Anda di halaman 1dari 24

Sanad pertama untuk kita : kuttubu sitah yaitu bukhari,

muslim, an – nasa’i, abu dawud, at tirmidzi, ibnu majah ,


ahmad
HADIS DAN SUNNAH = OREN TUA

SANAD, MATAN, RAWI : PINK MUDA

HADIS MUTTAWATIR DAN HADIS AHAD : IJO MUDA

HADIS SHAHIH, HASAN, DHOIF ; KUNING

 Hadits dhaif karena gugurnya rawi/pengguguran sanadnya = Hadits


Mursal, Hadits Munqathi’, Hadits Mu’dhal, Hadits mu’allaq
 hadis dhaif karena cacat keadilan rawinya = Hadits matruk atau hadits
mathruh, Hadits Mubham, Hadits Majhul
 Hadits Dhaif Karena Cacat Kedhabitan Perawinya = Hadits Munkar,
Hadits Mu’allal, Hadits mudraj, Hadits Maqlub, Hadits Mudhtharib, Hadits
Mushahhaf, Hadits Syadz

HADIS MAUDHU

Klasifikasi Hadits ditinjau dari sumber beritanya : HADITS QUDSI , HADITS


MARFU, HADITS MAUQUF, HADITS MAQTHU’

Klasifikasi hadis ditinjau dari persambungan sanad : HADIS MUTTASIL DAN


HADIS MUSNAD

TAHAMUL WAL ADA = PINK TUA

KLASIFIKASI HADITS DITINJAU DARI SANAD DAN CARA PENYAMPAIANNYA:


HADIS MU’AN’AN, HADIS MU’ANNAN, MUSALSAL, DAN ALY NAZIL
Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu
yang dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu
yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada
orang lain.
Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW,
baik itu ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Berikut ini adalah
penjelasan mengenai ucapan, perbuatan, dan perkataan.
Hadis dibagi menjadi 3 :
1. Hadits Qauliyah ( ucapan) yaitu hadits hadits Rasulullah SAW, yang
diucapkannya dalam berbagai tujuan dan persuaian (situasi).
2. Hadits Fi’liyah  yaitu perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad SAW,
seperti  pekerjaan melakukan shalat lima waktu dengan tatacaranya dan
rukun-rukunnya, pekerjaan menunaikan ibadah hajinya dan pekerjaannya
mengadili dengan satu saksi dan sumpah dari pihak penuduh.
3. Hadits Taqririyah yaitu perbuatan sebagian para sahabat Nabi yang telah
diikrarkan oleh Nabi SAW, baik perbuatan itu berbentuk ucapan atau
perbuatan, sedangkan ikrar itu adakalanya dengan cara mendiamkannya,
dan atau melahirkan anggapan baik terhadap perbuatan itu, sehingga
dengan adanya ikrar dan persetujuan itu. 
kata Sunnah secara bahasa berarti jalan, aturan, cara berbuat. Sunnah
berarti kebiasaan, jalan yang diridhoi maupun tidak diridhoi. Kata Sunnah
dapat juga diartikan sebagai sebuah tradisi yang telah biasa dikerjakan, baik
terpuji maupun tercela.
Para ulama hadis berpendapat bahwa sunnah adalah segala perkataan,
perbuatan, ketetapan, sifat maupun perjalanan hidup yang bersumber dari
Nabi Muhammad Saw, baik yang terjadi sebelum maupun sesudah diangkat
menjadi Rasul.

Persamaannya, hadis dan sunnah sama-sama bersumber dari Nabi


Muhammad Saw. Hal ini agaknya yang mendasari ulama hadis berpendapat
bahwa hadis identik dengan sunnah. Sedangkan perbedaannya, hadis adalah
sebuah berita tentang suatu peristiwa yang bersumber dari Nabi Muhammad
saw, sedangkan sunnah adalah perbuatan yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad Saw secara terus menerus.
Khabar (‫ )الخبر‬secara bahasa berarti An-Naba’ (‫ )النبأ‬yang berarti kabar
atau berita. Adapun secara istilah khabar ini semakna dengan hadits sehingga
memiliki definisi yang sama dengan hadits.
Namun, menurut pendapat yang lain menyatakan bahwa khabar ini lebih
umum dari pada hadits. Sehingga definisi khabar adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan juga kepada selain
beliau.
Atsar (‫ )األثر‬secara bahasa berarti Baqiyyatu Asy-Syaii’ (‫ )بقية الشيء‬yang
berarti sisa dari sesuatu, atau jejak. Adapun secara istilah, atsar adalah :

Segala sesuatu yang disandarkan pada sahabat atau tabi’in.

Adakalanya atsar juga didefinisikan dengan segala sesuatu yang disandarkan


kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Namun biasanya penyebutannya
disandarkan dengan redaksi “dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam” sehingga
penyebutannya seperti ini : Dalam sebuah atsar dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam 

Sanad = Secara bahasa sanad (‫ )السند‬berarti sandaran. Secara istilah sanad


adalah Rangkaian para periwayat hadits yang menghubungkan sampai kepada
redaksi hadits. Dengan kata lain sanad adalah orang-orang yang meriwayatkan
hadits dari tingkatan sahabat hingga hadits itu sampai kepada kita.

Dalam hubungan dengan sanad, dikenal juga istilah Musnid, Musnad, Isnad .

musnid ialah orang yang menerangkan hadis dengan menyebutkan sanadnya.

Musnad ialah hadis yang disebutkan dengan diterangkan seluruh sanadnya


yang sampai kepada nabi saw.

Isnad ialah menerangkan atau menjelaskan sanadnya hadis ( jalan datangnya


hadis) atau jalan menyandarkan hadis.

Rawi : Rawi (‫ )الراوي‬adalah penyampai hadits atau periwayat hadits, baik


itu ia meriwayatkan melalui lisan maupun tulisan yang ia dengar langsung dari
gurunya. Rawi pertama adalah para sahabat dan rawi terakhir adalah orang
yang membukukannya, seperti Imam Bukhari , Imam Muslim, Imam Ahmad
dan lain-lain
Matan : Secara bahasa, matan (‫ )المتن‬berarti tanah yang keras dan tinggi.
Sedangkan secara istilah adalah Kalimat setelah berakhirnya sanad suatu
hadits.
Dalam artian, apabila rantai sanad telah disebutkan maka setelah itu
adalah matannya. Atau dengan kata lain, matan adalah redaksi hadits itu
sendiri.

KLASIFIKASI HADITS DITINJAU KUANTITAS RAWINYA

Hadis muttawatir secara kebahasaan adalah isim fail dari kata al-tawatur,
yang berarti at-tatabuk, yaitu berturut-turut. Menurut istilah ulama hadis,
mutawatir berarti Hadis yang diriwayatkan oleh orang banyak yang mustahil
menurut adat bahwa mereka bersepakat untuk berbuat dusta.”
Dari defenisi di tsb dapat disimpulkan bahwa hadis mutawatir adalah hadis
yang memiliki sanad yang pada setiap tingkatannya terdiri atas perawi yang
banyak dengan jumlah yang menurut hukum adat atau akal tidak mungkin
bersepakat untuk melakukan kebohongan terhadap hadis yang mereka
riwayatkan tersebut.

Ciri ciri/kriteria hadis muttawatir :

1.     Jumlah perawinya harus banyak. Para ulama berbeda pendapat dalam


menentukan jumlah jumlah minimalnya dan menurut pendapat yang terpilih
minimalnya sepuluh perawi.
2.     Perawi yang banyak ini harus terpaut dalam semua thabaqat (generasi)
sanad.
3.     Secara rasional dan menurut kebiasaan (adat) para perawi-perawi
tersebut mustahil sepakat untuk berdusta.
4.     Sandaran beritanya adalah panca indera dan itu ditandai dengan kata-kata
yang digunakan dalam meriwayatkan sebuah hadis, seperti kata ‫ﺴﻤﻌﻧﺎ‬ (kami
telah mendengar), ‫ﺮﺍﻴﻧﺎ‬ (kami telah melihat), ‫ﻟﻤﺴﻧﺎ‬ (kami telah menyentuh) dan
lain sebagainya. Adapun jika sandaran beritanya adalah akal semata, seperti
pendapat tentang alam semesta yang bersifat hudus (baharu), maka hadis
tersebut tidak dinamakan mutawatir.
5. Pemberita-pemberita itu terdapat pada semua generasi yang sama
Jenis jenis hadis muttawatir
- Muttawatir lafzi : Mutawatir Lafzi adalah hadis mutawatir yang berkaitan
dengan lafal perkataan Nabi. Artinya perkataan Nabi diriwayatkan oleh orang
banyak kepada orang banyak, Suatu mutawatir dikatakan lafziah, bila redaksi
dan kandungan sunnah yang disampaikan oleh sekian banyak perawi tersebut
adalah sama benar.

- Muttawatir maknawi : Mutawatir Ma’nawi adalah hadis tentang perbuatan


Nabi saw, hadis-hadis itu berbeda redaksinya, namun semua pesan yang
terkandung masih mempunyai qadar musytarak (titik persamaan).

Hukum hadis muttawatir


Status dan hukum hadis mutawatir adalah qat’i al-wurud, yaitu pasti
kebenarannya dan menghasilkan ilmu yang durudy (pasti). Oleh karenanya,
adalah wajib bagi umat Islam untuk menerima dan mengamalkannya.

Hadits ahad, Kata ahad berarti satu, khabar al-wahid adalah khabar yang
diriwayatkan oleh satu orang. Menurut istilah ilmu hadis, hadis ahad berarti :
Hadis yang tidak memenuhi syarat mutawatir.

Macam macam hadits ahad :

a) Hadis Masyur
Secara bahasa, kata masyur adalah isim maf’ul dari syahara yang berarti
“al-zuhur” yaitu nyata. Sedangkan pengertian hadis masyur menurut istilah
ilmu hadis adalah : Hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih,
pada tiap tingkatan sanad, selama tidak sampai kepada tingkat mutawatir.
b) Hadis Aziz
Menurut bahasa adalah sama dengan asy-syarif atau al-qawiyyu, yaitu
yang mulia atau yang kuat. Sedangkan menurut pengertiannya adalah  Hadis
yang diriwayatkan oleh dua orang dari dua orang.
c) Hadis Garib
         Garib menurut bahasa adalah : (1) Ba’idun ‘anil wathani (yang jauh dari
tanah air) dan (2) Kalimat yang sukar dipahami. Adapun menurut istilah :Hadis
garib adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi. Penyendirian rawi
dalam meriwayatkan hadis itu dapat mengenai orangnya, yakni tidak ada orang
lain yang meriwayatkan selain rawi itu sendiri.
Perbedaan hadis muttawatir dan hadis ahad:
perbedaan antara hadits Mutawatir dan Hadita ahad hanya terletak pada
jumlah perawinya, bukan pada kuat atau dhoifnya kwalitas perawi. Karena
pembahasan tentang kwalitas rawi akan lebih lebar lagi. Sehingga jika ada
pertentangan hadits antara Mutawatir dan Ahad, tentunya akan dimenangkan
oleh Mutawatir, karena bebarapa alasan dan keunggulan yang telah kami
paparkan diatas.

KLASIFIKASI HADITS DITINJAU DARI KUALITAS RAWINYA


Hadits Shahih

Hadits shahih berasal dari kata ‫ الصحيخ‬yang artinya sehat atau tanpa
cacat. Jadi pengertian hadits shahih adalah hadits yang berasal dari orang yang
dipercaya yang tidak ada keraguan di dalamnya. hadis yang muttasil
(bersambung) sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil dan dhobith(kuat daya
ingatan) sempurna dari sesamanya, selamat dari kejanggalan (syadz), dan cacat
(‘ilat).
ciri-ciri dari hadits shahih
1. Diriwayatkan oleh perawi hadits yang jujur, terpercaya, baik pengamalan
agamanya, dan sempurna ingatan dan hafalannya.
2. Para perowi yang terdekat dalam sanad harus sejaman.
3. Rangkaian sebuah perawi dalam sanad itu haruslah bersambung mulai dari
perowi pertama hingga pada perowi terakhir.
4. Para perowinya harus terdiri dari orang-orang yang dikenal siqat, dalam arti
adil dan dhobith.
Syarat Hadits Shahih
Sanadnya Bersambung
Perawinya Bersifat Adil
Perowinya Bersifat Dhobith( cerdas )
Tidak Syadz
Tidak Ber’ilat ( suatu perkara yang bisa merusak ke shohihan hadis/samar”
janggal ( adanya perlawanan/ pertentangan hadis yang diriwayatkan rawi yang
makbur berlawanan dengan rawi yang lebih raziq/siko )
Pembagian Hadits Shahih
- Hadis Shahih li dzati: syarat-syarat lima tersebut benar-benar telah terbukti
adanya,bukan dia itu terputus tetapi shahih dalam hakikat masalahnya,
karena bolehnya salah dan khilaf bagi orang kepercayaan.
- Hadis Shahih Li Ghoirihi : hadis tersebut tidak terbukti adanya lima syarat
hadis shahih tersebut baik keseluruhan atau sebagian. Bukanlah berarti
sama sekali dusta, mengingat masih bolehnya berlaku bagi orang yang
banyak salah.
Kehujahan Hadits Shahih
Hadits yang telah memenuhi persyaratan hadits shahih wajib diamalkan
sebagai hujah atau dalil syara’ sesuai ijma’ para uluma hadits dan sebagian
ulama ushul dan fikih. Kesepakatan ini terjadi dalam soal-soal yang berkaitan
dengan penetapan halal atau haramnya sesuatu, tidak dalam hal-hal yang
berhubungan dengan aqidah.

HADIS HASAN
Secara bahasa, hasan berarti al-jamal, yaitu indah. Hasan juga dapat juga
berarti sesuatu sesuatu yang disenangi dan dicondongi oleh nafsu.jadi hadis
hasan adalah semua hadits yang diriwayatkan, dimana dalam sanadnya tidak
ada yang dituduh berdusta, serta tidak ada syadz (kejangalan), dan diriwatkan
dari selain jalan sepereti demikian, maka dia menurut kami adalah hadits
hasan.

Kriteria Hadis Hasan


Kriteria hadits hasan sama dengan kriteria hadits shahih. Perbedaannya hanya
terletak pada sisi ke-dhabit-annya dan keadilannya. yaitu hadits shahih lebih
sempurna ke-dhabit-annya dan keadilannya dibandingkan dengan hadits
hasan. Tetapi jika dibandingkan dengan ke-dhabit-an perawi hadits dha’if tentu
belum seimbang, ke-dhabit-an perawi hadits hasan lebih unggul.
Macam-Macam Hadits Hasan
 Hasan Li-Dzatih, Hadits hasan li-dzatih adalah hadits yang telah
memenuhi persyaratan hadits hasan yang telah ditentukan. pengertian
hadits hasan li-dzatih
 Hasan Li-Ghairih, Hadits hasan yang tidak memenuhi persyaratan secara
sempurna. dengan kata lain, hadits tersebut pada dasarnya adalah hadits
dha’if, akan tetapi karena adanya sanad atau matan lain yang
menguatkannya (syahid atau muttabi’), maka kedudukan hadits dha’if
tersebut naik derajatnya menjadi hadits hasan li-ghairih
Kehujahan Hadis Hasan

Hadits hasan sebagai mana halnya hadits shahih, meskipun derajatnya


dibawah hadits shahih, adalah hadits yang dapat diterima dan dipergunakan
sebagai dalil atau hujjah dalam menetapkan suatu hukum atau dalam beramal.
Para ulama hadits, ulama ushul fiqih, dan fuqaha sepakat tentang kehujjahan
hadits hasan.
HADITS DHOIF

Secara bahasa, hadits dhaif berarti hadits yang lemah. Para ulama memiliki
dugaan kecil bahwa hadits tersebut berasal dari Rasulullah SAW. Dugaan kuat
mereka hadits tersebut tidak berasal dari Rasulullah SAW. Adapun para ulama
memberikan batasan bagi hadits dhaif sebagai berikut : “ Hadits dhaif ialah
hadits yang tidak memuat / menghimpun sifat-sifat hadits shahih, dan tidak
pula menghimpun sifat-sifat hadits hasan”.
Ciri ciri hadits dhaif
Periwayatnya seorang pendusta/ tertuduh pendusta
Banyak membuat kekeliruan
Suka pelupa
Suka maksiat/fasik
Periwayatannya tidak dikenal
Banyak angan – angan
Penganut bid’ah bidang aqidah
Tidak baik hafalannya
Kehujahan dan Sikap Ulama Terhadap Hadits Dhaif
Sebenarnya kalau kita mau jujur dan objektif, sikap ulama terhadap hadits
dhaif itu sangat beragam. Setidaknya kami mencatat ada tiga kelompok besar
dengan pandangan dan hujjah mereka masing-masing. Dan menariknya,
mereka itu bukan orang sembarangan. Semuanya adalah orang-orang besar
dalam bidang ilmu hadits serta para spesialis.
Maka posisi kita bukan untuk menyalahkan atau menghina salah satu
kelompok itu. Sebab dibandingkan dengan mereka, kita ini bukan apa-apanya
dalam konstalasi para ulama hadits.

Macam-macam hadits dhaif


 Hadits dhaif karena gugurnya rawi/pengguguran sanadnya
Yang dimaksud dengan gugurnya rawi adalah tidak adanya satu atau beberapa
rawi, yang seharusnya ada dalam suatu sanad, baik pada permulaan sanad,
maupun pada pertengahan atau akhirnya. Ada beberapa nama bagi hadits
dhaif yang disebabkan karena gugurnya rawi, antara lain yaitu :
1)      Hadits Mursal
Hadits mursal menurut bahasa, berarti hadits yang terlepas. Atau hadits
mursal adalah hadits yang gugur rawinya di akhir sanad, yaitu rawi pada
tingkatan sahabat yang merupakan orang pertama yang meriwayatkan hadits
dari Rasulullah SAW. Jadi, hadits mursal adalah hadits yang dalam sanadnya
tidak menyebutkan sahabat Nabi, sebagai rawi yang seharusnya menerima
langsung dari Rasulullah.
Contoh : rasulullah bersabda : ‘ antara kita dengan kaum munafik, ada batasan
yaitu menghadiri jamaah isya dan subuh mereka tidak sanggup
menghadirinya” ( HR Malik )
2)      Hadits Munqathi’
Hadits munqathi’ menurut etimologi ialah hadits yang terputus. hadits
munqathi’ adalah hadits yang gugur satu atau dua orang rawi tanpa beriringan
menjelang akhir sanadnya. Bila rawi di akhir sanad adalah sahabat Nabi, maka
rawi menjelang akhir sanad adalah tabi’in. Jadi, pada hadits munqathi’
bukanlah rawi di tingkat sahabat yang gugur, tetapi minimal gugur seorang
tabi’in. Bila dua rawi yang gugur, maka kedua rawi tersebut tidak beriringan,
dan salah satu dari dua rawi yang gugur itu adalah tabi’in.
Contoh : rasulullah SAW bila masuk ke dalam masjid, membaca : dengan nama
Allah, dan sejahtera atas Rasulullah : Ya Allah, ampunilah segala dosaku dan
bukakanlah bagiku segala pintu rahmatmu” ( HR Ibnu Majah )
3)      Hadits Mu’dhal
Menurut bahasa, hadits mu’dhal adalah hadits yang sulit dipahami. Batasan
yang diberikan para ulama bahwa hadits mu’dhal adalah hadits yang gugur dua
orang rawinya, atau lebih, secara beriringan dalam sanadnya.
Contoh : budak itu harus diberi makanan dan pakaian secara baik (HR Malik)
4)      Hadits mu’allaq
Menurut bahasa, hadits mu’allaq berarti hadits yang tergantung. Hadits ini
ialah hadits yang gugur satu rawi atau lebih di awal sanad atau bisa juga bila
semua rawinya digugurkan ( tidak disebutkan ).
contoh : Bukhari berkata, kata Malik, dari Zuhri, dari abu Salamah, dari Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda: janganlah kamu lebihkan sebagian Nabi
dan sebagian yang lain” ( HR Bukhari )
- hadis dhaif karena cacat keadilan rawinya
1. Hadits matruk atau hadits mathruh
Hadits ini, menurut bahasa berarti hadits yang ditinggalkan / dibuang. Hadits
matruk adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang yang pernah dituduh
berdusta, atau pernah melakukan maksiat, lalai, atau banyak wahamnya. Hadis
matruk adalah hadis yang para rawinya secara individu melakukan kebohongan
agar hadits itu bertentangan dengan kaidah – kaidah yang telah diketahui dan
tidaklah diriwayatkan kecuali berasal dari diri rawi itu sendiri.
Contohnya : ketika aku menyamarkan bacaanku, maka membacalah kalian
bersama ku. Dan ketika aku mengeraskan bacaanku, maka sungguh jangan
seorangpun menyertai bacaan bersamaku ( HR Daraquthni dalam kitab
sunannya)
Imam Daraquthni menjelaskan bahwa dalam riwayat hadis tsb seorang rawi
bernama Zakariyah al waqar melakukan penyendirian, dan hadits itu tergolong
hadis munkar yang matruk.

2. Hadits Mubham
Mubham (Samar) adalah Apa-apa yang tidak disebutkan namanya secara
jelas, baik dalam Sanad maupun Matan. Misalnya anda mengatakan: ‘Aku
mendengar seseorang berkata’, anda tidak menyebutkan nama orang ini.
Maka inilah yang disebut Mubham. Contoh lain :

‫ط ِع ُم‬ْ ُ‫ ت‬:‫ال‬
َ َ‫ي صلى هللا عليه وسلم أَيُّ ااْل ِ ْساَل ِم َخ ْيرٌ؟ ق‬
َّ ِ‫ف اِ َّن َر ُجاًل َسأ َ َل النَّب‬ ِ ‫َعلَى َم ْن ع ََر ْفتَ َو َم ْن لَ ْم تَع‬
ْ ‫ْر‬
‫الطَّ َعا َم َوتَ ْق َرأُ ال َّساَل َم‬.
Bahwa seorang laki laki telah bertanya kepada Rasulallah Saw katanya:
(perbuatan) Islam yang manakah yang paling baik? Jawab Nabi Saw: ialah kamu
merangsum makanan dan memberi salam kepada orang yang telah kamu kenal
dan yang belum kamu kenal. (HR. Bukhari Muslim).

3, Hadits Majhul

Orang yang tidak diketahui identitasnya/sifatnya.maknanya, ia adalah perawi


yang tidak diketahui dzatnya atau kepribadiannya, atau diketahui
kepribadiannya akan tetapi tidak diketahui sifatnya sedikitpun dalam keadilan
dan kedhobitannya.

Majhul dibagi menjadi 2 :

-Majhul ‘Ain (Samar orangnya) yaitu seorang Rawi yang tidak punya murid
(yang meriwayatkan darinya) kecuali 1 saja, dan tidak ada seorangpun yang
men-ta’dil (memuji) nya tidak juga men-jarh (mencela) nya.
Contohnya jika dalam Sanad anda menemukan nama ‘Abdulloh bin Abi Sa’id
Al-Bashry, dia tidak punya guru kecuali Al-Hasan Al-Bashry, dan tidak punya
murid kecuali Yazid bin Harun. Maka Ibn Abi Hatim mengatakan dia Majhul,
yakni Majhul ‘Ain.

- Majhul Hal (Samar keadaannya) yaitu seorang Rawi yang punya murid lebih
dari 1, tetapi tidak ada yang men-ta’dil nya ataupun men-jarh nya dari Ulama
yang adil. Majhul Hal diistilahkan juga dengan mastur, jadi orangnya dikenal,
tapi keadaannya (baik buruknya) belum diketahui. Contohnya ‘Abdulloh Al-
Hanafy Teman Anas bin Malik, meriwayatkan hadits dari Anas bin Malik, dia
memiliki murid Al-Akhdor bin ‘Ijlan, dan ‘Ubaidulloh bin Syamith, juga
‘Abdulloh bin Syamith. Berkata ibnu Hajar: ‘keadaannya tidak diketahui’
yakni Majhul Hal.

- Hadits Dhaif Karena Cacat Kedhabitan Perawinya

1)      Hadits Munkar


Haditst munkar, secara bahasa berarti hadits yang diingkari atau tidak dikenal.
Hadits munkar ialah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lemah dan
menyalahi perawi yang kuat.

2)      Hadits Mu’allal


Menurut bahasa, hadits mu’allal berarti hadits yang terkena illat (cacat). Ialah
hadits yang mengandung sebab-sebab tersembunyi, dan illat yang
menjatuhkan itu bisa terdapat pada sanad, matan, ataupun keduanya.

3)      Hadits mudraj


Haditst ini memiliki pengertian hadits yang dimasuki sisipan, yang sebenarnya
bukan bagian dari hadits itu.

4)      Hadits Maqlub


Menurut bahasa, berarti hadits yang diputarbalikkan. Para ulama
menerangkan bahwa terjadi pemutarbalikkan pada matannya atau pada nama
rawi dalam

5 ) Hadits Mudhtharib

Mudhtharib adalah bentuk isim fa’il dari kata kerja Idhthoroba yang berarti
semrawut dan tidak beraturan.
Adapun dalam ilmu hadits, hadits ini didefinisikan oleh sebagian ulama
dengan :

“Hadits yang diriwayatkan dari berbagai bentuk yang berbeda-beda, yang


semuanya sama kuatnya”

Maksud dari definisi tersebut adalah bahwa hadits Mudhtharib adalah hadits
yang diriwayatkan dengan banyak bentuk yang berbeda-beda dan saling
bertentangan, dimana tidak mungkin sama sekali bagi hadits itu untuk
dikompromikan. Dan seluruh riwayat tersebut sama kuatnya dari semua sisi,
yang tidak memungkinkan untuk mentarjih (memilih yang paling kuat) salah
satunya dari yang lain.
Dari sini jelaslah bahwa sebuah hadits tidak dinamakan Mudhtharib, kecuali
ada padanya dua unsur dibawah ini, yaitu :

1. Berbedanya riwayat-riwayat hadits yang mana tidak mungkin untuk


dikompromikan.
2. Sama kuatnya seluruh riwayat-riwayat tersebut dimana tidak bisa untuk
ditarjih salah satunya dari yang lain.

‫س َوى ال َّز َكا ِة‬


ِ ‫ق‬ ِ ‫س فِي ا ْل َم‬
ٌّ ‫ال َح‬ َ ‫لَ ْي‬
"Tidak ada hak di dalam harta selain zakat" (HR. Ibnu Majah No. 1779).

Hadits tersebut dikatakan mudhtharib karena matannya bertentangan dengan


riwayat hadits-hadits lainnya, misalnya :
ِ ‫إِنَّ ِف ْي أَ ْم َوالِ ُك ْم َحقًّا‬
‫س َوى ال َّز َكا ِة‬
"Sesungguhnya di dalam harta kalian ada hak selain zakat". (Ad-Darimi No.
1581)

6) Hadits Mushahhaf
Menurut bahasa, mushahhaf merupakan isim maf'ul dari lafadz "shahafa" (
َ‫ص َّحف‬
َ ) yang artinya adalah salah mengucapkan atau membuat kekeliruan,
sedangkan mushahhaf sendiri berarti sesuatu yang dikelirukan.
Menurut istilah "Yaitu hadits yang terdapat perubahan ucapan-ucapan huruf
di dalam matan atau di dalam sanadnya".
Contoh :

َ ‫ال َف َكا َ َّن ُه‬


‫صا َم الدَّ هْ َر ُك َّل ُه‬ َ ْ‫ضانَ َواَ ْت َب َع ُه سِ ًّتا مِن‬
ٍ ‫ش َّو‬ َ ‫صا َم َر َم‬
َ ْ‫َمن‬
"Barang siapa yang berpuasa di Bulan Ramadhan dan dia mengikuti puasa 6 hari di
Bulan Syawal, maka dia seperti telah berpuasa setahun penuh".

Abu Bakar As-Shuli pernah meriwayatkan hadits tersebut, namun kekeliruannya


adalah pada lafadz "‫( "سِ ًّتا‬enam hari) yang diriwayatkan dengan lafadz " ‫ش ْي ًئا‬
َ "
(sesuatu). Tentu saja hadits di atas adalah hadits yang kuat dan dinilai diterima
untuk diamalkan, namun jika periwayatannya menggunakan lafadz " ‫ش ْي ًئا‬
َ ", maka
menjadi sebuah kedhaifan yang parah, dikhawatirkan orang awam menerimanya
akan gagal faham
7) Hadits Syadz
Secara bahasa, hadits ini berarti hadits yg ganjil. Ialah hadits yang diriwayatkan
oleh rawi yang dipercaya, tapi hadits itu berlainan dengan hadits-hadits yang
diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang juga dipercaya. Haditsnya mengandung
keganjilan dibandingkan dengan hadits-hadits lain yang kuat. Keganjilan itu
bisa pada sanad, pada matan, ataupun keduanya.

Hadits maudhu

maudhu’ secara bahasa artinya: yang disusun, dusta yang diada-adakan,


yang diletakkan. Maka, hadis maudhu’ adalah satu hadis yang yang diada-
adakan orang atas nama Nabi saw., dengan sengaja atau dengan tidak sengaja.
Hadis maudhu’ itu dicipta oleh pendusta dan disandarkan kepada Nabi untuk
memperdayai.

Melatarbelakangi munculnya hadis maudhu

1. Motivasi politik
2. Permusuhan dari musuh musuh islam seperti kaum zindiq
3. Sikap fanatik buta terhadap bangsa, suku, bahasa/ pemimpin
Contoh : fanatik terhadap bahasa persia dengan membuat hadis “
sesungguhnya bahasa yang dipakai di sekitar arsy adalah menggunakan
bahasa persi
4. Membuat cerita dan kisah kisah
5. Perbedaan pendapat ilmu fikih dan ilmu kalam
Contoh : berkumur menghirup air sebanyak 3 kali itu hukumnya fardu
6. Semangat yang berlebihan dalam beribadah tanpa disertai dengan
pengetahuan agama
Contoh : barangsiapa yang membaca surat yasin pada malam hari maka
pagi pagi nya diampuni dosanya
7. Usaha untuk mendekatkan diri kepada pemerintah/ penguasa
Contoh : tidak ada yang namanya lomba lomba kecuali memanah,
pacuan kuda/ lomba burung merpati

Tanda-tanda Hadis Maudhu’

1.      Tanda-tanda pada sanad
a.       Perawi terkenal berdusta (seorang pendusta) dan hadisnya tidak
diriwayatkan oleh orang yang dapat dipercaya.
b.      Pengakuan dari rawi bahwa ia telah memalsukan hadis.

c.       Menurut sejarah tidak semasa dan mungkin bertemu dengan 


perawi di atasnya.

d.       Keadaan perawi-perawi –perawi sendiri serta dorongan membuat


hadis

2.      Tanda-tanda pada matan
a.       Buruk susunannya dan lafadznya.

b.      Rusak maknanya.

c.       Menyalahi keterannngan al-Qu’an yang terang dan sunnah yang


mutawatir dan kaidah-kaidah kulliyah.

d.      Menyalahi hakikat sejarah yang sudah terkenal pada masa Nabi


Muhammad saw.

e.       Menerangkan  suatu pahala yang sangat besar terhadap perbuatan


yang sangat kecil, atau siksa yang sangat besar terhadap perbuatan yang
kecil

f.       Hadis yang didustakan oleh keyakinan kita

Upaya Penanggulangan

- Memelihara sanad hadits


- Meningkatkan penelitian terhadap hadis
- Menyelidiki dan membasmi kebohongan yang dilakukan terhadap
hadits
- Menerangkan keadaan para rawi
- Membuat kaidah kaidah untuk menentukan hadis maudhu

Hukum hadis maudhu

Para ulama telah sepakat atas keharaman pembuatan hadis palsu secara
mutlak. Seperti pada sabda nabi yaitu “Artinya: al-Mughiroh berkata saya
mendengar Nabi saw bersabda : "Sungguh berdusta atas (nama)-ku tidak sama
dengan berdusta atas seseorang (selain aku), barangsiapa yang berdusta
atasku dengan sengaja maka hendaknya dia menempati tempat duduknya di
neraka"
Klasifikasi Hadits ditinjau dari sumber beritanya
HADITS QUDSI

Qudsi menurut bahasa dinisbatkan pada “Qudus” yang


artinya suci.Yaitu sebuah penisbatan yang menunjukkan adanya pengagungan
dan pemuliaan, atau penyandaran kepada Dzat Allah Yang Maha Suci.

Sedangkan Hadits Qudsi menurut istilah adalah apa yang disandarkan oleh
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dari perkataan-perkataan beliau kepada
Allah ta’ala.

Bentuk-Bentuk Periwayatan

Ada dua bentuk periwayatan hadits qudsi :

Pertama, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Seperti yang


diriwayatkannya dari Allah ‘azza wa jalla”.

Contohnya : Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya dari Abu Dzar
radliyallaahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam seperti yang
diriwayatkan dari Allah, bahwasannya Allah berfirman : ”Wahai hamba-Ku,
sesungguhnya Aku telah mengharamkan perbuatan dhalim pada diri-Ku dan
Aku haramkan pula untuk kalian. Maka janganlah kamu saling menganiaya di
antara kalian”.

Kedua, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Allah berfirman….”.

Contohnya : Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah radliyallaahu


‘anhu bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Allah ta’ala
berfirman : Aku selalu dalam persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku
bersama-Nya bila dia mengingat-Ku. Maka jika dia mengingat-Ku niscaya Aku
mengingatnya”.

Ciri ciri hadits qudsi

1. Makna daripada Allah dan lafaz daripada Nabi.


2. Tidak dikira ibadat orang yang membacanya,iaitu tidak sebagaimana Al-
Quran.
3. Tidak disyaratkan penetapannya melalui Mutawatir.
4. Disandarkan kepada Allah,tidak secara langsung.
5. Hanya memperkatakan tentang atau soal-soal fadai'il sunat dan
keistimewaan-keistimewaan.
6. Kebanyakannya bersifat Ahad dan bertaraf zann.
7. Menggunakan  lafaz-lafaz tertentu
Perbedaan Antara Hadits Qudsi dengan Al-Qur’an

1. Al-Qur’an itu lafadhdan maknanya dari Allah, sedangkan hadits qudsi


maknanya dari Allah dan lafadhnya dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam.

2. Membaca Al-Qur’an termasuk ibadah dan mendapatkan pahala, sedangkan


membaca hadits qudsi bukanlah termasuk ibadah dan tidak mendapat pahala.

3. Disyaratkan mutawatir dalam periwayatan Al-Qur’an, sedangkan dalam


hadits qudsi tidak disyaratkan mutawatir.

Perbedaan Antara Hadits Qudsi dengan Hadits Nabawi

Hadits Nabawi disandarkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan


diceritakan oleh beliau, sedangkan hadits qudsi disandarkan kepada Allah
kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menceritakan dan
meriwayatkannya dari Allah. Oleh karena itu diikat dengan sebutan Hadits
Qudsi. Ada yang berpendapat bahwa dinamakan Hadits Qudsi karena
penisbatannya kepada Allah Yang Maha Suci. Sementara Hadits Nabawi
disebut demikian karena dinisbatkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam.

HADITS MARFU

Al-Marfu’ menurut bahasa merupakan isim maf’ul dari


kata rafa’a (mengangkat), dan ia sendiri berarti “yang diangkat”. Dinamakan
marfu’ karena disandarkannya ia kepada yang memiliki kedudukan tinggi, yaitu
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.

Hadits Marfu’ menurut istilah adalah “sabda, atau perbuatan,


atau taqrir (penetapan), atau sifat yang disandarkan kepada Nabi shallallaahu
‘alaihi wasallam, baik yang bersifat jelas ataupun secara hukum (disebut marfu’
= marfu’ hukman), baik yang menyandarkannya itu shahabat atau bukan, baik
sanadnya muttashil (bersambung) atau munqathi’ (terputus).

cirri-ciri hadits marfu’ diantanya :

 kalau diriwayatkan satu hadits dari seorang sahabi, tetapi tabi’I yang
menceritakan daripadanya berkata :
1. ‫ يرفعه‬, artinya : ia merafa’kannya (kepada nabi SAW)
2. ‫ ينميه‬,artinya : ia meriwayatkannya (kepada nabi SAW)
3. ‫ يرويه‬, artinya : ia meriwayatkannya (dari nabi SAW)
4. ‫ يبلغ به‬, artinya : ia menyampaikannya (kepada nabi SAW)
5. ‫ رواية‬, artinya : dengan meriwayatkan (sampai nabi SAW)
Maka semua lafadz itu menunjukan bahwa hadits atau riwayatnya menjadi
marfu’.
 Jika seorang shahabi berkata :
1. ‫ مضت السنّة‬,artinya : telah lalu perjalanan,
2. ‫ من السنّة‬, artinya : menurut perjalanan,
3. ‫ كنّا نفعل كذا في عهد النب ّي صلعم‬, artinya kami berbuat demikian di zaman nabi,
4. ‫ كنّا نفعل كذا و النب ّي صلعم ح ّي‬, artinya kami berbuat demikian, padahal
rasulullah masih hidup
 Kalau diakhir sanadnya ada ungkapan ‫ مرفوعا‬.
 Hal sahabat menafsirkan Qur’an, termasuk juga dalam bahsan marfu’

Macam-Macamnya

hadits marfu’ ada 4 macam, yaitu : berupa perkataan, perbuatan, taqrir, dan


sifat. Masing-masing dari yang empat macam ini mempunyai bagian lagi,
yaitu : marfu’ secara tashrih (tegas dan jelas), dan marfu’ secara hukum.

Marfu’ secara hukum maksudnya adalah isinya tidak terang dan tegas
menunjukkan marfu’, namun dihukumkan marfu’ karena bersandar pada
beberapa indikasi.

Contohnya

1. Perkataan yang marfu’ tashrih : seperti perkataan shahabat,”Aku mendengar


Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda begini”; atau “Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam menceritakan kepadaku begini”; atau “Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda begini”; atau “Dari Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam bahwasannya bersabda begini”; atau yang semisal
dengan itu.

2. Perkataan yang marfu’ secara hukum : seperti perkataan dari shahabat yang
tidak mengambil dari cerita Israilliyaat berkaitan dengan perkara yang terjadi
di masa lampau seperti awal penciptaan makhluk, berita tentang para nabi.
Atau berkaitan dengan masalah yang akan datang seperti tanda-tanda hari
kiamat dan keadaan di akhirat. Dan diantaranya pula adalah perkataan
shahabat : “Kami diperintahkan seperti ini”; atau “kami dilarang untuk begini”;
atau termasuk sunnah adalah melakukan begini”.

3. Perbuatan yang marfu’ tashrih : seperti perkataan seorang shahabat : “Aku


telah melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam melakukan begini”.

4. Perbuatan yang marfu’ secara hukum : seperti perbuatan shahabat yang


tidak ada celah berijtihad di dalamnya dimana hal itu menunjukkan bahwa
perbuatan tersebut bukan dari shahabat semata (melainkan dari Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam). Sebagaimana disebutkan dalam riwayat Al-
Bukhari,”Adalah Ibnu ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhum berbuka
puasa dan mengqashar shalat pada perjalanan empat burud.
Burud merupakan jamak dari bard, yaitu salah satu satuan jarak yang
digunakan di jaman itu (sekitar 80 km).

5. Penetapan (taqrir) yang marfu’ tashrih : seperti perkataan shahabat,”Aku


telah melakukan perbuatan demikian di hadapan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam”; atau “Si Fulan telah melakukan perbuatan demikian di hadapan
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam – dan dia (shahabat tersebut) tidak
menyebutkan adanya pengingkaran Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
terhadap perbuatan itu.

6. Penetapan yang marfu’ secara hukum : seperti perkataan shahabat,”Adalah


para shahabat begini/demikian pada jamana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam”.

7. Sifat yang marfu’ tashrih : seperti perkataan seorang shahabat yang


menyebutkan sifat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sebagaimana dalam
hadits Ali radliyallaahu ‘anhu,”Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam itu tidak tinggi
dan tidak pula pendek”; atau “Adalah Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam
berkulit cerah, peramah, dan lemah lembut”.

8. Sifat yang marfu’ secara hukum : seperti perkataan shahabat,”Dihalalkan


untuk kami begini”; atau “Telah diharamkan atas kami demikian”. Ungkapan
seperti secara dhahir menunjukkan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam
yang menghalalkan dan mengharamkan. Ini dikarenakan sifat yang secara
hukum menunjukkan bahwa perbuatan adalah sifat dari pelakunya, dan
Rasulullah shalllallaahu ‘alaihi wasallam adalah yang menghalalkan dan
mengharamkan; maka penghalalan dan pengharaman itu merupakan sifat
baginya. Poin ini sebenarnya banyak mengandung unsur tolerir yang tinggi,
meskipun bentuk seperti ini dihukumi sebagai sesuatu yang marfu’.
Kehujjahan hadits marfu
Hadits marfu yang shahih dan hasan dapat dijadikan hujjah, sedangkan hadits
marfu yang dha’if boleh dijadikan hujjah hanya untuk menerangkanfadha’ilil
‘amal.[5]

HADITS MAUQUF

Al-Mauquf berasal dari kata waqf yang berarti berhenti. Seakan-akan perawi


menghentikan sebuah hadits pada shahabat.

Hadits Mauquf menurut istilah adalah “perkataan, atau perbuatan,


atau taqrir yang disandarkan kepada seorang shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasallam, baik yangbersambung sanadnya kepada Nabi ataupun tidak
bersambung.

Contohnya

1. Mauquf Qauli (perkataan) : seperti perkataan seorang perawi : Telah berkata


Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu,”Berbicaralah kepada manusia dengan
apa yang mereka ketahui, apakah kalian ingin mereka mendustakan Allah dan
Rasul-Nya ?”.

2. Mauquf Fi’li (perbuatan) : seperti perkataan Imam Bukhari,”Ibnu ‘Abbas


menjadi imam sedangkan dia (hanya) bertayamum”.

3. Mauquf Taqriry : seperti perkataan seorang tabi’in : “Aku telah melakukan


demikian di depan seorang shahabat dan dia tidak mengingkari atasku”.

Hadits Mauquf sanadnya ada yang shahih, hasan, atau dla’if. Hukum asal pada
hadits mauquf adalah tidak boleh dipakai berhujjah dalam agama.

HADITS MAQTHU’

Al-Maqthu’ artinya yang diputuskan atau yang terputus. Hadits Maqthu’


menurut istilah adalah : “perkataan dan perbuatan yang disandarkan kepada
tabi’I atau orang yang di bawahnya, baik bersambung sanadnya atau tidak
bersambung.

Perbedaan antara Hadits Maqthu’ dan Munqathi’ adalah bahwasannya Al-


Maqthu’ adalah bagian dari sifat matan, sedangkan Al-Munqathi’ bagian dari
sifat sanad. Hadits yang Maqthu’ itu merupakan perkataan tabi’I atau orang
yang di bawahnya, dan bisa jadi sanadnya bersambung sampai kepadanya.
Sedangkan Munqathi’ sanadnya tidak bersambung dan tidak ada kaitannya
dengan matan.

Sebagian ulama hadits – seperti Imam Asy-Syafi’I dan Ath-Thabarani –


menamakan Al-Maqthu’ dengan Al-Munqathi’ yang tidak bersambung
sanadnya. Ini adalah istilah yang tidak populer. Hal tersebut terjadi sebelum
adanya penetapan istilah-istilah dalam ilmu hadits, kemudian menjadi istilah
Al-Maqthu’ sebagai pembeda untuk istilah Al-Munqathi’.

Contohnya

1. Al-Maqthu’ Al-Qauli (yang berupa perkataan) : seperti perkataan Hasan Al-


Bashri tentang shalat di belakang ahli bid’ah,”Shalatlah dan dia lah yang
menanggung bid’ahnya”.

2. Al-Maqthu’ Al-Fi’li (yang berupa perbuatan) : seperti perkataan Ibrahim bin


Muhammad Al-Muntasyir,”Adalah Masruq membentangkan pembatas antara
dia dan keluarganya dan menghadapi shalatnya, dan membiarkan mereka
dengan dunia mereka”.

Tempat-Tempat yang Diduga Terdapat Hadits Mauquf dan Maqthu’

Kebanyakan ditemukan hadits mauquf dan maqthu’ dalam :

1. Mushannaf Ibnu Abi Syaibah.


2. Mushannaf Abdurrazzaq.
3. Kitab-kitab tafsir : Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, dan Ibnul-Mundzir.

Klasifikasi hadis ditinjau dari persambungan sanad

HADIS MUTTASHIL

Hadis muttashil adalah hadits yang bersambung sanadnya, di mana tiap – tiap
rawi dalam sanadnya mendegar dari rawi di atasnya, begitu seterusnya sampai
kepada akhir sanadnya, baik akhir sanadnya itu sampai kepada nabi SAW atau
sahabat saja

Syarat hadits muttasil

1. perawi tersebut harus semasa dengan gurunya


2. setelah memastikan bahwa seorang perawi satu masa dengan gurunya,
3. perawi mendengarkan langsung dari gurunya.
4. menggunakan sighat ada’ yang pasti (jazm) seperti: ‫"سمعت" أو "حدثنا‬. Bukan
menggunakan sighat tamridl (ruwiya an, hukiya an, atau kalimat lain yang
mabni majhul)
5. perawi tersebut masuk dalam daftar murid gurunya di kitab tarajim
6. guru tersebut masuk dalam daftar guru perawi
7. tidak adanya ketetapan dari para imam hadits bahwa periwayatan rawi dari
gurunya tersebut tidak muttashil
8. tidak adanya ketetapan dari para Imam bahwa periwayatan seorang rawi
dari gurunya mursal.

HADIS MUSNAD

Menurut bahasa merupakan isim maf’ul dari kata asnada yang berarti
menyandarkan atau menisbahkan.

Menurut istilah: hadits yang sanadnya bersambung secara marfu’ kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam.

Contoh
Hadits yang dikeluarkan oleh Bikhari, yang berkata, “Telah bercerita kepada
kami Abdullah bin Yusuf dari Malik dari Abi Zanad dari Al-A’raj dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika seekor
anjing meminum di dalam bejana kalian, maka cucilah sebanyak tujuh kali.”

TAHAMUL WAL ADA

tahammul adalah proses menerima periwayatan sebuah hadits dari seorang


guru dengan metode-metode tertentu. Al-‘Ada adalah kegiatan meriwayatkan
dan menyampaikan hadits. Jadi al-‘ada adalah proses menyampaikan dan
meriwayatkan hadits.

Syarat-syarat Tahammul wal Ada’ al-hadis

1) Ketahanan ingatan informator ( Dlabitur Rawi)


2) Integritas keagamaan ( ‘Adalah ) yang kemudian melahirkan tingkat
kredibilitas ( Tsiqatur Rawi).
3) Mengetahui maksud-maksud kata yang ada dalam hadits dan mengetahui
arti hadits apabila ia meriwayatkan dari segi artinya saja ( bil ma’na ).
4) Sifat adil ketika dibicarkan dalam hubungannya dengan periwayatan hadits
maka yang dimaksud adalah, suatu karakter yang terdapat dalam diri
seseorang yang selalu mendorongnya pada melakukan hal-hal yang positif,
atau orang yang selalu konsisten dalam kebaikan dan mempunyai komitmen
tinggi terhadap agamanya.
Adapun syarat-syarat bagi seseorang diperbolehkan untuk mengutip hadits
dari orang lain adalah:
1) Penerima harus dlobid (memiliki hafalan yang kuat atau memiliki dokumen
yang valid).
2) Berakal sempurna.
3) Tamyis.
Metode Penerimaan Hadits dan Penyampaiannya

- As-Sima’, (‫السماع‬, mendengar), mendengarkan sendiri dari perkataan


gurunya dengan cara didiktekan baik dari hapalannya maupun tulisannya.
- Al-Qira’ah ‘ala asy-Syaikh  (‫القرأة علي الشيخ‬, membaca di hadapan guru). 
- Ijazah  (‫األجازة‬, sertifiksi atau rekomendasi), seorang guru memberi izin
kepada muridnya untuk meriwayatkan hadis atau kitab kepada seseorang
atau orang – orang tertentu
- Al-Munawalah (‫)المناوله‬, Maksudnya, seorang ahli hadits memberikan
sebuah sebuah naskah/ kitab asli kepada muridnya atau salinan yang sudah
dikoreksinya untuk diriwayatkan.
- Al-Mukatabah (‫)المكتبه‬, Yaitu seorang guru menulis dengan tangannya
sendiri atau meminta orang lain menulis darinya sebagian haditsnya untuk
seorang murid yang ada dihadapannya atau murid yang berada di tempat
lain lalu guru itu mengirimkannya kepada sang murid bersama orang yang
bisa dipercaya.
- I’lam asy-Syeikh (‫)اعلم الشيخ‬, Maksudnya seorang syeikh memberitahukan
kepada muridnya bahwa hadits tertentu atau kitab tertentu merupakan
bagian dari riwayat-riwayat miliknya dan telah didengamya atau
diambilnya dari seseorang.
- A I- Washiyyah (‫)الوصيه‬, Yaitu seorang guru berwasiat, sebelum bepergian
jauh atau sebelum meninggal, agar kitab riwayatnya diberikan  seorang
untuk boleh meriwayatkan darinya.
- Al-Wijadah (‫الوجده‬, penemuan), Kata al-Wijadah dengan kasrah wawu
merupakan konjugasi dari kata Wajada-Yajidu,bentuk yang tidak analogis.
Ulama hadits menggunakannya dengan pengertian ilmu yang diambil atau
didapat dari shahifah tanpa ada proses mendengar, mendapatkan ijazah
ataupun proses munawalah. 

KLASIFIKASI HADITS DITINJAU DARI SANAD DAN CARA PENYAMPAIANNYA

HADITS MU’AN’AN
Mu’an’an adalah suatu metode meriwayatkan hadits dengan
menggunakan kata ‘an (dari),  seperti  ‘an fulaanin, ‘an fulaanin, ‘an
fulaanin,  tanpa menyebutkan kata-kata yang jelas dan meyakinkan sebagai
indikasi adanya mendengar, menceritakan, atau mengabarkan dari rawi
sebelumnya, namun disyaratkan harus tetap dengan menyebut nama rawi-
rawinya.
Haddatsana ‘ubaidullahi ibnu ‘umaro haddatsana ‘abdul a’la haddatsana
muhammadu ibnu ishaq ‘an nafi’in ‘an ibnu ‘umaro an-nabiyyi sollaullahu
‘alaihi wasallam labbada ro sahu bil ngasli

(Abu Dawud menyatakan) Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin


Umar (ia berkata) telah menceritakan kepada kami Abdul A’laa (ia berkata)
telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ishaq dari Nafi’ dari Ibnu
Umar bahwasanya Nabi shollallahu alaihi wasallam memadu padatkan
rambut beliau dengan madu (H.R Abu Dawud)

HADITS MU’ANNAN

Adapun hadist muannan adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang


rawi dengan menggunakan kalimat Haddatsanaa fulaanun anna fulaanan
qaala…  (fulan telah bercerita kepadaku bahwasanya si fulan berkata….)
[3].ATAU
Hadits Muannan adalah hadits yang dalam mata rantai sanadnya
ditemukan ucapan Fulan menceritakan hadits kepadaku, sesungguhnya ia
menceritakan hadits demikian

HADIS MUSALSAL
Hadits musalsal adalah salah satu model periwayatan hadits dari masa Nabi kepada para perawi secara turun
temurun, bahkan hingga sekarang. Secara bahasa, musalsal bermakna berturut-turut. Ulama memberikan definisi
bahwa hadits musalsal adalah hadits yang disampaikan para perawi secara berurutan dan sama dalam keadaan dan
situasi tertentu, baik secara perbuatan maupun perkataan

HADIS ALY DAN NAZIL


Setiap (hadits) yang para perawinya sedikit, itu adalah (hadits) ‘Aliy...dan
kebalikannya adalah (hadits) Nazil (Mandzhumah al-Baiquniyyah),
Kadangkala Nazil Lebih Utama Dibandingkan ‘Aliy

Anda mungkin juga menyukai