebicara tentang hadits, perlu diketahui bahwa setiap kata hadits mewakili
keberadaan sanad, matan dan rowi. Sebab, sebagaimana yang telah disepakati
sebelumnya, bahwasannya hadits ialah setiap hal yang disandarkan kepada Nabi baik
berupa ucapan, perbuatan, sifat maupun ketetapan. Ada tiga unsur yang mewakili
terbentuknya suatu hadits sehingga menyebabkan munculnya berbagai macam jenis
hadits. Berbagai jenis hadits tersebut muncul antara lain disebabkan karena berbeda-
bedanya karakteristik dari masing-masing unsur yang membentuk suatu hadits, utamanya
dari unsur sanad. Sanad merupakan istilah bagi silsilah rowi-rowi hadits yang
meriwayatkan suatu hadits.

Dalam ‘ilm mustholah al-hadits, ulama mengklasifikasikan hadits menjadi


bermacam-macam, sebagaimana yang sudah dijelaskan di awal. Berdasarkan jumlah
(kuantitas) rowi dalam setiap thobaqoh, hadits diklasifikasikan menjadi dua, yakni
Hadits Mutawatir dan Ahad. Adapun dari segi kualitas rowi, ulama membagi hadits
Nabi menjadi tiga macam, yakni Hadits Shohih, Hasan dan Dho’if.

1
Tajul Arifin, Ulumul Hadits, (Bandung: Gunung Djati Press, 2014), 10.

1
B. Rumusan Masalah
a) Apa pengertian dari hadits?
b) Bagaimana klasifikasi hadits berdasarkan kuantitas rawi hadits?
C. Tujuan Pembahasan
a) Agar pembaca memahami pengertian hadits
b) Agar pembaca mengetahui klasifikasi hadits berdasarkan kuantitas rawi hadits

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits
Hadits menurut bahada artinya baru. Hadits juga secara Bahasa berarti “sesuatu
yang dibicarakan dan dinukil”, juga “sesuatu yang sedikit dan banyak”. Bentuk
jamaknya adalah ahadits.
Hadits menurut istilah ahli hadits adalah apa yang disandarkan kepada Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam, baik berupa ucapan, perbuatan, penetapan, sifat, atau sirah
beliau, baik sebelum kenabian atau sesudahnya.
Sedangkan menurut ahli ushul fiqih, hadits adalah perkataan, perbuatan, dan
penetapan yang disandarkan pada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam setelah
kenabian. Adapun sebelum kenabian tidak dianggap sebagai hadits, karena yang
dimaksud dengan hadits adalah mengerjakan apa yang menjadi konsekuensinya. Dan ini
tidak dapat dilakukan kecuali denga napa yang terjadi setelah kenabian.

B. Klasifikasi hadits berdasarkan kuantitas rawi hadits


Dalam disiplin Ilmu Hadits, para Ulama ahli hadits telah membagi hadits dari segi
jumlah rawi atau kuantitas periwayat menjadi dua macam yaitu Hadits Mutawatir dan

2
Hadits Ahad. Pembagian keduanya berdasarkan batasan jumlah rawi pada
setiap thobaqoh.
1. Hadits mutawattir
Secara Bahasa, mutawattir merupakan isim fail dari At-Tawatur “‫ ”التواتر‬yang
artinya beruntun atau beriring-iringan antara satu dengan yang lain tanpa ada jarak.
Sedangkan secara istilah banyak yang berpendapat diantaranya, Nur ad-Dien yang
mengatakan:
‫االذي رواه جمع كثير اليمكن تواطؤهم على الكذب عن مثلهم الى انههاء السند وكان مستندهم الحس‬
“hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang terhindah dari
kesepakatan mereka untuk berdusta (sejak awal sanad) smpai akhir sanad dengan
didasarkan pada panca indra.” 2
Adapun menurut Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib,
‫ما رواه جمع تحيل العادة تواطؤهم على الكذب عن مثلهم من اول السند الى منتهاه على ان ال يختل هذاالجمع في‬
‫اي طبقة من طبقات السند‬
Hadits yang diriwayatkan sejumlah periwayat yang menurut adat kebiasaan
mustahil mereka sepakat berdusta dari sejumlah periwayat dengan jumlah yang
sepadan semenjak sanad pertama sampai sanad terakhir dengan syarat jumlah itu
tidak kurang pada setiap pada setiap tingkatan sanadnya.3
Berdasarkan pengertian diatas maka bisa dikatakan bahwa hadits mutawattir
adalah hadits yang tidak hanya diriwayatkan oleh satu orang saja melainkan banyak
yang meriwayatkan dan semua periwayat terkenal tidak akan berbohong dalam
meriwayatkan suatu hadits. Artinya setiap periwayat atau sanad didalam suatu hadits
tersebut adalah orang yang jujur, dan mustahil untuk berdusta.
Menurut Al-Hafidz Ibn Hajar Al-Asqolani ada beberapa syarat agar suatu
hadits bisa dikatakan sebagai hadits mutawattir, diantaranya:

1) Diriwayatkan oleh jumlah perawi yang banyak.


2) Menurut kebiasaan tidak mungkin mereka bersekongkol atau bersepakat untuk
dusta.
3) Jumlah yang banyak ini berada pada semua tingkatan sanad.
4) Sandaran hadits mereka dengan menggunakan panca indera, bukan denga
sesuatu yang dipikirkan .

2
Ibid., 97.
3
Idri, Studi Hadits, (Jakarta: Kencana, 2016), 131.

3
Hadits Mutawatir tidak dibatasi dengan jumlah perawi. Para ulama berbeda
pendapat tentang jumlah minimal perawi.
Menurut Imam Al-Baqilany jumlah perawi tidak cukup empat orang, paling sedikit
lima orang. Sedangkan menurut Imam Al-Isthokhry jumlah perawi paling sedikit
sepuluh orang, pendapat inilah yang dipilih para Ulama, karena jumlah tersebut
permulaan jumlah yang banyak.
Hadits Mutawatir terbagi dua bagian, yaitu Mutawatir Lafdi dan Mutawatir
Ma’nawi .
 Mutawattir lafdzi: yaitu Hadits yang lafad dan maknanya mutawatir.
 Mutawatir Ma’nawi: hadits yang maknanya mutawatir dan lafad-nya
tidak mutawatir.

Contoh hadits mutawattir dalam konteks arsitektur:


‫ َح َّد َثَنا َسِع يُد ْبُن َع ْبِد الَّرْح َمِن اْلَم ْخ ُز وِمُّي َح َّد َثَنا ُس ْفَياُن ْبُن ُع َيْيَنَة َع ْن الُّز ْهِر ِّي َع ْن َع َطاَء‬:٨ ‫سنن الترمذي‬
‫ْبِن َيِزيَد الَّلْيِثِّي َع ْن َأِبي َأُّيوَب اَأْلْنَص اِر ِّي َقاَل َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ِإَذ ا َأَتْيُتْم اْلَغاِئَط َفاَل َتْسَتْقِبُلوا‬
‫اْلِقْبَلَة ِبَغاِئٍط َو اَل َبْو ٍل َو اَل َتْس َتْد ِبُروَها َو َلِكْن َش ِّر ُقوا َأْو َغِّرُبوا َقاَل َأُبو َأُّيوَب َفَقِدْم َنا الَّش اَم َفَو َج ْد َنا َم َر اِح يَض َقْد ُبِنَيْت‬
‫ُم ْسَتْقَبَل اْلِقْبَلِة َفَنْنَح ِر ُف َع ْنَها َو َنْسَتْغ ِفُر َهَّللا َقاَل َأُبو ِع يَس ى َوِفي اْلَباب َع ْن َع ْبِد ِهَّللا ْبِن اْلَح اِر ِث ْبِن َج ْز ٍء الُّز َبْيِد ِّي‬
‫َو َم ْع ِقِل ْبِن َأِبي اْلَهْيَثِم َو ُيَقاُل َم ْع ِقُل ْبُن َأِبي َم ْع ِقٍل َو َأِبي ُأَم اَم َة َو َأِبي ُهَر ْيَر َة َو َس ْهِل ْبِن ُحَنْيٍف َقاَل َأُبو ِع يَس ى َحِد يُث‬

‫َأِبي َأُّيوَب َأْح َس ُن َش ْي ٍء ِفي َهَذ ا اْلَباِب َو َأَص ُّح َو َأُبو َأُّيوَب اْس ُم ُه َخ اِلُد ْبُن َزْيٍد َو الُّز ْهِر ُّي اْس ُم ُه ُمَحَّم ُد ْبُن ُم ْس ِلٍم ْبِن‬
‫َقاَل َأُبو َع ْبِد ِهَّللا ُمَحَّم ُد ْبُن ِإْد ِريَس الَّش اِفِع ُّي ِإَّنَم ا‬ ‫ُع َبْيِد ِهَّللا ْبِن ِشَهاٍب الُّز ْهِر ُّي َو ُكْنَيُتُه َأُبو َبْك ٍر َقاَل َأُبو اْلَوِليِد اْلَم ِّك ُّي‬
‫ِبَبْو ٍل َو اَل َتْس َتْد ِبُروَها ِإَّنَم ا َهَذ ا ِفي اْلَفَياِفي َو َأَّم ا‬ ‫َم ْعَنى َقْو ِل الَّنِبِّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم اَل َتْسَتْقِبُلوا اْلِقْبَلَة ِبَغاِئٍط َو اَل‬
‫ِفي اْلُكُنِف اْلَم ْبِنَّيِة َلُه ُر ْخ َص ٌة ِفي َأْن َيْسَتْقِبَلَها َو َهَك َذ ا َقاَل ِإْس َح ُق ْبُن ِإْبَر اِهيَم و َقاَل َأْح َم ُد ْبُن َح ْنَبٍل َر ِح َم ُه ُهَّللا ِإَّنَم ا‬
‫الُّر ْخ َص ُة ِم ْن الَّنِبِّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ِفي اْس ِتْد َباِر اْلِقْبَلِة ِبَغاِئٍط َأْو َبْو ٍل َو َأَّم ا اْس ِتْقَباُل اْلِقْبَلِة َفاَل َيْسَتْقِبُلَها َك َأَّنُه َلْم‬
‫َيَر ِفي الَّصْح َر اِء َو اَل ِفي اْلُكُنِف َأْن َيْسَتْقِبَل اْلِقْبَلَة‬

Sunan Tirmidzi 8: telah menceritakan kepada kami [Sa'id bin Abdurrahman Al Makhzumi]
berkata: telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Uyainah] dari [Az Zuhri] dari ['Atho`
bin Yazid Al Laitsi] dari [Abu Ayyub Al Anshari] ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa Sallam bersabda: "Jika engkau buang hajat maka janganlah menghadap kiblat atau
membelakanginya, baik buang air besar ataupun air kecil. Akan tetapi menghadaplah ke
timur atau ke barat." Abu Ayyub berkata: "Ketika kami tiba di Syam, kami mendapati WC
mereka dibangun menghadap arah kiblat, maka kami berpaling darinya dan beristighfar

4
kepada Allah." Abu Isa berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Abdullah bin Al Harits
bin Jaz`i Az Zubaidi dan Ma'qil bin Abu Al Haitsam -disebut juga dengan Ma'qil bin Abu
Umamah-, Abu Hurairah dan Suhail bin Hanif." Abu Isa berkata: "Dalam bab ini hadits
riwayat Abu Ayyub adalah yang paling baik dan paling shahih. Abu Ayyub namanya adalah
Khalid bin Zaid, sedangkan Az Zuhri namanya adalah Muhammad bin Muslim bin
Ubaidullah bin Syihab Az Zuhri, julukannya adalah Abu Bakr." Abu Al Walid Al Makki
berkata: Abu Abdullah Muhammad bin Idris Asy Syafi'i berkata: "Hanyasanya makna dari
sabda Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam "Janganlah kalian menghadap kiblat atau
membelakanginya ketika buang air besar atau kecil" adalah di tempat yang terbuka. Adapun
jika di dalam bangunan yang tertutup maka di sana ada keringanan untuk menghadap ke arah
kiblat." Seperti ini pula yang dikatakan oleh Ishaq bin Ibrahim. Sedangkan Ahmad bin
Hanbal Rahimahullah mengatakan: "Keringanan ketika buang air besar atau kecil dari Nabi
Shallahu 'alaihi wa Sallam itu hanya untuk membelakanginya, adapun menghadap ke arahnya
tetap tidak diperbolehkan." Seakan-akan Imam Ahmad tidak membedakan di padang pasir
atau dalam bangunan yang tertutup untuk menghadap ke arah kiblat."

2. Hadits ahad
Secara bahasa kata “‫ ”اآلحاد‬adalah bentuk jamak dari kata “‫”أحد‬yang berarti
“satu”. Sedangkan secara istilah adalah
‫هو مالم يجتمع فيه شروط المتواتر‬
“Hadits yang tidak memenuhi salah satu dari syarat-syarat hadits mutawatir”
Menurut Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi, hadits Ahad adalah hadits
yang sanadnya sahih dan bersambung hingga sampai kepada sumbernya tetapi
kandungannya memberikan pengertian zhanni dan tidak sampai kepada qhat’i atau
yakin.
Berdasarkan pengertian sebelumnya maka bisa disimpulkan bahwa hadits ahad
meupakan hadits yang perawinya tidak mencapai jumlah hadits mutawatir namun
tetap memiliki sanad yang bersambung hingga kepada sumbernya.
Hadits Mutawatir terbagi tiga bagian, yaitu:
 Hadits Masyhur: Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh 3 perowi atau lebih di
setiap thobaqohnya dan tidak sampai batas mutawatir. Para ulama fiqih juga
menamai hadits masyhur dengan nama “Al-Mustafidl” yaitu suatu hadits yang
mempunyai jalan terbatas lebih dari dua dan tidak sampai pada batas mutawatir.

5
 Hadits Aziz: Yaitu hadits yang perawinya tidak kurang dari dua orang dalam
semua tingkatan thobaqoh.
 Hadits Gharib: Yaitu suatu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi
sendirian, atau oleh satu orang rawi saja di setiap thobaqoh

Contoh hadits ahad dalam konteks arsitektur:

‫ َح َّد َثَنا َم ْح ُم وُد ْبُن َغْياَل َن َح َّد َثَنا َأُبو َداُوَد َح َّد َثَنا اْلَحَس ُن ْبُن َأِبي َج ْع َفٍر َع ْن َأِبي الُّز َبْيِر َع ْن َأِبي الُّطَفْيِل َع ْن‬:٣٠٦ ‫سنن الترمذي‬
‫ُمَع اِذ ْبِن َجَبٍل َأَّن الَّنِبَّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َك اَن َيْسَتِح ُّب الَّص اَل َة ِفي اْلِح يَطاِن َقاَل َأُبو َداُوَد َيْع ِني اْلَبَس اِتيَن َقاَل َأُبو ِع يَس ى‬
‫َحِد يُث ُمَع اٍذ َحِد يٌث َغ ِر يٌب اَل َنْع ِرُفُه ِإاَّل ِم ْن َحِد يِث اْلَحَس ِن ْبِن َأِبي َج ْع َفٍر َو اْلَحَس ُن ْبُن َأِبي َج ْع َفٍر َقْد َض َّع َفُه َيْح َيى ْبُن َسِع يٍد‬
‫َو َغْيُر ُه َو َأُبو الُّز َبْيِر اْس ُم ُه ُمَحَّم ُد ْبُن ُم ْس ِلِم ْبِن َتْد ُر َس َو َأُبو الُّطَفْيِل اْس ُم ُه َعاِم ُر ْبُن َو اِثَلَة‬

Sunan Tirmidzi 306: telah menceritakan kepada kami [Mahmud bin Ghailan] berkata: telah
menceritakan kepada kami [Abu Daud] berkata: telah menceritakan kepada kami [Al Hasan
bin Abu Ja'far] dari [Abu Az Zubair] dari [Abu Ath Thufail] dari [Mu'adz bin Jabal] berkata:
"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam suka shalat di tempat yang dipagari." Abu Daud berkata:
"Yaitu di perkebunan." Abu Isa berkata: "Hadits Mu'adz ini derajatnya gharib, dan kami tidak
mengetahuinya kecuali dari hadits Al Hasan bin Abu Ja'far, sedangkan Al Hasan bin Abu
Ja'far telah dilemahkan oleh Yahya bin Sa'id dan yang lainnya. Abu Zubair namanya adalah
Muhammad bin Muslim bin Tadrus, dan Abu Tufail namanya adalah 'Amir bin Watsilah."

6
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hadits ditinjau dari segi kuatitas perawi di bagi menjadi 2, yaitu:
a. Hadits mutawattir Hadits mutawattir adalah hadits yang tidak hanya
diriwayatkan oleh satu orang saja melinkan banyak yang meriwayatkan dan semua
periwayat terkenal tidak akan berbohong dalam meriwyatkan suatu hadits.
1) Mutawattir lafdzi
2) Mutawattir maknawi
b. Hadits ahad Hadits yang perawinya tidak mencapai jumlah hadits mutawatir
namun tetap memiliki sanad yang bersambung hingga kepada sumbernya.
1) Hadits masyhur
2) Hadits aziz
3) Hadits gharib

7
DAFTAR PUSTAKA

DOZAN, Wely; TURMUZI, Muhamad; SUGITANATA, Arif. KONSEP SANAD


DALAM PERSPEKTIF ILMU HADITS (Telaah terhadap Kualitas dan Kuantitas Hadits
Nabi Muhammad Saw.). Jurnal El-Hikam, 2020, 13.2: 202-236.
KHOLIS, Nur. Pengantar Studi Al-Qur'an dan Al-Hadits. 2008.
AL-QATHTHAN, Syaikh Manna. Pengantar Studi Ilmu Hadits. Pustaka
AL kautsar, 2005.
Idri. Studi Hadits. Jakarta: Kencana, 2016.
Arifin, Tajul. Ulumul Hadits. Bandung: Gunung Djati Press, 2014.

Anda mungkin juga menyukai