“bahwasanya Nabi SAW wudhu dan beliau mengusap kedua kaos kakinya”
Hadits tersebut dikatakan Dha`if karena diriwayatkan dari Abu Qais Al-Audi, seorang
rawi yang masih dipersoalkan.
Secara terminologis, para ulama berbeda pendapat dalam merumuskanya.
Namun demikian, secara substansial kesemuanya memiliki persamaan arti. Imam Al-
Nawawi, misalnya mendefinisikan Hadits Dha`if dengan hadits yang di dalamnya
tidak terdapat syarat-syarat hadits shahih dan syarat-syarat hadits hasan. Sedangkan
menurut Muhammad ‘Ajjaj Al-Khathib, Hadits Dha`if didefinisikan sebagai segala
hadits yang di dalamnya tidak terkumpul sifat-sifat maqbul. Nur Al-Din itr
merumuskan Hadits Dha`if dengan hadits yang hilang salah satu syaratnya dari
syarat-syarat hadits maqbul ”hadits yang shahih atau hadits yang hasan”.
Berdasarkan definisi rumusan di atas, dapat dipahami bahwa hadits yang
kehilangan salah satu syarat dari syarat-syarat Hadits Shahih atau Hadits Hasan, maka
hadis tersebut dapat dikategorikan sebagai Hadits Dhaif. Artinya jika salah satu syarat
saja hilang, disebut Hadits Dha`if. Lalu bagaimana jika yang hilang itu dua atau tiga
syarat? Seperti perawinya tidak adil, tidak dhabit, atau dapat kejanggalan dalam
matannya. Maka hadits yang demikian, tentu dapat dinyatakan sebagai Hadits Dha`if
yang sangat lemah sekali.
2) Hadits Munqathi’
Hadits munqathi’ menurut etimologi ialah hadits yang terputus. Para
ulama memberi batasan bahwa hadits munqathi’ adalah hadits yang
gugur satu atau dua orang rawi tanpa beriringan menjelang akhir
sanadnya. Bila rawi di akhir sanad adalah sahabat Nabi, maka rawi
menjelang akhir sanad adalah tabi’in. Jadi, pada hadits munqathi’
bukanlah rawi di tingkat sahabat yang gugur, tetapi minimal gugur
seorang tabi’in. Bila dua rawi yang gugur, maka kedua rawi tersebut
tidak beriringan, dan salah satu dari dua rawi yang gugur itu adalah
tabi’in.
Contoh hadits munqathi’:
Hadits di atas diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dari Abu Bakar bin Ali
Syaibah, dari Ismail bin Ibrahim, dari Laits, dari Abdullah bin Hasan,
dari Fatimah binti Al-Husain, dan selanjutnya dari Fathimah Az-Zahra.
Menurut Ibnu Majah, hadits di atas adalah hadits munqathi’, karena
Fathimah Az-Zahra (putri Rasul) tidak berjumpa dengan Fathimah binti
Al-Husain. Jadi ada rawi yang gugur (tidak disebutkan) pada tingkatan
tabi’in.
3) Hadits Mu’dhal
Menurut bahasa, hadits mu’dhal adalah hadits yang sulit dipahami.
Batasan yang diberikan para ulama bahwa hadits mu’dhal adalah hadits
yang gugur dua orang rawinya, atau lebih, secara beriringan dalam
sanadnya.
Contohnya adalah hadits Imam Malik mengenai hak hamba, dalam
kitabnya “Al-Muwatha” yang berbunyi: Imam Malik berkata: Telah
sampai kepadaku, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW
bersabda:
4) Hadits mu’allaq
Menurut bahasa, hadits mu’allaq berarti hadits yang tergantung.
Batasan para ulama tentang hadits ini ialah hadits yang gugur satu rawi
atau lebih di awal sanad atau bias juga bila semua rawinya digugurkan
(tidak disebutkan).
Contoh: Bukhari berkata: Kata Malik, dari Zuhri, dan Abu Salamah
dari Abu Huraira, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
4) Hadits Mu’allal
Menurut bahasa, hadits mu’allal berarti hadits yang terkena illat
. Para ulama memberi batasan bahwa hadits ini adalah hadits yang
mengandung sebab-sebab tersembunyi , dan illat yang menjatuhkan itu
bisa terdapat pada sanad, matan, ataupun keduanya.
Contoh :
5) Hadits mudraj
Hadist ini memiliki pengertian hadits yang dimasuki sisipan,
yang sebenarnya bukan bagian dari hadits itu. Contoh:
Rasulullah bersabda: “Saya adalah za’im (dan za’im itu adalah
penanggung jawab) bagi orang yang beriman kepadaku, dan berhijrah;
dengan tempat tinggal di taman surga”.
Kalimat akhir dari hadits tersebut adalah sisipan (dengan
tempat tinggal di taman surga), karena tidak termasuk sabda Rasulullah
SAW.
6) Hadits Maqlub
Menurut bahasa, berarti hadits yang diputarbalikkan. Para
ulama menerangkan bahwa terjadi pemutarbalikkan pada matannya
atau pada nama rawi dalam sanadnya atau penukaran suatu sanad
untuk matan yang lain.
Contoh:
7) Hadits Syadz
Secara bahasa, hadits ini berarti hadits ayng ganjil. Batasan
yang diberikan para ulama, hadits syadz adalah hadits yang
diriwayatkan oleh rawi yang dipercaya, tapi hadits itu berlainan dengan
hadits-hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang juga
dipercaya. Haditsnya mengandung keganjilan dibandingkan dengan
hadits-hadits lain yang kuat. Keganjilan itu bisa pada sanad, pada
matan,_ataupun_keduanya.
Contoh :