Anda di halaman 1dari 21

A.    Pengertian Hadits Dha’if.

Menurut bahasa dha’if berarti ‘ajiz yaitu lemah, sebagai lawan dari Qawiyyu yang
artinya kuat.[4] Jadi secara bahasa, yang dimaksud dengan hadits dha’if adalah hadits

yang lemah atau hadits yang tidak kuat. Adapun menurut isitlah, yang dimaksud

dengan hadits dha’if adalah hadits yang didalamnya tidak didapati syarat hadits shahih
dan tidak pula didapati syarat hadits hasan. [5] Para ulama yang lain mendefinisikan

hadits dha’if itu ialah suatu hadits yang terputus sanadnya, atau diantara perawinya ada
yang cacat”.[6] Ibnu shalah juga mendefiniskan hadits dhaif yaitu:
‫الح َس ِن‬
َ ‫ات‬ُ ‫ْح َوالَ صِ َف‬
ِ ‫ص ِحي‬ ُ ‫َما َل ْم يُجْ َمعْ صِ َف‬
َ ‫ات ال‬
Artinya: “Yang tidak terkumpul sifat-sifat shahih dan sifat-sifat hasan”. [7]

Sebagian dari para ulama memberika definisi hadits dha’if:


ُ ‫َما َل ْم َيجْ َت ِم ُع فِ ْي ِه صِ َف‬
]8[‫ات ال َقب ُْو ِل‬
Artinya: “ Yang tidak terkumpul sifat-sifat yang diterima.

            Dari pengertian diatas dapatlah disimpulkan bahwa hadits dha’if adalah hadits

yang lemah tidak terkumpul pada sifat sifat hadit shahih dan hasan yang dapat diterima

riwayatnya. Dengan kata lain, hadits dha’if merupakan lawan dari hadits maqbul.
(SUMBER : https://juraganberdesa.blogspot.com/2019/11/pengertian-hadits-dhaif.html )

Secara terminologis, para ulama mendefinisikannya dengan redaksi yang


beragam,meskipun maksud dan kandungannya sama. Al-Nawawi dan Al-Qasimi
mendefinisikan hadis Dha’if dengan:“Hadis yang didalamnya tidak terdapat syarat-
syarat hadis shahih dan syarat- syarat hadis hasan.

Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib menyatakan bahwa definisi hadis Dha’if adalah: “segala
hadis yang di dalamnya tidak terkumpul sifat-sifat maqbul”. Sifat-sifat  maqbul dalam
definisi di atas maksudnya adalah sifat-sifat yang terdapat dalam hadis shahih dan
hadis hasan, karena keduanya memenuhi sifat- sifat maqbul. Dengan demikian, definisi
kedua tersebut sama dengan definisi berikut: “Hadis yang di dalamnya tidak berkumpul
sifat-sifat hadis shahih dan hadis hasan “.

Menurut Nur Al- Din ‘Itr, definisi yang paling baik tentang hadis dha’if adalah: “Hadis
yang hialang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadis maqbul”. Maksudnya, suatu
hadis yang tidak memenuhi salah satu syarat(kriteria) hadis shahih atau hasan
dinyatakan sebagai hadis dha’if yang berarti hadis itu bertolak untuk di jadikan hujjah.

(SUMBER : https://www.tongkronganislami.net/hadis-dhaif-pengertian-kriteria-macamnya-beserta-
contohnya/ )

Hadis lemah atau Hadits Dha'if (bahasa Arab: ‫ )حديث ضعيف‬adalah kategori hadis yang tertolak dan
tidak dapat dinyatakan kebenarannya berasal dari perkataan atau perbuatan Nabi .

Definisi Hadits dhaif menurut Imam Al-Baiquni adalah:


"Setiap hadis yang tingkatannya berada dibawah hadits hasan (tidak memenuhi syarat sebagai
hadis shahih maupun hasan) maka disebut hadits dho'if dan hadis (seperti) ini banyak sekali
ragamnya."

— Manzhumah al-Baiquniyah

Macamnya
Terdapat berbagai tingkatan derajat hadis lemah, mulai dari yang lemahnya ringan hingga yang
parah bahkan palsu. Ibnu Hibban telah membagi hadits dhaif menjadi 49 (empat puluh sembilan)
jenis.[1] Di antara macam-macam tingkatan hadis yang dikategorikan lemah, seperti:

 Mursal: Hadis yang disebutkan oleh Tabi'in langsung dari Rasulullah   tanpa


menyebutkan siapa shahabat yang melihat atau mendengar langsung dari Rasul. Digolongkan
sebagai hadis lemah karena dimungkinkan adanya Tabi'in lain yang masuk dalam jalur
riwayatnya (namun tidak disebutkan). Jika dapat dipastikan perawi (periwayat) yang tidak
disebutkan tersebut adalah seorang shahabat maka tidak tergolong sebagai hadis lemah.
 Mu'dhol: Hadis yang dalam sanadnya ada dua orang rawi atau lebih yang tidak
dicantumkan secara berurut.
 Munqathi (terputus): Semua hadis yang sanadnya tidak bersambung tanpa melihat letak
dan keadaan putusnya sanad. Setiap hadis Mu'dhal adalah Munqathi, namun tidak sebaliknya.
 Mudallas: Seseorang yang meriwayatkan dari rawi fulan sementara hadis tersebut tidak
didengarnya langsung dari rawi fulan tersebut, namun ia tutupi hal ini sehingga terkesan seolah
ia mendengarnya langsung dari rawi fulan. Hadis mudallas ada dua macam, yaitu Tadlis Isnad
(menyembunyikan sanad) dan tadlis Syuyukh (menyembunyikan personal).
 Mu'an'an: Hadis yang dalam sanadnya menggunakan lafal fulan 'an fulan (riwayat
seseorang dari seseorang).
 Mudhtharib (guncang): Hadis yang diriwayatkan melalui banyak jalur dan sama-sama kuat,
masing-masingnya dengan lafal yang berlainan/bertentangan (serta tidak bisa diambil jalan
tengah).
 Syadz (ganjil): Hadis yang menyelisihi riwayat dari orang-orang yang tsiqah (tepercaya).
Atau didefinisikan sebagai hadis yang hanya diriwayatkan melalui satu jalur namun perawinya
tersebut kurang tepercaya jika ia bersendiri dalam meriwayatkan hadis.
 Munkar: Hadis yang diriwayatkan oleh perawi kategori lemah yang menyelisihi periwayatan
rawi-rawi yang tsiqah.
 Matruk: Hadis yang di dalam sanadnya ada perawi yang tertuduh berdusta.
 Maudhu'(Hadis palsu): Hadis yang dipalsukan atas nama Nabi, di dalam rawinya ada rawi
yang diketahui sering melakukan kedustaan dan pemalsuan.
 Bathil: Sejenis Hadis palsu yang (jelas-jelas) menyelisihi prinsip-prinsip syariah.
 Mudraj: Perkataan yang diucapkan oleh selain Nabi yang ditulis bergandengan dengan
Hadits Nabi. Sehingga dapat dikira sebagai bagian dari hadis. Umumnya berasal dari perawi
hadisnya, baik itu sahabat ataupun yang dibawahnya, diucapkan untuk menafsirkan,
menjelaskan atau melengkapi maksud kata tertentu dalam lafal hadis.

(SUMBER : https://id.wikipedia.org/wiki/Hadis_Daif#:~:text=Definisi%20Hadits%20dhaif%20menurut
%20Imam,)%20ini%20banyak%20sekali%20ragamnya.%22 )

B. Macam-macam hadis dhaif

Berdasarkan sebab sebab kedhaifan suatu hadits ,hadits dhaif terbagi kepada beberapa
macam ,yaitu :
 1.  pembagian hadits dhaif di tinjau dari segi terputusnya sanad

 a. Hadits Muallaq


     Secara etimologi kata mu’allaq adalah isim maful dari kata ‘allaqa,yang berarti
“menggantungkan sesuatu pada sesuatu yang lain sehingga ia menjadi tergantung “.
      Menurut istilah ilmu hadts adalah : hadits yang di hapus dari awal sanad nya seorang perawi
atu lebih secara berturut turut .[3]
Bentuk hadits mu’allaq antara lain :
1.  Bahwa Mukharrij Hadits langsung berkata :Rasul SAW bersabda “…”;
2.  Mukharrij Hadits menghapus seluruh sanadnya kecuali sahabat ,atau sahabat dan tabi’i..
Hukum hadist mu’allaq adalah mardud (tertolak),karena tidak terpenhi salah satu sarat
qabul,yaitu persambungan sanad ,yang dalam hal ini adalah di hapuskannya satu orang perawi
atau lebih dari sanadnya ,sementara keadaan perawi yang dihapuskan tersebut tidak diketahui .

b. Hadis mursal

Secara bahasa kata mursal adalah isim maful dari arsala ,yang berarti athlaqa,yaitu
“melepaskan atau membaskan “dalam hal ini adalah melepaskan isnad dan tidak
menghubungkannya debgan seorbg perawi yang di kenal.
     Menurut istilah ilmu hadis Hadits mursal adalah hadits yang gugur dari ahir sanadnya
,seorang perawi sesudah tabi’i.[4]atau hadits yang diangkatkan oleh tabi’i kepada rasulSAW dari
perkataan atau perbuatan atau taqrir beliau ,baik tabi’i itu ,tabi’I  kecil ,atau tabi’i besar.[5]
       Bentuk hadts mursal tersebut adalah ,bahwa seorang tabi’i baik kecil atau besar
,mengatakan Rasullullah SAW berkata demikian ,”dan sebagainya ,sementara tabi’i tersebut
jelas tidak bertemu debgan rasul SAW .jadi ,dalam hal ini tabi’i tersebut telah menghilangkan
sahabat ,sebagai generasi perantara antara tabi’in dengan rasul SAW, di dalam sanad hadits
tersebut.
Hukum hadits mursal yaitu Dho’if dan ditolak(mardud).Hal tersebut adalah karena
kurangnya (hilangnya) salah satu syarat ke-Shahihan dan syarat diterimanya suatu Hadist,yaitu
persambungan sanad.selain itu jga karena tidak dikenalnya(majhul)tentang keadaan perawi
yang dihilangkan tersebut,sebab boleh jadi yang hilang itu adalah bukan sahabat.dengan adanya
kemungkinan Hadits tersebut adlah dhoif.
Tentang status dan hukum berhujjah Hadits mursal,para Ulama ahli Hadits berbeda
pendapat yaitu:
1.pendapat yang menyatakan hukum Hadits mursal adalah Dhoif dan Mardud.Ini adalah
pendapat mayoritas Ulama’ Hadits ,Ulama Ushul fiqih, dan parafuqaha .Argumentasi mereka
adalah karena tidak diketahui keaadaan perawi yang digugurkan tersebut adalah seorang tabi’i
dan bukan sahabat.
2.Hukum adalah Shahih dan karena karenanya dapat dijadikan Hujjah .Inilah pendapat dari tiga
Imam besar , yaitu Abu Hanif,Malik,dan Ahmad ibn Hanbal dari pendapatnya yang termasyur .
Akan tetapi ,merek mensyaratkan bahwa perawi yang mengirsalkan tersebut adalah tsiqat tidak
akan mengatakan “Rasulullah SAW bersabda ….”,kecuali ia telah mendengarkannya sendiri dari
seorang yang tsiqat.
3.Pendapat ketiga adalah pendapat Imam Safi’i yang mengatkan bahwa Hadits Mursal dapat
diterima ,tetapi dengan syarat,yaitu:
a. Bahwa yang mengirsalkan adalah dari Tabi’in besar.
b. Bila menyebutkan orang yang meng-Irsalkan itu, maka para ulama yang di
irsalkan-nya itu, maka yang disebutkanny adalah orang tsiqat.
c. Apabila ia beserta para ulama (huffaz) yang terpercaya , maka para ulama
tersebut tidak berbeda pendapat dengannya .
d. ketiga syarat diatas harus ditambah dengan salah satu hal berikut yaitu:
a)      Bahwa ia meriwayatkan Hadits tersebut melalui jalur lain secara musnad,
b)      atau meriwayatkan dari jalur yang lain secara mursal dan yang di-Irsalkannya adalah perawi
yang menerima Hadits daripara perawi yang bukan perawi hadits musal yang pertama,
c)      Atau Hadits tersebut sesuai dengan perkataan Sahabat,
d)     Atau para Ulama banyak yang berfatwa dngan kandungan Hadits tersebut. [6]

Mursal Shahabi  adalah Hadits yang diriwayatkan oleh seorang sahabat dari


perkataan atau perbuatan rasul SAW, sementara Sahabat yang bersangkutan masih kecil
usiannya ketika itu, atau karena terlambat masuk Islam, atau karena sedang tidak ada di
tempat. Diantara merek adalah Ibn Abbas dan Zubair, yang masih dalam usia  kecil ketika
Rasulullah SAW hidup.[7]
Hukum Hadits Mursal Sahabi menurut jumhur Ulama adalah Shahih dan dapat
dijadikan hujjah.Bahwa seorang Sahabat jarang meriwayatkan Hadits yang bersumber dari
tabi’in ,dan apabila melakukannya tentu dia akan menjelaskan hal yang demikin .

c.Hadits Mu’dhal

         Secara etimologi , kata Mu’dhal adalah isim maf’ul dari kata a‘dhala yang berarti a’ya,
yaitu :” menjdikan sesuatu menjadi problematik atau misterius”.Sedangkan menurut istilah,
Hadits yang gugur dari Sanad-nya dua orang perawi atau lebih secara berturut-turut. [8]
         Menurut Imam al-Hakim al-Naisaburi , Mu’dhal dalam riwayat adalah bahwa terdapat
antara seorang mursil (yaitu oramg yamg menggurkan rangkaian sanad Hadits sebelum rosul)
kepada rasulullah SAW lebih dari satu orang.[9]
         Hukum Hadits Mu’dhal adalah Dha’if, bahkan keadaannya lebih buruk dari hadits
mursal dan Hadits munqathi’, karena perawi yang gugur  di dalam sanadnya lebih banyak .
         Hadits Mu’dhal sebagian bentuknya sama bahkan bersatu dengan Hadits mu’allaq. Bila
yang gugur itu dua orang perawi nya atau lebih dari pangkal sanadnya , maka dalam hal ini
Hadits tersebut mu’dhal dan Mu’allaq sekaigus. Apabila yang yang gugur dua orang perawi
secara berturut-turut di tengah-tengah Sanadnya, maka Hadits tersebut Mu’dhal saja.

d.Hadits Munqathi’

         Kata munqathi’ adalah isim fa’il dari al-inqitha’, yaitu lawan dari al-ittishal, yang
berarti terputus . Menurut istilah , al-Munqathi’ adalah Hadits yang tidak bersambung
Sanadnya ,dan keterputusannya Sanad tersebut bias terjadi di mana saja. [10]
         Dengan demikian ,termasuk ke dalam jenis Hadits Munqathi’ adalah Hadits Mursal,
Mu’allaq, dan Mu’dhal. Ibn Hajar atsqalani  menggunakan istilah Munqathi’ hanya terhadap
Hadits yang terputus sanadnya selain yang terjadi pada Hadits Mursal , Mu’alaq, dan
Mu’dhal.Dengan demikian istilah Minqathi’ adalah umum dan meliputi setia Hadits yang
teputus Sanadnya selain bentuk yang tiga diatas.Yaitu yang terputus Sanadnya tidak paa
awalnya , akhirnya, atau tidak pada dua orang perawi secara berturut-turut.
         Para ulama Hadits sepakat menyatakan hukum Hadits Munqathi’ adalah Da’if, karena
tidak diketahuinya perawi yang digugukan.[11]

e.Hadits Mudallas
         Kata mudallas adalah isim maf’ul dari tadlis ,yang  seara etimologi artinya
“menyembunyikan cacatbarang yang dijual dari si pembeli.”Kata al-dalsu mengandung arti
“gelap” atau “berbaur dengan gelap”.
         Sedangkan menurut ilmu Hadits ,Hadits Mudallas yaitu “menyembunyikan cacat dalam
sanad dan menampakkannya pada lahirnya seperti baik”[12]

         Mudallas terbagi menjadi dua yaitu:


1.Tadlis al-Isnad, yaitu Bahwa seorag perawi meriwayatkan Hadits dari seorang guru yang telah
atau pernah mengajarkan beberapa Hadits kepadanya .Namun, Hadits yang di-tadlisnya itu
tidak diperoleh dari gurunya tersebut ,tetapi dari guru yang lain yang kemudian guru itu
digugurkannya (disembunyikannya).Perawi itu kemudian meriwayatkannya dari gurunya yang
pertama dengan lafaz yang mengandung pengertian seolah-olah dia mendengarnya
darinya,sehingga orang lain mnduga bahwa dia mendengar dri gurunya yang pertama di atas.
2.Hadits al-Syuyukh,yaitu: seorang perawi memberi nama, gelar, nisbah atau sifat kepada
gurunya dengan sesuatu nama atau gelar yang tidak dikenal. [13]Atau seorang perawi
meriwayatkan Hadits dari seseorang guru yang didengarnya langsung dari guru-guru tersebut
menyebut nama guru itu,gelarnya, nasabnya,atau sifatnya yang tidak dikenal orang agar orang
lain tidak mengenalnya.[14]

         Hukum Hadits Mudallas yaitu:


a. Tadlis al-Isnad adalah dicela oleh Ulam Hadits, bahkan diantara mereka ada yang menyatakan
perbuatan tadlis itu adalah saudaranya perbuatan bohong.
b.Tadlis al-syuyukh, hukumnya lebih ringan dari yang pertama, karena tidak ada perawi yang
digugurkan padanya.Akan tetapi, perbuatan tersebut tetap tercela, karena dapat mengacaukan
pemahaman orang yang mendengar terhadap perawi Hadist dimaksud.

         Adapun mengenai hukum Haditsnya, terdapat tiga pendapat Ulama,yaitu:


1)      Perawi yang diketahui pernah melakukan , walaupun hanya sekali, maka dia adalah jarh(cacat),
dan karena itu Haditsnya ditolak(mardud).
2)      Bagi mereka yang menerima Hadits Mursal, maka mereka juga menerima Hadits
mudallas,Hadits sebab dalam pandanga mereka tadlis sama dengan irsal. Di antara yang
termasuk ke dalam kelompok ini adalah Ulama Zaidiyyah
3)      Apabila perawi yang pernah melakukan tadlis tersebut melakukan tadlis terhadap sanad
dengan menggugurkan perawi yang dhoif secara sengaja dan ia mengetahui kedhoifan perawi
yang digugurkan itu,maka perawi yang melakukan tadlis tersebut adalah jarh/cacat karena
sengaja berdusta dank arena itu Haditsnya ditolak. [15]

2. Dho’if yang Disebabkan Cacat Selain Keterputusan Sanad


         Yang termasuk dengan cacat pada perawi adalah bahwa terdapat kekurangan atau cacat
(jarh) pada diri perawi tersebut, baik dari segi keadilannya,agamanya atau dari segi
ingatan,hafalannya,dan ketelitiannya.Penyebab terjadinya cacat pada seorang perawi yaitu:
a)      cacat yang berhubungan dengan keadilan seorang perawi yaitu : al-kadzib (pembohong /
pendusta), al-tuhmah bi alkadzib (dituduh berbohong), fasik,berbuat bid’ah dan tidak diketahui
keadaannya (al jahalah).
b)      cacat yang berhubungan dengan ingatan dan hafalan perawi adalah: fahsy al-ghalath (sangat
keliru atau sangat dalam kesalahannya),su’al hifzh (buruk hafalannya), al-ghaflah (lalai), kasrat
al-awham(banyak prasangka ), dan mukhallafat al-tsiqat(menyalahi perawi yang tsiqat). [16]

         Macam-macam Hadits Dha’if berdasarkan cacat yang dimiliki oleh perawinya yaitu:

a.Hadits Matruk
         Suatu Hadits yang perawinya mempunyai cact al-Tuhmah bi al-kadzib, tertuduh dusta ,
yaitu peringkat kedua terburuk setelah al-kadzib, pembohong atau pendusta,disebut hadits
Matruk.
         Dalam istilah Hadits Matruk adalah Hadits yang terdapat pada sanadnya perawi yang
tertuduh dusta.[17]
Pada umumnya seorang yang perawi yang tertuduh dusta adalah karena dia dikenal berbohong
dalam pembicaraanya sehari-hari, namun bukan secara nyata kebohongan tersebut ditunjukkan
terhadap Hadits Nabi SAW ,atau Hadits tersebut hanya diriwayatkan oleh dia sendirian
sementara keadaannya menyalahi kaidah-kaidah umum.
         Hukum Hadits Matruk adalah Hadits dha’if yang paling buruk keadaannya sesudah
Hadist Maudhu’.Ibn Hajar menyatakan bahwa Hadits dhoif yang paling buruk keadaannya
adalah Hadits mawdhu’, dan setelah itu Hadits Matruk,kemudian Hadits Munkar, Hadits
mu’allal, Hdits Mudrj, Hadits Maqlub, Hadits Mudhtharib. [18]

b.Hadits Munkar
         Hadits Munkar adalah Hadits yang perawinya memiliki cacat dalam kadr sangat kelirunya
atau nyata kefasikannya. Para Ulama Hadits mendefinisikan Hadits Munkar yaitu:
  Hadits yang terdapat pada sanadnya seorang perawi yang sangat kelirunya, atau sering kali lalai
dan terlihat kefasikannya secara nyata.
  Hadits yng diriwayatkan oleh perawi yang dha’if yang hadits tersebut berlawanan dengan yang
diriwayatkan oleh perawi yang tsiqat.[19]
         Dengan demikian Hadits yang diriwayatkan perawi yang dha’if tersebut bertentangan
dengan apa yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqat. Persamaan antara hadits Munkar dan
Hadits Syadz adalah adanya persyaratan pertentangan (al-Mukhallafah) dengan riwayat perawi
yang lain.Perbedaannya adalah bahwa pada Hadist syadz pertentangan itu adalah antara
riwayat seorang perawi yang maqbul, yaitu yang shahih atau Hasan , dengan riwyat yang lebih
tinggi kualitas ke-Shahihan atau ke-Hasanannya(awla), sementara pada Hadits Munkar
,petentangan terjadi antara riwayat perawi dha’if dengan riwayat perawi yang maqbul.

c.Hadits Mu’allal
         Hadits Mu’allal adalah Haidts yang perawinya cacat karena al-wahm,yaitu banyaknya
dugaan atau sangkaan yang tidak mempunyai landasan yang kuat.
         Para Ulama Hadits mendifinisikan Hadits Mu’allal adalah Hadits yang apabila diteliti
secara cermat terdapat padanya ‘illat yang merusak ke-shahihan Hadits tersebut meskipun
tampak secara lahirnya tidak bercacat.[20]
         Yang dimaksud dengan ‘illat yaitu sebab yang terselubung dan tersembunyi yang merusak
ke-shahihan Hadits.Jadi ada dua unsur yang harus dipenuhi dalam suatu ‘illat yaitu,al-
ghummudh wa al-khfa’(sifat terselubung dan tersembunyi) dan al-qadh fi shihhat al
Hadits(merusak pada ke-Shahihan Hadits).[21]
Hadits Mu’allal kelompok Hadits dhaif pada pembagian Hadits dhaif kelompok pertama,
yaitu ditinjau dari segi terputusnya sanad Hadits.[22]

d.Hadits Mudraj
         Kata idraj berarti memasukkan sesuatu yang lain dan menggabungkannya dengan yang
lain itu.Maka Hadits Mudraj adalah Hadits yang terdapat panya tambahan yang bukan bagian
dari Hadits tersebut.
         Para ulama Hadits membagi mudraj menjdi dua macam yaitu:
1.Mudraj al-Isnad
         Mudraj al-Isnad adalah Hadits yang bukan penuturan sanadnya. [23]
Bentuknya yaitu Bahwa seorang perawi sedang menyampaikan satu rangkian sanad , maka tiba-
tiba ketika itu terjadi satu peristiwa yang menyebabkan si perawi tersebut mengucapkankalimat
–kalimat yang lahir dari dirinya sendiri.Sebagian yang mendengarnya menduga bahwa kalimt-
kalimt itu adalh matan dari sanadyang dibacakan oleh si perawi tadi, maka yang mendengar
tadipun kemudian meriwayatkan dari perawi tersebut sanad dan kalimat yang diduganya
sebaga matannya itu.
2.Mudraj al-Matan

   Mudraj al –Matan adalah :


a. Sesuatu yang dimasukkan ke dalam matan suatu Hadits yang bukan bagian dari matan Hadits
tersebut, tanpa ada pemisahan dari mtan Hadits tersebut,tanpa ada pemisahan
diantaranya(yaitu antara matan Hadits degan Sesutu yang dimasukkan tadi).
b.Memasukkan sesuatu dari perkataa para perawi Hadits ke dalam matan Hadits, sehingga
diduga perkataan tersebut merupakan bagian dari sabda Rasulullah SAW.
Mudraj al-Matan terbagi kepada tiga macam,yaitu Mudraj di awal Hadits,Mudraj di
pertengahan Hadits,dan Mudraj di akhir Hadits.[24]
           
Faktor yang mendorong para perawi di dalam melakukan idraj yaitu:
a)      Untuk menjelaskan (bayan) hukum syara’ yang terkandung di dalam Hadits.
b)      Merumuskan (istinbth) hukum syara’ dari Hadits sebelum sempurna penyampaian redaksi
Hadits
c)Menjelaskn lafadz asing yang terdapat di dalam matan Hadits.

Idraj dalam suatu Hadits dapat diketahui melaui hal-hal berikut:


1)      Dijumpai matan Hadits yang sama melalui periwayatan yang lain yang memisahkan atara
matan Hadits yang sebenarnya dengan perkataan yang ditambahkan oleh perawi.
2)      Dinyatakan oleh ulama yang telah melakukan pengamatan dan penelitian terhadap Hadits
dimaksud.
3)      Pengakuan oleh perawi yang dilakukan idraj itu sendiri.
4)      Mustahilnya Rasul SAW mengatakan pernyataan yang ditambahkan tersebut. [25]

            e. Hadits Maqlub


         Hadits Maqlub adalah mengganti suatu lafadz dengan lafadz yang lain pada sanad Hadits
atau pada matannya dengan cara mendhulukan atau mengemudiankannya. [26]
            Maqlub terbagi menjadi dua yaitu:
1.      Maqlub sanad, yaitu penggantian yang terjadi pada sanad Hadits. Bentuknya ada dua, yaitu
pertama, adakalanya dengan menjadikan nama perawi dengan nama ayahnya atau
sebaliknya. Kedua, mengganti nama seorang perawi dengn perawi yang berada pada thabaqqat
yang sama,
2.      Maqlub Matan , yaitu penggantian yang terjadi pada matan Hadits. Bentuknya adalah dengan
mendahulukan  sebagian dari matan Hadits tersebut atas sebagian yang lain,.

         Hukum Hadits Maqlub adalah dha’if dan karenanya tertolak serta tidak dapat dijadikan
dalil dalam beramaldan untuk merumuskan sesuatu hukum. Apabila pelaku melakukan sengaja,
maka hukumnya haram dan perbuatannya itu sama dengan pembuat Hadits Madhu’(palsu).
Namun jika dilakukan karena kelalaiannya, maka riwayatnya tidak diterima dan jadilah dia
seorang perawi cacat.

f. Hadits Mudhtharib
         Kata mudhtharib bersal dari kata al-idhthirad, yang berarti rusaknya susunan dan
keteratura sesuatu.Dalam istilah ilmu Hadits Mudhtharib adalah:
  Hadits yang diriwayatkan dalam beberapa bentuk yang berlawanan yang masing-masing sama-
sama kuat.[27]
  Hadits yang terjadi perselisihan riwayat tentang Hadits tersebut, sebagian perawi
meriwayatkannya menurut satu cara dan yang lainnya menurut cara yang pertama,sementara
kedua cara tersebut adalah sama-sama kuat.[28]
         Suatu Hadits dapat disebut Mudhtharib apabila terpenuhi dua syarat, yaitu:
1.      terjdinya perbedaan riwayat tentang suatu Hadits yang perbedaan itu tidak dapt
dikompromikan
2.      Masing-masing riwayat mempunyai kekuatan yang sama, sehingga tidak mungkin dilakukan
tarjih, terhadap salah satu dari riwayat yang berbeda tersebut
         Mudhtharib dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
- Mudhtharib al-Sanad
- Mudhtharib al-Matan
         Al-idhthira dapat terjadi dari seorang perawi , yaitu bahwa ia meriwayatkan suatu Hadits
dengan beberapa riwayat yang berbeda saling bertentangan dan dapat pula terjadi dari sejumlah
perawi yaitu bahwa masing-masing perawi tersebut meriwayatkan Hadits yang sama dalam
bentuk periwayatannya yang berbeda dan saling berlwanan antara yang satu dengan yang
lainnya.
         Hukum Hadits mudhtharib adalah dhaif, karena terdapat perbedaan dan pertentangan
dalam periwayatan.Hal ini merupakan indikasi bahwa perawinya tidak memiliki sifat dhabit
adalah merupakan syarat dari Hadits Shahih dan Hasan[29]

g. Hadits Mushahhaf
         Secara etimologi kata al-tashhif mengandung arti “kesalahan yang terjadi pada catatan atau
pada bacaan terhadap suatu catatan”, Sedangkan menurut terminologi adalah mengubah
kalimat yang terdapat pada suatu Hadits menjadi kalimat yang tidak dapat diriwayatkan oleh
para perawi yang tsiqat, baik secara lafadz maupun maknanya. [30]Atau perubahan satu huruf
atau beberapa huruf dengan perubahan titik, sementara bentuk ulama Hadits menjelaskan
perubahan yang tejadi yaitu: perubahan satu tulsannya tetap.[31]
         Hadits Mushahhaf dilihat dari tempat terjadinya, terbagi menjdi dua, yaitu:
1. Tashhif pada sanad, yaitu perubahan yang ada pada pada sanad Hadits
2. Tashhif pada matan, yaitu perubahan yang terdapat pada matan Hadits
         Sedangkan berdasarkan pada sumbernya, tashhif di bagi menjadi dua yaitu:
1.Tashhif Bashar, yaitu keraguan yang terjadi pad penglihatan si pembaca (perawi) atas tulisan,
karena tidak ada titiknya.
2.Tashhif al-Sama’, yaitu perubahan yang terjadi karena rusaknya pendengaran sehingga terjadi
keraguan terhadap sebagian kata-kat yang mempunyai wazan sharaf (pertimbangan dari segi
ilmu Sharaf)nya satu.
Ibn Hajar membagi Tashhif ini menjadi dua yaitu:
a)      Al-Mushahhaf adalah perubahan yang terjadi pada Hadits yang berkaitan dengan titik
hurufnya,sedangkan bentuk tulisannya tetap.
b)      Al-muharraf  adalah perubahan yang terjadi pada Hadits yang berkaitan dengan baris
(harrakat) huruf-hurufnya,sedangkan bentuk tulisannya tetap.
         Penyebab terjadinya Mushahhaf atau Muharraf adalah karena mengambil Hadits semata-
mata dari ktab-kitab atau lembaran-lembaran tulisan yang ada, dan tidak mendengarkannya
secara langsung dari guru.Jadi sebagian para ulama Hadits memperingatkan para muridnya
agar tidak semata- mata mengutip Hadits dari catatan mereka.

h. Hadits Syadz
         Secara etimologi ,kata Syadz adalah isim fa’il dari kata syadzdza yang berarti “menyendiri
dari kebanyakan ”, sedagkan secara terminologi pengertian Syadz adalah Hadits yang
diriwayatkan oleh perawi yang maqbul, namun bertentangan dengan riwayat perawi yang lebih
tsiqat atau lebih baik dari padanya.[32]
         Jadi, Hadits syadz adalah Hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang maqbul, yaitu seorng
yang adil dan sempurna ke-dhabitannya, akan tetapi Hadits tersebut berlawanan dengan Hadits
yang diriwayatkan oleh perawi lain yang lebh adil dan lebih dhabit dari pada perawi pertama
tadi.Hadits yang berlawanan dengan Hadits syadz tersebut disebut dengan Hadits Mahfuzh.
         Hukum Hadits Syadz adalah mardud, yaitu ditolak, sedangkan Hadits Mahfudz, yaitu
sebagai lawan dari Syad tersebut, hukumnya adalah maqbul, yaitu diterima.
           

3. Kehujjahan Hadits Dha’if


Pada dasarnya berhujah dengan Hadits dha’if (Hadits mauqufdan maqthu’) itu tidak boleh,
kecuali ada qarinah uang menjukkan /menjadikan shahih dan marfu’.
Kalau Hadits dha’if bukan maudhu’, maka ada dua pendapat, yaitu:
a.      Melarang secara mutlak
b.      Membolehkan

(SUMBER : https://ulinnadzir.blogspot.com/2015/12/hadits-dhoif-dan-macam-macamnya.html )

C. Status Kehujjahan Hadist Dha’if

Cacat yang terdapat pada hadits dha’if berbeda-beda. Hal ini berimbas pada tingkatan
(martabat) hadits-hadits dha’if juga mengalami perbedaan. Dari hadits yang
mengandung cacat pada rawi (sanad) atau matannya, yang paling rendah martabatnya
adalah hadits maudhu’, kemudian hadits matruk, hadits munkar, hadits muallal, hadits
mudraj dan hadits maqlub. Sedangkan untuk hadits yang gugur rawi atau sejumlah
rawinya yang paling lemah adalah hadits muallaq, hadits mu’dhal, hadits munqathi’ dan
hadits mursal.

Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam hal kebolehannya (kehujjahan) hadits dha’if
untuk diamalkan terdapat beberapa pendapat:

Pendapat pertama, hadits dha’if tersebut dapat diamalkan secara mutlak, yakni baik
yang berkenaan dengan masalah halal dan haram, maupun yang berkaitan dengan
kewajiban dengan syarat tidak ada hadits lain yang menerangkannya. Pendapat ini
disampaikan oleh beberapa imam, seperti imam Ahmad bin Hambal, Abu Dawud dan
sebagainya.

Pendapat ini tentunya berkenaan dengan hadits yang tidak terlalu dha’if, karena hadits
yang dha’if itu ditinggalkan para ulama’. Disamping itu pula hadits dha’if itu tidak boleh
bertentangan dengan hadits yang lain.

Pendapat kedua, dipandang baik mengamalkan hadits dha’if dalam fadaitul amal, baik
yang berkaitan dengan hal-hal yang dianjurkan maupun dilarang.

Segolongan ulama’ yang dipimpin oleh Syaikh Muhyiddin an-Nawawi menyatakan :


sudah menjadi kesepakatan ulama akan diperbolehkannya menggunakan hadits dha’if
sebagai dalil untuk fadaitul amal. Ibnu Daqiq al’Id memberikan syarat dibolehkannya
penggunaan hadits dha’if dalam fadaitul amal :

1. Hadits dha’if itu harus benar-benar ada berdasarkan sumber yang asli. Artinya bukan
rekayasa seseorang.

2. Tidak menganggapnya sebagai hadits shahih ketika mengamalkannya, tetapi


menganggapnya sebagai langkah antisipatif saja.

3. Telah disepakati untuk diamalkan, yaitu hadits dha’if yang tidak terlalu dha’if.

4. Hadits dha’if yang bersangkutan berada di bawah suatu dalil yang umum, sehingga
tidak bisa diamalkan hadits dha’if yang sama sekali tidak memiliki dalil pokok.

Pendapat yang ketiga, hadits dha’if sama sekali tidak dapat diamalkan, baik yang
berkaitan dengan fadaitul amal maupun yang berkaitan dengan halal-haram.

Dalam hal ini pemakalah lebih sependapat dengan pendapat yang ketiga, yakni hadist
dha’if sama sekali tidak dapat diamalkan baik yang berkaitan dengan Fadaitul amal
maupun yang berkaitan dengan halal-haram. dengan alasan bahwasanya masih banyak
hadits shahih yang lebih kuat dasar hukumnya yang masih bisa kita jadikan sandaran
hukum.

(SUMBER : http://referensiagama.blogspot.com/2011/02/kehujjahan-hadits-dhaif.html )
A. Pengertian Hadist Maudhu’

          Menurut secara bahasa berarti ‫الجديد‬, yaitu sesuatu yang baru, selain itu hadits pun

berarti ‫الخ\\بر‬ , berita. Yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan  dari

seseorang kepada orang yang lain. Sedangkan ‫موضع‬ merupakan derivasi dari kata  – ‫وضع – يضع‬

‫وضعا‬ yang secara bahasa berarti menyimpan, mengada-ngada atau membuat-buat.[2]

            Adapun pengertian hadits maudhu’ (hadits palsu) secara istilah ialah:
‫ما نسب الى رسول هللا صلى هللا عليه و السالم إختالف\\ا و ك\\ذبا م ّم\\ا لم يقل\\ه‬
‫أويقره‬
Apa-apa yang disandarkan kepada Rasulullah secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau

tidak mengatakan dan memperbuatnya.

Dr. Mahmud Thahan didalam kitabnya mengatakan,


‫اذا كان سبب الطعن\ فى الروى هو الكذ ب على رسول هللا فح\\د يث\\ه يس\\مى‬
‫الموضع‬
Apabila sebab keadaan cacatnya rowi dia berdusta terhadap Rasulullah, maka haditsnya

dinamakan maudhu’. ( Taysiru Musthalahu Alhadits:89)

            Dan pengertiannya secara istilah beliau mengatakan


‫ه\\و الك\\ذب المختل\\ق المنص\\وع المنس\\وب الى رس\\ول هللا ص\\لى هللا علي\\ه‬
‫والسالم‬
Hadits yang dibuat oleh seorang pendusta yang dibangsakan kepada Rasulullah  

            Hadist Maudhu’ yang berarti yang dilarang, yaitu hadits dalam sanadnya terdapat perawi

yang berdusta atau dituduh dusta. Jadi hadits itu adalah hasil karangannya sendiri bahkan tidak

pantas disebut hadits.

(SUMBER : https://juraganberdesa.blogspot.com/2019/11/pengertian-hadist-maudhu.html )
A.    Pengertian Hadis Maudhu’

Beberapa rumusan pengertian istilah hadis maudhu adalah sebagai berikut:


Secara bahasa, kata maudhu’ berarti sesuatu yang digugurkan (al-masqath), yang
ditinggalkan  (al-matruk),  dan diada-adakan (al-muftara). Menurut istilah, hadis maudhu adalah
pernyataan yang dibuat oleh seseorang kemudian dinisbahkan kepada Nabi SAW.[1]
Qadir Hasan, mendifinisikan maudhu’ secara bahasa artinya: yang disusun, dusta yang
diada-adakan, yang diletakkan[2]. Maka, hadis maudhu’ adalah satu hadis yang yang diada-
adakan orang atas nama Nabi saw., dengan sengaja atau dengan tidak sengaja. Hadis maudhu’ itu
dicipta oleh pendusta dan disandarkan kepada Nabi untuk memperdayai.
Sedangkan menurut Sohari Sahrani, hadis maudhu adalah hadis yang diciptakan dan
dibuat-buat, yang bersifat dusta terhadap Nabi saw., dibuat secara sengaja atau tidak sengaja.
[3] Dengan kata lain, hadis maudhu’ dibuat dan dinisbahkan kepada Nabi, dengan disengaja atau
tidak, dengan tujuan buruk atau baik sekalipun[4].
(SUMBER : http://makalahpendidikanislamlengkap.blogspot.com/2015/07/hadis-maudhu.html )

2. Sejarah Munculnya Hadis maudhu’


Masuknya secara massal penganut agama lain ke dalam Islam, yang merupakan bukti
keberhasilan dakwah Islamiyah ke seluruh dunia, secara tidak langsung menjadi factor yang
menyebabkan munculnya hadist-hadist palsu. Tidak bisa diingkari bahwa masuknya mereka ke Islam,
di samping ada yang benar-benar murni tertarik dan percaya kepada ajaran Islam yang dibawa
oleh Nabi Muhammad, tetapi ada juga segolongan mereka yang menganut agama Islam hanya
karena terpaksa tunduk pada kekuasaan Islam pada waktu itu. Golongan ini kita kenal dengan
kaum munafik dan Zindiq. Terjadinya pertikaian politik yang terjadi pada akhir masa pemerintahan
khalifah Utsman bin Affan dan Khalifah Ali bin Abi Thalib merupakan awal adanya benih-benih
fitnah, yang memicu munculnya pemalsuan hadis,tetapi pada masa ini belum begitu meluas karena
masih banyak sahabat ulama yang masih hidup dan mengetahui dengan penuh yakin akan
kepalsuan suatu hadist. Para sahabat ini mengetahui bahaya dari hadist maudhu’ karena ada ancaman
yang keras dikeluarkan oleh Nabi SAW terhadap orang yang memalsukan hadist, Namun pada
masa sesudahnya, yaitu pada akhir pemerintahan Khalifah Bani Umayyah pemalsuaan hadis mulai
marak , baik yang dibuat oleh ummat Islam sendiri, maupunyang dibuat oleh orang diluar Islam.
Menurut penyaksian Hammad bin Zayyad terdapat 14.000 hadis maudhu. Abdul Karim al Auja
mengaku telah membuat 4.000 Hadis maudhu. Terpecahnya ummat Islam menjadi beberapa
golongan politik dam keagamaan menjadi pemicu munculnya hadis maudhu. Masing-masing
pengikut kelompok ada yang berusaha memperkuat kelompoknya dengan mengutip dalil dalil dari
Al Qur’an dan hadis, menafsirkan/men’ tawilkan Al Qur’an dan hadis menyimpang dari arti
sebenarnya, sesuak denagan keinginan mereka. Jika mereka tidak dapat menemukan yang
demikian itu maka membuat hadis dengan cara mengada-ada atau berbohong atas diri Rasulullah
saw. Maka muncullah hadis-hadis tentang keutamaan para khalifah (secara berlebihan) dan para
pemimpin golongan dan mazhab (Ajaj al Khatib : 416) Menurut Subhi Shalih, hadis maudhu mulai
muncul sejak tahun 41 H, yaitu ketika terjadi perpecahan antara Ali bin Abi Thalib yang didukung
oleh penduduk Hijaz dan Irak dengan Muawiyah bin Abi Sufyan yang didukung oleh penduduk Syria
dan Mesir, Ummat Islam terbagi kepada beberapa firqah: Syi’ah, Khawarij dan Jumhur. Karena itu
menurut Subhi Shaleh, bahwa tmbulnya Firqah-firqah dan mazhab merupakan sebab yang paling
penting bagi timbulnya usaha mengada –ada habar dan hadis.(Subhi Shalih : 266-267

1. 1.      Sejarah dan Penyebab Munculnya Hadits Palsu


1. Sejarah
Hadits palsu sebenarnya dimulai pada zaman Nabi, dibuktikan dengan adanya sabda nabi yang
berbunyi

‫فمن كذب علي متعمد افليتبوء مقعده من الناور‬

“Bagi siapa yang secara sengaja berdusta kepadaku, maka hendaknya ia mengambil tempat di
neraka”
Dengan demikian, Rasulullah sudah menyadari akan adanya orang-orang yang berdusta atas
nama dirinya. Tetapi pada zaman nabi belum ditemukan kasus mengenai hadits palsu begitu
pula pada masa khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman. Hal ini dikarenakan mereka sangat hati-
hati menjaga hadits, dibuktikan dengan pembakaran catatan hadits milik Abu Bakar dan Aisyah.
Umar dan Usman juga terkenal tegas dan hati-hati terhadap penyebaran hadits, hal ini
disebabkan takutnya Al-Qur’an tercampur hadits.

Pemalsuan hadits terjadi pada masa Ali ibn Abu Thalib, karena ada pertentangan antara Ali ibn
Abu Thalib dengan Mu’awiyah ibn Abu Sofyan. Sebagian pengikut Ali (Khawarij) membentuk
golongan tersendiri yang tidak hanya memusuhi Ali tetapi memusuhi Muawiyah juga. Golongan
yang pertama kali membuat hadits palsu ialah Syi’ah dan yang paling banyak membuat hadits
palsu ialah golongan Syi’ah dan Rafidah (Munzier Suparta.2010:181).
1. 2. Penyebab Munculnya Hadits Palsu
 Pertentangan Politik
Sebagaimana diketahui sebelum munculnya hadis-hadis palsu, persoalan yang muncul adalah
perebutan kekuasaan. Harus diakui bahwa terbunuhnya Usman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib
nyata-nyata akibat perebutan kekuasaan melalui perang Jamal pada masa Ali ra. Memegang
jabatan khalifah juga tidak lepas dari persoalan politik. Untuk pembelaan eksistensi atau
kekuatan masing-masing kelompok yang berebut kekuasaan ternyata diperlukan pemalsuan
hadits (Muh. Zuhri.1997:57). Contoh hadits yang mengagungkan Ali:

‫يا علي ان هللا غفرلك ولذ ريتك ولوالديك وألهلك وشيعتك ولمحبي شيعتك‬

“Wahai Ali sesungguhnya Allah AWT telah mengampunimu, keturunanmu, kedua orang tuam,
keluargamu, (golongan) Syi’ahmu dan orang-orang yang mencintai Syi’ahmu”
 Perbedaan Mazhab
Seperti halnya persoalan politik yang dapat menyulut minat pemalsuan hadits, pertikaian
pendapat mazhab-kalam dan fiqh juga sama. Misalnya hadits yang diciptakan bagi yang
menganggap tidak mengangkat tangan di kala sembahnyang, yaitu:

‫من رفع يديه فى الصالة فالصالةله‬

“Barang siapa mengangkat kedua tangannya di dalam shalat, maka tidak sah shalatnya”
 Cinta Kebaikan tetapi Bodoh Agama
Sebagaian orang ahli zuhud dan shalih melihat bahwa banyaknya orang yang sibuk mengurus
kesenangan dunia dan mengabaikan kebahagiaan akhirat. Untuk mengatasinya, mereka
membuat hadits “ancaman dan khabar gembira”. Mereka sadar bahwa bohong menjatuhkan
martabat Nabi itu dilarang. Tetapi menurut mereka, bohong untuk memalingkan orang dari
kesenangan dunia tidak dipandang sebagai menjatuhkan martabat Nabi, justru membantu misi
Nabi. Ini sebenarnya juga membahayakan Agama. Apalagi bila informasi hadits semacam ini
dibaca oleh orang kritis, akan menunjukkan dangkalnya agama.

‫من قال ال اله اال هللا خلق من كل كلمة طيرا منقاره من ذهب وريشه من مرجان‬

“Barang siapa mengucap la ilaha illa Allah maka untuk setiap kata yang diucapkan itu ia telah
menciptakan sesekor burung yang paruhnya terbuat dari emas dan paruhnya terbuat dari
marjan”
 Usaha Kaum Zindiq Mengeruhkan Islam
Kaum Zindiq termasuk kaum yang membenci Islam, baik Islam sebagai agama atau sebagai
dasar pemerintahan. Mereka tidak mungkin melampiaskan kebencian melalui konfrontasi dan
pemalsuan al-Qur’an, maka cara yang paling tepat dan memungkinkan adalah melalui
pemalsuan hadits, dengan tujuan menghancurkan agama dari dalam. ‘Abd Al-Karim ibnu ‘Auja’
yang dihukum mati oleh Muhammad bin Sulaiman bin ‘Ali, Wali wilayah basrah, ketika hukuman
akan dilakukan dia mengatakan “Demi Allah saya telah membuat hadits palsu sebanyak 4000
hadits. Seorang telah mengaku di hadapan khalifah Al-Mahdi bahwa dirinya telah membuat
ratusan hadits palsu. Hadits palsu ini telah tersebar di kalangan masyarakat. Hammad bin Zaid
mengatakan “hadits yang dibuat kaum Zindik ini berjumlah 12.000 hadits (Munzier
Suparta.2010:183). Contoh hadits yang dibuat oleh golongan Zindiq ini antara lain:

‫النظر إلى الوجه الجميل صدقة‬

“Melihat wajah cantik termasuk ibadah”


Selain ‘Abd Al-Karim ibn ‘Auja’ ada juga tokoh-tokoh yang terkenal membuat hadits palsu, yaitu
Bayan bin Sam’an Al-Mahdy yang mati dibunuh Khalid bin Abdillah dan Sa’id Al-Mashlub yang
pada akhirnya dibunuh Ja’far Al-Manshur.

Khalifah yang mempunyai perhatian khusus memberantas kaum Zindiq adalah Khalifah Al-
Mahdy (Fatchur Rahman.1995:151).

 Ashabiyah
Yakni perasaan fanatik terhadap kebangsaan, kekabilahan, kebahasan dan keimanan (T.M
Hasbi Ash-Shiddieqy.1954:250). Mereka yang fanatik kepada kebangsaan Parsi (Persia)
membuat hadits sebagai berikut

‫ان هللا اذا غضب أنزل الوحي بالعربية واذا رضي أنزل الوحي باالفارسية‬

“Apabila Allah murka, maka dia menurunkan wahyu dengan bahasa Arab, dan apabila senang
maka akan menurunkannya dalam bahasa Persi”
 Mempengaruhi kaum awam dengan nasehat dan cerita
Dikala tugas memberi nasihat kepada umum dikendalikan oleh mereka yang tidak bertaqwa,
dan tiada takut akan Allah dan yang mereka perlukan hanya menarik minat pendengar, dapat
mereka mereka bertangis-tangisan histeris, merekapun memalsukan rupa-rupa kisah dan
hikayat yang tidak masuk akal. Meraka katakan bahwa yang dmikian diterima, atau didengar
dari Nabi SAW. contohnya ialah:

‫ فى ك\ل‬, ‫ ويب\وئ هللا ولي\ه قص\را من لؤل\ؤة بض\اء فيهاس\بعون ال\ف مقص\ورة‬,‫ وعجيزتهاميل فى مي\ل‬,‫فيهاالحوراء من مسك اوزعفران‬
‫ فال يزال هكذا فى السبعين الفا ال يتحول عنها‬,‫مقصورة سبعون الف قبة‬

“Di dalam surga itu terdapat bidadari-bidadari yang berbau harum semerbak, masa tuanya
berjuta-juta tahun dan Allah menempatkan mereka di suatu istana yang terbuat dari mutiara
putih. Pada istana itu terdapat 70.000 paviliun yang setiap paviliun mempunyai 70.000 kubah.
Yamh demikian itu tetap berjalan sampai 70.000 tahun tidak bergeser sedikitpun”
 Menjilat/mencari muka kepada penguasa
Untuk memperoleh penghargaan dari penguasa khulafa dan ulama’-ulama’ membuat hadits
yang dapat menaikkan martabat kerajaan (T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy.1954:254).

Pada suatu hari Ghiyats bin Ibrahim masuk ke acara yang diadakan Raja Al-Mahdy yaitu
panahan, berkatalah ia atas nama Nabi:

‫ال سبق اال فى فصل اوخف اوحافراوجناح‬

“Hanya dibolehkan kita bertaruh dalam pelemparan panah, pacuan kuda dan beradu burung
yang bersayap”
(SUMBER : https://anfieldvillage.wordpress.com/2014/03/12/hadis-maudhu-sejarah-ciri-dan-upaya-
membendungnya/ )
Sebab Munculnya Hadits Maudhu’
Ada beberapa faktor yang mendorong pemalsuan hadits:

•Pertama, Fanatisme golongan


Dalam kitab Syarh Nahj al-Balaghah, Ibnu Abi al-Hadid berkata, “Pertama kali kedustaan
dalam hadits tentang keutamaan (fadhilah),  dilakukan oleh Syi’ah. Sejak pertama,
mereka memalsukan hadits yang berbeda mengenai diri Ali. Pemalsuan hadits tersebut
didorong rasa permusuhan terhadap para lawan. Ketika al-Bakriyah (pendukung Abu
Bakar) melihat apa yang dilakukan syi’ah, mereka pun memalsukan hadits mengenai
diri Abu Bakar sebagai tandingan hadits yang dibuat Syi’ah.

Syi’ah membuat banyak hadits dan mengubah sebagian hadits sesuai dengan
keinginan mereka. Mereka memalsukan hadits-hadits tentang sisi positif Ali dan hadits
yang menonjolkan sisi negatif Mu’awiyah dan para pendukung Bani Umayah. Mereka
juga menjelek-jelekkan sahabat Abu Bakar, Umar dan sahabat lain.

•Kedua, Usaha untuk Mendeskreditan Islam

Setelah kehadiran Islam, kekuasaan Kisra dan Kaisar roboh. Namun mereka tidak
mampu untuk membalas dendam dengan pedang karena kekuasaan Islam telah
sedemikian kokoh. Maka mereka berusaha menjauhkan kaum muslimin dari akidahnya
dengan cara menciptakan kebatilan dan berdusta atas nama Rasulullah SAW. Hal itu
mereka lakukan untuk menodai citra Islam. Sebagai contoh:

Diriwayatkan bahwa ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, terbuat dari apakah Tuhan
kita? Rasulullah menjawab, ‘Dari air yang berlalu (tidak diam), tidak dari bumi dan tidak
pula dari langit. Dia menciptakan seekor kuda kemudian menjalankan kuda itu maka
berkeringatlah kuda itu. Kemudian dia menciptakan diri-Nya dari keringat kuda itu.”

Mereka lebih membahayakan Islam daripada yang lain. Diantara mereka ada yang
keterlaluan dalam mendustakan hadits, seperti al-Karim bin al-Auja’. Ia berkata, “Demi
Allah sungguh aku membuat hadits-hadits untukmu sebanyak 4000 hadits. Dan hadits
itu mengharamkan apa yang halal dan sebaliknya.”

•Ketiga, Diskriminasi Etnis dan Fanatisme Kabilah, Negara dan Imam

Pada masa pemerintahannya, Dinasti Umayyah secara khusus mengandalkan etnis


Arab, sebagian mereka bersikap fanatik terhadap kebangsaan Arab dan Bahasa Arab.
Maka muncullah kelompok Mawalli (kaum muslimin non Arab), yang berupaya
mewujudkan persamaan hak antara kaum muslimin non Arab dengan etnis Arab.
Mereka memanfaatkan sebagian besar gerakan pemberontakan dengan cara
bergabung ke dalamnya untuk mewujudkan keinginannya. Selain itu, mereka berupaya
menandingi kebanggan etnis Arab. Inilah yang mendorong mereka memalsukan
hadits-hadits yang isinya menjelaskan kelebihan-kelebihan mereka. Misalnya hadits:

“Sesungguhnya pembicaraan orang-orang yang berada di sekitar ‘Arsy adalah dengan


bahasa Persia, dan sesungguhnya jika Allah mewahyukan sesuatu yang lunak
(menggembirakan) maka Allah mewahyukan dengan bahasa Persia, dan jika Dia
mewahyukan sesuatu yang berupa ancaman maka Dia mewahyukan dengan bahasa Arab.”

Selain hadits palsu yang berbicara tentang bahasa, etnis dan kabilah, hadits palsu juga
dibuat tentang kelebihan negara atau imam tertentu.

•Keempat, tendensi duniawi berupa popularitas dan usaha menjilat


penguasa

Pada masa-masa akhir pemerintahan Khulafaur Rasyidin, muncul kelompok-kelompok


pendongeng dan penasihat yang jumlahnya terus bertambah. Selanjutnya mereka
berkembang ke masjid-masjid yang berada di dalam kekuasaan Islam. Para
pendongeng ini membuat hadits palsu dengan tujuan untuk mendapatkan uang.

Ada pula yang menjilat para penguasa dengan membuat hadits yang dapat
memuaskan mereka. Hal ini benar-benar terjadi pada masa Abbasiyah. Contohnya
adalah, Ghiyats bin Ibrahim berdusta untuk Khalifah al-Mahdi dalam hadits, “Tidak ada
perlombaan kecuali dengan permainan memanah, sepatu atau kuda.” Kemudian
Ghiyats menambahkan, “ atau sayap”, ketika ia melihat al-Mahdi bermain-main dengan
burung dara. Al-Mahdi kemudian menyuruh orang untuk menyembelih burung
merpati tersebut dan memberikan kepada Ghiyats uang sebanyak 10.000 dirham. Dr.
As-Siba’I berkata, “Khalifah dan gubernur pada masa itu bersikap lemah dan
meremehkan efek dari pemalsuan hadits.”

•Kelima, pemahaman yang keliru dari madzhab al Karramiyah

Madzhab sesat ini mengklaim bolehnya memalsukan hadits dalam


rangka targhib dan tarhib, menghasung manusia berbuat baik dan menakut-nakuti
mereka dari maksiat. Mereka berdalil dengan sebuah hadits shahih yang sudah
dimodifikasi yang berbunyi, ” Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja,
maka hendaknya ia mengambil tempat duduknya di neraka.” Dengan ditambahi lafadz
” secara sengaja untuk menyesatkan manusia.” Mereka berargumen, “kami berdusta
untuk kebaikan beliau, bukan untuk menodai beliau.

 (SUMBER : https://www.arrisalah.net/sejarah-kemunculan-hadits-maudhu/ )
B. Hadis Maudu' dan Ciri-cirinya

Hadis Maudu' adalah hadis vang dibuat oleh para pendusta dan mereka menyandarkannya kepada
Rasulullah saw.saw. Pada umumnva hadis maudu' tersebut muncul atas kemauan si pembuat dengan
kata-kata rekaanya dan sanadsanad susunannya. Sebagian dan' mereka membuat sanad-sanad rekaan
tersebut berakhir pada Nabi saw dengan melontarkan kata-kata y ang indah, atau kalimat yang lengkap,
atau pribahasa yang ringkas padat. Ulama' hadis telah menetapkan ciri-ciri maudu' sebagaimana mereka
menetapkan hadis sahib, hasan dan da'If. Adapun ciri-ciri tersebut sebag ai berikut

1. Ciri-ciri yang terdapat pada sanad :

a. Perawi terkenal pendusta. Sifat tersebut dapat diketahui dari biodatanya.

b. Pemalsu mengakui perbuatannya sebagai pemalsu hadis, sebagaimana pengakuan Abdul Karim Auja'
yang didalam berbagai kitab ulum hadis dijelaskan jika dirinva telahmem-'nuant hadis pa!su tidak kurang
dari 4000 hadis.

c. Adanya indikasi yang menunjukkan bahwa seorang perawi adalah pembohong. Misalnya perawi
tersebut mengaku menerima hadis dari seorang guru, pada hal sebenarnya tidak pernah menerima dari
guru atau guru yang disebut tersebut sudah meninggal sebelum la lahir. Indikasi lain, sebagaimana
seorang perawi mengaku telah memperoleh hadis seorang guru disebual, negeri, padahal sebenarnya ]a
tidak pemah per6 kenegeri tersebut. Misalnya Ma'mun Ibn Ahmad alHalawi yang mengaku telah
memperoleh hadis dari Hisyam Ibn Ammar, lantas ditanya Ibn Hibban; Kapan engkau bertemu Hisyam di
Syiria ? la menjawab "tahun dua ratus lima puluh" lantas Ibn Hibban mengatakan Hisyam yang anda
sebut meninggal pada pada "tahun dua ratus empat puluh lima".

2. Ciri-ciri yang terdapat pada matan.

a. Kerancuan lafaz-lafaz yang terdapat dalam matan.

b. Rusaknya makna yang terkandung dalam hadis seperti menyalahi pandangan akal sehat.

c. Kandungan hadis bertentangan dengan al-Qur'an atau hadis mutawatir .

d. Kandungan hadis bertentangan dengan fakta sejarah

. e. Kandungan hadis cenderung apologis dalam madhabnya rawi, balk fiqh maupun teologi.

f. Cenderung menuduh sahabat Nabi dengan sesuatu yang tidak layak dipandang sahabat.
g. Kandungan Hadis keterlaluan dalam hal-hal yang berkaitan dengan wa'id

(SUMBER : http://digilib.uinsby.ac.id/6624/1/zainul%20arifin%20%20Hadis%20Maudu%27%20Dan
%20Implikasinya%20Pada%20Umat%20Islam.pdf )

Anda mungkin juga menyukai