Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Hadits atau yang disebut dengan sunnah, adalah segala sesuatu yang
bersumber atau disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa
perkataan, perbuatan atau taqrirnya. Sebagai sumber ajaran Islam setelah Al-
Qur'an, sejarah perjalanan Hadits tidak terpisahkan dari sejarah perjalanan Islam
itu sendiri. Akan tetapi, dalam beberapa hal terdapat ciri-ciri tertentu yang
spesifik, sehingga dalam mempelajarinya diperlukan pendekatan khusus.
Hadis dapat disebut sumber hukum Islam ke-dua setelah Al-Qur’an karena,
hadis diriwayatkan oleh para perawi dengan sangat hati-hati dan teliti,
sebagaimana sabda Nabi s.a.w. :
“Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka tempatnya dalam
neraka disediakan”
Tidak seperti Al-Qur'an, dalam penerimaan Hadits dari Nabi Muhammad
SAW banyak mengandalkan hafalan para sahabatnya, dan hanya sebagian saja
yang ditulis oleh mereka. Penulisan itupun hanya bersifat dan untuk kepentingan
pribadi. Dengan demikian, Hadits-hadits yang ada pada para sahabat, yang
kemudian diterima oleh para tabi'in, memungkinkan ditemukan adanya redaksi
yang berbeda-beda. Sebab ada yang meriwayatkannya sesuai atau sama benar
dengan lafadz yang diterima dari Nabi SAW, dan ada yang hanya sesuai makna
atau maksudnya saja, sedangkan redaksinya tidak sama.
Atas dasar itulah, maka dalam menerima suatu Hadits, langkah yang harus
dilakukan adalah dengan meneliti siapa pembawa Hadits itu (disandarkan kepada
siapa Hadits itu), untuk mengetahui apakah Hadits itu patut kita ikuti atau kita
tinggalkan. Oleh karena untuk memahami Hadits secara universal, diantara
beberapa jalan, salah satu diantaranya adalah dengan melihat Hadits dari segi
kuantitas atau jumlah banyaknya pembawa Hadits (Sanad) itu.

1
B. Rumusan Masalah
1. Ada berapa kelompokkah Hadits itu bila ditinjau dari segi kuantitas
sanadnya ?
2. Bagaimana pengertian hadits mutawir dan hadits ahad?
3. Bagaimanakah kedudukan hadits mutawatir dan hadits ahad ?
4. Bagaimanakah perbedaan hadits mutawatir dan hadits ahad?

C.Tujuan
1. Mengetahui ada berapa kelompok hadist bila ditinjau dari segi kuantitas
sanadnya.

2. Mengetahui pengertian hadits mutawatir dan hadits ahad.


3. Mengetahui kedudukan hadits mutawatir dan hadits ahad.
4. Mengetahui perbedaan hadits mutawatir dan ahad.

2
BAB II

PEMBAHASAN

Kuantitas hadis disini yaitu dari segi jumlah orang yang meriwayatkan
suatu hadis atau dari segi jumlah sanadnya. Jumhur (mayoritas) ulama membagi
hadis secara garis besar menjadi dua macam, yaitu hadis mutawatir dan hadis
ahad , disamping pembagian lain yang diikuti oleh sebagian para ulama, yaitu
pembagian menjadi tiga macam yaitu: hadis mutawatir , hadis masyhur (hadis
mustafidh) dan hadis ahad .

A. HADITS MUTAWATIR

1. Pengertian Hadis Mutawatir

Dari segi bahasa, mutawatir, berarti sesuatu yang datang secara beriringan
tanpa diselangai antara satu sama lain. Adapun dari segi istilah yaitu Hadis yang
diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta
dari sejumlah rawi yang semisal mereka dan seterusnya sampai akhir sanad. Dan
sanadnya mereka adalah pancaindra.

Berdasarkan definisinya ada 4 kriteria hadis mutawatir, yaitu sebagai berikut :

 Diriwayatkan Sejumlah Orang Banyak


Para perawi hadis mutawatir syaratnya harus berjumlah banyak. Para
ulama berbeda pendapat tentang jumlah banyak pada para perawi hadis
tersebut dan tidak ada pembatasan yang tetap. Di antara mereka
berpendapat 4 orang, 5 orang, 10 orang, 40 orang, 70 orang bahkan ada
yang berpendapat 300 orang lebih. Namun, pendapat yang terpilih
minimal 10 orang seperti pendapat Al-Ishthikhari.

 Adanya Jumlah Banyak Pada Seluruh Tingkatan Sanad


Jumlah banyak orang pada setiap tingkatan (thabaqat) sanad dari awal
sampai akhir sanad. Jika jumlah banyak tersebut hanya pada sebagian
sanad saja maka tidak dinamakan mutawatir , tatapi dinamakan ahad atau
wahid.

 Mustahil Bersepakat Bohong


antara alasan pengingkar sunnah dalam penolakan mutawatir adalah Di
pencapaian jumlah banyak tidak menjamin dihukumi mutawatir karena
dimungkinkan adanya kesepakatan berbohong.

3
 Sandaran Berita Itu Pada Pancaindra
Maksud sandaran pancaindra adalah berita itu didengar dengan telinga
atau dilihat dengan mata dan disentuh dengan kulit, tidak disandarkan
pada logika atau akal seperti tentang sifat barunya alam, berdasarkan
kaedah logika; Setiap yang baru itu berubah (Kullu hadis in
mutghayyirun). Alam berubah (al-alamu mutaghayyirun). Jika demikian,
Alam adalah baru (al-alamu hadis un). Baru artinya sesuatu yang
diciptakan bukan wujud dengan sendirinya. Jika berita hadis itu logis,
maka tidak mutawatir .

2. Pembagian Hadis Mutawatir

Sebagian jumhur ulama menyebutkan Hadis Mutawatir ada 3 yaitu :

a) Hadis Mutawatir Lafdhi

Hadis mutawatir lafdhi adalah mutawatir dengan susunan redaksi yang persis
sama. Dengan demikian garis besar serta perincian maknanya tentu sama pula,
juga dipandang sebagai hadis mutawatir lafdhi, hadis mutawatir dengan susunan
sedikit berbeda, karena sebagian digunakan kata-kata muradifnya (kata-kata yang
berbeda tetapi jelas sama makna atau maksudnya). Sehingga garis besar dan
perincian makna hadis itu tetap sama.Contoh hadis mutawatir lafdhi :

)‫من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار (البخارى‬


“Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah ia
menduduki tempat di neraka. (HR. Bukhori)

b) Hadis Mutawatir Maknawi


Hadis mutawatir maknawi adalah hadis mutawatir dengan makna umum yang
sama, walaupun berbeda redaksinya dan berbeda perincian maknanya. Dengan
kata lain, hadis-hadis yang banyak itu, kendati berbeda redaksi dan perincian
maknanya, menyatu kepada makna umum yang sama.
Jumlah hadis-hadis yang termasuk hadis mutawatir maknawi jauh lebih
banyak dari hadis-hadis yang termasuk hadis mutawatir lafdhi.
‫المتواتر المعنوي هو ماتواتر معناه دون لفطه‬
Hadits Mutawatir Ma'nawi adalah Hadits yang Mutawatir maknanya bukan
lafadznya.

4
Contoh dari Hadits Mutawatir Ma'nawi tersebut adalah :
‫م يده حتى رؤي بياض ابطيه فى شيئ من دعائه إال فى اإلستسفاء‬.‫ما رفع ص‬
(‫)متفق عليه‬
“Nabi SAW tidak mengangkat kedua tangannya dalam berdo'a selain dalam
shalat istisqa dan beliau mengangkat tangannya hingga tampak putih kedua
ketiaknya.”

c) Hadis Mutawatir ‘Amali

Hadis mutawatir ‘amali adalah hadis mutawatir yang menyangkut perbuatan


Rasulullah SAW, yang disaksikan dan ditiru tanpa perbedaan oleh orang banyak,
untuk kemudian juga dicontoh dan diperbuat tanpa perbedaan oleh orang banyak
pada generasi-generasi berikutnya. Contoh : Hadis-hadis Nabi tentang waktu
shalat, tentang jumlah rakaat shalat wajib, adanya shalat Id, adanya shalat jenazah,
dan sebagainya.

Segala macam amal ibadah yang dipraktekkan secara sama oleh umat Islam atau
disepakati oleh para ulama, termasuk dalam kelompok hadis mutawatir ‘amali.
Seperti hadis mutawatir maknawi, jumlah hadis mutawatir ‘amali cukup banyak.
Diantaranya, shalat janazah, shalat ‘ied, dan kadar zakat harta.

3. Kedudukan Hadis Mutawatir

Seperti telah disinggung, hadis-hadis yang termasuk kelompok hadis


mutawatir adalah hadis-hadis yang pasti berasal dari Rasulullah SAW. Para
ulama menegaskan bahwa hadis mutawatir membuahkan “ilmu qath’i”
(pengetahuan yang pasti), yakni pengetahuan yang pasti bahwa perkataan,
perbuatan atau persetujuan berasal dari Rasulullah SAW.

Para ulama juga biasa menegaskan bahwa hadis mutawatir membuahkan


“ilmu dharuri” (pengetahuan yang sangat mendesak untuk diyakini atau dipastikan
kebenarannya), yakni pengetahuan yang tidak dapat tidak harus diterima bahwa
perkataan, perbuatan, atau persetujuan yang disampaikan oleh hadis itu benar-
benar perkataan, perbuatan, atau persetujuan Rasulullah SAW.

Taraf kepastian bahwa hadis mutawatir itu sungguh-sungguh berasal dari


Rasulullah SAW, adalah penuh dengan kata lain kepastiannya itu mencapai
seratus persen. Oleh karena itu, kedudukan hadis mutawatir sebagai sumber ajaran
Islam tinggi sekali. Menolak hadis mutawatir sebagai sumber ajaran Islam sama
halnya dengan menolak kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah.
Kedudukan hadis mutawatir sebagai sumber ajaran Islam lebih tinggi dari
kedudukan hadis ahad .

5
B. HADITS AHAD

1. Pengertian Hadits Ahad

Ahad (baca: aahaad) menurut bahasa adalah kata jamak dari waahid atau
ahad . Bila waahid atau ahad berarti satu, maka aahaad, sebagai jamaknya, berarti
satu-satu. Hadist ahad menurut bahasa berarti hadist satu-satu. Sebagaimana
halnya dengan pengertian hadist mutawatir , maka pengertian hadist ahad ,
menurut bahasa terasa belum jelas. Oleh karena itu, ada batasan yang diberikan
oleh ulama batasan hadist ahad antara lain berbunyi: hadist ahad adalah hadist
yang para rawinya tidak mencapai jumlah rawi hadist mutawatir , baik rawinya itu
satu, dua, tiga, empat, lima atau seterusnya, tetapi jumlahnya tidak memberi
pengertian bahwa hadist dengan jumlah rawi tersebut masuk dalam kelompok
hadist mutawatir , atau dengan kata lain Hadis Ahad adalah hadis yang tidak
mencapai derajat mutawatir.

2. Pembagian Hadits Ahad

a) Hadist Masyhur

Masyhur menurut bahasa berarti yang sudah tersebar atau yang sudah
populer. Mustafidah menurut bahasa juga berarti yang telah tersebar atau tersiar.
Jadi menurut bahasa hadist masyhur dan hadist mustafidah sama-sama berarti
hadist yang sudah tersebar atau tersiar. Atas dasar kesamaan dalam pengertian
bahasa para ulama juga memandang hadist masyhur dan hadist mustafidah sama
dalam pengartian istilah ilmu hadist yaitu: hadist yang diriwayatkan oleh tiga
orang rawi atau lebih, dan beliau mencapai derajat hadist mutawatir . Sedangkan
batasan tersebut, jumlah rawi hadist masyhur (hadist mustafidah) pada setiap
tingkatan tidak kurang dari tiga orang, dan bila lebih dari tiga orang, maka jumlah
itu belum mencapai jumlah rawi hadist mutawatir .
Adapun contoh dari Hadits Masyhur tersebut adalah :
)‫إنما األعمال بالنيات وإنما لكل امرء ما نوى (متفق عليه‬
Hanyasanya amal-amal itu dengan niat dan hanya bagi tiap-tiap seseorang itu
memperoleh apa yang ia niatkan (Muttafaqun Alaihi)

6
b) Hadist ‘Aziz

Aziz menurut bahasa, berarti: yang mulai atau yang kuat dan juga berarti
jarang. Hadist ‘aziz menurut bahasa berarti hadist yang mulia atau hadist yang
kuat atau hadist yang jarang, karena memang hadist ‘aziz itu jarang adanya. Para
ulama memberikan batasan sebagai berikut: hadist ‘aziz adalah hadist yang
diriwayatkan oleh dua orang rawi, kendati dua rawi itu pada satu tingkatan saja,
dan setelah itu diriwayatkan oleh banyak rawi.

Berdasarkan batasan di atas, dapat dipahami bahwa bila suatu hadist pada
tingkatan pertama diriwayatkan oleh dua orang dan setelah itu diriwayatkan oleh
lebih dari dua rawi maka hadist itu tetap saja dipandang sebagai hadist yang
diriwayatkan oleh dua orang rawi, dan karena itu termasuk hadist ‘aziz.

Contoh 1 : Hadits 'Aziz pada thabaqah pertama

‫ نحن اال خ}}رون فى ال}}د ني}}ا اس}}ا‬: ‫قال رسول هللا ص}}لي هللا علي}}ه و س}َلم‬
)‫بقون يوم القيامة (عن حذ يفة وأبو هريرة‬
Artinya: “Rasulullah SAW. Bersabda, “ Kita adalah orang-orang yang paling
akhir (di dunia) dan yang paling terdahulu dihari kiamat.” (HR. Hudzaifah dan
Abu Hurairah).
Hadits tersebut diriwayatkan oleh dua orang sahabat (thabaqah) pertama
yakni Hudzaifah Ibn al-Yaman dan Abu Hurairah. Hadits tersebut pada thabaqah
kedua sudah menjadi masyhur sebab melalui periwayatan Abu Hurairah. Hadits
tersebut diriwayatkan oleh tujuh orang, yaitu Abu Salamah, Abu Hazim, Thawus,
al-'Araj, Abu Shalih, Humam dan Abd al-Rahman.

Contoh 2 : Hadits 'Aziz pada thabaqah kedua

‫ال يؤمن احدكم حىت اكون احب إليه من نفسه ووالده وولده والناس امجعني‬

)‫(متفق عليه‬
Tidak sempurna iman salah seorang darimu sehingga aku lebih dicintainya dari
pada ia mencintai dirinya sendiri, orang tuanya, anak-anaknya dan manusia
seluruhnya (Muttafaqun 'Alihi)
c) Hadist Gharib

7
Gharib, menurut bahasa berarti jauh, terpisah, atau menyendiri dari yang lain.
Hadist gharib menurut bahasa berarti hadist yang terpisah atau menyendiri dari
yang lain. Para ulama memberikan batasan sebagai berikut: hadist gharib adalah
hadist yang diriwayatkan oleh satu orang rawi (sendirian) pada tingkatan maupun
dalam sanad. Dari segi istilah ialah Hadis yang berdiri sendiri seorang perawi di
mana saja tingkatan (thabaqah) dari pada beberapa tingkatan sanad.

Berdasarkan batasan tersebut, maka bila suatu hadist hanya diriwayatkan oleh
seorang sahabat Nabi dan baru pada tingkatan berikutnya diriwayatkan oleh
banyak rawi, hadist tersebut tetap dipandang sebagai hadist gharib.

Contoh hadist gharib itu antara lain adalah hadist berikut:

‫ انما ا العمال با النيات و‬:‫ سمعت سول هللا صلى هللا عليه و سلم يقول‬:‫عن عمر ابن الخطاب ضىاهلل عنه قال‬
‫انما لكل امرئ ما نوى‬
) ‫(رواه البخارى و مسلم و غير هما‬
Artinya: “Dari Umar bin Khattab, katanya, aku mendengar Rasulullah SAW.
Bersabda, “Sesungguhnya amal perbuatan itu hanya (memperoleh) apa yang
diniatkan.”(HR Bukhari, Muslim, dan lain-lain.

3. Kedudukan Hadits Ahad

Bila hadits mutawatir dapat dipastikan sepenuhnya berasal dari Rasulullah


SAW, maka tidak demikian hadist ahad . Hadist ahad tidak pasti berasal dari
Rasulullah SAW, tetapi diduga ( zhanni dan mazhnun) berasal dari beliau.
Dengan ungkapan lain dapat dikatakan bahwa hadist ahad mungkin benar berasal
dari Rasulullah SAW, dan mungkin pula tidak benar berasal dari beliau.

Karena hadist ahad itu tidak pasti (hgairu qath’i atau ghairu maqthu’), tetapi
diduga (zhanni atau mazhnun) berasal dari Rasulullah SAW, maka kedudukan
hadist ahad , sebagai sumber ajaran Islam, berada dibawah kedudukan hadist
mutawatir . Lain berarti bahwa bila suatu hadist, yang termasuk kelompok hadist
ahad , bertentangan isinya dengan hadist mutawatir , maka hadist tersebut harus
ditolak.

8
C. Perbedaan Hadis Mutawatir dengan Hadis Ahad.
 Dari segi jumlah rawi, hadis mutawatir diriwayatkan oleh para perawi
yang jumlahnya sangat banyak pada setiap tingkatan sehingga menurut
adat kebiasaan, mustahil mereka sepakat untuk berdusta, sedangkan hadsi
ahad diriwayatkan oleh para rawi dalam jumlah yang menurut adat
kebiasaan nasih memungkinkan mereka untuk sepakat berdusta.
 Dari segi pengetahuan yang dihasilkan, hadis mutawatir menghasilkan
ilmu qat’i (pasti) atau ilmu daruri (mendesak untuk diyakini) bahwa Hadist
itu sungguh-sungguh dari Rasulullah, sehingga dapat dipastikan
kebenarannya, sedangkan hadis ahad menghasilkan ilmu zanni(bersifat
dugaan), bahwa hadis itu berasal dari Rasulullah SAW. Sehingga
kebenarannya masih berupa dugaan pula.
 Dari segi kedudukan, hadis mutawatir sebagai sumber ajaran agama
Islam memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari pada hadis ahad.
Sedangkan kedudukan hadis ahad sebagai sumber ajaran Islam berada di
bawah kedudukan hadis mutawatir.
 Dari segi kebenaran keterangan matan, dapat ditegaskan bahwa
keterangan matan hadis mutawatir mustahiol bertentangan dengan
keterangan ayat dalam Al-Qur’an, sedangkan keterangan matan hadis ahad
mungkin saja (tidak mustahil) bertentangan dengan keterangan ayat Al-
Qur’an. Bila dijumpai Hadist-hadist dalam kelompok Hadist ahad yang
keterangan matan Hadistnya bertentangan dengan keterangan ayat Al-
Qur’an, maka Hadist-hadist tersebut tidak berasal dari Rasulullah.
Mustahil Rasulullah mengajarkan ajaran yang bertentangan dengan ajaran
yang terkandung dalam Al-Qur’an.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hadist di tinjau dari kuantitasnya adalah dilihat dari sanadnya yaitu ada dua
yakni Hadits Mutawatir dan Hadits ahad
 Hadits Mutawatir yang memberikan faedah qat'i (yakin), wajib diamalkan
tanpa ragu-ragu, baik dalam masalah aqidah/keimanan maupun dalam
bidang amaliyah, yakni baik mengenai ubudiyah maupun mu'amalah.
 Hadits Ahad memberikan faedah dhanni wajib diamalkan, baik dalam
bidang amaliah, masalah-masalah ubudiyah maupun masalah-masalah
mu'amalah, tidak di dalam bidang aqidah/keimanan, karena keimanan
atau keyakinan harus ditegakkan atas dasar atau dalil yang qat'i,
sedangkan Hadits Ahad hanya memberikan faedah dhanni.

B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini maupun dalam penyajiaanya kami selaku
manusia biasa menyadari adanya beberapa kesalahan oleh karena itu kami
mengharapkan kritk maupun saran bagi kami yang brsifat membantu agar kami
tidak melakukan kesalahan yang sama dalam penyusunan mkalah yang akan
datang .

10
DAFTAR PUSTAKA

hanumsyafa.wordpress.com/.../makalah-klasifikasi

11

Anda mungkin juga menyukai