Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Hadits adalah perkataan, perbuatan dan keputusan nabi yang diriwayatkan oleh
para sahabat. Para ahli hadits membagi hadits menjadi banyak bagian dengan istilah yang
berbeda-beda. Namun, semua itu tujuannya pada pokoknya kembali kepada tiga objek
pembahasan, yaitu dari segi matan, sanad, serta matan dan sanad-sanad secara bersama-
sama. Dan kebanyakan mereka mengklasifikasikan hadits secara keseluruhan menjadi tiga
kategori yaitu shahih, hasan, dan dhaif.
Dalam makalah ini, kami akan membahas lebih dalam dari salah satu kategori
hadits di atas yaitu hadits dhaif. Jadi untuk lebih jelasnya tentang hadits dhaif secara
keseluruhan akan dibahas dalam bab selanjutnya.

B.   Rumusan Masalah
1.    Apakah pengertian Hadits Dhaif ?
2.    Apa saja kriteria Hadits Dhaif ?
3.    Jelaskan macam macam Hadits Dhaif !
4.    Sebutkan contoh contoh Hadits Dhaif ?

C.   Tujuan Penulisan
1.    Menjelaskan pengertian hadits dhaif
2.    Mengetahui criteria hadits dhaif
3.    Menjelaskan macam macam hadits dhaif
4.    Menyebutkan contoh contoh hadits dhaif

BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Hadits Dhaif
Pengertian hadits dhaif Secara bahasa, hadits dhaif berarti hadits yang lemah. Para
ulama memiliki dugaan kecil bahwa hadits tersebut berasal dari Rasulullah SAW. Dugaan
kuat mereka hadits tersebut tidak berasal dari Rasulullah SAW. Adapun para ulama
memberikan batasan bagi hadits dhaif sebagai berikut : “ Hadits dhaif ialah hadits yang
tidak memuat / menghimpun sifat-sifat hadits shahih, dan tidak pula menghimpun sifat-
sifat hadits hasan”.

B.   Kriteria Hadits Dhaif


Kriteria hadits dhaif yaitu hadits yang kehilangan salah satu syaratnya sebagai
hadits shahih dan hasan. Dengan demikian, hadits dhaif itu bukan tidak memenuhi syarat-
syarat hadits shahih, juga tidak memenuhi persyaratan hadits-hadits hasan. Para hadits
dhaif terdapat hal-hal yang menyebabkan lebih besarnya dugaan untuk menetapkan hadits
tersebut bukan berasal dari Rasulullah SAW.
Kehati-hatian dari para ahli hadits dalam menerima hadits sehingga mereka
menjadikan tidak adanya petunjuk keaslian hadits itu sebagai alasan yang cukup untuk
menolak hadits dan menghukuminya sebagai hadits dhaif. Padahal tidak adanya petunjuk
atas keaslian hadits itu bukan suatu bukti yang pasti atas adanya kesalahan atau kedustaan
dalam periwayatan hadits, seperti kedhaifan hadits yang disebabkan rendahnya daya hafal
rawinya atau kesalahan yang dilakukan dalam meriwayatkan suatu hadits. Padahal
sebetulnya ia jujur dan dapat dipercaya. Hal ini tidak memastikan bahwa rawi itu salah
pula dalam meriwayatkan hadits yang dimaksud, bahkan mungkin sekali ia benar. Akan
tetapi, karena ada kekhawatiran yang cukup kuat terhadap kemungkinan terjadinya
kesalahan dalam periwayatan hadits yang dimaksud, maka mereka menetapkan untuk
menolaknya.
Demikian pula kedhaifan suatu hadits karena tidak bersambungnya sanad. Hadits
yang demikian dihukumi dhaif karena identitas rawi yang tidak tercantum itu tidak
diketahui sehingga boleh jadi ia adalah rawi yang dhaif. Seandainya ia rawi yang dhaif,
maka boleh jadi ia melakukan kesalahan dalam meriwayatkannya. Oleh karena itu, para
muhadditsin menjadikan kemungkinan yang timbul dari suatu kemungkinan itu sebagai
suatu pertimbangan dan menganggapnya sebagai penghalang dapat diterimanya suatu
hadits. Hal ini merupakan puncak kehati-hatian yang kritis dan ilmiah.
C.   Macam Macam Hadits Dhaif
Secara garis besar yang menyebabkan suatu hadits digolongkan menjadi hadits
dhaif dikarenakan dua hal, yaitu gugurnya rawi dalam sanadnya dan ada cacat pada rawi
atau matan. Hadits dhaif karena gugurnya rawi adalah tidak adanya satu, dua atau
beberapa rawi, yang seharusnya ada dalam sanad, baik para pemulaan sanad, pertengahan
ataupun akhirnya.
1.    Hadis Dha’if Karena Gugurnya ar-Râwiy (Periwayat)
Yang dimaksud dengan gugurnya ar-râwiy adalah tidak adanya satu atau beberapa ar-
râwiy, yang seharusnya ada dalam suatu sanad, baik pada permulaan sanad, maupun pada
pertengahan atau akhirnya. Ada beberapa nama bagi hadis dha’if yang disebabkan karena
gugurnya ar-râwiy, antara lain yaitu :
a.    Hadits mursal
Hadits mursal, menurut bahasa berarti hadits yang terlepas, para ulama
memberikan batasan hadits mursal adalah hadits yang gugur rawinya di akhir sanad, yang
dimaksud dengan rawi diakhir sanad adalah rawi pada tingkatan sahabat. Jadi, hadits
mursal adalah hadits yang dalam sanadnya tidak menyebutkan sahabat nabi, sebagai rawi
yang seharusnya menerima langsung dari Rasulullah.
Contoh hadits mursal :
. َ‫ْح اَل َ ْي ْست َِط ْيعُوْ ن‬ ُ ‫ بَ ْينَنَا َوبَ ْينَ ْال ُمنَا فِقِ ْينَ ُشهُوْ ُد ْال ِعشَا ِء َو ْال‬: ‫م‬.‫قَا َل َرسُوْ ُل هللاِ ص‬
ِ ‫صب‬
Artinya:”Rasulullah bersabda: “Antara kita dengan kaum munafik, ada batasan
yaitu menghadiri jama’ah isya dan subuh mereka tidak sanggup menghadirinya.” (HR.
Malik).
Hadits tersebut diriwayatkan Imam Malik dari Abdurrahman dai Haudalah, dari Said
bin Mutsayyab. Siapa sahabat nabi yang meriwayatkan hadits itu kepada Said bin
Mutsayyab, tidaklah disebutkan dalam sanad diatas.
Kebanyakan ulama memandang hadits mursal sebagai hadits dhaif dan tidak
diterima sebagai hujjah, tetapi sebagian kecil ulama, termasuk Abu Hanifah, Malik bin
Anas, dan Ahmad bin Hambal dapat menerima hadits mursal menjadi hujjah bin rawinya
adil.
b.   Hadits munqati
Menurut bahasa, hadits munqati berarti hadits yang terputus. Para ulama memberi
balasan munqati’ adalah hadits yang gugur satu atau dua rawi tanpa beriringan menjelang
akhir sanadnya. Bila rawi diakhir sanadnya adalah sahabat nabi, maka rawi menjelang
akhir sanad adalah tabi’in, jadi hadits munqati’ bukanlah rawi ditingkat sahabat yang
gugur, tetapi minimal gugur seorang tabi’in.
Contoh hadits munqati:

َ ‫ بس ِْم هللاِ وال ْسالَ ُم عَلى َرسُوْ ِل هللا اللَهُ َم ا ْغفِرْ لِى ُذ نُو بِى َوا ْفتَحْ لِى اَ ْب َو‬:‫م ا َذا َد َخ َل ْال َمس ِْج ِد قَا َل‬.‫َكانَ َرسُوْ ُل هللاِ ص‬
َ ِ‫اب َرحْ َمت‬
)‫ابن ماجه‬  ‫ك (رواه‬

Artinya: “Rasulullah SAW. Bila masuk ke dalam mesjid, membaca : Dengan nama Allah,
dan sejahtera atas Rasulullah: Ya Allah, Ampunilah segala dosaku dan bukakanlah bagiku
segala pintu rahmatmu.” (HR. Ibnu Majah).
c.    Hadits mudal
Menurut bahasa, hadits mudal berarti hadits yang sulit dipahami. Para ulama
member batasan hadits mudal adalah yang gugur dua orang rawinya atau lebih secara
beriringan dalam sanadnya. Contohnya: Hadits mudal adalah hadits Imam Malik, hak
hamba dalam kitab al-Muwata’. Dalam kitab tersebut, Imam Malik berkata:”Telah sampai
kepadaku, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW. Bersabda:

ِ ْ‫لِ ْل ُملُوْ ِك طَ َعا ُمهُ َو ِك ْس َو تُهُ ِبا ْل َم ْعرُو‬ 


)‫ (رواه ما لك‬B.‫ف‬

Artinya: “Budak itu harus diberi makanan dan pakaian secara baik.” (HR. Malik).
Imam Malik, dalam kitabnya itu, tidak menyebut dua orang rawi yang beriringan
antara dia dengan Abu Hurairah. Dua orang rawi yang gugur itu diketahui melalui riwayat
Imam Malik diluar kitab al-Muwata’. Malik meriwayatkan hadits yang sama, yaitu ”Dari
Muhammad bin Ajlan, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah”. Dua rawi yang
secara beriringan adalah Muhammad bin Ajlan dan ayahnya.
d.   Hadits muallaq
Hadits muallaq menurut bahasa, berarti hadits yang tergantung. Dari segi istilah,
hadits muallaq adalah hadits yang gugur satu rawi atau lebih diawal sanad. Juga termasuk
hadits muallaq, bila semua rawinya digugurkan (tidak disebutkan).
Contoh hadits muallaq:
Bukhari berkata, kata Malik, dari Zuhri, dari abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa
Rasulullah bersabda:
)‫ضلُوْ ا بَ ْينَ اَل نَبِيَا ِء (رواة الجا رى‬
َ ‫الَ تَفَا‬
Artinya: “Janganlah kamu lebihkan sebagian Nabi dan sebagian yang lain”. (HR. Bukhari)

2.    Hadis Dha’if Karena Cacat pada Matn (Matan/Teks) atau ar-Râwiy (Periwayat)


Banyak macam cacat yang dapat menimpa ar-râwiy (periwayat) ataupun matan.
Seperti pendusta, fâsiq, tidak dikenal, dan berbuat bid’ah yang masing-masing dapat
menghilangkan sifat ‘adil pada ar-râwiy(periwayat). Sering keliru, banyak waham, hafalan
yang buruk, atau lalai dalam mengusahakan hafalannya, dan menyalahiar-ruwât (para
periwayat) yang dipercaya. Ini dapat menghilangkan sifat dhabith pada ar-
râwiy (periwayat). Adapun cacat pada matan, misalnya terdapat sisipan di tengah-tengah
lafazh hadis atau diputarbalikkan sehingga memberi pengertian yang berbeda dari maksud
lafazh yang sebenarnya.
Contoh-contoh hadis dha’if karena cacat pada matn (matan/teks) atau ar-
râwiy (periwayat):
a.    Hadis Maudhu’
Menurut bahasa, hadis ini memiliki pengertian hadis palsu atau dibuat-buat. Para ulama
memberikan batasan bahwa hadis maudhu’ ialah hadis yang bukan berasal dari Rasulullah
s.a.w.. Akan tetapi disandarkan kepada dirinya. Golongan-golongan pembuat hadis palsu
yakni musuh-musuh Islam dan tersebar pada abad-abad permulaan sejarah umat Islam,
yakni kaum yahudi dan nashrani, orang-orang munafik, zindiq, atau sangat fanatic
terhadap golongan politiknya, madzhabnya, atau kebangsaannya .
Hadis maudhû’ merupakan seburuk-buruk hadis dha’if. Peringatan Rasulullah s.a.w.
terhadap orang yang berdusta dengan hadis dha’if serta menjadikan Rasululullah s.a.w.
sebagai sandarannya.
‫ْأ‬
ِ َّ‫ي ُمتَ َع ِّمدًا فَ ْليَتَبَ َّو َم ْق َع َدهُ ِمنَ الن‬
‫ار‬ َّ َ‫ب َعل‬
َ ‫َم ْن َك َذ‬
“Barangsiapa yang sengaja berdusta terhadap diriku, maka hendaklah ia menduduki
tempat duduknya dalam neraka”.
Berikut dipaparkan beberapa contoh hadis maudhu’:
1)    Hadis yang dikarang oleh Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam; ia katakan bahwa hadis itu
diterima dari ayahnya, dari kakeknya, dan selanjutnya dari Rasulullah s.a.w.. berbunyi:
“Sesungguhnya bahtera Nuh berthawaf mengelilingi ka’bah, tujuh kali dan shalat di
maqam Ibrahim dua rakaat”. (Muhammad Nashiruddin al-Albani, Irwâ’ al-Ghalîl fî Takhrîji
Ahâdîts Manâr as-Sabîl, Juz V, Beirut: Al-Maktab al-Islami, 1985, h. 222)[2]Makna hadis
tersebut tidak masuk akal”.
2)    Adapun hadis lainnya : “anak zina itu tidak masuk surga tujuh turunan”. (Muhammad
Nashiruddin al-Albani, Silsilah al-Ahâdîts adh-Dha’îfah wa al-Maudhû’ah wa Atsaruhâ as-
Sayyi’ fi al-Ummah, Juz I, Riyadh: Dar al-Ma’arif, 1992, h. 447)[3] Hadis tersebut
bertentangan dengan al-Quran. ” Pemikul dosa itu tidaklah memikul dosa yang lain”. (QS
al-An’âm/6: 164 )
3)     “Siapa yang memeroleh anak dan dinamakannya Muhammad, maka ia dan anaknya itu
masuk surga”. (As-Suyuthi, Jalaluddin, Al-Lâlî al-Mashnû’ah fi al-Ahâdîts al-Maudhû’ah, Juz
I, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t., h. 97)[4] “Orang yang dapat dipercaya itu hanya tiga,
yaitu: aku (Muhammad), Jibril, dan Muawiyah”. (As-Suyuthi, Jalaluddin, Al-Lâlî al-
Mashnû’ah fi al-Ahâdîts al-Maudhû’ah, Juz I, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t., h. 282)[5]
Demikianlah sedikit uraian mengenai hadis maudhu’. Masih banyak hadis-hadis lainnya
yang sengaja dibuat oleh pihak kufar. Sedikit sejarah, berdasarkan pengakuan dari mereka
yang memalsukan, seperti Maisarah bin Abdi Rabbin Al-Farisi, misalnya, ia mengaku telah
membuat beberapa hadis tentang keutamaan al-Quran dan 70 buah hadis tentang
keutamaan Ali bin Abi Thalib. Abdul Karim, seorang ’zindiq’, sebelum dihukum pancung ia
telah memalsukan hadis dan mengatakan : “aku telah membuat 3000 hadis; aku halalkan
barang yang haram dan aku haramkan barang yang halal”.

b.   Hadis matrûk atau hadis mathrûh
Hadis ini, menurut bahasa berarti hadis yang ditinggalkan/dibuang. Para ulama
memberikan batasan bahwa hadis matrûk adalah hadis yang diriwayatkan oleh ”orang-
orang yang pernah dituduh berdusta (baik berkenaan dengan hadis ataupun mengenai
urusan lain), atau pernah melakukan maksiat, lalai, atau banyakwahamnya”.
Contoh hadis matrûk:
‫أخبرنا القاضى أبو القاسم نا أبو علي نا عبدهللا بن محمد ذكر عبدالرحمن بن صالح األزدى نا عمرو بن هاشم الجنى عن جوبير عن الضحاك‬
ْ ُ‫ص َدقَ ِة السِّرِّ فَِإنَّهَا ت‬
َ ‫ار َع السُّو ِء َو َعلَ ْي ُك ْم ِب‬ َ ‫ُوف فَِإنَّهُ يَ ْمنَ ُع َم‬
‫طفِى ُء‬ ِ ‫ص‬ ِ ‫عن ابن عباس عن النبي صلى هللا عليه و سلم قال َعلَ ْي ُك ْم بِاصْ طَن‬
Bِ ‫َاع ال َم ْعر‬
َّ
‫ب الرَّبِّ َعز َو َج َّل‬ َ ‫ض‬
َ ‫غ‬ َ

)٦ ‫ رقم‬، ٢٥ ‫أخرجه ابن أبى الدنيا فى قضاء الحوائج (ص‬

“Hendaklah kalian berbuat ma’ruf, karena ia dapat menolak kematian yang buruk,
dan hendaklah kamu bersedekah secara tersembunyi, karena sedekah tersembunyi akan
memadamkan murka Allah SWT”.
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dari Ibnu Abbas. Di dalam
sanad  ini terdapat rawi yang bernama Juwaibir bin Sa’id al-Azdiy. An-Nasa’i, ad-
Daruquthni, dan lain-lain mengatakan bahwa hadisnya ditinggalkan (matrûk). Ibnu Ma’in
َ ‫بَْأ‬ َ‫ال‬ (Ia tidak ada apa-apanya)”, menurut Ibnu Ma’in ungkapan (tidak ada apa-
berkata, “‫بِ ِه‬ ‫س‬
apanya), ini berarti ia “ ‫ب‬ ِ ‫بِ ْال َك ِذ‬ ‫ ْال ُمتَّهَ ُم‬ (tertuduh berdusta)”.

c.    Hadis Munkar
Hadis munkar, secara bahasa berarti hadis yang diingkari atau tidak dikenal.
Batasan yang diberikan para ‘ulama bahwa hadis munkar ialah: hadis yang diriwayatkan
oleh ar-râwiy (periwayat) yang lemah dan menyalahi ar-râwiy (periwayat) yang kuat,
contoh:
” : ‫ فَقَا َل‬, ُ‫ َأتَاهُ اَأْل ْع َراب‬، ‫س‬
ٍ ‫ َأ َّن ا ْبنَ َعبَّا‬، ‫ث‬ ِ ‫ ع َِن ْال َع ْيز‬، ‫ق‬
ٍ ‫َار ب ِْن ُح َر ْي‬ َ ‫ ع َْن َأبِي ِإ ْس َحا‬، ‫ نا َم ْع َم ٌر‬، ‫اق‬
ِ ‫ نا َع ْب ُد ال َّر َّز‬، ‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ َع ْب ِد ْال َملِ ِك‬
ْ
َ‫ض ْيفَ َد َخ َل ال َجنَّة‬ ْ
َّ ‫صاَل ةَ َوآتَى ال َّزكَاةَ َو َح َّج البَيْتَ َوقَ َرى ال‬ ‫َأ‬
َّ ‫* “ َم ْن قَا َم ال‬

“Barangsiapa yang mendirikan shalat, membayarkan zakat, mengerjakan haji dan


menghormati tamu, niscaya masuk surga.” (HR Abu Ishaq dari Abdullah bin Abbas)”
Hadis di atas memiliki ar-ruwât (para periwayat) yang lemah dan matannya pun berlainan
dengan matan-matan hadis yang lebih kuat.

d.   Hadis Mu’allal
Menurut bahasa, hadis mu’allal berarti hadis yang terkena ‘illat . Para ulama
memberi batasan bahwa hadis ini adalah hadis yang mengandung sebab-sebab
tersembunyi, dan ‘illat yang menjatuhkan itu bisa terdapat pada sanad, matan, ataupun
keduanya.
Contoh:

ِ َ‫ان بِ ْال ِخي‬


‫ار َما لَ ْم يَتَفَ َّرقَا‬ ِ ‫ْالبَيِّ َع‬
“(Rasulullah s.a.w. bersabda): “penjual dan pembeli boleh berkhiyar, selama mereka
belum berpisah”.
Hadis di atas diriwayatkan oleh Ya’la bin Ubaid dengan bersanad pada Sufyan ats-Tsauri,
dari ‘Amru bin Dinar, dan selanjutnya dari Ibnu Umar. Matan hadis ini sebenarnya shahih,
namun setelah diteliti dengan seksama, sanadnya memiliki ‘illat. Yang seharusnya dari
Abdullah bin Dinar menjadi ‘Amru bin Dinar.

e.   Hadis Mudraj
Hadis ini memiliki pengertian hadis yang dimasuki sisipan, yang sebenarnya bukan
bagian dari hadis itu.
Contoh:
‫ض ْال َجنَّ ِة‬ ٍ ‫… َأنَا َز ِعي ٌم َوال َّز ِعي ُم ْال َح ِمي ُل لِ َم ْن آ َمنَ بِي َوَأ ْسلَ َم َوهَا َج َر بِبَ ْي‬
ِ َ‫ت فِي َرب‬
“Saya adalah za’im (dan za’im itu adah penanggung jawab) bagi orang yang beriman
kepadaku, dan berhijrah, dengan tempat tinggal di taman surga …” (HR Al-Bazzar dari
Fadhalah bin ‘Ubaid)
Kalimat akhir dari hadis tersebut ( ‫ ْال َجنَّ ِة‬ ‫ض‬ ٍ ‫ )بِبَ ْي‬adalah sisipan, karena tidak termasuk
ِ َ‫ َرب‬ ‫فِي‬ ‫ت‬
sabda Rasulullah s.a.w..

f.    Hadis Maqlûb
Menurut bahasa, berarti hadis yang diputarbalikkan. Para ulama menerangkan
bahwa terjadi pemutarbalikkan pada matannya atau pada nama ar-râwiy (periwayat)
dalam sanadnya atau penukaran suatu sanad untuk matan yang lain.
Contoh:
‫َي ٍء فَْأتُوْ ا ِم ْنهُ َما ا ْستَطَ ْعتُ ْم َو َما نَهَ ْيتُ ُك ْم فَا ْنتَهُوْ ا‬
ْ ‫فَ َما َأ َمرْ تُ ُك ْم بِ ِه ِم ْن ش‬
“(Rasulullah s.a.w. bersabda): Apabila aku menyuruh kamu mengerjakan sesuatu, maka
kerjakanlah dia; apabila aku melarang kamu dari sesuatu, maka jauhilah ia sesuai
kesanggupan kamu”. (Hadis Riwayat ath-Thabrani dari al-Mughirah)
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah,
semestinya hadis tersebut berbunyi, Rasulullah s.a.w. bersabda:
‫َما نَهَ ْيتُ ُك ْم َع ْنهُ فَاجْ تَنِبُوهُ َو َما َأ َمرْ تُ ُك ْم بِ ِه فَا ْف َعلُوا ِم ْنهُ َما ا ْستَطَ ْعتُ ْم‬

“Apa yang aku larang kamu darinya, maka jauhilah ia, dan apa yang aku suruh kamu
mengerjakannya, maka kerjakanlah ia sesuai dengan kesanggupan kamu”.
g.    Hadis Syadz
Secara bahasa, hadis ini berarti hadis yang ganjil. Batasan yang diberikan para
ulama, hadis syadzadalah hadis yang diriwayatkan oleh ar-râwiy (periwayat) yang
dipercaya, tapi hadis itu berlainan dengan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah ar-
râwiy (periwayat) yang juga dipercaya. Hadisnya mengandung keganjilan dibandingkan
dengan hadis-hadis lain yang kuat. Keganjilan itu bisa pada sanad, pada matan, ataupun
keduanya.
Contoh :
‫اح ع َْن َأبِ ْي ِه‬
ٍ َ‫ق ْالفَا ِك ِه ُّي بِ َم َّكةَ َثنَا َأبُو يَحْ يَى بْنُ َأبِي َم ْي َس َرةَ َثنَا َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ يَ ِزي َد ْال ُم ْق ِريُّ ثَنَا ُمو َسى بْنُ ُعلَ ِّى ب ِْن َرب‬
َ ‫َأ ْخبَ َرنَا َع ْب ُد هللاِ بْنُ ُم َح َّم ِد ب ِْن ِإ ْس َحا‬
‫ْق ِع ْي ُدنَا َأ ْه ُل اِإْل سْاَل ِم َو‬
ِ ‫ يَوْ ُم َع َرفَةَ َو يَوْ ُم النَّحْ ِر َو َأيَّا ُم التَ ْش ِري‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ‫ قَا َل َرسُوْ ُل هللا‬:‫ قَا َل‬، ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنه‬ ِ ‫ع َْن ُع ْقبَةَ ب ِْن عَا ِم ٍر َر‬
‫ب‬ ٍ ْ‫ر‬ ُ
‫ش‬ ‫و‬ ‫ل‬
َ ٍ ُ ْ
‫ك‬ ‫َأ‬ ‫م‬‫َّا‬ ‫ي‬‫َأ‬ َّ
‫ُن‬ ‫ه‬

(Rasulullah bersabda): “Hari ‘Arafah, hari Nahr dan hari-hari Tasyriq adalah hari
raya bagi umat Islam, dan hari-hari itu adalah hari-hari makan dan minum.” (HR al-Hakim
dari Musa bin Ali bin Rabah)
Hadis di atas diriwayatkan oleh Musa bin Ali bin Rabah dengan sanad yang terdiri
dari serentetan ar-ruwât(para periwayat) yang dipercaya, namun matn (matan/teks) hadis
tersebut ternyata ganjil, jika dibandingkan dengan hadis-hadis lain yang diriwayatkan
oleh ar-ruwât (para periwayat) yang juga dipercaya. Pada hadis-hadis lain tidak dijumpai
ungkapan tersebut. Keganjilan hadis di atas terletak pada adanya ungkapan tersebut, dan
merupakan salah satu contoh hadis syadz pada matn(matan/teks)-nya. Lawan dari hadis ini
adalah hadismahfûzh.

D.   Kehujjahan Hadits Dho’if


Ibnu Hajar Al-Ashqalani termasuk ulama hadits yang membolehkan berhujjah dengan
hadits dha’if untuk keutamaan amal. Ibnu Hajar memberikan 3 syartat dalam hal
meriwayatkan hadits dha’if:
1.    Hadits dha’if tidak keterlaluan. Oleh karena itu, untuk hadits-hadits dha’if yang
disebabkan perawinya pendusta, tertuduh dusta, dan banyak salah, tidak dapat dijadikan
hujjah meskipun untuk keutamaan amal.
2.    Dasar amal yang ditunjuk oleh hadits dha’if tersebut masih berada di bawah satu dasar
yang dibenarkan oleh hadits yang dapat diamalkan (shahih dan hasan).
3.    Dalam mengamalkannya tidak mengi’tiqadkan atau menekankan bahwa hadits tersebut
benar-benar bersumber kepada Nabi SAW., tetapi tujuan mengamalkannya hanya semata-
mata untuk kehati-hatian belaka. 
hadits dha’if itu, Ulama membagi menjadi dua: 1) yang mesti di tolak dan 2) yang tidak
mesti di tolak. Dengan kata lain yaitu ada yang sangat lemah dan ada juga yang lemahnya
ringan.
Tentang yang sangat lemah ini tidak ada perselisihan dan menolaknya, sedangkan
yang lemahnya ringan, ‘ulama berpendapat boleh dipakai untuk beberapa hal saja. 
1.    Fadla-ilul-a’mal; keutamaan-keutamaan dari beberapa amal , yakni hadis-hadis yang
menerangkan keutamaan sesuatu amal.
2.    Qish-shah-qish-shah; cerita-cerita, yakni hadis-hadis yang berisi cerita-cerita.
3.    Zuhud; tidak suka kepada dunia , yakni hadis-hadis yang mengandung supaya manusia
benci kepada dunia,
4.    Targhib; menggemarkan, yakni hadis-hadis yang mengandung penggemaran Supaya orang
suka mengerjakan suatu amal.
5.    Ganjaran; yakni hadits-hadits yang menjamin ganjaran bagi suatu amal.
6.    Siksaan; yakni hadits-hadits yang menerangkan kalau orang mengerjakan amal ini atau
amal itu
7.    Akhlak; yakni hadits-hadits yang mengandung kemuliaan akhlak atau sopan santun.
8.    Peperangan- peperangan; hadits yang berisi tentang cerita-cerita peperangan .
9.    Dzikir- dzikir; yakni hadis yang berisi tentang dzikir-dzikir.

BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Hadis dha’if  ialah hadis yang tidak bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh
orang yang tidak adil dan tidak dhobit, syadz, dan cacat.
Hadis dha’if berarti hadis yang lemah. Para ulama memiliki dugaan kecil bahwa
hadis tersebut berasal dari Rasulullah s.a.w.. Dugaan kuat mereka hadis tersebut tidak
berasal dari Rasulullah s.a.w.. Adapun para ulama memberikan batasan bagi hadis dha’if
sebagai berikut: “Hadis dha’if ialah hadis yang tidak memuat/menghimpun sifat-sifat hadis
shahih, dan tidak pula menghimpun sifat-sifat hadis hasan”.
Hadist dhaif dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu : hadits dhaif karena
terputus sanadnya, dan hadits dhaif karena adanya cacat pada rawi atau matan.

B.   Kritik dan Saran


Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan
kekhilafan oleh karena itu, kepada para pembaca kami mengharapkan saran dan kritik
ataupun tegur sapa yang sifatnya membangun akan diterima dengan senang hati demi
kesempurnaan makalah selanjutnya

DAFTAR PUSTAKA

http://nugraha-corporation.blogspot.co.id/2011/06/beberapa-hadits-hadits-dhoif-
yang.html
https://rahib03.wordpress.com/2016/06/22/hadis-dhoif-beserta-contoh-contohnya/
Munzier  Supra, ilmu hadis, PT Rja GrafindoPersada, Jakarta, 2002
A. Qadir Hasan, Ilmu Musththalah Hadits, CV.Diponegoro, Bandung, 1996
Muhyiddin  al-Nawawi,  At-taqrib wa al-taisir li ma’rifati sunan al-basyir al-nadzir, edisi
Indonesia, Dasar-dasar   Ilmu Hadis, Penerjemah Syarif Hade Masyah, ((Jakarta: Pustaka
Firdaus, Cet. I, 2001
Mardani,  Hadis Ahkam, Rajawali Pers, Jakarta, 2012
Muhammad Nashiruddinal-albani, silsilah hadits dha’if dan maudhu’ jilid 4, Gema Insani
Press, 2001
Muhammad Dailami, Hadits-hadits Kitab Bulugh Maram, STAIN Purwokerto
press, Purwokerto, 2006

Anda mungkin juga menyukai