Menurut bahasa dha’if berarti ‘ajiz yaitu lemah, sebagai lawan dari Qawiyyu yang
artinya kuat.[4] Jadi secara bahasa, yang dimaksud dengan hadits dha’if adalah hadits
yang lemah atau hadits yang tidak kuat. Adapun menurut isitlah, yang dimaksud
dengan hadits dha’if adalah hadits yang didalamnya tidak didapati syarat hadits shahih
dan tidak pula didapati syarat hadits hasan. [5] Para ulama yang lain mendefinisikan
hadits dha’if itu ialah suatu hadits yang terputus sanadnya, atau diantara perawinya ada
yang cacat”.[6] Ibnu shalah juga mendefiniskan hadits dhaif yaitu:
الح َس ِن
َ اتُ ْح َوالَ صِ َف
ِ ص ِحي ُ َما َل ْم يُجْ َمعْ صِ َف
َ ات ال
Artinya: “Yang tidak terkumpul sifat-sifat shahih dan sifat-sifat hasan”. [7]
Dari pengertian diatas dapatlah disimpulkan bahwa hadits dha’if adalah hadits
yang lemah tidak terkumpul pada sifat sifat hadit shahih dan hasan yang dapat diterima
riwayatnya. Dengan kata lain, hadits dha’if merupakan lawan dari hadits maqbul.
(SUMBER : https://juraganberdesa.blogspot.com/2019/11/pengertian-hadits-dhaif.html )
Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib menyatakan bahwa definisi hadis Dha’if adalah: “segala
hadis yang di dalamnya tidak terkumpul sifat-sifat maqbul”. Sifat-sifat maqbul dalam
definisi di atas maksudnya adalah sifat-sifat yang terdapat dalam hadis shahih dan
hadis hasan, karena keduanya memenuhi sifat- sifat maqbul. Dengan demikian, definisi
kedua tersebut sama dengan definisi berikut: “Hadis yang di dalamnya tidak berkumpul
sifat-sifat hadis shahih dan hadis hasan “.
Menurut Nur Al- Din ‘Itr, definisi yang paling baik tentang hadis dha’if adalah: “Hadis
yang hialang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadis maqbul”. Maksudnya, suatu
hadis yang tidak memenuhi salah satu syarat(kriteria) hadis shahih atau hasan
dinyatakan sebagai hadis dha’if yang berarti hadis itu bertolak untuk di jadikan hujjah.
(SUMBER : https://www.tongkronganislami.net/hadis-dhaif-pengertian-kriteria-macamnya-beserta-
contohnya/ )
Hadis lemah atau Hadits Dha'if (bahasa Arab: )حديث ضعيفadalah kategori hadis yang tertolak dan
tidak dapat dinyatakan kebenarannya berasal dari perkataan atau perbuatan Nabi .
— Manzhumah al-Baiquniyah
Macamnya
Terdapat berbagai tingkatan derajat hadis lemah, mulai dari yang lemahnya ringan hingga yang
parah bahkan palsu. Ibnu Hibban telah membagi hadits dhaif menjadi 49 (empat puluh sembilan)
jenis.[1] Di antara macam-macam tingkatan hadis yang dikategorikan lemah, seperti:
(SUMBER : https://id.wikipedia.org/wiki/Hadis_Daif#:~:text=Definisi%20Hadits%20dhaif%20menurut
%20Imam,)%20ini%20banyak%20sekali%20ragamnya.%22 )
Berdasarkan sebab sebab kedhaifan suatu hadits ,hadits dhaif terbagi kepada beberapa
macam ,yaitu :
1. pembagian hadits dhaif di tinjau dari segi terputusnya sanad
b. Hadis mursal
Secara bahasa kata mursal adalah isim maful dari arsala ,yang berarti athlaqa,yaitu
“melepaskan atau membaskan “dalam hal ini adalah melepaskan isnad dan tidak
menghubungkannya debgan seorbg perawi yang di kenal.
Menurut istilah ilmu hadis Hadits mursal adalah hadits yang gugur dari ahir sanadnya
,seorang perawi sesudah tabi’i.[4]atau hadits yang diangkatkan oleh tabi’i kepada rasulSAW dari
perkataan atau perbuatan atau taqrir beliau ,baik tabi’i itu ,tabi’I kecil ,atau tabi’i besar.[5]
Bentuk hadts mursal tersebut adalah ,bahwa seorang tabi’i baik kecil atau besar
,mengatakan Rasullullah SAW berkata demikian ,”dan sebagainya ,sementara tabi’i tersebut
jelas tidak bertemu debgan rasul SAW .jadi ,dalam hal ini tabi’i tersebut telah menghilangkan
sahabat ,sebagai generasi perantara antara tabi’in dengan rasul SAW, di dalam sanad hadits
tersebut.
Hukum hadits mursal yaitu Dho’if dan ditolak(mardud).Hal tersebut adalah karena
kurangnya (hilangnya) salah satu syarat ke-Shahihan dan syarat diterimanya suatu Hadist,yaitu
persambungan sanad.selain itu jga karena tidak dikenalnya(majhul)tentang keadaan perawi
yang dihilangkan tersebut,sebab boleh jadi yang hilang itu adalah bukan sahabat.dengan adanya
kemungkinan Hadits tersebut adlah dhoif.
Tentang status dan hukum berhujjah Hadits mursal,para Ulama ahli Hadits berbeda
pendapat yaitu:
1.pendapat yang menyatakan hukum Hadits mursal adalah Dhoif dan Mardud.Ini adalah
pendapat mayoritas Ulama’ Hadits ,Ulama Ushul fiqih, dan parafuqaha .Argumentasi mereka
adalah karena tidak diketahui keaadaan perawi yang digugurkan tersebut adalah seorang tabi’i
dan bukan sahabat.
2.Hukum adalah Shahih dan karena karenanya dapat dijadikan Hujjah .Inilah pendapat dari tiga
Imam besar , yaitu Abu Hanif,Malik,dan Ahmad ibn Hanbal dari pendapatnya yang termasyur .
Akan tetapi ,merek mensyaratkan bahwa perawi yang mengirsalkan tersebut adalah tsiqat tidak
akan mengatakan “Rasulullah SAW bersabda ….”,kecuali ia telah mendengarkannya sendiri dari
seorang yang tsiqat.
3.Pendapat ketiga adalah pendapat Imam Safi’i yang mengatkan bahwa Hadits Mursal dapat
diterima ,tetapi dengan syarat,yaitu:
a. Bahwa yang mengirsalkan adalah dari Tabi’in besar.
b. Bila menyebutkan orang yang meng-Irsalkan itu, maka para ulama yang di
irsalkan-nya itu, maka yang disebutkanny adalah orang tsiqat.
c. Apabila ia beserta para ulama (huffaz) yang terpercaya , maka para ulama
tersebut tidak berbeda pendapat dengannya .
d. ketiga syarat diatas harus ditambah dengan salah satu hal berikut yaitu:
a) Bahwa ia meriwayatkan Hadits tersebut melalui jalur lain secara musnad,
b) atau meriwayatkan dari jalur yang lain secara mursal dan yang di-Irsalkannya adalah perawi
yang menerima Hadits daripara perawi yang bukan perawi hadits musal yang pertama,
c) Atau Hadits tersebut sesuai dengan perkataan Sahabat,
d) Atau para Ulama banyak yang berfatwa dngan kandungan Hadits tersebut. [6]
c.Hadits Mu’dhal
Secara etimologi , kata Mu’dhal adalah isim maf’ul dari kata a‘dhala yang berarti a’ya,
yaitu :” menjdikan sesuatu menjadi problematik atau misterius”.Sedangkan menurut istilah,
Hadits yang gugur dari Sanad-nya dua orang perawi atau lebih secara berturut-turut. [8]
Menurut Imam al-Hakim al-Naisaburi , Mu’dhal dalam riwayat adalah bahwa terdapat
antara seorang mursil (yaitu oramg yamg menggurkan rangkaian sanad Hadits sebelum rosul)
kepada rasulullah SAW lebih dari satu orang.[9]
Hukum Hadits Mu’dhal adalah Dha’if, bahkan keadaannya lebih buruk dari hadits
mursal dan Hadits munqathi’, karena perawi yang gugur di dalam sanadnya lebih banyak .
Hadits Mu’dhal sebagian bentuknya sama bahkan bersatu dengan Hadits mu’allaq. Bila
yang gugur itu dua orang perawi nya atau lebih dari pangkal sanadnya , maka dalam hal ini
Hadits tersebut mu’dhal dan Mu’allaq sekaigus. Apabila yang yang gugur dua orang perawi
secara berturut-turut di tengah-tengah Sanadnya, maka Hadits tersebut Mu’dhal saja.
d.Hadits Munqathi’
Kata munqathi’ adalah isim fa’il dari al-inqitha’, yaitu lawan dari al-ittishal, yang
berarti terputus . Menurut istilah , al-Munqathi’ adalah Hadits yang tidak bersambung
Sanadnya ,dan keterputusannya Sanad tersebut bias terjadi di mana saja. [10]
Dengan demikian ,termasuk ke dalam jenis Hadits Munqathi’ adalah Hadits Mursal,
Mu’allaq, dan Mu’dhal. Ibn Hajar atsqalani menggunakan istilah Munqathi’ hanya terhadap
Hadits yang terputus sanadnya selain yang terjadi pada Hadits Mursal , Mu’alaq, dan
Mu’dhal.Dengan demikian istilah Minqathi’ adalah umum dan meliputi setia Hadits yang
teputus Sanadnya selain bentuk yang tiga diatas.Yaitu yang terputus Sanadnya tidak paa
awalnya , akhirnya, atau tidak pada dua orang perawi secara berturut-turut.
Para ulama Hadits sepakat menyatakan hukum Hadits Munqathi’ adalah Da’if, karena
tidak diketahuinya perawi yang digugukan.[11]
e.Hadits Mudallas
Kata mudallas adalah isim maf’ul dari tadlis ,yang seara etimologi artinya
“menyembunyikan cacatbarang yang dijual dari si pembeli.”Kata al-dalsu mengandung arti
“gelap” atau “berbaur dengan gelap”.
Sedangkan menurut ilmu Hadits ,Hadits Mudallas yaitu “menyembunyikan cacat dalam
sanad dan menampakkannya pada lahirnya seperti baik”[12]
Macam-macam Hadits Dha’if berdasarkan cacat yang dimiliki oleh perawinya yaitu:
a.Hadits Matruk
Suatu Hadits yang perawinya mempunyai cact al-Tuhmah bi al-kadzib, tertuduh dusta ,
yaitu peringkat kedua terburuk setelah al-kadzib, pembohong atau pendusta,disebut hadits
Matruk.
Dalam istilah Hadits Matruk adalah Hadits yang terdapat pada sanadnya perawi yang
tertuduh dusta.[17]
Pada umumnya seorang yang perawi yang tertuduh dusta adalah karena dia dikenal berbohong
dalam pembicaraanya sehari-hari, namun bukan secara nyata kebohongan tersebut ditunjukkan
terhadap Hadits Nabi SAW ,atau Hadits tersebut hanya diriwayatkan oleh dia sendirian
sementara keadaannya menyalahi kaidah-kaidah umum.
Hukum Hadits Matruk adalah Hadits dha’if yang paling buruk keadaannya sesudah
Hadist Maudhu’.Ibn Hajar menyatakan bahwa Hadits dhoif yang paling buruk keadaannya
adalah Hadits mawdhu’, dan setelah itu Hadits Matruk,kemudian Hadits Munkar, Hadits
mu’allal, Hdits Mudrj, Hadits Maqlub, Hadits Mudhtharib. [18]
b.Hadits Munkar
Hadits Munkar adalah Hadits yang perawinya memiliki cacat dalam kadr sangat kelirunya
atau nyata kefasikannya. Para Ulama Hadits mendefinisikan Hadits Munkar yaitu:
Hadits yang terdapat pada sanadnya seorang perawi yang sangat kelirunya, atau sering kali lalai
dan terlihat kefasikannya secara nyata.
Hadits yng diriwayatkan oleh perawi yang dha’if yang hadits tersebut berlawanan dengan yang
diriwayatkan oleh perawi yang tsiqat.[19]
Dengan demikian Hadits yang diriwayatkan perawi yang dha’if tersebut bertentangan
dengan apa yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqat. Persamaan antara hadits Munkar dan
Hadits Syadz adalah adanya persyaratan pertentangan (al-Mukhallafah) dengan riwayat perawi
yang lain.Perbedaannya adalah bahwa pada Hadist syadz pertentangan itu adalah antara
riwayat seorang perawi yang maqbul, yaitu yang shahih atau Hasan , dengan riwyat yang lebih
tinggi kualitas ke-Shahihan atau ke-Hasanannya(awla), sementara pada Hadits Munkar
,petentangan terjadi antara riwayat perawi dha’if dengan riwayat perawi yang maqbul.
c.Hadits Mu’allal
Hadits Mu’allal adalah Haidts yang perawinya cacat karena al-wahm,yaitu banyaknya
dugaan atau sangkaan yang tidak mempunyai landasan yang kuat.
Para Ulama Hadits mendifinisikan Hadits Mu’allal adalah Hadits yang apabila diteliti
secara cermat terdapat padanya ‘illat yang merusak ke-shahihan Hadits tersebut meskipun
tampak secara lahirnya tidak bercacat.[20]
Yang dimaksud dengan ‘illat yaitu sebab yang terselubung dan tersembunyi yang merusak
ke-shahihan Hadits.Jadi ada dua unsur yang harus dipenuhi dalam suatu ‘illat yaitu,al-
ghummudh wa al-khfa’(sifat terselubung dan tersembunyi) dan al-qadh fi shihhat al
Hadits(merusak pada ke-Shahihan Hadits).[21]
Hadits Mu’allal kelompok Hadits dhaif pada pembagian Hadits dhaif kelompok pertama,
yaitu ditinjau dari segi terputusnya sanad Hadits.[22]
d.Hadits Mudraj
Kata idraj berarti memasukkan sesuatu yang lain dan menggabungkannya dengan yang
lain itu.Maka Hadits Mudraj adalah Hadits yang terdapat panya tambahan yang bukan bagian
dari Hadits tersebut.
Para ulama Hadits membagi mudraj menjdi dua macam yaitu:
1.Mudraj al-Isnad
Mudraj al-Isnad adalah Hadits yang bukan penuturan sanadnya. [23]
Bentuknya yaitu Bahwa seorang perawi sedang menyampaikan satu rangkian sanad , maka tiba-
tiba ketika itu terjadi satu peristiwa yang menyebabkan si perawi tersebut mengucapkankalimat
–kalimat yang lahir dari dirinya sendiri.Sebagian yang mendengarnya menduga bahwa kalimt-
kalimt itu adalh matan dari sanadyang dibacakan oleh si perawi tadi, maka yang mendengar
tadipun kemudian meriwayatkan dari perawi tersebut sanad dan kalimat yang diduganya
sebaga matannya itu.
2.Mudraj al-Matan
Hukum Hadits Maqlub adalah dha’if dan karenanya tertolak serta tidak dapat dijadikan
dalil dalam beramaldan untuk merumuskan sesuatu hukum. Apabila pelaku melakukan sengaja,
maka hukumnya haram dan perbuatannya itu sama dengan pembuat Hadits Madhu’(palsu).
Namun jika dilakukan karena kelalaiannya, maka riwayatnya tidak diterima dan jadilah dia
seorang perawi cacat.
f. Hadits Mudhtharib
Kata mudhtharib bersal dari kata al-idhthirad, yang berarti rusaknya susunan dan
keteratura sesuatu.Dalam istilah ilmu Hadits Mudhtharib adalah:
Hadits yang diriwayatkan dalam beberapa bentuk yang berlawanan yang masing-masing sama-
sama kuat.[27]
Hadits yang terjadi perselisihan riwayat tentang Hadits tersebut, sebagian perawi
meriwayatkannya menurut satu cara dan yang lainnya menurut cara yang pertama,sementara
kedua cara tersebut adalah sama-sama kuat.[28]
Suatu Hadits dapat disebut Mudhtharib apabila terpenuhi dua syarat, yaitu:
1. terjdinya perbedaan riwayat tentang suatu Hadits yang perbedaan itu tidak dapt
dikompromikan
2. Masing-masing riwayat mempunyai kekuatan yang sama, sehingga tidak mungkin dilakukan
tarjih, terhadap salah satu dari riwayat yang berbeda tersebut
Mudhtharib dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
- Mudhtharib al-Sanad
- Mudhtharib al-Matan
Al-idhthira dapat terjadi dari seorang perawi , yaitu bahwa ia meriwayatkan suatu Hadits
dengan beberapa riwayat yang berbeda saling bertentangan dan dapat pula terjadi dari sejumlah
perawi yaitu bahwa masing-masing perawi tersebut meriwayatkan Hadits yang sama dalam
bentuk periwayatannya yang berbeda dan saling berlwanan antara yang satu dengan yang
lainnya.
Hukum Hadits mudhtharib adalah dhaif, karena terdapat perbedaan dan pertentangan
dalam periwayatan.Hal ini merupakan indikasi bahwa perawinya tidak memiliki sifat dhabit
adalah merupakan syarat dari Hadits Shahih dan Hasan[29]
g. Hadits Mushahhaf
Secara etimologi kata al-tashhif mengandung arti “kesalahan yang terjadi pada catatan atau
pada bacaan terhadap suatu catatan”, Sedangkan menurut terminologi adalah mengubah
kalimat yang terdapat pada suatu Hadits menjadi kalimat yang tidak dapat diriwayatkan oleh
para perawi yang tsiqat, baik secara lafadz maupun maknanya. [30]Atau perubahan satu huruf
atau beberapa huruf dengan perubahan titik, sementara bentuk ulama Hadits menjelaskan
perubahan yang tejadi yaitu: perubahan satu tulsannya tetap.[31]
Hadits Mushahhaf dilihat dari tempat terjadinya, terbagi menjdi dua, yaitu:
1. Tashhif pada sanad, yaitu perubahan yang ada pada pada sanad Hadits
2. Tashhif pada matan, yaitu perubahan yang terdapat pada matan Hadits
Sedangkan berdasarkan pada sumbernya, tashhif di bagi menjadi dua yaitu:
1.Tashhif Bashar, yaitu keraguan yang terjadi pad penglihatan si pembaca (perawi) atas tulisan,
karena tidak ada titiknya.
2.Tashhif al-Sama’, yaitu perubahan yang terjadi karena rusaknya pendengaran sehingga terjadi
keraguan terhadap sebagian kata-kat yang mempunyai wazan sharaf (pertimbangan dari segi
ilmu Sharaf)nya satu.
Ibn Hajar membagi Tashhif ini menjadi dua yaitu:
a) Al-Mushahhaf adalah perubahan yang terjadi pada Hadits yang berkaitan dengan titik
hurufnya,sedangkan bentuk tulisannya tetap.
b) Al-muharraf adalah perubahan yang terjadi pada Hadits yang berkaitan dengan baris
(harrakat) huruf-hurufnya,sedangkan bentuk tulisannya tetap.
Penyebab terjadinya Mushahhaf atau Muharraf adalah karena mengambil Hadits semata-
mata dari ktab-kitab atau lembaran-lembaran tulisan yang ada, dan tidak mendengarkannya
secara langsung dari guru.Jadi sebagian para ulama Hadits memperingatkan para muridnya
agar tidak semata- mata mengutip Hadits dari catatan mereka.
h. Hadits Syadz
Secara etimologi ,kata Syadz adalah isim fa’il dari kata syadzdza yang berarti “menyendiri
dari kebanyakan ”, sedagkan secara terminologi pengertian Syadz adalah Hadits yang
diriwayatkan oleh perawi yang maqbul, namun bertentangan dengan riwayat perawi yang lebih
tsiqat atau lebih baik dari padanya.[32]
Jadi, Hadits syadz adalah Hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang maqbul, yaitu seorng
yang adil dan sempurna ke-dhabitannya, akan tetapi Hadits tersebut berlawanan dengan Hadits
yang diriwayatkan oleh perawi lain yang lebh adil dan lebih dhabit dari pada perawi pertama
tadi.Hadits yang berlawanan dengan Hadits syadz tersebut disebut dengan Hadits Mahfuzh.
Hukum Hadits Syadz adalah mardud, yaitu ditolak, sedangkan Hadits Mahfudz, yaitu
sebagai lawan dari Syad tersebut, hukumnya adalah maqbul, yaitu diterima.
(SUMBER : https://ulinnadzir.blogspot.com/2015/12/hadits-dhoif-dan-macam-macamnya.html )
Cacat yang terdapat pada hadits dha’if berbeda-beda. Hal ini berimbas pada tingkatan
(martabat) hadits-hadits dha’if juga mengalami perbedaan. Dari hadits yang
mengandung cacat pada rawi (sanad) atau matannya, yang paling rendah martabatnya
adalah hadits maudhu’, kemudian hadits matruk, hadits munkar, hadits muallal, hadits
mudraj dan hadits maqlub. Sedangkan untuk hadits yang gugur rawi atau sejumlah
rawinya yang paling lemah adalah hadits muallaq, hadits mu’dhal, hadits munqathi’ dan
hadits mursal.
Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam hal kebolehannya (kehujjahan) hadits dha’if
untuk diamalkan terdapat beberapa pendapat:
Pendapat pertama, hadits dha’if tersebut dapat diamalkan secara mutlak, yakni baik
yang berkenaan dengan masalah halal dan haram, maupun yang berkaitan dengan
kewajiban dengan syarat tidak ada hadits lain yang menerangkannya. Pendapat ini
disampaikan oleh beberapa imam, seperti imam Ahmad bin Hambal, Abu Dawud dan
sebagainya.
Pendapat ini tentunya berkenaan dengan hadits yang tidak terlalu dha’if, karena hadits
yang dha’if itu ditinggalkan para ulama’. Disamping itu pula hadits dha’if itu tidak boleh
bertentangan dengan hadits yang lain.
Pendapat kedua, dipandang baik mengamalkan hadits dha’if dalam fadaitul amal, baik
yang berkaitan dengan hal-hal yang dianjurkan maupun dilarang.
1. Hadits dha’if itu harus benar-benar ada berdasarkan sumber yang asli. Artinya bukan
rekayasa seseorang.
3. Telah disepakati untuk diamalkan, yaitu hadits dha’if yang tidak terlalu dha’if.
4. Hadits dha’if yang bersangkutan berada di bawah suatu dalil yang umum, sehingga
tidak bisa diamalkan hadits dha’if yang sama sekali tidak memiliki dalil pokok.
Pendapat yang ketiga, hadits dha’if sama sekali tidak dapat diamalkan, baik yang
berkaitan dengan fadaitul amal maupun yang berkaitan dengan halal-haram.
Dalam hal ini pemakalah lebih sependapat dengan pendapat yang ketiga, yakni hadist
dha’if sama sekali tidak dapat diamalkan baik yang berkaitan dengan Fadaitul amal
maupun yang berkaitan dengan halal-haram. dengan alasan bahwasanya masih banyak
hadits shahih yang lebih kuat dasar hukumnya yang masih bisa kita jadikan sandaran
hukum.
(SUMBER : http://referensiagama.blogspot.com/2011/02/kehujjahan-hadits-dhaif.html )
A. Pengertian Hadist Maudhu’
Menurut secara bahasa berarti الجديد, yaitu sesuatu yang baru, selain itu hadits pun
seseorang kepada orang yang lain. Sedangkan موضع merupakan derivasi dari kata – وضع – يضع
Adapun pengertian hadits maudhu’ (hadits palsu) secara istilah ialah:
ما نسب الى رسول هللا صلى هللا عليه و السالم إختالف\\ا و ك\\ذبا م ّم\\ا لم يقل\\ه
أويقره
Apa-apa yang disandarkan kepada Rasulullah secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau
Hadist Maudhu’ yang berarti yang dilarang, yaitu hadits dalam sanadnya terdapat perawi
yang berdusta atau dituduh dusta. Jadi hadits itu adalah hasil karangannya sendiri bahkan tidak
(SUMBER : https://juraganberdesa.blogspot.com/2019/11/pengertian-hadist-maudhu.html )
A. Pengertian Hadis Maudhu’
“Bagi siapa yang secara sengaja berdusta kepadaku, maka hendaknya ia mengambil tempat di
neraka”
Dengan demikian, Rasulullah sudah menyadari akan adanya orang-orang yang berdusta atas
nama dirinya. Tetapi pada zaman nabi belum ditemukan kasus mengenai hadits palsu begitu
pula pada masa khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman. Hal ini dikarenakan mereka sangat hati-
hati menjaga hadits, dibuktikan dengan pembakaran catatan hadits milik Abu Bakar dan Aisyah.
Umar dan Usman juga terkenal tegas dan hati-hati terhadap penyebaran hadits, hal ini
disebabkan takutnya Al-Qur’an tercampur hadits.
Pemalsuan hadits terjadi pada masa Ali ibn Abu Thalib, karena ada pertentangan antara Ali ibn
Abu Thalib dengan Mu’awiyah ibn Abu Sofyan. Sebagian pengikut Ali (Khawarij) membentuk
golongan tersendiri yang tidak hanya memusuhi Ali tetapi memusuhi Muawiyah juga. Golongan
yang pertama kali membuat hadits palsu ialah Syi’ah dan yang paling banyak membuat hadits
palsu ialah golongan Syi’ah dan Rafidah (Munzier Suparta.2010:181).
1. 2. Penyebab Munculnya Hadits Palsu
Pertentangan Politik
Sebagaimana diketahui sebelum munculnya hadis-hadis palsu, persoalan yang muncul adalah
perebutan kekuasaan. Harus diakui bahwa terbunuhnya Usman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib
nyata-nyata akibat perebutan kekuasaan melalui perang Jamal pada masa Ali ra. Memegang
jabatan khalifah juga tidak lepas dari persoalan politik. Untuk pembelaan eksistensi atau
kekuatan masing-masing kelompok yang berebut kekuasaan ternyata diperlukan pemalsuan
hadits (Muh. Zuhri.1997:57). Contoh hadits yang mengagungkan Ali:
يا علي ان هللا غفرلك ولذ ريتك ولوالديك وألهلك وشيعتك ولمحبي شيعتك
“Wahai Ali sesungguhnya Allah AWT telah mengampunimu, keturunanmu, kedua orang tuam,
keluargamu, (golongan) Syi’ahmu dan orang-orang yang mencintai Syi’ahmu”
Perbedaan Mazhab
Seperti halnya persoalan politik yang dapat menyulut minat pemalsuan hadits, pertikaian
pendapat mazhab-kalam dan fiqh juga sama. Misalnya hadits yang diciptakan bagi yang
menganggap tidak mengangkat tangan di kala sembahnyang, yaitu:
“Barang siapa mengangkat kedua tangannya di dalam shalat, maka tidak sah shalatnya”
Cinta Kebaikan tetapi Bodoh Agama
Sebagaian orang ahli zuhud dan shalih melihat bahwa banyaknya orang yang sibuk mengurus
kesenangan dunia dan mengabaikan kebahagiaan akhirat. Untuk mengatasinya, mereka
membuat hadits “ancaman dan khabar gembira”. Mereka sadar bahwa bohong menjatuhkan
martabat Nabi itu dilarang. Tetapi menurut mereka, bohong untuk memalingkan orang dari
kesenangan dunia tidak dipandang sebagai menjatuhkan martabat Nabi, justru membantu misi
Nabi. Ini sebenarnya juga membahayakan Agama. Apalagi bila informasi hadits semacam ini
dibaca oleh orang kritis, akan menunjukkan dangkalnya agama.
من قال ال اله اال هللا خلق من كل كلمة طيرا منقاره من ذهب وريشه من مرجان
“Barang siapa mengucap la ilaha illa Allah maka untuk setiap kata yang diucapkan itu ia telah
menciptakan sesekor burung yang paruhnya terbuat dari emas dan paruhnya terbuat dari
marjan”
Usaha Kaum Zindiq Mengeruhkan Islam
Kaum Zindiq termasuk kaum yang membenci Islam, baik Islam sebagai agama atau sebagai
dasar pemerintahan. Mereka tidak mungkin melampiaskan kebencian melalui konfrontasi dan
pemalsuan al-Qur’an, maka cara yang paling tepat dan memungkinkan adalah melalui
pemalsuan hadits, dengan tujuan menghancurkan agama dari dalam. ‘Abd Al-Karim ibnu ‘Auja’
yang dihukum mati oleh Muhammad bin Sulaiman bin ‘Ali, Wali wilayah basrah, ketika hukuman
akan dilakukan dia mengatakan “Demi Allah saya telah membuat hadits palsu sebanyak 4000
hadits. Seorang telah mengaku di hadapan khalifah Al-Mahdi bahwa dirinya telah membuat
ratusan hadits palsu. Hadits palsu ini telah tersebar di kalangan masyarakat. Hammad bin Zaid
mengatakan “hadits yang dibuat kaum Zindik ini berjumlah 12.000 hadits (Munzier
Suparta.2010:183). Contoh hadits yang dibuat oleh golongan Zindiq ini antara lain:
Khalifah yang mempunyai perhatian khusus memberantas kaum Zindiq adalah Khalifah Al-
Mahdy (Fatchur Rahman.1995:151).
Ashabiyah
Yakni perasaan fanatik terhadap kebangsaan, kekabilahan, kebahasan dan keimanan (T.M
Hasbi Ash-Shiddieqy.1954:250). Mereka yang fanatik kepada kebangsaan Parsi (Persia)
membuat hadits sebagai berikut
ان هللا اذا غضب أنزل الوحي بالعربية واذا رضي أنزل الوحي باالفارسية
“Apabila Allah murka, maka dia menurunkan wahyu dengan bahasa Arab, dan apabila senang
maka akan menurunkannya dalam bahasa Persi”
Mempengaruhi kaum awam dengan nasehat dan cerita
Dikala tugas memberi nasihat kepada umum dikendalikan oleh mereka yang tidak bertaqwa,
dan tiada takut akan Allah dan yang mereka perlukan hanya menarik minat pendengar, dapat
mereka mereka bertangis-tangisan histeris, merekapun memalsukan rupa-rupa kisah dan
hikayat yang tidak masuk akal. Meraka katakan bahwa yang dmikian diterima, atau didengar
dari Nabi SAW. contohnya ialah:
فى ك\ل, ويب\وئ هللا ولي\ه قص\را من لؤل\ؤة بض\اء فيهاس\بعون ال\ف مقص\ورة, وعجيزتهاميل فى مي\ل,فيهاالحوراء من مسك اوزعفران
فال يزال هكذا فى السبعين الفا ال يتحول عنها,مقصورة سبعون الف قبة
“Di dalam surga itu terdapat bidadari-bidadari yang berbau harum semerbak, masa tuanya
berjuta-juta tahun dan Allah menempatkan mereka di suatu istana yang terbuat dari mutiara
putih. Pada istana itu terdapat 70.000 paviliun yang setiap paviliun mempunyai 70.000 kubah.
Yamh demikian itu tetap berjalan sampai 70.000 tahun tidak bergeser sedikitpun”
Menjilat/mencari muka kepada penguasa
Untuk memperoleh penghargaan dari penguasa khulafa dan ulama’-ulama’ membuat hadits
yang dapat menaikkan martabat kerajaan (T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy.1954:254).
Pada suatu hari Ghiyats bin Ibrahim masuk ke acara yang diadakan Raja Al-Mahdy yaitu
panahan, berkatalah ia atas nama Nabi:
“Hanya dibolehkan kita bertaruh dalam pelemparan panah, pacuan kuda dan beradu burung
yang bersayap”
(SUMBER : https://anfieldvillage.wordpress.com/2014/03/12/hadis-maudhu-sejarah-ciri-dan-upaya-
membendungnya/ )
Sebab Munculnya Hadits Maudhu’
Ada beberapa faktor yang mendorong pemalsuan hadits:
Syi’ah membuat banyak hadits dan mengubah sebagian hadits sesuai dengan
keinginan mereka. Mereka memalsukan hadits-hadits tentang sisi positif Ali dan hadits
yang menonjolkan sisi negatif Mu’awiyah dan para pendukung Bani Umayah. Mereka
juga menjelek-jelekkan sahabat Abu Bakar, Umar dan sahabat lain.
Setelah kehadiran Islam, kekuasaan Kisra dan Kaisar roboh. Namun mereka tidak
mampu untuk membalas dendam dengan pedang karena kekuasaan Islam telah
sedemikian kokoh. Maka mereka berusaha menjauhkan kaum muslimin dari akidahnya
dengan cara menciptakan kebatilan dan berdusta atas nama Rasulullah SAW. Hal itu
mereka lakukan untuk menodai citra Islam. Sebagai contoh:
Diriwayatkan bahwa ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, terbuat dari apakah Tuhan
kita? Rasulullah menjawab, ‘Dari air yang berlalu (tidak diam), tidak dari bumi dan tidak
pula dari langit. Dia menciptakan seekor kuda kemudian menjalankan kuda itu maka
berkeringatlah kuda itu. Kemudian dia menciptakan diri-Nya dari keringat kuda itu.”
Mereka lebih membahayakan Islam daripada yang lain. Diantara mereka ada yang
keterlaluan dalam mendustakan hadits, seperti al-Karim bin al-Auja’. Ia berkata, “Demi
Allah sungguh aku membuat hadits-hadits untukmu sebanyak 4000 hadits. Dan hadits
itu mengharamkan apa yang halal dan sebaliknya.”
Selain hadits palsu yang berbicara tentang bahasa, etnis dan kabilah, hadits palsu juga
dibuat tentang kelebihan negara atau imam tertentu.
Ada pula yang menjilat para penguasa dengan membuat hadits yang dapat
memuaskan mereka. Hal ini benar-benar terjadi pada masa Abbasiyah. Contohnya
adalah, Ghiyats bin Ibrahim berdusta untuk Khalifah al-Mahdi dalam hadits, “Tidak ada
perlombaan kecuali dengan permainan memanah, sepatu atau kuda.” Kemudian
Ghiyats menambahkan, “ atau sayap”, ketika ia melihat al-Mahdi bermain-main dengan
burung dara. Al-Mahdi kemudian menyuruh orang untuk menyembelih burung
merpati tersebut dan memberikan kepada Ghiyats uang sebanyak 10.000 dirham. Dr.
As-Siba’I berkata, “Khalifah dan gubernur pada masa itu bersikap lemah dan
meremehkan efek dari pemalsuan hadits.”
(SUMBER : https://www.arrisalah.net/sejarah-kemunculan-hadits-maudhu/ )
B. Hadis Maudu' dan Ciri-cirinya
Hadis Maudu' adalah hadis vang dibuat oleh para pendusta dan mereka menyandarkannya kepada
Rasulullah saw.saw. Pada umumnva hadis maudu' tersebut muncul atas kemauan si pembuat dengan
kata-kata rekaanya dan sanadsanad susunannya. Sebagian dan' mereka membuat sanad-sanad rekaan
tersebut berakhir pada Nabi saw dengan melontarkan kata-kata y ang indah, atau kalimat yang lengkap,
atau pribahasa yang ringkas padat. Ulama' hadis telah menetapkan ciri-ciri maudu' sebagaimana mereka
menetapkan hadis sahib, hasan dan da'If. Adapun ciri-ciri tersebut sebag ai berikut
b. Pemalsu mengakui perbuatannya sebagai pemalsu hadis, sebagaimana pengakuan Abdul Karim Auja'
yang didalam berbagai kitab ulum hadis dijelaskan jika dirinva telahmem-'nuant hadis pa!su tidak kurang
dari 4000 hadis.
c. Adanya indikasi yang menunjukkan bahwa seorang perawi adalah pembohong. Misalnya perawi
tersebut mengaku menerima hadis dari seorang guru, pada hal sebenarnya tidak pernah menerima dari
guru atau guru yang disebut tersebut sudah meninggal sebelum la lahir. Indikasi lain, sebagaimana
seorang perawi mengaku telah memperoleh hadis seorang guru disebual, negeri, padahal sebenarnya ]a
tidak pemah per6 kenegeri tersebut. Misalnya Ma'mun Ibn Ahmad alHalawi yang mengaku telah
memperoleh hadis dari Hisyam Ibn Ammar, lantas ditanya Ibn Hibban; Kapan engkau bertemu Hisyam di
Syiria ? la menjawab "tahun dua ratus lima puluh" lantas Ibn Hibban mengatakan Hisyam yang anda
sebut meninggal pada pada "tahun dua ratus empat puluh lima".
b. Rusaknya makna yang terkandung dalam hadis seperti menyalahi pandangan akal sehat.
. e. Kandungan hadis cenderung apologis dalam madhabnya rawi, balk fiqh maupun teologi.
f. Cenderung menuduh sahabat Nabi dengan sesuatu yang tidak layak dipandang sahabat.
g. Kandungan Hadis keterlaluan dalam hal-hal yang berkaitan dengan wa'id
(SUMBER : http://digilib.uinsby.ac.id/6624/1/zainul%20arifin%20%20Hadis%20Maudu%27%20Dan
%20Implikasinya%20Pada%20Umat%20Islam.pdf )