Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Al-hadits merupakan sumber ajaran islam yang kedua setelah Al-Qur'an.
Dilihat dari segi periwayatannya, jelas antara Hadits dan Al-Qur'an terdapat
perbedaan. Untuk Al-Qur'an seluruh periwayatnnya berlangsung secara
mutawatir. Sedangkan periwayatan Hadits, sebagian berlangsung secara
mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad. Sehingga dari sinilah
timbul berbagai pendapat dalam menilai kualitas Hadits. Dan dalam hal ini
mengakibatkan perselisihan. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini
penulis ingin membahas beberapa hal yang berkaitan dengan Hadits.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Hadits?
2. Apa saja macam-macam Hadits?
3. Bagaimana kedudukan Hadits dalam sumber hukum islam?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Al-Hadits


Kata "Hadits" atau al-hadis menurut bahasa, berarti al-jadid (sesuatu
yang baru). Kata hadis juga berarti al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang
dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain.1 Secara
terminologis, ahli hadits dan ahli ushul berbeda pendapat dalam memberikan
pengertian tentang hadits. Di kalangan ulama hadits, terdapat beberapa
definisi yang satu dengan yang lain agak berbeda.
Menurut ahli hadits, pengertian hadits ialah:
‫أقوال الّنبّي صّلى هللا عليه وسّلم وأفعاله وأحواله‬.
“Segala perkataan Nabi, perbuatan, dan hal ihwalnya”.
Yang dimaksud dengan “hal ihwal” ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi
SAW. Yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan
kebiasaan-kebiasaannya.
Sementara para ulama ushul memberikan pengertian hadits adalah:
‫أقواله‬.‫وأفعاله وتقريراته اّلتي تثبت األحكام وتقّررها‬
“Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan taqrirnya yang berkaitan
dengan hukum syara’ dan ketetapannya”.
Berdasarkan pengertian hadits menurut ahli ushul ini jelas bahwa hadits
adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi. Baik ucapan, perbuatan
maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-
ketentuan Allah yang disyariatkan kepada manusia.

2.2 Macam-macam Hadits


1
UIN Sunan Ampel Press, Studi Hadits, Surabaya, hal.3
2
Dari berbagai definisi hadits diatas diketahui terdapat berbagai macam
hadits yaitu hadits dilihat dari segi kuantitas dan kualitasnya. Yang dimaksud
segi kuantitasnya adalah penggolongan hadits yang ditinjau dari banyaknya
rowi yang meriwayatkan hadits. Sedangkan hadits dari segi kualitasnya
adalah penggolongan hadits dilihat dari aspek diterima atau ditolaknya.2

1. Hadits dilihat dari segi kuantitas


a. Hadits Mutawatir
Kata Mutawatir dilihat dari segi bahasa berarti Muttabi' atau
Mutatabbi' yang artinya yang datang berturut-turut dan tidak ada jarak.
Definisi hadits Mutawatir menurut al-Bagdadi, adalah suatu hadits yang
diriwayatkan oleh sekelompok orang dengan jumlah tertentu yang
menurut kebiasaan mustahil bersepakat berdusta. Menurut Imam
Syafi'i, hadits Mutawatir adalah khabar al-'ammah (berita yang dibawa
oleh orang banyak).3
Hadits Mutawatir terbagi menjadi dua macam, yaitu Mutawatir bil
Lafdzi dan Mutawatir bil Ma'na. Mutawatir bil Lafdzi yaitu hadits yang
diriwayatkan oleh rowi yang banyak dan mencapai syarat-syarat
mutawatir dengan redaksi dan ma'na yang sama antara riwayat satu dan
riwayat yang lain. Sedangkan Mutawatir bil Ma'nayaitu hadits yang
mencapai tingkat mutawatir namun susunan redaksinya berbeda antara
yang diriwayatkan satu rowi dengan dengan rowi yang lain, namun isi
kandungan maknanya sama.
Menurut pendapat para ulama' ahli hadits, bahwa tidak boleh ada
keraguan sedikitpun dalam memakai hadits mutawatir. Dengan kata lain
bahwa hukum hadits mutawatir adalah bersifat qath'i (pasti).
b. Hadits Ahad
Yang dimaksud Hadits Ahad yaitu hadits yang diriwayatkan oleh
satu, dua, tiga orang atau lebih namun tidak mencapai tingkatan
mutawatir. Artinya, pada tiap-tiap tabaqah (tingkatan), jumlah rowi

2
Akik Pustaka, Qur'an Hadits, hal.42

3
Ibid, hal.42
3
hadits ahad bisa terdiri dari satu rowi, dua rowi, atau tiga rowi saja dan
tidak mencapai derajat mutawatir.4
Di kalangan ulama' ahli haditsterjadi perbedaan pendapat mengenai
kedudukan hadits ahad untuk digunakan sebagai landasan hukum.
Sebagian ulama ahli hadits berkeyakinan bahwa hadits ahad tidak bisa
dijadikan landasan hukum untuk masalah akidah. Sebab, menurut
mereka, hadits ahad bukanlah qath'i ats-tsubut (pasti ketetapannya).
Hadits Ahad dibagi menjadi tiga macam, yaitu hadits masyhur,
hadits aziz, dan hadits gharib.5
(a) Hadits Masyhur
Definisi hadits masyhur adalah:
‫َم اَر َو اُه الَّثاَل َثُة َفَأْكَثُر َو لْم َيِص ْل َد َر َج َة الَّتَو اُتِر‬
Artinya: Hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, namun
belum mencapai derajat mutawatir.
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa hadits masyhur
adalah hadits yang diriwayatkan dari Nabi SAW oleh beberapa
sahabat namun tidak mencapai derajat mutawatir. Dari segi
tingkatannya, hadits masyhur adalah termasuk paling tinggi, sebab
rowi hadits masyhur ini yang paling dekat untuk mencapai derajat
mutawatir. Hanya saj, ada pada salah satu tingkatan rowinya tidak
mencapai derajat mutawatir.
(b)Hadits Aziz
Definisi hadits aziz adalah:
‫َم اَر َو اُه اْثَناِن َو لْو َك اَن ِفى َطَبَقٍة َو اِحَدٍة ُثَّم َر َو اُه َبْع َد َذ ِلَك َج َم اَع ٌة‬
Artinya: Hadits yang diriwayatkan oleh dua orang pada satu tabaqah,
kemudian pada tabaqah selanjutnya banyak rowi yang
meriwayatkannya.
Dari definisi tersebut, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
hadits aziz yaitu hadits yang pada salah satu atau setiap tabaqah
(tingkatan) rowinya hanya ada dua orang saja.

4
Ibid, hal.43

5
Ibid, hal.44
4
(c) Hadits Gharib
Dari segi bahasa kata gharib dari gharaba yaghribu yang artinya
menyendiri, asing, atau terpisah. Sedangkan menurut istilah:
‫َم ااْنَفَر َد ِبِر َو اَيِتِه َش ْخ ٌص ِفى َأِّى َم ْو ِض ٍع َو َقَع الَّتَفٌّرُد ِبِه ِم َن الَّسَنِد‬
Artinya: Hadits yang diriwayatkan oleh seorang rowi, dimanapun
tempat sanad terjadi.
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan hadits gharib adalah hadits yang diriwayatkan oleh hanya
seorang rowi saja, baik dalam seluruh tingkatan sanad atau pada
salah satu tingkatan sanadnya. Kemudian yang dimaksud dengan
sanad menyendiri pada suatu hadits yaitu rowi yang meriwayatkan
hadits secara sendirian tanpa ada rowi yang lain.
2. Hadits dilihat dari segi kualitas
Ditinjau dari segi kualitasnya, hadits dibedakan menjadi empat,
yaitu6:
a. Hadits Shahih
Hadits shahih adalah hadits yang sanadnya bersambung (tidak
terputus) dan para rowi yang meriwayatkan hadits tersebut adalah adil
dan dhabit, serta dalam matan hadits tersebut tidak ada kejanggalan
(Syaz) dan cacat ('llat).
b. Hadits Hasan
Hadits hasan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adildan
kuat ingatan, tetapi tingkat kekuatan ingatan rawi lebih rendah dari pada
tingkat kekuatan ingatannya perawi sunnah shahih.
c. Hadits Dhaif
Hadits dhaif adalah hadits yang tidak memenuhi syarat
diterimanya suatu hadits dikarenakan hilangnnya salah satu syrat dari
beberapa syarat yang ada.
Dari definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa jika salah satu
syarat dari beberapa syarat diterimanya suatu hadits tidak ada, maka
hadits tersebut diklasifikasika ke dalam hadits dhaif.

6
http://ahsinunniam.blogspot.com/2016/04/makalah-sunnah-sebagai-sumber-hukum.html
5
d. Hadits Maudhu'
Hadits maudhu' adalah hadits yang direkayasa dan dipalsukan
oleh pemalsu sunnah, sehingga seolah-olah berasal dari rasulullah saw,
baik dengan iktikad baik maupun karena sengaja hendak merusak
ajaran islam.

6
2.3 Kedudukan Hadist sebagai sumber hukum kedua

Seluruh umat islam telah sepakat bahwa hadist merupakan salah satu sumber
ajara islam. Keharusan mengikuti hadist bagi umat islam ( baik berupa
perintah maupun larangannya ) sama halnya dengan mengikuti Al- Quran. Hal
ini karena hadist merupakan mubbayyin ( penjelas) terhadap Al-Quran, yang
karena siapa pun tidak akan bisa memahaminya tanpa dengan memahami dan
mengusai hadist. Begitu pula halnya menggunakan hadist tanpa Al-Quran.
Karena Al-Quran merupakan dasar hukum pertama, yang didalam nya berisi
garis besar syariat. Dengan demikian, antara hadist dengan Al-Quran memiliki
kaitan nya yang sangat erat, untuk memahami dan mengamalkannya tidak
daopat dipisah-pisahkan atau berjalan sendiri-sendiri.

Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadist sebagai sumber ajaran


islam, dapat dilihat dari beberpa dali naqli ( Al-Quran dan hadist ) dan aqli
( rasional), seperti halnya dibawah ini :

beriman kepada Allah swt dan Rasul-Nya. Iman kepada Rasul sebagai utusan
Alllah swt, merupakan suatu keharusan dan sekaligus kebutuhan setiap
individu. Dengan demikian, Allah akan memperkokoh dan mempebaiki
keadaan merwka. Hal ini, sebagaimana dijelaskan dalam surat Ali Imran : 17
dan An-nisa’ : 36.

Selain Allah memerintahkan umat islam agar terpecaya kepada


Rasul saw, juaga menyerukan agar mereka mentaati segala bentuk
perundang-undangan dan peraturan yan dibawahnya, baik berupa perintah
maupun larangan. Tuntutan taat dan patuh kepada Rasul ini sama halnya
tuntutan taat dan patuh kepada Allah swt. Banyak ayat Al-Quran yang
berkenaan dengan masalah ini.
Firman Allah dalam Surah Ali Imran : 32 sebagai berikut :

‫ُقَأْلِط يُعو۟ا ٱلَّلَهَو ٱلَّرُسوَل ۖ َفِإنَتَو َّلْو ۟ا َفِإَّنٱلَّلَهاَل ُيِح ُّبٱْلَٰك ِفِر يَن‬

7
Artinya : Katakanlah! "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu
berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir"

Dalam Surah An-Nisa’ : 59 Allah juga berfirman:

‫َٰٓيَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنٓو ۟ا َأِط يُعو۟ا ٱَهَّلل َو َأِط يُعو۟ا ٱلَّرُسوَل َو ُأ۟و ِلى ٱَأْلْم ِر ِم نُك ْم ۖ َفِإن َتَٰن َز ْعُتْم ِفى َش ْى ٍء َفُر ُّد وُه ِإَلى ٱِهَّلل‬
‫َو ٱلَّرُسوِل ِإن ُك نُتْم ُتْؤ ِم ُنوَن ِبٱِهَّلل َو ٱْلَيْو ِم ٱْل َء اِخ ِر‬

Arti: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. Terjemahan Makna Bahasa
Indonesia (Isi Kandungan)

1. Dalil hadist Rasulullah

Selain berdarkan ayat-ayat Al-Quran diatas, kedudukan hadist juga


dapat dilihat melalui hadist-hadist Rasul sendiri. Banyak hadist yang
menggambarkan hal inidan menunjukkan perlunya ketaatan kepada
pemerintahnya. Dalam salah satu pesanmya, berkenaan dengan
keharusan menjadikan Hadist sebagai pedoman hidup di sampan Al-
Quran. Rasulullah bersabda:

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ ِكَتاَب ِهللا َو ُس َّنَة َر ُسْو ِلِه‬: ‫َتَر ْكُت ِفْيُك ْم َأْمَر ْيِن َلْن َتِض ُّلْو ا َم ا َتَم َّسْكُتْم ِبِهَم ا‬

Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat
selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah
Rasul-Nya (hadist). ( HR. Malik ibn Anas)

Hadist diatas dengan tegas menyatajan bahwa Al-Quran dan sunah Nabi
merupakan pedoman hidup yang dapat menuntun manusia menjalani kehidupan
yang lurus dan benar, bukan jalan yang salah dan sesat. Keduanya merupakan

8
peninggalan Rasulullah yang diperuntukkan bagi umat islam agar
mempedomaninya.7

Dalam salah satu taqrir Rasul juga memberikan petunjuk kepada umat islam,
bahwa dalam menghadapi berbagai persoalan hukum dan kemasyarakatan, kedua
sumber ajaran yakni Al-Quran dan hadist merupakan sumber asasi. Ini
sebagaimana terlihat pada dialog antara Rasulullah dengan sahabat Mu’az ibn
Jabal menjelang keberangkatannya ke negeri Yaman. Rasul dalam hal ini
membenarkan semua jawaban Mu’az8

2. Kesepatan Ulama ( Ijma’)


Umat islam, kecuali mereka para penyimpangan dan pembuat
kebohongan, telah sepakat menjadikannhadist sebagai salah satu
dasar hukum dalam beramal. Penerimaan mereka terhadap hadist
sama seperti penerimaan mereka terhadap Al-Quran, karena
keduanya sama-sama dijadikan sebagai sumber hukum islam.

Kesempatan umat islam dalam mempercayai, menerima dan mengamalkan


segala ketentuan yang terkandung di dalam hadist berlaku sepanjang zaman,
sejak Rasululah masih hidup dan sepeninggalnya; massa Khulafa’ Al-Rasyidun,
tabi’in,tabi’ al-tabi’in,atba’ tabi’ al-tabi’in serta massa-masa selanjutnya, dan tidak
ada yang mengingkarinya sampai sekarang. Banyak di antara mereka yang tidak
hanya memahami dan mengamalkan isi dan menyebarluaskan dengan segala
upaya kepada genersi-generasi selanjutnya.

Mengamalkan sunnah Rasulullah wajib menurut ijma’ para sahabat. Tidak


seorangpun diantara mereka yang menolak tentang kewajiban taat kepada
Rasulullah..9 Bahkan,umat islam telah bersepakat mengenai kewajiban mengikuti
sunnah. Kewajiban mengikut sunnah ini dikuatkan dengan dalil-dalil Al-Quran
dan sunnah.10 Sebagaimana telah dijelaskan di atas.

7
Prof.Dr.H.Idri,M.Ag,studi hadist,cet.2 ( Jakarta : Prenada Media Group,2013)

8
Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, juz II ( Beirut: Dar Al-Fikr,1988 ),162

9
Abd Al-Wahhab Khallaf, ‘Ilm Usul al-Fiqh ( Kuwait : Dar al-Qalam,1978),30
9
Ijma’ umat islamuntuk menerima dan mengenalkan sunnah sudah ada
sejak jaman Nabi, para Khulafa’ Al-Rasyidun, dan para pengikut mereka. Banyak
contoh yang bisa menjelaskan betapa para sahabat sangat mengagumi Rasulullah
dn melakukan apa yang dilakukannya. Diantaranya Abu Bakarpernah berkata, “
Aku tidak meninggalkan sesuatu pun yang dilakukan Rasulullah, maka pasti aku
melakukannnya.11

3. Sesuai dengan petunjuk akal

kehujjah hadist dapat diketahui melalui argumentasi rasional dan teologis


sekaligus. Beriman kepada Rasulullah merupakan salah satu rukun iman yang
harus diyakini oleh setiap muslim. Keimanan ini diperintahkan oleh Allah dalam
Al-Qur’an agar manusia beriman dan mentati Rasulullah Saw. Menurut
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, bila seseorang mengaku beriman kepada Rasulullah,
maka lonsekuensi logisnya menerima segala sesuatu yang datang darinya yang
berkaitan dengan urusan agama, karena Allah yang memilihnya untuk
memerintahkan untuk beriman dan mentaati nabi.12

Kerusulan Nabi Muhammad Saw. Telah diakui dan dibenarkan oleh umat
islam. Ini menunjukkan adanya pengakuan bahwa Nabi Muhammad membawa
misi untuk menegakkan amanat dari Allah Swt. Dari aspek akidah, Allah bahkan
menjadikan kerasulan ini sebagai salah satu dari prinsip keimanan. Dengan
demikian, manifestasi dan pengakuan dan keimanan itu mengharuskan semua
umatnya mentaati dan mengamalkan segala peraturan atau perundang-undangan
serta inisiatif beliau, baik yang beliau ciptakan atas bimbingan wahyu maupun
hasil ijtihadnya sendiri.

Didalam mengemban misinya itu, terkadang Nabi hanya sekedar


menyampaikan apa yang diterima dari Allah baik isi maupun formulasinya dan
terkadang pula ada inisiatif sendiri dengan bimbingan ilham dari Tuhan. Namun
juga tidak jarang Nabi membawakan hasil Ijtihad semata-mata mengenai suatu
10
Muhammad “Ajjaj al-Khatib, Usul al-Hadist ‘Ulumuh wa Mustalahuh (Beirut: Dar al-
Fikr,1989),43

11
Ibid.

12
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Usul al-Hadist.36-37
10
masalah yang tidak ditunjuk oleh wahyu dan juga tidak dibimbing oleh ilham.
Kesemuanya itu merupakan hadist Rasul, yang terperihara dan tetap berlaku
sampai ada nashk yang menashknya.

Menurut petunjuk akal, Nabi Muhammad adalah Rasul Allah yang telah
diakui dan dibenarkan umat islam. Di dalam menjalankan tugas agama, kadang
beliau menyampaikan peraturan yang isi dan redaksinya diterima dari Allah Swt,
dan kadang beliau menyampaikan peraturan hasil ketetntuan beliau sendiri atas
bimbingan ilham dari tuhan, tidak jarang pula menyampaikan hasil ijtihad beliau
sendiri yang tidak ditunjuk oleh wahyu atau bimbingan ilham.

Hasil ijtihad itu berlaku sampai ada nash yang menaskhan. Oleh karena
itu, sudah sepantasnya kalau hasil ijtihad beliau iyu ditempatkan sebagai sumber
hukum. Kepercayaan yang telah diberikan kepada beliau sebagai utusan Tuhan
mengharuskan umat islam untuk mentaati semua peraturan yang dibawahnya.

Itulah,sebabnya dalam kasus-kasus tertentu Allah memerintah kita untuk


mengiukti uli amri. Sekiranya ulil amri dapat legitimasi untuk diikuti, maka
logikanya ketentuan nya Nabi pun berhak lebih layak untuk diikuti.

4. Kesimpulan

Dari uraian diata dapat disimpulkan bahwa hadist merupakan bagian


wahyu, olehSebab itu layak dijadikan sebagai sumber hukum. Dikalangan ulama
hanyalah diperdebatkan, apakah cara merujuk kepada Al-Qur’an dan hadist yang
dilakukan secara berperingkat. Yakni mencari argumentasi Al-Quran terlebih
dahulu, sehingga apabilah telah cukup, maka tidak lagi dibutuhkan pencarian
dalam hadist. Maka kehujjahan hadist sering tereliminasi dengan anggapan bahwa
hadist tersebut dianggap bertentangan denga Al-AlQuran terlebih dahulu,
sehingga apabila dirasa cukup, maka tidak lagi dibutuhkan pencaraian dalam
hadist. Maka kehujjahan hadist sering tereliminasi dengan anggapan bahwa hadist
tersebut dianggap bertentangan dengan Al-Quran. Sebagai konsekuensinya akan

11
ditemukan banyak hadist shahih, namun divonis tidak valid, sehingga hadist-
hadist tersebut tidak dapat dijadikan hujjah.

Mahzhab yang kedua adalah denga cara merujuk ke Al-Quran dan Hadist
secara bersamaan. Yakni menjadikan kehujjahan hadist identic dengan kehujjahan
Al-Quran, sehingga AL-Quran dan hadist difahami secara komperhensif. Apabila
ditemukan hadist yang pada akhirnya seakan bertentangan dengan Al-Quran,
maka dilakukan cara Al-Taufiq baina Al-Adilli (mengkompromikan berbagai ayat
dan hadist yang tampaknya kontradiksi tersebut).

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata "Hadits" atau al-hadis menurut bahasa, berarti al-jadid (sesuatu yang baru). Kata
hadis juga berarti al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan
dari seseorang kepada orang lain.

Dari berbagai definisi hadits diatas diketahui terdapat berbagai macam hadits yaitu hadits
dilihat dari segi kuantitas dan kualitasnya. Yang dimaksud segi kuantitasnya adalah
penggolongan hadits yang ditinjau dari banyaknya rowi yang meriwayatkan hadits.
Sedangkan hadits dari segi kualitasnya adalah penggolongan hadits dilihat dari aspek
diterima atau ditolaknya.

Seluruh umat islam telah sepakat bahwa hadist merupakan salah satu sumber ajara
islam. Keharusan mengikuti hadist bagi umat islam ( baik berupa perintah maupun
larangannya ) sama halnya dengan mengikuti Al- Quran. Hal ini karena hadist
merupakan mubbayyin ( penjelas) terhadap Al-Quran, yang karena siapa pun tidak
akan bisa memahaminya tanpa dengan memahami dan mengusai hadist. Begitu pula
halnya menggunakan hadist tanpa Al-Quran. Karena Al-Quran merupakan dasar
hukum pertama, yang didalam nya berisi garis besar syariat. Dengan demikian, antara
hadist dengan Al-Quran memiliki kaitan nya yang sangat erat, untuk memahami dan
mengamalkannya tidak daopat dipisah-pisahkan atau berjalan sendiri-sendiri.

Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadist sebagai sumber ajaran islam,
dapat dilihat dari beberpa dali naqli ( Al-Quran dan hadist ) dan aqli ( rasional),
seperti halnya dibawah ini :

beriman kepada Allah swt dan Rasul-Nya. Iman kepada Rasul sebagai utusan Alllah
swt, merupakan suatu keharusan dan sekaligus kebutuhan setiap individu. Dengan
demikian, Allah akan memperkokoh dan mempebaiki keadaan merwka. Hal ini,
sebagaimana dijelaskan dalam surat Ali Imran : 17 dan An-nisa’ : 36.

13
DAFTAR PUSAKA

http://ahsinunniam.blogspot.com/2016/04/makalah-sunnah-sebagai-sumber-
hukum.html

Ibid, hal.43

Ibid, hal.44

Akik Pustaka, Qur'an Hadits, hal.42

Ibid, hal.42

UIN Sunan Ampel Press, Studi Hadits, Surabaya, hal.3

Prof.Dr.H.Idri,M.Ag,studi hadist,cet.2 ( Jakarta : Prenada Media Group,2013)

Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, juz II ( Beirut: Dar Al-Fikr,1988 ),162

Abd Al-Wahhab Khallaf, ‘Ilm Usul al-Fiqh ( Kuwait : Dar al-Qalam,1978),30

Muhammad “Ajjaj al-Khatib, Usul al-Hadist ‘Ulumuh wa Mustalahuh (Beirut:


Dar al-Fikr,1989),43

Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Usul al-Hadist.36-37

14

Anda mungkin juga menyukai