Anda di halaman 1dari 5

KLASIFIKASI HADIS DARI SEGI KUANTITAS

A. KLASIFIKASI HADIS
Klasifikasi secara sederhana berarti pengelompokkan sesuatu
berdasarkan aspek tertentu. Klasifikasi hadis dapat dilakukan berdasarkan
banyak aspek, seperti dari aspek jumlah (kuantitas) perawi disetiap
tingkatan sanadnya, atau dari segi kualitas hadis itu sendiri.
Jika hadis diklasifikasikan dari aspek jumlah perawi di setiap
tingkatan sanadnya maka disebut klasifikasi dari segi kuantitas. Ulama
berbeda pendapat tentang klasifikasi ini. Sebahagian mereka
mengklasifikasikannya kepada tiga macam yaitu mutawatir, masyhur dan
ahad. Dalam klasifikasi ini, hadis masyhur dianggap berdiri sendiri atau
terlepas dari hadis ahad. Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama Ushul Fiqh
seperti Abu Bakar al-Jashshash.
Sebahagian yang lain lagi mengklasifikasikannya kepada dua saja
yaitu mutawatir dan ahad. Menurut pembagian ini, hadis masyhur dianggap
bagian dari hadis Ahad, bukan berdiri sendiri. Pendapat ini diikuti oleh
kebanyakan ulama Ushul dan ulama kalam.
Dalam kajian kita ini, klasifikasi hadis dari segi kuantitas dibagi
menjadi dua yaitu mutawatir dan ahad.
B. HADIS MUTAWATIR
Secara bahasa, muatawtir berarti mutatabi’ yakni datang beriring-
iring. Sedangkan menurut istilah ilmu hadis, hadis mutawatir adalah hadis
yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang menurut adat kebiasaan
jumlah sebanyak itu mustahil bersepakat untuk berdusta, jumlah yang
banyak itu mulai dari awal sanad sampai keujung sanad dengan periwayatan
berdasarkan kesaksian panca indra.
Dari definisi di atas dapat ditegaskan bahwa hadis mutawatir harus
memenuhi tiga syarat sekaligus, yaitu :
1. Jumlah perawinya banyak. Ulama berbeda pendapat tentang batasan
jumlah ini. Ada yang bilang minimal 40 orang dan ada pula yang
menyebut angka yang lain. Namun demikian semua mereka sepakat
bahwa jumlah yang banyak dimaksud standarnya adalah “menurut
kebiasaan, jumlah sebanyak itu orang tidak mungkin untuk sepakat
berdusta”.
2. Jumlah perawi yang banyak itu ada di setiap tingkatan sanad, mulai dari
sanad pertama yang disandari oleh mukharrij sampai kepada sanad
terakhir yaitu sahabat Nabi. Jika jumlah yang banyak itu hanya di awal
sanad saja maka tidak memenuhi syarat mutawatir.
3. Metode penerimaan dan penyampainnya berdasarkan kesaksian panca
indra, seperti menggunakan kata-kata sami’na, raiyna, akhbarona,
ahdatsana, anba’ana dan nabba’ana. Jika hanya menggunakan ‘an,
atau qola, atau anna maka tidak memenuhi syarat mutawatir.

Para ulama membagi hadis mutawatir kepada tiga macam yaitu;


mutawatir lafzhiy, mutawatir ma’nawiy dan mutawatir ‘amaliy. Mutawatir
lafzhiy adalah hadis yang memenuhi seluruh syarat hadis mutawatir tanpa
bantuan riwayat lain yang semakna. Contohnya adalah hadis Nabi yang
berbunyi :

‫من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار‬

Artinya : “Siapa yang dengan sengaja berbohong atas namaku maka


hendaklah dia mempersiapkan tempat duduknya di neraka”.

Hadis ini pada tingkat sahabat diriwayatkan oleh lebih dari enam puluh
orang sahabat Nabi, Begitu juga pada tingkatan sanad berikutnya sampai
kepada mukharrij, jumlah periwayatnya banyak yang menurut adat
kebiasaan jumlah sebanyak itu tak mungkin bersepakat untuk berdusta.
Metode periwayatan hadis ini oleh periwayat terdekat dalam sanad
berdasarkan kesaksian panca indra. Karena hadis ini dengan sindirinya
(tanpa bantuan riwayat lain) memenuhi seluruh persyaratan hadis mutawatir,
maka dia termasuk ke dalam hadis mutawatir lafzhiy.

Bentuk kedua disebut dengan mutawatir ma’nawiy. Hadis mutawatir


ma’nawiy adalah hadis yang tanpa bantuan riwayat lain yang semakna
dengannya tidak memenuhi seluruh persyaratan hadis mutawatir. Tapi
karena didukung oleh riwayat lain yang semakna dengannya, maka
kandungan maknanya (bukan lafazhnya) memenuhi syarat mutawatir.
Contohnya adalah hadis Nabi tentang mengangkat tangan ketika berdo’a.
Hadis-hadis tentang mengangkat tangan ketika berdo’a, bila dilihat satu
persatu secara terpisah, tidak ada yang memenuhi seluruh persyaratan hadis
mutawatir, tapi bila dilihat secara keseluruhan (didukung oleh riwayat lain)
kandungan maknanya maka dia memenuhi syarat mutawatir.
Bentuk ketiga hadis mutawatir adalah hadis mutawatir amaliy, yaitu
hadis yang menjelaskan suatu amalan yang secara mutawatir disepakati umat
Islam berasal dari Nabi. Contohnya hadis yang menerangkan waktu sholat,
rakaat sholat dan amalan-amalan lain yang telah mutawatir di kalangan umat
Islam berasal dari Nabi.

Kebenaran hadis mutawatir sebagai berasal dari Nabi bersifat pasti


atau yufid al-yaqin. Karena itu kebenaran hadis mutawatir tidak perlu diteliti
lagi melalui kaedah kesahihan hadis.

C. HADIS AHAD.
Ahad secara bahasa berarti satu-satu. Sedangkan menurut istilah ilmu
hadis, hadis ahad adalah hadis yang tidak memenuhi seluruh persyaratan
hadis mutawatir. Hadis ahad terbagi tiga; yaitu hadis masyhur, hadis ‘aziz
dan hadis gharib.
Hadis masyhur menurut bahasa berarti hadis yang terkenal atau
populer. Menurut istilah ilmu hadis, hadis masyhur adalah yang hadis
jumlah periwayatnya disetiap tingkat sanad mencapai tiga orang atau lebih
tapi tidak memenuhi persyaratan hadis mutawatir. Contoh hadis masyhur
adalah hadis Nabi yang diriwayatkan Imam Bukhari yang berbunyi :
‫اذا جا ء أحد كم الجمعة ففليغتسل‬
Artinya : “Bila seseorang di antara kamu hendak pergi sholat jum’at maka
hendaklah dia mandi”. (H.R. Bukhari)
Jumlah periwayat hadis ini disetiap tingkatan sanadnya tidak kurang dari
tiga orang periwayat, tapi tak mencapai jumlah perawi hadis mutawatir.
Karena itu ia termasuk hadis masyhur.
Hadis ‘Aziz. Secara bahasa, ‘aziz berarti, sedikit, jarang adanya atau
kuat. Menurut istilah ilmu hadis, hadis ‘aziz adalah hadis yang jumlah
periwayatnya di setiap tingkatan sanadnya dua orang atau lebih tapi tak
mencapai jumlah periwayat hadis masyhur. Contoh hadis ‘aziz adalah Hadis
Nabi riwayat Bukhari dan Muslim yang berbunyi :
‫ال يؤمن احدكم حتى اكون أحب اليه من والد ه وولده والناس أجمعين‬
Artinya : Tidak (sempurna) iman seseorang kamu hingga saya lebih
dicintainya dari pada orangtuanya, anaknya dan semua orang. (H.R. Bukhari
Muslim).
Jumlah perawi hadis ini di setiap tingkatan sanadnya tidak kurang dari dua
orang, tapi tak mencapai jumlah periwayat hadis masyhur. Karena itu ia
termasuk ke dalam hadis ‘aziz.
Hadis gharib. Gharib menurut bahasa berarti, terasing, menyendiri,
atau jauh dari kerabatnya atau merantau. Sedangkan menurut istilah ilmu
hadis, hadis gharib adalah hadis yang pada salah satu tingkatan sanadnya
terdapat perawi yang hanya satu orang.
Hadis gharib terbagi dua; yaitu gharib muthlaq dan gharib nisbiy. Hadis
gharib muthlaq adalah hadis yang periwayatnya di tingkat sesudah sahabat
hanya satu orang, tetapi dapat dipercaya atau tsiqah. Yang gharib disini
hanya orangnya dan bukan nilai keterpercayaannya. Contoh hadis gharib
muthlaq adalah hadis nabi yang berbunyi :
‫الوالاء لحمة كلحمة النسب ال يباع وال يوهب‬
Artinya : Kekerabatan karena jalan memerdekan sama dengan
kekerabatan karena seketurunan, dia tak boleh dijual dan tidak boleh
dihibahkan.
Perwi hadis ini pada tingkat sesudah sahabat Nabi hanya satu orang yaitu
Abdullah bin Dinar. Tapi Abdullah bin Dinar adalah perawi yang tsiqah
(dapat dipercaya). Karena periwayat yang sendiri itu dapat dipercaya maka
hadis ini termasuk ke dalam hadis gharib muthlaq.
Hadis gharib nisbiy. Nisbi secara bahasa berarti nilai. Sedangkan yang
dimaksud dengan hadis gharib nisbiy adalah hadis yang pada salah satu
tingkatan sanadnya terdapat perawi yang hanya satu orang tetapi dia tidak
dapat dipercaya. Jadi ketersendiriannya bukan hanya karena dia seorang diri
tapi karena nilai keterpercayaanya bermasalah. Contohnya adalah hadis yang
berbunyi :
‫اعة‬nn‫كان يقرأ به رسول هللا صلى هللا عليه وسلم في االضحى والفطر بق والقرأن المجيد واقتربت الس‬
) ‫وانشقت القمر (رواه مسلم‬
Artinya : Konon Rasulullah Saw pada sholat hari raya idul Adha dan idul
fitri membaca Surat Qaf dan surat al-Qamar. (H.R.Muslim) .
Pada salah satu tingkatan sanad hadis ini terdapat seorang perawi yaitu Ibnu
Lahi’ah yang dinilai dha’if oleh ulama kritikus hadis. Karena periwayat yang
sendiri itu orang yang nilainya dha’if maka hadis ini disebut gharib nisbiy.

Hadis ahad, baik hadis masyhur, hadis ‘aziz maupun hadis gharib tidak dapat
dipastikan kesahihannya, karena itu dia hanya yufidu zhanniy. Ini berarti
untuk hadis ahad perlu dilakukan penelitian tentang kesahihannya. Kalau
hadis mutawatir tidak perlu lagi diteliti.
D. EVALUASI.
Untuk mengukur pencapaian Anda pada KB ini kerjakanlah soal-soal
di bawah ini :
1. Klasifikasi hadis dari segi kuantitas maksudnya adalah …………
2. Dari segi kuantitas, hadis dibagi kepada ………. Dan ………….
3. Mutawatir secara bahasa berarti …………………………………
4. Menurut istilah, hadis mutawatir adalah ………………………..
5. Syarat pertama hadis mutawatir adalah ………………………..
6. Syarat ke dua hadis mutawatir adalah ………………………
7. Syarat ke tiga hadis mutawatir adalah ……………………..
8. Hadis mutawatir lafziy adalah ……………………………….
9. Hadis mutawatir ma’nawiy adalah …………………………
10. Hadis mutawatir ‘amaliy adalah …………………………….
11.Contoh hadis mutawatir lafziy adalah …………………………
12.Contoh hadis mutawatir ma’nawiy adalah ………………….
13.Contoh hadis mutawatir ‘amaliy adalah ……………………
14. Kebenaran hadis mutawatir sebagai berasal dari Nabi bersifat ……
15. Ahad secara bahasa berarti……………………………………
16. Menurut istilah, hadis ahad adalah …………………………..
17. Hadis ahad terbagi …… macam, yaitu ……………………….
18. Hadis masyhur menurut istilah adalah ………………………….
19.Hadis ‘aziz menurut istilah adalah …………………………….
20. Hadis gharib menurut istilah adalah ………………………….
21. Contoh hadis masyhur adalah ………………………………
22. Contoh hadis ‘aziz adalah ……………………………….
23. Hadis gharib muthlaq adalah ……………………………
24. Hadis gharib nisbuy adalah ………………………………..
25. Kebenaran Hadis ahad sebagai berasal dari Nabi bersifat ……..

Anda mungkin juga menyukai