PENDAHULUAN
Kita memang tidak dapat memberikan definisi tentang Tuhan, namun jika kita
memasukkan diri kita ke dalam ciptaan Tuhan, maka banyak sekali yang dapat kita
pahami dan sadari. Realisasi dari sifat dasar realitas ini adalah wajar bagi seluruh
ummat manusia, tetapi kualitas dan kuantitasnya bervariasi.
Hadits, oleh umat Islam diyakini sebagai sumber pokok ajaran Islam sesudah Al-
Qur’an. Dalam tataran aplikasinya, hadits dapat dijadikan sebagai hujjah keagamaan
dalam kehidupan dan menempati posisi yang sangat penting dalam kajian keislaman.
Secara struktural hadits merupakan sumber ajaran Islam setelah Al-Qur’an yang
bersifat global. Artinya, jika kita tidak menemukan penjelasan tentang berbagai
problematika kehidupan di dalam Al-Qur’an, maka kita harus dan wajib merujuk pada
hadits. Oleh karena itu, hadits merupakan hal terpenting dan memiliki kewenangan
dalam menetapkan suatu hukum yang tidak termaktub dalam Al-Qur’an.
Ditinjau dari segi kualitasnya, hadits terbagi menjadi dua yaitu, hadits Maqbul
(hadits yang dapat diterima sebagai dalil) dan haditst Mardud (hadits yang tertolak
sebagai dalil). Hadits Maqbul terbagi menjadi dua yaitu hadits Shahih dan Hasan,
sedangkan yang termasuk dalam hadits Mardud salah satunya adalah hadits Dha’if.
Semuanya memiliki ciri dan kriteria yang berbeda. Kualitas keshahihan suatu hadits
merupakan hal yang sangat penting, terutama hadits-hadits yang bertentangan dengan
hadits, atau dalil lain yang lebih kuat. Dalam hal ini, maka kajian makalah ini
diperlukan untuk mengetahui apakah suatu hadits dapat dijadikan hujjah syar’iyyah
atau tidak.
1
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hadits shahih?
2. Apa yang dimaksud dengan hadits hasan?
3. Apa persamaan dan perbedaan hadits shahih dan hasan?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hadits shahih.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hadits hasan.
3. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan hadits shahih dan hasan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Shahih menurut bahasa berarti “س ِقي ُِّْم ِ ” lawan dari sakit, atau haq lawan
َّ ضدُّ ُّال
dari batil. Menurut istilah, hadits shahih ialah “Satu hadits yang sanadnya
bersambung dari permulaan sampai akhir, disampaikan oleh orang-orang yang
adil, memiliki kemampuan menghafal yang sempurna (dhabith), serta tidak ada
penyelisihan dengan perawi yang lebih terpercaya darinya (syadz) dan tidak
ada “illat yang berat”.
ُّلُّ ِعلَّة
ُّ َ شد ُْودُُّّ َو
ُ ُّْر ُّْ ْنُّ ِم
َ ُّن
ُِّ غي ُِّ سنَدُُّهُُّ ِب ْالعُد ُُّْو
َُّ لُّالضَّاُّ ِب ِطي َ ُّل َ َّ َماات
َُّ ص
“Hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh perawi yang adil lagi
ُّن
ُِّ ع
َ ُّط ُِّ لُّ ْال َع ْد
ُِّ لُّالضَّا ِب ُِّ لُّ ِإ ْسنَادُُّهُُّ ِبنَ ْق ِد
ُُّ ص ُّْ ْثُّاْل ُم ْسنَ ُّدُُّالَّذ
ِ َّ ِيُّيَت ُُّ حُّفَ ُه َُّوُّاْل َح ِدي
ُُّ ص ِح ْي ُُّ أ َ َّماُّاْل َح ِدي
َّ ْثُّال
ُّنُّشَاذًاُّولَاُّ ُم َعلَّ ًل
ُُّ لُّيَ ُك ْو
ُّ َ ىُّ ُم ْنت َ َها ُّهُُّ َو
َُّ طُّإ ِل ُِّ اْل َع ْد.
ُِّ لُّالضَّا ِب
kepada nabi, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabith sampai akhir
sanad, tidak ada kejanggalan dan berillat.”
3
Menurut Ar-Razi, keadilan adalah tenaga jiwa yang mendukung untuk
selalu bertindak takwa, menjauhi dosa-dosa besar, menjauhi kebiasaan yang
dilakukan dosa-dosa kecil, meninggalkan perbuatan-perbuatan mubah yang
menodai muru‘ah, seperti makan sambil berdiri di jalanan, buang air
(kencing) di tempat yng bukan disediakan untuknya, dan bergurau yang
berlebihan.
Beragama Islam,
Bersatatus muqalaf (Al- Mukallaf),
Melaksanakan ketentuan agama, dan
Memelihara muru’ah.
b. Rawinya bersifat dhabit
Dhabit adalah bahwa rawi yang bersangkutan dapat menguasai haditsnya
dengan baik, baik dengan hafalan yang kuat atau dengan kitabnya, lalu ia
mampu mengungkapkan kembali ketika meriwayatkannya.
Dhabtu shadri yaitu seseorang yang memiliki ingatan yang kuat, sejak
menerima hingga menyampaikan kepada orang lain dan ingatannya itu
sanggup dikeluarkan kapan dan dimana saja dikehandaki.
Dhabtu kitab yaitu apabila yang disampaikan itu berdasarkan buku
catatan.
c. Sanadnya bersambung
Yang dimaksud dengan ketersambungan sanad adalah bahwa setiap rawi
hadits yang bersangkutan benar-benar menerimanya dari rawi yang berada
diatasnya dan begitu selanjutnya sampai kepada pembicaraan yang pertama.
Untuk mengetahui bersambung atau tidaknya suatu sanad, biasanya ulama
hadits menempuh kata kerja penelitian kata berikut:
Mencatat semua nama rawi dalam sanad yang diteliti
Mempelajari sejarah hidup masing-masing rawi
4
Meneliti kata-kata yang menghubungkan antara para rawi dan rawi yang
terdekat dengan sanad.
d. Tidak ber-‘illat
Tidak ber’illat maksudnya hadits itu terbebas dari sifat-sisat samar yang
membuatnya cacat, meskipun tampak bahwa hadits itu tidak menunjukkan
adanya cacat tersebut.
e. Tidak Syadz (janggal)
Kejanggalan hadis terletak pada adanya perlawanan antara suatu hadits yang
di riwayatkan olh rawi maqbul (yang dapat di terima periwayatannya)
dengan hadis yang di riwayatkan oleh rawi yang lebih kuat(rajah) dari
padanya, disebabkan kelebhan jumlah sanad dalam ke-dhabit-an atau
adanya segi-segi tarjih yang lain.
Jadi, hadits shahih adalah hadis yang rawinya adil dan sempurna ke dhabit-
annya, sanadnya muttashil,dan tidak cacat matannya marfu’, tidak cacat dan
tidak janggal.
5
Artinya : “Dari Anas bin Malik, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
beliau bersabda: I'tidal lah (luruslahkanlah tubuh kalian ) ketika sujud, dan
janganlah salah seorang diantara kalian meletakkan tangannya (ketika
sujud) seperti anjing”. (shahih Al-Bukhari, hadits no.822, dan shahih
Muslim , hadits no. 233-(493), dan ini lafadz Al-Bukhari)
b. Shahih lighairih (shahih karena yang lain)
Hadits shahih lighairih adalah hadits hasan lidzatihi ketika ada periwayatan
melalui jalan lain yang sama atau lebih kuat dari padanya. Dalam hadits
shahih lighairih, ingatan perawinya kurang sempurna (qalil ad-dhabt).
Contoh hadits shahih lighairih adalah hadits riwayat Tirmidzi melalui jalur
Muhammad bin Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah SAW. Bersabda :
لَُّ ُّة
ُّ ص ُِّ اكُّ ِع ْن ُّدَُّ ُك
َ ُّل ُّْ ِعلَىُّأ ُ َّمت
ُِّ يُّ ََل َ َم ْرت ُ ُه ُّْمُّبِالس َِو ُ َ نُّأ
َُّّ ش
َ ُّق ُّْ َ لَُّأ
ُّ لَ ْو
6
dengan penetapan halal atau haramnya sesuatu, tidak dalam hal-hal yang
berhubungan dengan akidah.
7
Kitab Shahih Bukhari merupakan kitab (buku) koleksi hadis yang disusun
oleh Imam Bukhari yang hidup antara 194 hingga 256 hijriah. Beliau
menghabiskan waktu 16 tahun untuk menyusun koleksi ini dan
menghasilkan 2.602 hadits shahih dalam kitabnya (9.802 hadits dengan
perulangan).
b. Shahih Muslim
Kitab Shahih Muslim merupakan kitab (buku) koleksi hadis yang disusun
oleh Imam Muslim yang hidup antara 202 hingga 261 hijriah. Beliau
merupakan murid dari Imam Bukhari. Dari sekitar 300.000 hadis yang
dikumpulkan hanya sekitar 4000 yang telah diteliti selama hidupnya dan
dapat diterima keasliannya.
2.2. Hadits Hasan
2.2.1. Pengertian Hadits Hasan
Hasan menurut bahasa artinya baik dan bagus, bisa juga dibilang
keindahan. Menurut istilah yaitu hadits yang sanadnya bersambung dari
permulaan sampai akhir, diceritakan oleh orang-orang yang ”adil, kurang
dhabthnya, serta tidak tidak ada syudzudz dan illat yang berat didalamnya.”
Artinya : “Tiap-tiap hadits yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang
tertuduh dusta, pada matannya tidak terdapat kejanggalan, dan hadits itu
diriwayatkan tidak hanya dengan satu jalan (mempunyai banyak jalan) yang
sepadan dengannya.”
Definisi hadits hasan menurut At-Turmudzi ini terlihat kurang jelas sebab
bisa jadi hadits yang perawinya tidak tertuduh dusta dan matannya tidak
terdapat kejanggalan disebut hadits shahih. Dengan demikian, melalui definisi
ini At-Turmudzi tidak bermaksud menyamakan hadits hasan dengan hadits
8
shahih, sebab justru At-Turmudzi lah yang mula-mula memunculkan istilah
hadits hasan ini.
Sebagian ulama lain menyebutkan bahwa hadits hasan sama dengan hadits
dhaif yang dapat dijadikan hujjah. Penyebutan seperti ini karena mereka
membagi hadits hanya menjadi dua, yaitu hadits shahih dan hadits dhaif yang
tidak dapat dijadikan hujjah. Hadits dhaif yang dijadikan hujjah inilah yang
oleh At-Turmudzi diistilahkan hadits hasan.
ُُّ نُّاِ ْسنَادُُّهُُّ ِع ْندَنَاُّ ُكلُُّّ َح ِديْثُُّّي ُْر َوىُّ َليَ ُك ْو
ُّن َ َو َماُّقُ ْلنَاُّفِيُّ ِكت َابِنَاُّ َح ِديْثُُّّ َح
ُ سنُُّّفَإِنَّ َماُّا َ َر ْدنَاُّبِ ُِّهُّ َح
َُّ س
َُّ ْرُّ َوجْ هُُّّنَحْ ُِّوُّذَ ِل
ُّكُّفَ ُه َُّو َ ُّن
ُِّ غي ُُّ نُّاْل َح ِدي
ُّْ ْثُّشَاذًاُّ َوي ُْر َوىُّ ِم ُُّ لُّيَ ُك ْو ُِّ نُّيُت َّ َه ُُّمُّبِ ْال َك ِذ
ُّ َ بُّ َو ُّْ فِيُّاِ ْسنَا ِد ُِّهُّ َم
َ ِع ْن ُّدَُّنَاُّ َح ِديْثُُّّ َح
ُّسن
“Hadits yang kami sebut hadits hasan dalam kitab kami adalah hadits yang
sanadnya baik menurut kami, yaitu setiap hadits yang diriwayatkan melalui
sanad yang yang didalamnya tidak terdapat tidak terdapat rawi yang dicurigai
berdusta, matan haditsnya tidak janggal, diriwayatkan melalui sanad yang lain
pula yang sederajat. Hadits yang demikian menurut kami adalah hadits
hasan.[9]
9
dengan an-anah (periwayatan dengan menggunakan banyak lafal ‘an). Karena
sifat-sifat yang demikian itu tidak bisa membuatnya dituduh dusta.
Kedua, hadits tersebut tidak janggal. Orang yang peka dan waspada
akan mengetahui bahwa yang dimaksud dengan syadz (janggal) menurut At-
Turmudzi adalah hadits tersebut berbeda denganpara rawi yang tsiqah. Jadi,
diisyaratkan hadits hasan harus selamat dari pertentangan, karena bila
bertentangan dengan riwayat para rawi yang tsiqah, maka ia ditolak.
10
datang : Rasulullah Saw bersabda : sesungguhnya pintu-pintu syurga
dibawah bayangan pedang…”( HR. At-Tirmidzi, Bab Abwabu Fadhailil
jihadi).
Empat perawi hadits tersebut adalah tsiqoh (adil dan dhabit) kecuali
Ja’far bin Sulaiman ad-Dhab’i, sehingga hadits ini sebagai hadits hasan
lidzatih.
b. Hasan lighairih
Hadits hasan lighairih ada beberapa pendapat diantaranya adalah :
“Hadits dhaif jika diriwayatkan melalui jalan (sanad) lain yang sama atau
lebih kuat.
“Hadits dhaif jika berbilangan jalan sanadnya dan sebab ke-dha’if-an bukan
karena fasik atau dustanya perawi.”
Dari dua definisi diatas dapat difahami bahwa hadits dhaif bisa naik menjadi
hasan lighairih dengan dua syarat, yaitu harus ditemukan periwayatan sanad
lain yang seimbang atau lebih kuat dan sebab ke-dhaif-an hadits tidak berat
seperti dusta dan fasik, tetapi ringan seperti hafalan yang kurang atau
terputusnya sanad atau tidak diketahui dengan jelas (majhul) identitas
perawi.
11
Contoh riwayat Ibnu Majjah dari Al-Hakam bin Abdul Malik dari Qatadah
dari Sa’id bin Al-Musayyab dari Aisyah, Nabi bersabda :
12
2.3. Persamaan dan Perbedaan Hadits Shahih dan Hadits Hasan
Hadits hasan hampir sama dengan hadits shahih, yaitu rawinya bersifat adil,
sanadnya bersambung, tak ada kejanggalan dan tidak ada cacat padanya, karena baik
dalam rangkaian sanadnya maupun dalam matannya tidak terdapat perbedaan diantara
riwayat-riwayatnya. Hanya saja terdapat perbedaan dalam soal ingatan perawi. Pada
hadits shahih, ingatan atau daya hapalannya harus sempurna, sedangkan pada hadits
hasan, ingatan atau daya hapalannya kurang sempurna. Dengan kata lain bahwa
syarat-syarat hadits hasan yaitu sanadnya bersambung, perawinya adil, perawinya
dhabith tetapi ke-dhabit-annya dibawah ke-dhabit-an perawi hadits hasan, tidak dapat
kejanggalan (syadz), tidak ada cacat (illat).
13
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan.
1. Hadits shahih ialah hadits yang sempurna dari sanad dan matannya, dinukil
(diriwayatkan) oleh rawi-rawi yang adil, sempurna ingatannya, sanadnya
bersambung-sambung, tidak berillat dan tidak janggal.
2. Hadits hasan ialah khobar ahad yang dinukil oleh orang yang adil, kurang
sempurna hapalannya, bersambung sanadnya, tidak cacat, dan tidak syadz.
3. Perbedaan antara hadits shahih dan hadits hasan terletak pada kedhabitan
perawi haditsnya, Pada hadits shahih, ingatan atau daya hapalannya harus
sempurna, sedangkan pada hadits hasan, ingatan atau daya hapalannya kurang
sempurna.
3.2. Saran
Alangkah baiknya, setelah kita memahami dan mempelajari definisi hadits Shahih
dan Hasan , kita lebih beriman kepada allah dan lebih mengimani Al-Quran dan lebih
mempelajari, memahami, mendalami hadits, karena bagaimanapun hadits awalnya
datang dari Allah swt. Selain itu, diharapkan ada hikmah yang dapat diambil yaitu kita
harus memprakterkan hadits dalam kehidupan sehari-hari.
14
DAFTAR PUSTAKA
Miswanto, MA, Agus (2012). Agama, Keyakinan, dan Etika. Magelang: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Studi Islam Universitas Muhammadiyah Magelang.
hlm. 36. ISBN 978-602-18110-0-9.
Bin Aish, Muhammad Murtaza. 2013. Kumpulan 70 Hadits Pilihan. Riyadh: Kantor
Kerjasama Dakwah dan Penyuluhan
15