Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PEMBAGIAN HADITS SHAHIH DAN HADITS HASAN

DOSEN PEMBIMBING

Munirah, S.Pd, M.Pd

DISUSUN OLEH

ARISTY SYFANI

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ACEH TAMIANG

2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang. Kami
panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya
kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah pembagian hadits shahih dan hadis
hasan
Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak
sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari segala hal tersebut, Kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya kami dengan lapang dada
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang perkembangan masa dewasa akhir ini bisa
memberikan manfaat maupun inspirasi untuk pembaca.

Langsa, 29 November 2022

Aristy syfani
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 2
A. Hadits Shahih............................................................................................ 2
B. Macam-macam Hadits Shahih................................................................... 6
C. Kehujjahan Hadits Shahih......................................................................... 7
D. Kitab-kitab Hadits Shahih......................................................................... 8
E. Hadits Hasan............................................................................................. 9
F. Kriteria Hadits Hasan................................................................................ 11
G. Macam-macam Hadits Hasan.................................................................... 12
H. Kehujjahan Hadits Hasan.......................................................................... 14
I. Istilah-istilah yang digunakan dalam Hadits Hasan.................................. 14
J. Kedudukan Hadits Hasan......................................................................... 15
K. Kitab-kitab yang mengandung Hadits Hasan........................................... 15
BAB III PENUTUP
A. Simpulan.................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hadits Shahih adalah hadis yang sanadnya bersambung, dikutip oleh orang yang adil lagi cermat
dari orang yang sama, sampai berakhir pada Rasulullah. SAW., atau sahabat, tabi’in, bukan
hadits yang syadz, dan terkena ilat yang menyebabkan cacat penerimaannya.

Hadits hasan adalah hadits yang sanadnya bersambung dari permulaan sampai akhir, diceritakan
oleh orang-orang yang ”adil, kurang dhabthnya, serta tidak tidak ada syudzudz dan illat yang
berat didalamnya.”

B.     Rumusan Masalah
1.      Aapakah hadits shahih itu?
2.      Apakah hadits hasan itu?
3.      Apa perbandingan antara hadits shahih dan hasan?
4.      Bagaimana keriteria hadits shahih dan hasan?
5.      Apasaja kitab hadits shahih dan hasan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    HADITS SHAHIH
            Sahih menurut bahasa berarti “‫قِ ْي ِم‬0‫الس‬
َّ ‫ ُّد‬0‫”ض‬ 
ِ lawan dari sakit, haq lawan dari batil.
Menurut istilah ilmu hadits ialah : “satu hadits yang sanadnya bersambung dari permulaan
sampai akhir, disampaikan oleh orang-orang yang adil, memiliki kemampuan mengapal yang
sempurna (dhabith). Serta tidak ada penyelisihan dengan perawi yang lebih terpercaya darinya
(syad) dan tidak ada “illat yang berat”.
            Defenisi yang ringkas yang didefinisikan oleh Imam An-Nawawi sebagai berikut:
ُ ‫ضا بِ ِطيْنَ ِمنْ َغ ْي ِر‬
‫شد ُْو ٍد َواَل ِعلَّ ٍة‬ َّ ‫سنَ ُدهُ بِا ْل ُعد ُْو ِل ال‬ َ َّ‫َماات‬
َ ‫ص َل‬
“Hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh perawi yang adil lagi dhabith,
tidak syadz, dan tidak berillat.”
            Pengertian hadits shahih baru jelas setelah ulama Al-Mutaakhirin mendefinisikan secara
konkret, seperti :
َّ ‫سنَا ُدهُ بِنَ ْق ِد ِل ا ْل َعد ِْل ال‬
َّ ‫ضابِ ِط َع ِن ْال َعد ِْل ال‬
‫ضابِ ِط إلِ َى‬ ْ ‫سنَ ُد الَّ ِذ‬
ِ َّ‫ي يَت‬
ْ ‫ص ُل ِإ‬ ُ ‫لح ِد ْي‬
ْ ‫ث ْال ُم‬ َ ‫ص ِح ْي ُح فَ ُه َو ْا‬
َّ ‫ث ال‬ َ ‫َأ َّما ْا‬
ُ ‫لح ِد ْي‬
‫ ُم ْنتَ َهاهُ َواَل يَ ُك ْونُ شَا ًذا والَا ُم َعلَّاًل‬.
“Adapun hadits shahih ialah hadits yang sanadnya bersambung sampai kepada nabi,
diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabith sampai akhir sanad, tidak ada kejanggalan dan
berillat.”
Para ulama telah memberikan defenisi hadits shahih yang telah diakui dan disepakati dari
defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa hadits shahih mempunyai 5 kriteria, yaitu :
1.      Sanadnya bersambunng
Yang dimaksud sanadnya bersambung yaitu bahwa tiap-tiap perawi dalam sanad hadits
menerima riwayat hadits dari perawi terdekat sebelumnya keadaan itu berlangsung seperti itu
sampai akhir sanad dari hadits itu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa rangkaian para
perawi hadts shahih sejak perawi terakhir sampai kepada para sahabat yang menerima hadits
langsung dari Nabi Muhammad SAW. Bersambung dalam periwayatannya.
2.      Perawinya adil
Kata adil menurut bahasa berarti lurus, tidak berat sebelah, tidak dzalim, tidak
meyimpan, tulus, dan jujur. Seseorang dikatakan adil apabila pada dirinya terdapat sifat yang
dapat mendorong terpeliharanya ketakwaan, yaitu senantiasa melaksanakan perintah agama dan
meninggalkan larangannya, dan terjaganya sifat muru’ah, yaitu senantiasa berakhlak baik dalam
segala tingkah lakunya. Maka yang dimaksud dengan perawi yang adil dalam periwayatan sand
hadits adalah bahwa semua perawinya disamping harus islam dan balig, juga harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
a.       Senantiasa melaksanakan segala perintah agama dan meninggalkan semua larangannya.
b.      Senantiasa menjauhi dosa-dosa kecil.
c.       Senantiasa memeliharaucapan dan perbuatan yang dapat menodai muru’ah.
Para perawi bersifat dhabith (dhabith ar-ruwah)
            Maksudnya para perawi itu memiliki daya ingat hapalan yang kuat dan sempurna. Daya
ingat dan hapalan kuat sangat diperlukan dalam rangka menjaga otentitas hadits, mengingat tidak
seluruh hadits tercatat pada masa awal perkembangan islam. Sifat dhabith ini ada dua macam :
a.       Dhabith dalam dada (adh-dhabth fi as-shudur), artinya memiliki daya ingat dan hapal yang kuat
sejak ia menerima hadits dari seorang syaikh atau seorang gurunya sampai dengan pada saat
menyampaikannya kepada orang lain atau ia memiliki kemampuan untuk menyampaikannya
kapan saja diperlukan kepada orang lain.
b.      Dhabith dalam tulisan (adh-dhabth fi suthur), artinya tulisan haditsnya sejak mendengar dari
gurunya terpelihara dari perubahan, pergantian, dan kekurangan. Singkatnya tidak terjadi
kesalahan-kesalahan tulis kemudian diubah dan diganti. Karena hal demikian akan mengundang
keraguan atas ke-dhabith-an seseorang.
4.      Tidak syadz (janggal)
            Tidak terjadi kejanggalan (syadzdz), syadz dalam bahasa berarti ganjil, terasing, atau
menyalahi aturan. maksud syadzdz disini adalah periwayatan orang yang lebih tsiqah (terpercaya
yakni adil dan dhabith) bertentangan dengan periwayatan orang yang lebih tsiqah.
5.      Tidak berillat (ghair mu’allal)
            Tidak terjadinya “illat”, dalam bahasa arti “illat” yaitu penyakit, sebab, alasan atau
udzur. Sedangkan arti “illat” disini adalah suatu sebab tersembunyi yang membuat cacat
keabsahan suatu hadits padahal lahirnya selamat dari cacat tersebut.
            Menurut istilah, illat berarti suatu sebab yang tersenbunyi atau samar-samar, sehingga
dapat merusak keshahihan hadits. Dikatakan samar-samar karena jika dilihat dari segi zhahirnya,
hadits tersebut terlihat shahih. Karena kesamaran pada hadits tersebut mengakibatkan nilai
kualitasnya menjadi tidak shahih.
Contoh hadits shahih :

‫ سمعت أنس بن مالك رضي هللا‬: ‫ سمعت أبي قال‬: ‫َما َأ ْخ ُر َجهُ البخارى قال حدّثنا مسدد حدثنا معتمر قال‬
,‫ والجبن والهرم‬,‫ اللهم إني أعوذ بك من العجز والكسل‬: ‫ كان النبي صلى هللا عليه وسلم يقول‬: ‫عنه قال‬
‫ وأعوذ بك من عذاب القبر‬,‫أعوذ بك من فتنة المحيا والممات‬.
Artinya :
Hadits yang diriwayatkan oleh Al-bukhari, ia berkata memberitakan kepada kami
musaddad. Memberitakan kepada kami mu’tamir ia berkata, : aku mendengar ayahku berkata :
aku mendengar anas bin Malik berkata : Nabi Muhammad SAW berdoa :“Ya Allah
sesungguhnya mohon perlindungan kepada Engkau dari sifat lemah, lelah, penakut, dan pikun.
Aku mohon perlindungan kepada Engkau dari fitnah hidup dan menegaskan dengan dan aku
mohon perlidungan kepada Engkau dari adzab kubur.”
 Hadits di atas dinilai berkualitas shahih karena telah memenuhi beberapa lima kriteria, yaitu
sebagai berikut :
 Sanadnya harus bersambung mulai dari perawi pertama sampai perawi terakhir. Contoh :
Anas seorang sahabat yang mendengar hadits ini dari nabi langsung. Sulaiman bin
Tarkhan bapaknya Mu’tamir menegaskan dengan kata as-sama’ (mendengar) dari anas.
Demikian juga Mu’tamir menegaskan dengan as-sama’ dari ayahnya. Musaddad
syaikhnya Al-bukhari juga menegaskan dengan kata as-sama’ dari Mu’tamir, sedangkan
Al-Bukhari menegaskan dengan as-sama’ dari syaikhnya. 
 Semua para perawi dalam sanad hadits diatas menurut ulama al-jarh wa at-ta’dil telah
memenuhi persyaratan adil dan dhabith.
 Hadits diatas tidak syadz (janggal), karena tidak bertentangan dengan periwayatan perawi
lain yang lebih tsiqah.
 Tidak terdapat illat (ghayr mu’allal).
 Para perawi dalam sanadnya harus bersifat zabit

B.   MACAM-MACAM HADITS SHAHIH


            Macam-macam hadits shahih ada dua macam, yaitu :
   Shahih lidzatih (shahih dengan sendirinya), karena telah memenuhi 5 kriteria hadits shahih

sebagaimana defenisi, contoh, dan keterangan diatas. Yang dimaksud hadits lidzatih ialah hadits
yang tidak memenuhi secara sempurna persyaratan shahih khususnya yang berkaitan dengan
ingatan atau hapalan perawi.
   Shahih lighayrih (shahih karena yang lain), yaitu :

ُ‫آخ َر ِم ْثلُهُ َأ ْو َأ ْق َوى ِم ْنه‬


َ ‫ق‬ َ ‫سنُ لِ َذاتِ ِه ِإ َذا ُر ِو‬
ٍ ‫ي ِمنْ طَ ِر ْي‬ َ ‫ُه َو ْا‬
َ ‫لح‬
Artinya :
Hadits shahih lighayrih adalah hadits hasan lidzatihi ketika ada periwayatan melalui jalan lain
yang sama atau lebih kuat dari padanya.
            Yaitu ingatan perawinya kurang sempurna (qalil ad-dhabt). Maka biasa dikatakan bahwa
sebenarnya hadits shahih asalnya bukan hadits shahih melainkan hadits hasan lidzatih. Karena
adanya syahid atau mutabi’ yang menguatkannya.
            Contoh hadits shahih lighayrih adalah hadits riwayat Turmudzi melalui jalur Muhammad
bin Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW. Bersabda :
َ ‫اك ِع ْن َد ُك ِّل‬
‫صالَ ٍة‬ ِّ ‫ق َعلَى ُأ َّمتِ ْي َأَل َم ْرتُ ُه ْم بِال‬
ِ ‫س َو‬ ُ ‫لَ ْوالَ َأنْ َأ‬
َّ ‫ش‬
            ”seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya akan ku perintahkan bersiwak
setiapkali hendak melaksanakan shalat.”
C.  Kehujjahan Hadits Shahih
            Kehujjahan hadits shahih yaitu hadits yang telah memenuhi persyaratan hadits shahih
wajib diamalkan sebagai hujjah atau dalil syara’ sesuai dengan ijma’ para ulama hadits dan
sebagian ulama ushul dan fikih yang berkaitan dengan penetapan halal atau haramnya sesuatu,
tidak dalam hal-hal yang berhubungan dengan akidah.
 Ada beberapa pendapat ulama yang memperkuat kehujahan hadits shahih, diantaranya sebagai
berikut :
      Hadits shahih memberi faedah qhath’i (pasti kebenarannya) yang terdapat didalam
kitab shahihayn (Al-Bukhari dan Muslim).  Wajib menerima hadits shahih sekalipun tidak ada
seorangpun yang mengamalkannya, pendapat Al-Qasimi dalam qhawa’id at-tahdits
    Istilah-istilah yang digunakan dalam hadits shahih yang biasa digunakan oleh ulama hadits dalam
menunjuk hadits itu shahih, misalnya :
Haadza haditsun shahihun
Haadza haditsun ghairu shahihun
Haadza haditsun shahihul isnaadiy
 Ashaahul asaaniidz

 Haadza ashaahu syay’in fil baabi

 ‘alaa syarti asy-syaihaini

Muttafaqun ‘alaihi
 Berdasarkan martabatnya, ulama muhaddisin membagi tingkatan sanad menjadi tiga, yaitu :
 Ashah Al-Asanid, yaitu rangkaian sanad yang paling tinggi derajatnya. Periwayatan sanad yang

paling shahih adalah dari Imam Malik bin Anas dari Nafi’ mawla (budak yang telah
dimerdekakan) dari Ibnu Umar.
  Ahsanul Al-Asanid, yaitu rangkain sanad yang tingkatannya dibawah tingkatan pertama seperti

Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Ana


 Adhful Al-Asanid, yaitu rangkaian sanad yang tingkatannya lebih rendah dari tingkatan kedua seperti

Suhail bin Abu Shalih dari ayahnya Abu Hurairah.


            Dari segi persyaratan shahih yang terpenuhi dapat dibagi menjadi 7 tingkatan, dari
tingakat yang tertinggi sampai dengan tingkat yang terendah, yaitu sebagai berikut :
Muttafaqun Alaih, yakni disepakati keshahihannya oleh Al-Bukhari dan Muslim,
atau akhrajahu/rawahu Al-Bukhari wa Muslim (diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
atau akhrajahu/rawahu asy-syaikhan (diriwayatkan oleh dua orang guru saja).
  Diriwayatkan oleh Al-Bukhari saja.

    Diriwayatkan oleh Muslim saja.

 
Hadits yang diriwayatkan oleh orang lain memenuhi persyaratan Al-Bukhari dan Muslim.
Hadits yang diriwayatkan oleh orang lain memenuhi persyaratan Al-Bukhari saja.
Hadits yang diriwayatkan oleh orang lain memenuhi persyaratan Muslim saja.
  Hadits yang dinilai shahih menurut ulama hadits selain Al-bukhari dan Muslim dan tidak

menuruti persyaratan keduanya, seperti Ibnu khuzaimah, Ibnu Hibban dan lain-lain.
D.    Kitab-kitab hadits shahih :
Shahih Al-Bukhari
Shahih Muslim
Shahih Ibnu Khuzaimah
Shahih Ibnu Hibban
Mustadrak Al-hakim
Shahih Ibnu As-sakan
Shahih Al-Albani 
E.     HADITS HASAN
            Hasan menurut bahasa artinya baik dan bagus bisa juga dibilang keindahan. Menurut
istilah yaitu hadits yang sanadnya bersambung dari permulaan sampai akhir, diceritakan oleh
orang-orang yang ”adil, kurang dhabthnya, serta tidak tidak ada syudzudz dan illat yang berat
didalamnya.”[7]
            Perbedaan antara hadits hasan dengan shahih terletak pada dhabith yang sempurna untuk
hadits shahih dan dhabith yang kurang untuk hadits hasan.
            Menurut At-Turmidzi mendefenisikan hadits hasan sebagai berikut :[8]
َ‫ث شَا ًذا َويُ ْر َوى ِمنْ َغ ْي ِر َو ْج ِه نَ ْح ِو َذلِك‬
ِ ‫لح ِد ْي‬ ِ ‫سنَا ِد ِه َمنْ يُتَّ َه ُم بِا ْل َك ِذ‬
َ ‫ب َواَل يَ ُك ْونُ ْا‬ ْ ِ‫ث يُ ْر َوى اَل يَ ُك ْونَ فِ ْي ا‬
ٍ ‫ ُك ُّل َح ِد ْي‬.
            “Tiap-tiap hadits yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh dusta, pada
pqda matannya tidak terdapat kejanggalan, dan hadits itu diriwayatkan tidak hanya dengan satu
jalan (mempunyai banyak jalan) yang sepadan dengannya.”
            Definisi hadits hasan menurut At-Turmudzi ini terlihat karang jelas sebab bisa jadi hadits
yang perawinya tidak tertuduh dusta dan matannya tidak terdapat kejanggalan disebut hadits
shahih. Dengan demikian, melalui definisi ini At-Turmudzi tidak bermaksud
menyamakan hadits hasan dengan hadits shahih, sebab justru At-Turmudzi lah yang mula-mula
memunculkan istilah hadits hasan ini.

            Sebagian ulama lain menyebutkan bahwa hadits hasan sama dengan hadits dhaif yang


dapat dijadikan hujjah. Penyebutan seperti ini karena mereka membagi hadits hanya menjadi
dua, yaitu hadits shahih dan hadits dhaif yang tidak dapat dijadikan  hujjah. Hadits dhaif yang
dijadikan hujjah inilah yang o;eh At-Turmudzi diistilahkan hadits hasan.
            Dari definisi-definisi tersebut di atas dapat dikatakan bahwa hadits hasan hampir sama
dengan hadits shahih, hanya saja terdapat perbedaan dalam soal ingatan perawi.
Pada hadits shahih, ingatan atau daya hapalannya harus sempurna, sedangkan pada hadits hasan,
ingatan atau daya hapalannya kurang sempurna, dengan kata lain bahwa syarat-syarat hadits
hasan dapat dirinci sebagai berikut :
   Sanadnya bersambung.

  Perwawinya adil.

Perawinya dhabith, tetapi ke-dhabit-annya dibawah ke-dhabit-an perawi hadits hasan.


Tidak dapat kejanggalan (syadz).
  Tidak ada cacat (illat).

            Para ulama ahli hadits membagi hadits hasan menjadi dua bagian, yaitu hasan
lidzatih dan hasan lighayrih :
   Hadits hasan lidzatih yaitu hadits yang telah memenuhi persyaratan hadits hasan diatas.    Hadits

hasan lighayrih yaitu hadits hasan yang tidak memenuhi persyaratan hadits hasan secara
sempurna atau pada dasarnya hadits tersebut adalah hadits dhaif, tetapi karena ada sanad atau
matan lain yang menguatkannya (syahid atau mutabi), maka jedudukan hadits dhaif tersebut naik
derajatnya menjadi hasan lighayrih.
            Ibn Ash-Shalah, sebagaimana dikutip oleh Al-Qasimi menyebutkan bahwa hadits hasan
lighayrih ialah hadits yang sandaran atau sanadnya terdapat orang yang mastur (yang belum jelas
terbukti keahliannya), bukan pelupa yang banyak kesalahannya, tidak terlihat adanya sebab-
sebab yang menjadikan fasiq, dan matan haditsnya diketahui baik berdasarkan periwayatannya
hadits lain yang semakna.
F.     Kriteria Hadits Hasan
            Menurut Imam Turmudzi bahwa kriteria-kriteria hadits hasan sebagai berikut :
ْ‫سنَا ِد ِه َمن‬
ْ ِ‫ث يُ ْر َوى اَل يَ ُك ْونُ ِفي ا‬ ْ ِ‫سنٌ فَِإنَّ َما اَ َر ْدنَا بِ ِه َحسُنَ ا‬
ٍ ‫سنَا ُدهُ ِع ْن َدنَا ُك ُّل َح ِد ْي‬ َ ‫ث َح‬ ٌ ‫َو َما قُ ْلنَا فِي ِكتَابِنَا َح ِد ْي‬
ٌ‫سن‬َ ‫ث َح‬ٌ ‫ث شَا ًذا َويُ ْر َوى ِمنْ َغ ْي ِر َو ْج ٍه نَ ْح ِو َذلِكَ فَ ُه َو ِع ْن َد نَا َح ِد ْي‬ ُ ‫لح ِد ْي‬
َ ‫ب َواَل يَ ُك ْونُ ْا‬ ِ ‫يُتَّ َه ُم بِا ْل َك ِذ‬.
“hadits yang kami sebut hadits hasan dalam kitab kami adalah hadits yang sanadnya
baik menurut kami, yaitu setiap hadits yang diriwayatkan melalui sanad yang yang didalamnya
tidak terdapat tidak terdapat rawi yang dicurigai berdusta, matan haditsnya tidak janggal,
diriwayatkan melalui sanad yang lain pula yang sederajat. Hadits yang demikian menurut kami
adalah hadits hasan.
 Dengan demikian, kriteria hadits hasan yang merupakan factor-faktor pembeda antara hadits
hasan dan jenus hadits lainnyaadalah berikut ini :
            Pertama, pada sanadnya tidak terdapat rawi yang dicurigai berdusta. Kriteria ini
mengecualikan hadits seorang rawi yang dituduh berdusta, dan mencakup hadits yang sebagian
rawinya memiliki daya hafal rendah
 tidak dijelaskan jarh maupun takdilnya, atau  diperselisihkan jarh dan takdilnya namun tidak dapat
ditentukan, atau rawi mudallis yang meriwayatkan hadits dengan an-anah (periwayatan dengan
menggunakan banyak lafal ‘an).
Karena sifat-sifat yang demikian itu tidak bisa membuatnya dituduh dusta. Kedua, hadits tersebut tidak
janggal. Orang yang peka dan waspada akan mengetahui bahwa yang dimaksud
dengan syadz (janggal) menurut At-Turmudzi adalah hadits tersebut berbeda denganpara rawi
yang tsiqah. Jadi, diisyaratkan hadits hasan harus selamat dari pertentangan, karena bila
bertentangan dengan riwayat para rawi yang tsiqah, maka ia ditolak.

            Ketiga, hadits tersebut diriwayatkan pula melalui jalan lain yang sederajat. Hadits


hasan itu harus diriwayatkan pula melalui jalan lain satu atau lebih, dengan catatan sederajat
dengannya atau lebih kuat dan bukan berada dibawahnya, agar dengannya dapat diunggulkan
salah satu dari dua kemungkinan sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Sakhawi, akan tetapi tidak
diisyaratkan harus diriwayatkan dalam sanad yang lain dengan redaksi yang sama, melainkan
dapat diriwayatkan hanya maknanya dalam satu segi atau segi-segi lainnya.

Imam Ahmad berkata, “Yahya bin Said meriwayatkan hadits kepadaku, bapakku dari
kakakku, katanya, “Aku bertanya :
‫ ثم اباك‬,‫ أمك‬: ‫ ثم من ؟ قال‬: ‫ قلت‬: ‫ قال‬, ‫ ثم أمك‬: ‫ ثم من ؟ قال‬: ‫ قلت‬: ‫ أمك قال‬: ‫س ْو َل هللاِ َمنْ َأبَ ُّر ؟ قال‬
ُ ‫يَا َر‬
ْ َ ْ
‫ثم ااْل َق َر َب فاْالَق َر َب‬.
“Ya Rasulullah kepada siapakah aku harus berbakti?”Rasulullah menjawab “kepada
ibumu”. Aku bertanya “lalu kepada siapa ?” Rasulullah menjawab.” Ibumu, kemudian
bapakmu, kemudian kerabat terdekat, dan selanjutnya.”
            Sanad hadits ini bersambung, tak ada kejanggalan dan tidak ada cacat padanya, karena
baik dalam rangkaian sanadnya maupun dalam matannya tidak terdapat perbedaan diantara
riwayat-riwayatnya.
G.    Macam-macam Hadits Hasa
  Sebagaimana hadits shahih terbagi menjadi dua macam, hadits hasan pun terbagi menjadi dua
macam, yaitu hasan lidzatih dan hasan lighayrih.
    Hasan lidzatih

  Hadits hasan lidzatih adalah hadits hasan dengan sendirinya, karena telah memenuhi segala kriteria
dan persyaratan yang telah ditentukan. Hadits hasan lidzatih sebagaimana definisi dan penjelasannya
diatas.
   Hadits hasan lighayrih ada beberapa pendapat diantaranya adalah :

‫ق ٌأ ْخ َرى ِم ْثلُهُ َأ ْو َأ ْق َوى م‬ َ ‫ض ِعيْفُ اِ َذا ُر ِو‬


ٍ ‫ي ِمنْ طَ ِر ْي‬ ُ ‫لح ِد ْي‬
َّ ‫ث ال‬ َ ‫ُه َو ْا‬
   “Hadits dhaif jika diriwayatkan melalui jalan (sanad) lain yang sama atau lebih kuat.
ُ‫ق ال َّرا ِوى َأ ْو ِك ْذبَه‬
َ ‫س‬
ْ ِ‫ض ْعفِ ِه ف‬
َ ‫ب‬ َ ْ‫ض ِعيْفُ ِإ َذا تَ َع َّددَتْ طُ ْر ُكهُ َولَ ْم يَ ُكن‬
ُ َ ‫سب‬ َّ ‫ُه َو ال‬
 “Hadits dhaif jika berbilangan jalan sanadnya dan sebab ke-dha’if-an bukan karena fasik atau
dustanya perawi.”
         
   Dari dua definisi diatas dapat difahami bahwa hadits dhaif bisa naik menjadi hasan
lighayrih dengan dua syarat, yaitu :
Harus ditemukan periwayatan sanad lain yang seimbang atau lebih kuat.
 Sebab ke-dhaif-an hadits tidak berat seprti dusta dan fasik, tetapi ringan seprti hapalan yang kurang

atau terputusnya sanad atau tidak diketahui dengan jelas (majhul) identitas perawi.
contoh riwayat Ibnu Majjah dari Al-Hakam bin Abdul Malik dari Qatadah dari Sa’id bin Al-
Musayyab dari Aisyah, Nabi bersabda :
َ ‫صلِّيًا َواَل َغ ْي َرهُ فَا ْقتُلُ ْوهَا فِي ْال ِح ِّل َو ْا‬
‫لح َر ِم‬ َ ‫لَ َعنَ هللاُ ا ْل َع ْق َر َب اَل تَ َد ْع ُم‬
 “Allah melaknat kalajengking janganlah engkau membiarkannya baik keadaan shalat atau yang
lain, maka bunuhlah ia ditanah halal atau ditanah haram.
Hadits diatas dhaif karena Al-Hakam bin Abdul Malik seorang dhaif, tetapa dalam sanad lain
riwayat Ibnu  Khuzaimah terdapat sanad lain yang berbeda perawi dikalangan tabi’in (mu’tabi)
melalui syu’bah dari Qatadah, maka ia naik derajatnya menjadi hasan lighayrih.
H.    Kehujjahan Hasan
            Hadits hasan dapat dijadikan hujjah walaupun kualitasnya dibawah hadits shahih. Semua
fuqaha, sebagian Muhadditsin dan ushuliyyin mengamalkannya kecuali sedikit dari kalangan
orang yang sangat ketat dalam mempersyaratkan penerimaan hadits (musyaddidin). Bahkan
sebagian muhadditsin yang mempermudah dalam persyaratan shahih (mutasahilin)
memasukannya kedalam ahadits shahih, seperti Al-Hakim, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah.
I.       Istilah-istilah yang digunakan dalam Hadits Hasan
  Di antara gelar ta’dil para perawi yang digunakan dalam hadits maqbul atau hasan sebagaimana

yang disebutkan dalam kitab Al-Jah wa At-Ta’dil adalah :


-          Al-Ma’ruf  (orang yang dikenal/orang baik).
-          Al-Mahfuz (terpelihara).
-          Al-Mujawwad (orang baik).
-          As-Tsabith (orang yang teguh/kuat).
-          Al-Qawiyy (orang kuat)
-          Al-Musyabbah (serupa dengan shahih)
-          As-Shalih/Az-zayid (orang baik dan bagus)

 Perkataan mereka muhadditsin yaitu “haadza haditsun hasanul isnaadi” ini hadits hasan sanadnya.


Maknanya hadits ini hanya hasan sanadnya saja sedang matannya perlu penelitian lebih lanjut.
 Ungkapan At-turmudzi yaitu “hadisun hasanun shahihun” ini hadits hasan shahih.

J.      Kedudukan Hadits Hasan


Tingkatan hadits hasan berada dibawah tingkatan hadits shahih, tetapi para ulama
berbeda pendapat tentang kedudukannya sebagai sumber ajaran islam atau sebagai hujjah dalam
bidang hukum apalagi dalam bidang  akidah.
H.    Kitab-kitab yang mengandung Hadits Hasan
Hadits hasan banyak kita dapatkan pada sebagian kitab, diantaranya :
-          Kitab jami’ At-Turmudzi
-          Sunan Abu Daud
-          Sunan Daruqhuti
KESIMPULAN

            Hadits ditinjau dari segi kualitas rawi yang meriwayatkannya, yaitu terbagi dalam tiga
macam, yaitu shahih, hasan, dhaif.
            Hadits shahih ialah hadits yang sempurna dari sanad dan matannya, dinukil
(diriwayatkan) oleh rawi-rawi yang adil, sempurna ingatannya, sanadnya bersambung-sambung,
tidak berillat dan tidak janggal.
            Hadits hasan ialah khobar ahad yang dinukil oleh orang yang adil, kurang sempurna
hapalannya, bersambung sanadnya, tidak cacat, dan tidak syadz.
DAFTAR PUSTAKA
Sholahudin, M. Agus. Dkk, Ulumul Hadits. Bandung, Pustaka Setia. 2008
Manna Syaikh,. Pengantar Studi Ilmu Hadits, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar. 2004
Ahmad, H. Muhammad. Dkk,Ulumul Hadits.
Mudasir, Ilmu hadits, Pustaka Setia : Bandung 1999
Khon,H. Abdul Majid,. Ulumul Hadits, Jakarta,Amzah. 2010
M. Hasbi Ash-Shiddieqy. Sejarah dan pengantar ilmu hadits, Jakarta: Bulan Bintang. 1987. Hlm. 192.
Drs. H.Mudasir. Ilmu Hadis. Pustaka Setia Bandung, Hlm. 145
Drs. H. Mudasir, op. cit., hlm 145.
Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag. Ulumul Hadits. Amzah : Jakarta hlm 154 Ibid., hlm 154,Ibid., hlm 155
Syaiykh Manna’ Al-Qathtan, Studi Ilmu Hadits. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. Hlm 121
Drs. H. Mudasir. Op. cit., hlm 152
Drs. H. Muhammad Ahmad,dkk. Ulumul Hadits. Pustaka Setia : Jakarta hlm 113
Drs. H. Muhammad Ahmad,dkk. Op. cit., hlm 115
Drs. M. Agus Solahudin, M.Ag. Ulumul Hadis. Pustaka Setia: Jakarta Hlm 147

Anda mungkin juga menyukai