Mata kuliah :
Ulumul Hadis A
Dosen pengampu :
Oleh :
Alfiannor 190103020124
Hadits yang dipahami sebagai pernyataan, perbuatan, persetujuan dan hal yang
berhubungan dengan Nabi Muhammad saw. Dalam Islam, hadits diyakini sebagai sumber
ajaran agama kedua setelah al-Quran. Disamping itu hadits juga memiliki fungsi sebagai
penjelas terhadap ayat-ayat al-Qur‟an sebagaimana dijelaskan dalam QS: an-Nahl ayat 44.
Hadits tersebut merupakan teks kedua, sabda-sabda nabi dalam perannya sebagai
pembimbing bagi masyarakat yang beriman.
Hadis sebagai sumber ajaran kedua setelah al-Qur‟an memerlukan kriteria untuk
menetapkan ke-shahih-annya agar diterima dan diamalkan, maka dari itu kami disini menulis
makalah yang berjudul “Kriteria Hadis Shahih”.
B. Rumusan masalah
1. Pengertian Hadis Shahih?
2. Apa saja Kriteria Hadis Shahih?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Hadis Shahih
2. Untuk mengetahui kriteria hadis Shahih
PEMBAHASAN
Hadits shahih berasal dari kata الصحيخyang artinya sehat atau tanpa cacat. Jadi
pengertian hadits shahih adalah hadits yang berasal dari orang yang dipercaya yang tidak ada
keraguan di dalamnya.
Defenisi yang ringkas yang didefinisikan oleh Imam An-Nawawi sebagai berikut
Adapun shahih menurut istilah ilmu hadits ialah: "Satu hadits yang sanadnya
bersambung dari permulaan sampai akhir, disampaikan oleh orang-orang yang adil, memiliki
kemampuan menghafal yang sempurna (dhabith), serta tidak ada penyelisihan dengan perawi
yang lebih terpercaya darinya (syadz) dan tidak ada 'illat yang berat."
Para ulama ahli hadits membagi hadits sahih kepada dua bagian, yaitu sahih lizatih
dan sahih ligatrih. Pembagian ini terletak pada segi hafalan atau ingatan perawinya. Pada
sahih lizatih, ingatan perawinya sempurna, sedang pada hadits ligairih, ingatan perawinya
kurang sempurma1.
2
Syaikh Manna Al-Qhaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, Terj. Mifdhol Abdurrahman, ( Jakarta :
Pustaka Al-Kautsar, 2015) h 123
2) dengan maksud untuk mengetahui:
apakah setiap periwayat dalam sanad itu dikenal sebagai Orang
yang adil dan dabit, serta tidak suka melakukan penyembunyian
cacat (tadlis)
apakah antara periwayat dengan periwayat yang terdekat dalam
sanad itu terdapat hubungan: kesezamanan pada masa hidupnya,
dan guru-murid dalam periwayatan hadis.
c. Meneliti kata-kata yang menghubungkan antara para periwayat dengan
periwayat terdekat dalam sanad, yakni apakah kata-kata yang terpakai
berupa: hadasani, hadasana, akhbarani, akhbarana, 'an, 'anna, atau kata-
kata lainnya.
Jadi suatu sanad hadis baru dapat dinyatakan bersambung sanadnya apabila:
Seluruh periwayat dalam sanad itu benar-benar sigar (adil dan dabit)
Antara-masing-masing periwayat dengan periwayat terdekat sebelumnya
dalam sanad itu benar-benar telah terjadi hubungan periwayatan hadis
secara sah menurut ketentuan tahammul wa ada' al-hadis3.
2) Rawinya adil
Yang dimaksud dengan istilah adil dalam periwayatan disini, secara
terminologis mempunyai arti spesifik atau khusus yang sangat ketat dan berbeda
dengan istilah adil dalam terminology hukum. Dalarn periwayatan, seseorang
dikatakan adil apabila memiliki sifat-sifat yang mendorong terpeliharanya
ketakwaan, yaitu senantiasa melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Nya,
baik akidahnya, terpelihara dirinya dari dosa besar dan kecil, dan terpelihara
akhlaknya termasuk hal-hal yang menodai murw'ah, di samping ia harus muslim,
baligh, berakal sehat, dan tidak fasik.
Secara umum telah mengemukakan cara penetapan keadilan periwayat
hadis.yakni, berdasarkan:
a) Popularitas keutamaan periwayat dikalangan utama, periwayat yang
terkenal keutamaan pribadinya, misalnya. Malik bin Anas dan Sufyan
al-Sawry tidak lagi diragukan keadilannya
3
Nawir Yuslem, “Ulumul Hadis”, (PT. Mutiara Sumber Widya, 2001) h 104
b) Penilaian para kritikus periwayat hadis: penilaian ini berisi
pengungkapkan kelebihan dan kekuranganyang ada pada diri
periwayat hadis
4
Khadijah, “Ulumul Hadis”, ( Medan : Perdana Publishing, 2011) h 77-78
4) Terhindar dari Syuzuz (janggal)
Yang dimaksud dengan syaz atau syuzuz disini, ialah suatu hadis yang
bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh perawi lain yang lebih kuat atau
lebih sigoh. Bahwa hadis yang tidak syas (gair syas), adalah hadis yang matannya
tidak bertentangan dengan hadis lain yang lebih kuat atau lebih sigoh.
Untuk mengetahui bahwa suatu hadis adalah syas atau tidak harus diadakan
penelitian yaitu:
a) Semua sanad yang mengandung matan hadis yang pokok masalahnya
memiliki kesamaan dihimpun dan diperbandingkan
b) Para periwayat diseluruh sanad diteliti kualitasnya:
c) Apabila seluruh periwayat bersifat sigat dan ternyata ada seorang
periwayat yang sanadnya menyalahi sanadsanad lainnya, maka sanad
yang menyalahi itu disebut sanad syas sedang sanad-sanad lainnya
disebut sanad mahfus.
Jadi, apabila terjadi pertentangan antara periwayat dengan periwayat lain
yang bersama sama bersifat sigot, maka periwayat yang sendirian “dikalahkan” oleh
periwayat yang banyak. Periwayat yang banyak dalam hal ini “dimenangkan”,
karena mereka dinilai lebih kuat atau lebih sigor.
5
Khadijah, “Ulumul Hadis”, ( Medan : Perdana Publishing, 2011) h 80
Di dalam istilah para Ulama Hadis, berkaitan dengan kualitas para perawi atau sanad
suatu Hadis, dikenal apa yang disebut dengan Ashahh al-Asanid, yaitu jalur sanad yang
dianggap para perawinya paling Shahih berdasarkan kesempurnaan pemenuhan syarat-syarat
ke-shahih-an suatu Hadis. Akan tetapi, para Ulama Hadis mempunyai pernilaian terhadap
masing masing sanad yang mereka anggap sebagai Ashahh al-Asanid. Oleh karenanya,
terdapat lima jalur yang dianggap sebagai ashahh al-Asanid, yaitu :
1. Ashahh al-Asanid menurut versi Ishag ibn Rahawaih dan Ahmad adalah: Al-Zuhri
dari Salim dari ayahnya (Abd Allah ibn "Umar ibn al-Khaththab)
2. Ashahh al-Asanid menurut versi Ibn al-Madini dan AlFallas adalah: Ibn Sirin dari
"Ubaidah dari Ali ibn Abi Thalib.
3. Ashahh al-Asanid menurut versi Ibn Ma'in adalah: AlA'masy dari Ibrahim dari
'Alqamah dari 'Abd Allah ibn Mas'ud.
4. Ashahh al-Asanid menurut versi Abu Bakar ibn Abi Syaibah adalah: Al-Zuhri dari
Ali ibn al-Husain dari ayahnya dari Ali ibn Abi Thalib.
5. Ashahh al-Asanid menurut versi Bukhari adalah: Malik dari Nafi' dari Ibn 'Umar.”
Sebagian Ulama Hadis membagi tingkatan Hadis Shahih, berdasarkan kepada kriteria
yang dipedomani oleh para mukharrij (perawinya yang terakhir yang membukukan) Hadis
Shahih tersebut kepada tujuh tingkatan, yaitu sebagai berikut:
6
Nawir Yuslem, “Ulumul Hadis”, (PT. Mutiara Sumber Widya, 2001) h 223-224
mutawatir, baik yang sahih li zatih maupun yang sahih li gairih. Namun mereka berbeda
pendapat tentang hadis sahih yang ahad dijadikan hujjah dalam bidang akidah. Perbedaan
terjadi karena perbedaan mereka dalam menilai hadis ahad, apakah ia berstatus atau memberi
faedah qat'i (pasti) sebagaimana hadis mutawartir, atau memberi faedah zanni (dugaan kuat).
Ulama yang memahami bahwa hadis sahih yang ahad sama dengan hadis sahih yang
mutawatir, yaitu sama-sama berstatus qat'i, berpendapat bahwa hadis ahad dapat dijadikan
hujjah dalam bidang akidah. Sedangkan ulama yang menilainya zanni menyatakan bahwa
hadis sahih yang ahad dapat dijadikan hujjah dalam bidang hukum, akhlak, sosial, ekonomi,
dan sebagainya, tidak dalam bidang akidah7.
7
Nawir Yuslem, “Ulumul Hadis”, (PT. Mutiara Sumber Widya, 2001) h 116
PENUTUP
Hadits shahih adalah hadits yang dinukilkan atau diriwayatkan oleh rawi-rawi yang
adil, sempurna ingatannya, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber-illat atau cacat, dan
tidak janggal. Telah banyak pendefinisian yang ditawarkan oleh para ulama mengenai
pengertian hadits shahih ini salah satunya ada pengertian hadis shahih menurut Imam Al-
Nawawi yakni “Hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh perawi yang adil lagi
dhabith, tidak syadz, dan tidak berillat”, jadi suatu hadits dapat dikatakan sebagai hadits
shahih apabila telah memenuhi lima kriteria tersebut. Hadits shahih terbagi menjadi dua
bagian, yaitu shahih al-dzatih dan shahih li ghairih. Shahih al dzatih merupakan ingatan
perawi yang sempurna, sedang pada hadits shahih li ghairih yaitu ingatan perawi yang kurang
sempurma.
Adapun mengenai kriteria dari hadis shahih ini ada 5, seperti yang telah pemakalah
paparkan pada pengertian, bahwa hadis shahih tidak sempurna apabila tidak memenuhi 5
kriteria tersebut, diantaranya ada : Sanad Hadis tersebut harus bersambung yang berarti tiap-
tiap periwayat dalam sanad hadis menerima riwayat hadis dari periwayat terdekat
sebelumnya. Rawinya adil, adil disini memiliki makna yang berbeda yaitu seorang perawi
dikatakan adil apabila memiliki sifat-sifat yang mendorong terpeliharanya ketakwaan, yaitu
senantiasa melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Nya, baik akidahnya,
terpelihara dirinya dari dosa besar dan kecil, dan terpelihara akhlaknya termasuk hal-hal yang
menodai murw'ah, di samping ia harus muslim, baligh, berakal sehat, dan tidak fasik.
Perawinya dhabith, artinya perawi Hadis tersebut memiliki ketelitian dalam menerima Hadis,
memahami apa yang ia dengar, serta mampu mengingat dan menghafalnya sejak ia menerima
Hadis tersebut sampai pada masa ketika ia meriwayatkannya. Terhindah dari Syuzuz
maksudnya adalah suatu hadis yang bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh
perawi lain yang lebih kuat atau lebih sigoh. Terhindar dari „illat, ialah sebab yang
tersembunyi yang merusak kualitas hadis, keberadaanya menyebabkan hadis yang lahirnya
tampak berkualitas sahih menjadi tidak sahih.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qhaththan, Syaikh Manna. Pengantar Studi Ilmu Hadits. Terj. Mifdhol Abdurrahman,