Anda di halaman 1dari 11

KRITERIA HADIS SHAHIH

Mata kuliah :

Ulumul Hadis A

Dosen pengampu :

Akhmad Shagir, Dr., S.Ag, M.Ag

Oleh :

Alfiannor 190103020124

Ayu Lestari 190103020086

Raja Muhammad Jakfar 190103020153

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA


ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
BANJARMASIN
2020
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hadits yang dipahami sebagai pernyataan, perbuatan, persetujuan dan hal yang
berhubungan dengan Nabi Muhammad saw. Dalam Islam, hadits diyakini sebagai sumber
ajaran agama kedua setelah al-Quran. Disamping itu hadits juga memiliki fungsi sebagai
penjelas terhadap ayat-ayat al-Qur‟an sebagaimana dijelaskan dalam QS: an-Nahl ayat 44.
Hadits tersebut merupakan teks kedua, sabda-sabda nabi dalam perannya sebagai
pembimbing bagi masyarakat yang beriman.

Hadis sebagai sumber ajaran kedua setelah al-Qur‟an memerlukan kriteria untuk
menetapkan ke-shahih-annya agar diterima dan diamalkan, maka dari itu kami disini menulis
makalah yang berjudul “Kriteria Hadis Shahih”.

B. Rumusan masalah
1. Pengertian Hadis Shahih?
2. Apa saja Kriteria Hadis Shahih?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Hadis Shahih
2. Untuk mengetahui kriteria hadis Shahih
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadis Shahih

Hadits shahih berasal dari kata ‫الصحيخ‬yang artinya sehat atau tanpa cacat. Jadi
pengertian hadits shahih adalah hadits yang berasal dari orang yang dipercaya yang tidak ada
keraguan di dalamnya.

Defenisi yang ringkas yang didefinisikan oleh Imam An-Nawawi sebagai berikut

ُ ‫ضا بِ ِطيْهَ ِمهْ َغ ْي ِر‬


‫شد ُْو ٍد َو ََل ِعهَّ ٍة‬ َّ ‫سنَ ُدهُ بِا ْن ُعد ُْو ِل ان‬ َ َّ‫َماات‬
َ ‫ص َم‬
“Hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh perawi yang adil lagi dhabith,
tidak syadz, dan tidak berillat.”

Pengertian hadits shahih dari ulama Al-Mutaakhirin mendefinisikan Sebagai berikut :

َّ ‫َه ْان َعد ِْل ان‬


‫ضابِ ِط إنِ َى‬ َّ ‫سنَا ُدهُ بِنَ ْق ِد ِل ا ْن َعد ِْل ان‬
ِ ‫ضابِ ِط ع‬ ْ ‫سنَ ُد انَّ ِر‬
ِ َّ‫ي يَت‬
ْ ِ‫ص ُم إ‬ ْ ‫ث ْان ُم‬ َ ‫ص ِح ْي ُح فَ ُه َى ْا‬
ُ ‫نح ِد ْي‬ َّ ‫ث ان‬ َ ‫أَ َّما ْا‬
ُ ‫نح ِد ْي‬
.‫هاهُ َو ََل يَ ُك ْىنُ شَا ًذا وَلَا ُم َعه َّ ًل‬ َ َ‫ُم ْنت‬
“Adapun hadits shahih ialah hadits yang sanadnya bersambung sampai kepada nabi,
diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabith sampai akhir sanad, tidak ada kejanggalan
dan berillat.”

Adapun shahih menurut istilah ilmu hadits ialah: "Satu hadits yang sanadnya
bersambung dari permulaan sampai akhir, disampaikan oleh orang-orang yang adil, memiliki
kemampuan menghafal yang sempurna (dhabith), serta tidak ada penyelisihan dengan perawi
yang lebih terpercaya darinya (syadz) dan tidak ada 'illat yang berat."

Para ulama ahli hadits membagi hadits sahih kepada dua bagian, yaitu sahih lizatih
dan sahih ligatrih. Pembagian ini terletak pada segi hafalan atau ingatan perawinya. Pada
sahih lizatih, ingatan perawinya sempurna, sedang pada hadits ligairih, ingatan perawinya
kurang sempurma1.

 Hadits Sahih Lizatih


Yang dimaksud dengan hadits sahih lizatih, ialah hadits sahih dengan
sendirinya, yaitu yang sahih dengan tidak bantuan keterangan lain. Ini berarti,
1
Khadijah, ulumul hadis (Medan : Perdana Publishing, 2011) hal:66
bahwa hadits sahih lisarih ini adalah hadits yang memenuhi persyaratan magbul
secara sempurna, sesuai dengan syarat-syarat hadits sahih seperti dikemukakan
sebelumnya.

 Hadits Sahih Ligairih


Hadits shahih Ii ghairihi adalah hadits hasan Ii dzatihi bila diriwayatkan
melalui jalan lain (lebih dari satu jalur sanad) yang semisal dengannya, atau lebih
kuat darinya. Dinamakan shahih Ii ghairihi karena keshahihannya bukan berasal
dari sanad hadits itu sendiri, melainkan datang dari penggabungan riwayat lain.
Kedudukannya lebih tinggi dari hasan Ii dzatihi dan masih di bawah shahih Ii
dzatihi2.

B. Kriteria Hadis Shahih


Suatu Hadis dapat dinyatakan Shahih apabila telah memenuhi kriteria tertentu. Kriteria
yang telah dirumuskan oleh para Ulama tentang Hadis Shahih adalah sebagai berikut:

1) Sanad Hadis tersebut harus bersambung.


Yang dimaksud dengan sanad bersambung ialah tiap tiap periwayat dalam
sanad hadis menerima riwayat hadis dari periwayat terdekat sebelumnya. Keadaan
itu berlangsung demikian sampai akhir sanad dari hadis itu. Jadi seluruh rangkaian
periwayat dalam sanad mulai dari periwayat yang disandari oleh al-Mukhorrij
(penghimpun riwayat hadis dalam karya tulisnya) sampai kepada periwayat
tingkat sahabat yang menerima hadis yang bersangkutan dari Nabi, bersambung
dalam periwayatan.
Menurut M. Syuhudi Ismail, untuk mengetahui bersambung atau tidaknya
suatu sanad hadis, biasanya ulama hadis menempuh beberapa tata kerja penelitian
sebagai berikut:
a. Mencatat semua nama periwayat dalam sanad yang diteliti:
b. Mempelajari sejarah hidup masing-masing periwayat:
1) melalui kitab-kitab rijal al-hadis, misalnya kitab Tahzib atTahzib
susunan Ibn Hajar al-Asgalani, dan kitab al-Kasyif susunan
Muhammad ibn Ahmad az-Zahabi,

2
Syaikh Manna Al-Qhaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, Terj. Mifdhol Abdurrahman, ( Jakarta :
Pustaka Al-Kautsar, 2015) h 123
2) dengan maksud untuk mengetahui:
 apakah setiap periwayat dalam sanad itu dikenal sebagai Orang
yang adil dan dabit, serta tidak suka melakukan penyembunyian
cacat (tadlis)
 apakah antara periwayat dengan periwayat yang terdekat dalam
sanad itu terdapat hubungan: kesezamanan pada masa hidupnya,
dan guru-murid dalam periwayatan hadis.
c. Meneliti kata-kata yang menghubungkan antara para periwayat dengan
periwayat terdekat dalam sanad, yakni apakah kata-kata yang terpakai
berupa: hadasani, hadasana, akhbarani, akhbarana, 'an, 'anna, atau kata-
kata lainnya.

Jadi suatu sanad hadis baru dapat dinyatakan bersambung sanadnya apabila:
 Seluruh periwayat dalam sanad itu benar-benar sigar (adil dan dabit)
 Antara-masing-masing periwayat dengan periwayat terdekat sebelumnya
dalam sanad itu benar-benar telah terjadi hubungan periwayatan hadis
secara sah menurut ketentuan tahammul wa ada' al-hadis3.

2) Rawinya adil
Yang dimaksud dengan istilah adil dalam periwayatan disini, secara
terminologis mempunyai arti spesifik atau khusus yang sangat ketat dan berbeda
dengan istilah adil dalam terminology hukum. Dalarn periwayatan, seseorang
dikatakan adil apabila memiliki sifat-sifat yang mendorong terpeliharanya
ketakwaan, yaitu senantiasa melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Nya,
baik akidahnya, terpelihara dirinya dari dosa besar dan kecil, dan terpelihara
akhlaknya termasuk hal-hal yang menodai murw'ah, di samping ia harus muslim,
baligh, berakal sehat, dan tidak fasik.
Secara umum telah mengemukakan cara penetapan keadilan periwayat
hadis.yakni, berdasarkan:
a) Popularitas keutamaan periwayat dikalangan utama, periwayat yang
terkenal keutamaan pribadinya, misalnya. Malik bin Anas dan Sufyan
al-Sawry tidak lagi diragukan keadilannya

3
Nawir Yuslem, “Ulumul Hadis”, (PT. Mutiara Sumber Widya, 2001) h 104
b) Penilaian para kritikus periwayat hadis: penilaian ini berisi
pengungkapkan kelebihan dan kekuranganyang ada pada diri
periwayat hadis

c) Penerapan kaedah al jarh wa al-ta'dil, cara ini ditempuh, bila para


kritikus periwayat hadis tidak sepakat tentang kualitas pribadi
periwayat tertentu. Jadi penetapan keadilan periwayat diperlukan
kesaksian dari ulama, dalam hal ini ulama ahli kritik periwayat.

3) Perawinya adalah dhabith.


Artinya perawi Hadis tersebut memiliki ketelitian dalam menerima Hadis,
memahami apa yang ia dengar, serta mampu mengingat dan menghafalnya sejak ia
menerima Hadis tersebut sampai pada masa ketika ia meriwayatkannya. atau, ia
mampu memelihara Hadis yang ada di dalam catatannya dari kekeliruan, atau dari
terjadinya . pertukaran, pengurangan, dan sebagainya, yang dapat mengubah Hadis
tersebut Ke-dhabith-an seorang perawi. Dengan demikian, Dhabit dapat dibagi
menjadi dua yaitu Dhabit Shadran (kekuatan ingatan atau hafalannya) dan Dhabit
Kitaban (kerapian dan ketelitian tulisan atau catatannya).
Menurut Ibn Hajar al-Asgalani, periwayat yang dabit adalah orang yang
kuat hafalannya tentang apa yang telah didengarnya dan mampu menyampaikan
hafalan itu kapan saja dia menghendaki. Ada pula ulama menyatakan, orang dabit
adalah orang yang mendengarkan pembicaraan sebagaimana seharusnya, dia
memahami arti pembicaraan itu secara benar, kemudian dia menghafalnya dengan
sungguh-sungguh dan dia berhasil hafal dengan sempurna, sehingga dia mampu
menyampaikan hafalan itu kepada orang lain dengan baik. Sementara Subhi as-
Shalih menyatakan bahwa orang yang dabit adalah orang yang mendengarkan
riwayat hadis sebagaimana seharusnya, memahami dengan pemahaman mendetail
kemudian hafal secara sempurna, dan memiliki kemampuan yang demikian itu,
sedikitnya mulai dari saat mendengar riwayat itu sampai menyampaikan riwayat
tersebut kepada orang lain4.

4
Khadijah, “Ulumul Hadis”, ( Medan : Perdana Publishing, 2011) h 77-78
4) Terhindar dari Syuzuz (janggal)
Yang dimaksud dengan syaz atau syuzuz disini, ialah suatu hadis yang
bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh perawi lain yang lebih kuat atau
lebih sigoh. Bahwa hadis yang tidak syas (gair syas), adalah hadis yang matannya
tidak bertentangan dengan hadis lain yang lebih kuat atau lebih sigoh.
Untuk mengetahui bahwa suatu hadis adalah syas atau tidak harus diadakan
penelitian yaitu:
a) Semua sanad yang mengandung matan hadis yang pokok masalahnya
memiliki kesamaan dihimpun dan diperbandingkan
b) Para periwayat diseluruh sanad diteliti kualitasnya:
c) Apabila seluruh periwayat bersifat sigat dan ternyata ada seorang
periwayat yang sanadnya menyalahi sanadsanad lainnya, maka sanad
yang menyalahi itu disebut sanad syas sedang sanad-sanad lainnya
disebut sanad mahfus.
Jadi, apabila terjadi pertentangan antara periwayat dengan periwayat lain
yang bersama sama bersifat sigot, maka periwayat yang sendirian “dikalahkan” oleh
periwayat yang banyak. Periwayat yang banyak dalam hal ini “dimenangkan”,
karena mereka dinilai lebih kuat atau lebih sigor.

5) Terhindar dari illat (cacat)


Kata “Ilat yang bentuk jama'nya “la atau lal-illal, menurut bahasa berarti
cacat, penyakit, keburukan dan kesalahan baca. Dengan pengertian ini, maka yang
disebut hadis ber'illat adalah hadis-hadis yang ada cacat atau penyakitnya.
Pengertian 'illat menurut istilah ilmu hadis ialah sebab yang tersembunyi,
yang merusak kualitas hadis. Keberadaanya menyebabkan hadis yang pada lahirnya
tampak berkualitas sahih menjadi tidak sahih. Dengan demikian, maka yang
dimaksud hadis yang tidak ber'illat ialah hadis-hadis yang didalamnya terdapat
kesamaran atau keragu raguan5.

C. Tingkatan Hadis Shahih

5
Khadijah, “Ulumul Hadis”, ( Medan : Perdana Publishing, 2011) h 80
Di dalam istilah para Ulama Hadis, berkaitan dengan kualitas para perawi atau sanad
suatu Hadis, dikenal apa yang disebut dengan Ashahh al-Asanid, yaitu jalur sanad yang
dianggap para perawinya paling Shahih berdasarkan kesempurnaan pemenuhan syarat-syarat
ke-shahih-an suatu Hadis. Akan tetapi, para Ulama Hadis mempunyai pernilaian terhadap
masing masing sanad yang mereka anggap sebagai Ashahh al-Asanid. Oleh karenanya,
terdapat lima jalur yang dianggap sebagai ashahh al-Asanid, yaitu :
1. Ashahh al-Asanid menurut versi Ishag ibn Rahawaih dan Ahmad adalah: Al-Zuhri
dari Salim dari ayahnya (Abd Allah ibn "Umar ibn al-Khaththab)
2. Ashahh al-Asanid menurut versi Ibn al-Madini dan AlFallas adalah: Ibn Sirin dari
"Ubaidah dari Ali ibn Abi Thalib.
3. Ashahh al-Asanid menurut versi Ibn Ma'in adalah: AlA'masy dari Ibrahim dari
'Alqamah dari 'Abd Allah ibn Mas'ud.
4. Ashahh al-Asanid menurut versi Abu Bakar ibn Abi Syaibah adalah: Al-Zuhri dari
Ali ibn al-Husain dari ayahnya dari Ali ibn Abi Thalib.
5. Ashahh al-Asanid menurut versi Bukhari adalah: Malik dari Nafi' dari Ibn 'Umar.”

Sebagian Ulama Hadis membagi tingkatan Hadis Shahih, berdasarkan kepada kriteria
yang dipedomani oleh para mukharrij (perawinya yang terakhir yang membukukan) Hadis
Shahih tersebut kepada tujuh tingkatan, yaitu sebagai berikut:

1. Hadis yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim.


2. Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari saja.
3. Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim saja.
4. Hadis yang diriwayatkan sesuai dengan persyaratan Bukhari dan Muslim.
5. Hadis yang diriwayatkan menurut persyaratan Bukhari.
6. Hadis yang diriwayatkan menurut persyaratan Muslim
7. Tingkatan selanjutnya adalah Hadis Shahih menurut Imam-imam Hadis lainnya
yang tidak mengikuti syarat Bukhari dan Muslim, seperti ibn Khuzaimah dan ibn
Hibban6.

D. Kehujjahan Hadis Shahih


Para ulama sepakat bahwa hadis sahih wajib diterima dan diamalkan. Hadis sahih
merupakan hujjah dan dalil dalam penetapan hukum syara', baik hadis itu ahad terlebih yang

6
Nawir Yuslem, “Ulumul Hadis”, (PT. Mutiara Sumber Widya, 2001) h 223-224
mutawatir, baik yang sahih li zatih maupun yang sahih li gairih. Namun mereka berbeda
pendapat tentang hadis sahih yang ahad dijadikan hujjah dalam bidang akidah. Perbedaan
terjadi karena perbedaan mereka dalam menilai hadis ahad, apakah ia berstatus atau memberi
faedah qat'i (pasti) sebagaimana hadis mutawartir, atau memberi faedah zanni (dugaan kuat).
Ulama yang memahami bahwa hadis sahih yang ahad sama dengan hadis sahih yang
mutawatir, yaitu sama-sama berstatus qat'i, berpendapat bahwa hadis ahad dapat dijadikan
hujjah dalam bidang akidah. Sedangkan ulama yang menilainya zanni menyatakan bahwa
hadis sahih yang ahad dapat dijadikan hujjah dalam bidang hukum, akhlak, sosial, ekonomi,
dan sebagainya, tidak dalam bidang akidah7.

7
Nawir Yuslem, “Ulumul Hadis”, (PT. Mutiara Sumber Widya, 2001) h 116
PENUTUP

Hadits shahih adalah hadits yang dinukilkan atau diriwayatkan oleh rawi-rawi yang
adil, sempurna ingatannya, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber-illat atau cacat, dan
tidak janggal. Telah banyak pendefinisian yang ditawarkan oleh para ulama mengenai
pengertian hadits shahih ini salah satunya ada pengertian hadis shahih menurut Imam Al-
Nawawi yakni “Hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh perawi yang adil lagi
dhabith, tidak syadz, dan tidak berillat”, jadi suatu hadits dapat dikatakan sebagai hadits
shahih apabila telah memenuhi lima kriteria tersebut. Hadits shahih terbagi menjadi dua
bagian, yaitu shahih al-dzatih dan shahih li ghairih. Shahih al dzatih merupakan ingatan
perawi yang sempurna, sedang pada hadits shahih li ghairih yaitu ingatan perawi yang kurang
sempurma.

Adapun mengenai kriteria dari hadis shahih ini ada 5, seperti yang telah pemakalah
paparkan pada pengertian, bahwa hadis shahih tidak sempurna apabila tidak memenuhi 5
kriteria tersebut, diantaranya ada : Sanad Hadis tersebut harus bersambung yang berarti tiap-
tiap periwayat dalam sanad hadis menerima riwayat hadis dari periwayat terdekat
sebelumnya. Rawinya adil, adil disini memiliki makna yang berbeda yaitu seorang perawi
dikatakan adil apabila memiliki sifat-sifat yang mendorong terpeliharanya ketakwaan, yaitu
senantiasa melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Nya, baik akidahnya,
terpelihara dirinya dari dosa besar dan kecil, dan terpelihara akhlaknya termasuk hal-hal yang
menodai murw'ah, di samping ia harus muslim, baligh, berakal sehat, dan tidak fasik.
Perawinya dhabith, artinya perawi Hadis tersebut memiliki ketelitian dalam menerima Hadis,
memahami apa yang ia dengar, serta mampu mengingat dan menghafalnya sejak ia menerima
Hadis tersebut sampai pada masa ketika ia meriwayatkannya. Terhindah dari Syuzuz
maksudnya adalah suatu hadis yang bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh
perawi lain yang lebih kuat atau lebih sigoh. Terhindar dari „illat, ialah sebab yang
tersembunyi yang merusak kualitas hadis, keberadaanya menyebabkan hadis yang lahirnya
tampak berkualitas sahih menjadi tidak sahih.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qhaththan, Syaikh Manna. Pengantar Studi Ilmu Hadits. Terj. Mifdhol Abdurrahman,

Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2015.

Khadijah. Ulumul Hadis. Medan : Perdana Publishing, 2011.

Nawir Yuslem. Ulumul Hadis. PT. Mutiara Sumber Widya, 2001.

Anda mungkin juga menyukai