Anda di halaman 1dari 14

RESUME ILMU HADIS

PEMBAGIAN HADIS

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6 (MPI D)
1. Kusnul Arifah (1920203201)
2. Nur Azizah (1930203049)
3. Diah Islamiyah (1930203117)
4. Okmiyudin (1930203149)

DOSEN PENGAMPU:
NYIMAS ATIKA, M.Pd

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN


PRODI MANAJEMAN PENDIDIKAN ISLAM
UIN RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2020
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan banyak bermunculan
penelitian tentang kajian keilmuan Islam, terutama dalam ilmu hadits
banyak sekali bahasan dalam ilmu hadits yang sangat menarik dan sangat
penting untuk dibahas dan dipelajari, terutama masalah ilmu hadits.
Sebagian orang bingung melihat jumlah pembagian hadits yang banyak
dan beragam. Tetapi kemudian kebingungan itu menjadi hilang setelah
melihat pembagian hadits yang ternyata dilihat dari berbagai tinjauan dan
berbagai segi pandangan, bukan hanya segi pandangan saja. Misalnya
hadits ditinjau dari segi kuantitas jumlah perawinya, hadits ditinjau dari
segi kualitas sanad dan matan. Untuk mengungkapkan tinjauan pembagian
hadits maka pada bahasan ini hnya akan membahas pembagian hadits dari
segi kuantitas dan segi kualitas hadist.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pembagian hadist yang ditinjau dari segi kuantitasnya?
2. Bagaimana pembagian hadist yang ditinjau dari segi kualitasnya?

C. Tujuan
1. Agar tau pembagian hadist berdasarkan segi kuantitasnya
2. Agar tau pembagian hadist berdasarkan segi kualitasnya
PEMBAHASAN
A. Hadist Ditinjau dari Segi Kuantitasnya
Ulama berbeda pendapat tentang pembagian hadist ditinjau dari segi
kuantitasnya. Maksud ditinjau dari segi kuantitasnya adalah menelusuri
jumlaj para parawi yang menjadi sumber adanya suatu hadist. Para ahli
ada yang mengelompokkan menjadi tiga bagian,yakni hadist mutawatir,
masyhur, dan ahad dan ada pula yang membaginya hamya menjadi dua,
yakni hadis mutawatir danahad.
Pendapat pertama yang menjadikan hadist masyhur berdiri
sendiri,tidak termasuk bagian dari hadist ahad, dianut oleh sebagian ukama
ushul,diantaranya adalah Abu Bakar Al-Jassas(305-370 H). Sedang ulama
golangan kedua diikuti oleh kebanyakkan ulama ushul dan ulama kalam,
menurut mereka,hadis masyhur bukan merupakan hadist yang berdiri
sendiri. Akan tetapi hanya bagian dari hadist ahad, mereka membagi hadist
menjadi dua(2) bagian, Mutawatir dan ahad.
1. Hadist Mutawatir
Mutawatir menurut bahasa berarti mutatabi yakni yang datang
berikutnya atau beriring-iringan yang antara satu dengan yang lain
tidak ada jaraknya. Sedangkan pengertian hadis mutawatir menurut
istilah terdapatbeberapa definisi.
“Hadist yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang menurut
adat mustahil mereka bersepakat terlebih dahuku untuk berdusta’’
‘’ Hadist yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang menurut
adat mustahil mereka bersepakat terlebih dahuluuntuk berdusta. Sejak
awal sanad sampai akhir sanad, pada setiap tingkat(Tabaqat)’’.
“Hadist yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang terhindar
dari kesepakatan mereka untuk berdusta (sejak awal sanad)sampai
akhir sanad dengan didasarkan pada macam indra”.
A. Syarat-syarat Hadist Mutawatir
Menurut ulama mutaakhirin, ahli ushyl, suara hadist dapat
ditetapkan sebagai hadist mutawatir, bila memenuhu syarat-syarat
sebagai berikut:
a. Diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi
Al-Qadhi Al-Baqillani menetapkan bahwa sejumlah perawihadist
agar bisa disebut hadist mutawatir tidak boleh berjumlah empat. Lebih
dari itu lebih baik. Ia menetapkan sekurang-kurangnya berjumlah 5
oraang, dengan mengqiyaskan dengan jumlah nabi yang mendapat
gelar Ulul Azmi.
Al-Isthakhary menetapkan yang paling baik minimal 10 orang ,
sebab jumlah 10 itu merupakan awal bilangan banyak.
Ada yang mengatakan bahwa jumlah perawi yang diperlukan
dalam hadist mutawatir minimal 40 orang. Berdasarkan firman Allah
SWT dalam QS. Al-Anfal(8):64. Saat ayat ini diturunkan jumlah umat
islam barumencapai 40 orang. Hal ini sesuai dengan hadist riwayat
Al-Thabrany dan Ibn’Abbas, ia berkata’’ Telah masukislam bersama
Rasulallah aebanyak 33 laki-laki dan 6 perempuan . kemudian ‘Umar
masuk islam, maka jadilah 40 orang islam.
Penentuan jumlah-jumlah terentu sebagaimana disebutkan diatas,
sebetulnya bukan merupakan hal yang prinsip, sebab persoalan pokok
yang dijadikan ukuran untuk menetapkan sedikit atau banyaknya
jumlah Hadist mutawatir tersebut bukan terbatas jumlah, tetapi diukur
pada tercapainya’ilmu Dharuri. Sekalipun jumlah perawinya tidak
banyak( tapi melebihi batas minimal 5 orang ), asalkan telah
memberikan keyakinan bahwa berita yang mereka sampaikan itu
bukan kebohongan, sudah dapat dimasukansebagai hadist Mutawatirr`

b. Adanya Keseimbangan Antar Perawi Pada Thabaqat Pertama


dengan Thabaqat Berikutnya
Jumlah perawi hadist mutawatir, antar Thabaqat (lapisan/tingkatan)
dengan thabaqat lainya harus seimbang. Dengan demikian , bila suatu
hadist diriwayatkan oleh 20 orang sahabat, kemudian diterima oleh 10
tabi’in dan selanjutnya hanya diterima oleh 5 tabi’in, ini tidak dapat
digolongkan sebagai hadiist mutawatir, sebab jumlah perawinya tidak
seimbang antara thabaqat pertama dengan thabaqat-thabaqat
seterusnya.

c. Berdasarkan Tanggapan Panca Indra


Bahwa berita yang mereka sampaikan itu harus benar-benar hasil
peendengaran atau penglihatanya sendiri. Oleh karena itu , bila berita
iotu merupkanhasil renungan, pemikiran atau rangkuman dari
peristiwa maka tidak dapat dikatakan hadis mutawatir`

B. Pembagian Hadist Mutawati


1. Mutawatir Lafzhi
Hadist mutawatir lafzhi ialah hadist yang berdasarkan lafaz dan
maknanya.
2. Mutawatir Ma’nawi
Hadist yang maknanya mutawatir tetapi lafaznya tidak.
3. Mutawatir Amali
Sesuatu yang diketahui dengan mudah , bahwa dia termasuk urusan
agama dan telah mutawatir antara ummat islam nahwa Nabi
Muhammad SAW. Mengerjakannya, menyuruhnya atau selain dari
itu, dan pengertian ini sesuai dengan ta’rif ijma’.

C. Nilai Hadist Mutawatir


Hadist mutawatir mempunyai nilai \ilmu dharuri( yhufid ila-‘ilmi l-
dharuri) yakni keharusan untuk menerima dan mengamalkanya sesuai
dengan yang diberikanoleh hadist mutawatir tersebut, hingga
membawa kepada keyakinan yang pasti`
2. Hadist Ahad
Al-ahad jama’ dari ahad menurut bahasa berarti al-wahid atau
satu. Dengan demikian khabar wahid adalah suatu beriita yang
disampaikan oleh satu orang` sedangkan ysng dimaksud dengan hadist
ahad mennurut istilah banyak didefinisikan para ulama
“ khabar yang jumlah perawinyatidak mencaoai batasan jjumlah
perawi hatis mutawatir, baik perawi itu satu,dua,tiga dan
seterusnyayang tidak memberikan pengertian bahwa jumlah perawi
tersebut tidak sampa kepada jumlah perawi hadist mutawatir”

A. Pembagian Hadist Ahad


Ulama ahli secara garis besarnya membagi hadist ahad menjadi
dua, yaitu:
1). Hadist masyhur
Masyhur menurut bahasa , ialah al-intisyar wa al-dzuyu’
sesutu yang sudah tersebar dan populer. Sedangkan menrut
istilah
“Hadist yang meriwayatkan dari sahabat, tetapi bilangannya
tidak sampai ukuran bilang mutawatir, kemudian baru mutawatir
setelah sahabat dan demikian pula setelah mereka”
Macam-macam hadist masyhur antara lain ;
1. Masyhur dikalangan ahli hadist
2. Masyhur dikalangan ulama ahli hadist
3. Masyhur dikalangan ahli Fiqh
4. Masyhur dikalangan ahli Ushul Fiqh
5. Masyhur di kalanngan ahli sufi
6. Masyhur di kalangan ulama-ulama Arab
7. Dan masih banyak hadis-hadist yang kemashyuranya
dikalangan tertentu.
2). Hadist Ghair Masyhur
Hadist Ghair Masyhur ini oleh ulama ahli hadist digolongkan
menjadi dua, yaitu:
a. Hadist ‘Aziz
‘Aziz nisa berasal dari ‘Azza-ya’iizzu yang artinya la
yakkadu yujadu atau qalla wa nadar ( sedikit atau jarang
adaya ) dan bisa berasal dari azza ya’azzu berarti qawiya
(kuat).
Sedangkan aziz menurut istilah
“Hadist yang perawinya tidak kurang dari dua orang dalam
semua tabaqat sanad”.
Lebih lanjut definisi tersebut dijelaskan oleh Mahmud
AL-Thahhan , bahwa sekalipun dalam sebagian thabaqat
terdapat perawinya tiga orang atau lebih, tidak ada
masalah , asalkan dari sekian thabaqat terdapat satu
thabaqat yang jumlah perawinya hanya dua orang.
b. Hadist gharib
Gharib menurut bahasa berarti al-
munfarid( menyenndiri) atau al-ba’id an aqaribhihi ( jauh
dari karabatnya).
Ulama ahli hadist mendefinisikan hadist gharib ialah
“Hadist yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang
menyendiri dalam meriwayatkanya,baik yang mennyendiri
itu imamnya maupun lainnya”.
Dilihat dari bentuk penyendirianya maka hadist gharib
digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Gharib mutlak
2. Gharib nisbi
B. HADIS DITINJAU DARI SEGI KUALITASNYA
Hadist ini dibagi menjadi dua yaitu : 1) Hadist Mutawatir, 2)
Hadist Ahad sebagaimana telah dibicarakan pada sub di atas. Hadist
mutwatir memberikan pengertian kepada yaqin bi al-qath’I, bahawa Nabi
Muhammad SAW. Benar-benar bersabda, berbuat, atau menyatakan iqrar
(persetujua)-nya di hadapan para sahabat, berdasarkan sumber-sumber
yang banyak dan mustahil mereka bersama-sama sepakat berbuat dusta
kepada Rasulullah SAW. Dari persoalan inilah, para ulam ahli hadis
kemudian membagi hadis, ditinjau dari segi kualitasnya, menjadi dua,
yaitu hadis maqbul dan hadis mardud. (Munzier Suparta, Ilmu Hadis:
123)
1. Hadist Maqbul
Maqbul menurut bahsa berarti ma’khuz (yang diambil) dan
mushddaq (yang dibenarkan atau diterima). Sedangkan menurut
istilah adalah: “Hadist yang telah sempurna padanya, syarat-syarat
penerimaan”.(Munzier Suparta, Ilmu Hadis: 124)
2. Hadist Mardud
Mardud menurut bahasa berarti “yang ditolak” atau yang “tidak
diterima”. Sedangkan mardud menurut istilah ialah: “hadis yang tidak
memenuhi syarat-syarat atau sebagian syarat hadi maqbul”. (Munzier
Suparta, Ilmu Hadis: 125)
Menurut ibnu Taymiyah, ulama yang membagi hadis menjadi tiga
bagian ini mulai diperkenalkan oleh Abu Isa Al-Tirmidzi, karena ia
banyak meriwayatkan hadis dan memberikan keterangan periwayatan
dengan kata misalnya hadis “shalih hasan gharib”.

Lebih rincinya akan dijelaskan berikut ini :


A. Hadis Sahih
1. Pengertian Hadis Sahih
Sahih menurut bahasa lawan dari kata saqim (sakit). Kata sahih
juga telah menjadi kosakata bahasa Indonesia dengan arti “sah” benar,
sempurna sehat (tiada segalanya) pasti. Jadi dapat dismpulkan artinya
adalah “tidak diterima periwayatan suatu hadis kecuali yang
bersumber dari orang-orang yang tsiqqat, tidak diterima periwayatan
suatu hadis yang bersumber dari orang-orang yang bersumber dari
orang-orang yang tidak dikenal memiliki pengetahuan hadis, dusta,
mengikuti hawa nafsu, orang-orang yang ditolak kesaksiannya”.
(Munzier Suparta, Ilmu Hadis: 126)
1) Syarat-syarat Hadis Sahih
a. Sanadnya bersambung (ittishal al-sanad)
b. Perawinya adil
c. Perawinya dhabit
d. Tidak syadz (janggal)
e. Tidak berillat (ghair mu’allal)
2) Macam-macam Hadis Sahih
a. Shahih li dzatihi adala hadis yang memenuhi syarat-
syarat atau sifat-sifat hadis maqbul secara sempurna,
yaitu syarat-syarat yang lima sebagimana tersebut di
atas.
b. Shahih li ghairihi adalah hadis yang tidak memenuhi
secara sempurna syarat-syarat tertinggi dari sifat sebuah
hadis maqbul.

B. Hadis Hasan
1. Pengertian Hadis Hasan
Hasan menurut bahasa berarti (sesuatu yang disenangi dan
dicondongi oleh nafsu). Sedangkan menurut istilah, para ulama
berbeda pendapat dalam mendefinisikan hadis hasan ini. Perbedaan
pendapat ini terjadi disebabkan di antara mereka ada yang
menggolongkan hadis hasan sebagai hadis yang menduduki posisi di
antara hadis sahih dan hadis dha’if yang dapat dijadikan hujjah.
(Munzier Suparta, Ilmu Hadis: 141)
1) Syarat-syarat Hadis Hasan
Secara rinci syarat-syarat hadis hasan sebagai berikut :
a. Sanadnya bersambung
b. Perawinya adil
c. Perawinya dhabit, tetapi kualitasnya ke-dhabit-annya di
bawah ke-dhabit-an perawi hadis shalih
d. Tidak terdapat kejanggalan atau syadz, dan
e. Tidak ber’illat.
2) Macam-macam Hadis Hasan
a. Hadis Hasan Li Dzatih adalah hadis yang sanadnya
bersambung dengan periwayatan yang adil, dhabit
meskipun tidak sempurna, dari awal sanad hingga akhir
sanad tanpa ada keganjilan dan cacat yang merusak.
b. Hasan Li Ghairihi adalah secara singkat, hasan li
ghairihi ini terjadi dari hadis dha’if jika banyak
periwayatannya, sementara para perawinya tidak
diketahui keahliannya dalam meriwayatkan hadis.

C. Hadis Dha’if
1. Pengertian Hadis Dha’if
Secara bahasa berarti hadis yang lemah atau hadis yang tidak kuat.
Secara istilah, para ulama terdapat perbedaan rumusan dalam
mendefinisikan hadis dha’if ini. Akan tetapi pada dasarnya, isi dan
maksudnya tidak berbeda.
2. Sebab-sebab Hadis Dha’if Tertolak
Para ahli hadis mengemukakan sebab-sebab tertolaknya
hadis ini bisa dilihat dari dua jurusan antara lain :
a. Sanad Hadis
Dari sisi sanad hadis ini diperinci ke dalam dua bagian:
1. Ada kecacatan pada para perawinya baik meliputi
keadilannya maupun kedhabitannya, yang diuraikan
dalam 10 macam:
a) Dusta
b) Tertuduh dusta
c) Fasiq
d) Banyak salah
e) Lengah dalam menghafal
f) Banyak wahamnya
g) Menyalahi riwayat yang lebih tsiqqah atau dipercaya
h) Tidak diketahui identitasnya
i) Penganut bid’ah
j) Tidak baik hafalannya
2. Sanadnya tidak bersambung
a) Gugur pada sanat pertama
b) Gugur pada sanad terakhir (sahabat)
c) Gugur dua orang rawi atau lebih secara berurutan
d) Jika rawinya yang digugurkan tidak berturut-turut
disebut hadis munqhati
b. Matan Hadis
a) Hadis Mauquf
b) Hadis Maqthu

3. Macam-macam Hadis Dha’if


Berdasarkan sebaba-sebab di atas, maka macam-macam hadis
dha’if ini dikelompokkam sebagai berikut.
a. Pada Sanad
1. Dha’if karena tidak bersambung sanadnya
a) Hadis Munqhati
b) Mu’allaq
c) Hadis Mursal
d) Hadis Mu’dhal
e) Hadis Mudallas
2. Dha’if karena tiadanya syarat adil
a) Al-Maudhu
b) Hadis Matruk dan Hadis Munkar
3. Dha’if Karena Tiadanya Dhabit
a) Mudraj
b) Hadis Maqlub
c) Hadis Mudhtharib
d) Hadis Mushahhaf dan Muharraf
4. Dhaif karena kejanggalan dan kecacatan
a) Hadis Syadz
b) Hadis Mu’allal
5. Dha’if Dari Segi Matan
1. Hadis Maufuq
2. Hadis Maqthu

Sebagaimana hadis mauquf, hadis maqthu dilihat dari segi


sandarannya adalah hadis yang lemah yang karenannya tidak dapat
dijadikan hujjah. Diantara para ulama ada yang menyebut hadis
mauquf dan hadis maqthu ini dengan al-atsar dan al-khabar.
a. Kemungkinan Hadis Dha’if Menjadi Hasan
Hadis dha’if bisa naik derajatnya menjadi hadis hasan bila satu
riwayatnya dengan yang lainnya sama-sama saling menguatkan.
Akan tetapi ketentuan ini tidak bersifat muthlaq.
Ketentuan ini berlaku hanya bagi para perawi yang lemah
hafalannya, akan tetapi kemudian ada hadis dha’if lain yang
diriwayatkan oleh perawi yang sederajat pula. (Munzier Suparta,
Ilmu Hadis: 171-172)
b. Penerimaan dan Pengalaman Hadis Dha’if
Hadis dha’if ada kalanya tidak bisa ditolerir kedhaifannya,
misalnya karena ke-maudhu”an-nya, ada juga yang bisa tertutupi
kedhaifannya (karena ada factor lainnya). Al-qasimy memaparkan
pendapat-pendapat ulama hadis yang lain entang penerimaan
terhadap hadis dha’if ini, yang juga tidak jauh beda dengan
pemaparan di atas. Misalnya, ia mengutip pendapat Ibnu Shalah
bahwa ia sendiri dalam kitabnya yang biasa dikenal “Muqaddimah
Ibnu Al-Shalah” tidak banyak mengulas tentang hal ini, selain kata
“Hendaknya tentang fadha’il dan semisalnya.”
KESIMPULAN

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pembagian


hadis adalah suatu proses, cara atau perbuatan membagi hadis menjadi
beberapa bagian dengan tujuan memisahkan atau mengklasifikasikan suatu
hadis dengan hadis lain berdasarkan sanad, matan serta perawinya.

Anda mungkin juga menyukai