Hadits dhoif secara bahasa berarti lemah artinya bahasa berarti hadits yang lemah
atau hadits yang tidak kuat. Sedangkan secara istilah para ulama terdapat perbedaan
rumusan dalam mendefinisikan hadits dhaif ini akan tetapi pada dasarnya, isi, dan
maksudnya tidak berbeda. Beberapa definisi,diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Hadits yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shohih dan syarat-syarat
hadits hasan.
2. Hadits yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadits maqbul(hadits shohih
atau yang hasan)
3. Pada definisi yang ketiga ini disebutkan secara tegas,bahwa Hadits dhoif adalah
hadits yang jika satu syaratnya hilang.
Adapun kriteria hadits dhaif adalah dimana ada salah satu syarat dari hadits shohih
dan hadits hasan yang tidak terdaoat padanya,yaitu sebagai berikut sebagai berikut:
1. Sanadnya tidak bersambung
2. Kurang adilnya perawi
3. Kurang dhobithnya perawi
4. Ada syadz atau masih menyelisihi dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang
yang lebih tsiqah dibandingkan dengan dirinya
5. Ada illat atau ada penyebab samar dan tersenbunyi yang menyebabkan
tercemarnya suatu hadits shohih meski secara zohir terlihat bebas dari cacat.
Hadits dlaif sangat banyak macamnya, masing-masing memiliki derajat yang
berbeda satu sama lain. Hadits dlaif yang memiliki kekurangan 1 syarat dari syarat-
syarat hadits shahih dan hasan lebih baik daripada Hadits dlaif yang memiliki
kekurangan 2 syarat dari syarat-syarat hadits shahih dan hasan dan begitu seterusnya.
Hadits muallaq adalah hadits yangg rawinya digugurkan seorang atau lebih di awal
sanadnya secara berturut-turut.
iii) Hadits mursal
Hadits mursal adalah hadits yang gugur sanadnya setelah tabi’in. Yang dimaksud
dengan gugur disisn adalah nama sanad terakhirnya tidak disebutkan.
Hadits mu’dhal adalah hadits yang gugur dua orang sanadnya atau lebih secara
berturut-turut.
Hadits mudallas adalah hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan
bahwa hadits tersebut tidak bernoda.
Orang yang melakukan tadlis(perbuatannya) disebut mudallis dan haditsnya disebut
hadits mudallas.
Hadits matruk adalah hadits yang diriwayatkan oleh seseorang yang tertuduh
dusta(terhadap hadits-hadits yang diriwayatkannya) atau tampak kefasikannya
baik pada perbuatan atau pada perkataanya,atau orang yang banyak lupa atau
banyak ragu.
Sedangkan hadits munkar adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang yang lemah
(perawi yang dhoif) yang bertentangan dengan periwayatan orang yang lebih
terpercaya.
Hadits maqlub yaitu hadits yang lafaz matannya tertukar pada salah seorang
perawi pada salah seorang perawi atau seseorang pada sanasnya. Kemudian
didahulukan dalam penyebutannya,yang seharusnya disebut belakangan atau
mengakhirkann penyebutannya,yang seharusnya di dahulukan atau dengan
diletakkannya sesuatu pada tempat yang lain.
3) Hadits mudhtharib
Hadits syaz adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang maqbul,aka tetapi
bertentangan (matannya) dengan periwayatannya dari orang yang kualitasnya
lebih utama.
2) Hadits mu’allal
Para ahli hadits memasukkan ke dalam kelompok hadits dhoif dari sudut
penyandarannya ini adalah hadits mauquf dan hadits maqhthu’.
Hadits mauquf adalah hadits yang diriwayatkan dari para sahabat baik berupa
perkataan,perbuatan,atau taqrirnya. Periwayatannya baik bersambung atau
tidak.
2) Hadits maqthu’
Hadits maqthu’ adalah hadits yang diriwayatkan dari tabi’in dan disandarkan
kepadanya,baik perkataan maupun perbuatannya. Dengan kata lain bahwa
hadits maqthu’ adalah perkataan atau perbuatan tabi’in.
3. Hukum meriwayatkan hadis dhaif mengamalkan hadis dhaif
Hadits dhaif ada kalanya tidak bisa ditolerir kedhoiffannya misalnya karena
kemaudhu’annya, ada juga yang bisa tertutupi kedhoiffannya(karena ada faktor yang
lainnya). Untuk yang pertama tersebut, berdasarkan kesepakatan para ulama hadits, tidak
diperbolehkan mengamalkannya baik dalam penetapan hukum-hukum,akidah maupun fadhail
al ‘amal.
Sementara untuk jenis yang kedua dalam hal kehujjahannya hadits dhoif tersebut ,ada yang
berpendapat menolak secara mutlak baik unuk penetapan hukum-hukum,akidah maupun
fadhail al ‘amal dengan alasan karena hadits dhoif ini tidak dapat dipastikan datang dari
Rosulullah SAW. Di antara yang berpendapat seperti ini adalah imam al Bukhari,imam
muslim, dan Abu bakr abnu Al ‘Araby.
Sementara bagi kelompok yang membolehkan beramal dengan hadits dhoif ini secara mutlak
adalah imam Abu Hanifah, An-Nasa’i dan juga Abu dawud. Mereka berpendapat bahwa
megamalkan hadits dhoif ini lebih disukai dibandingkan mendasrkan pendapatnya kepada
akal pikiran atau qiyas. Imam ibnu Hambal,Abd Al-Rahman ibn Al-Mahdy dan Abdullah ibn
Al mubarak menerima pengalaman hadits dhoif sebatas fadhail al ‘amal saja,tidak termasuk
urusan penetapan hukum seperti halal dan haram atau masalah akidah.
Sementara As-Suyuti sendiri cendrung membolehkan beramal dengan hadits dhoif termasuk
dalam masalah hukum dengan maksud ikhtiyath. Ia mendasarkan pada pendapat Abu Daud,
Iama ibn Hambal yang berpendapat bahwa itu lebih baik dibanding menggunakan akal atau
rasio atau pendapat seseorang.