MAKALAH
OLEH
M. Firjatullah (210102010034)
Muhammad Sofwan (210102010035)
Najibatunnisa (210102010036)
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Hadits Dhaif?
2. Apa saja klasifikasi dari Hadits Dhaif?
3. Apakah boleh berhujjah dengan Hadits Dhaif?
4. Bagaimana proses munculnya Hadits Maudhu’?
5. Apa saja faktor munculny Hadits Maudhu’?
C. Tujuan
Adapun tujuan kami adalah, sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian Hadits Dhaif.
2. Untuk mengetahui klasifikasi Hadits Dhaif.
3. Untuk mengetahui berhujjah dengan Hadits Dhaif.
4. Untuk mengetahui bolehnya berhujjah dengan Hadits Dhoif.
5. Untuk mengetahui faktor munculnya Hadits Maudhu’.
D. Manfaat
Adapun manfaat yang kami harapkan adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dan Memahami pengertian Hadits Dhaif.
2. Mengetahui dan Memahami klasifikasi Hadits Dhaif.
3. Mengetahui dan Memahami berhujjah dengan Hadits Dhaif.
4. Mengetahui dan Memahami bolehnya berhujjah dengan Hadits Dhoif.
5. Mengetahui dan Memahami faktor munculnya Hadits Maudhu’.
BAB II
PEMBAHASAN
A. HADITS DHAIF
1. Pengertian Hadits Dhaif
Kata Dhaif menurut bahasa yang berarti lemah, sebagai lawan dari
Qawiy (yang kuat). Sebagai lawan dari kata Shahih. Kata Dhaif secara bahasa
berarti Hadist yang lemah, yang sakit atau yang tidak kuat.1
Secara Terminologis, para ulama memiliki definisi yang beragam.
Akan tetapi, pada hakikatnya mengandung makna yang sama, Menurut Imam
Nawawi2 : “Hadist yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat Hadist Shahih
dan Hadist Hasan.”
5
Ibnu Hajar Al-Kanani Al-Agalni, Subul Al-Salam Juz I, Penerbit: Dahlan. Bandung, h. 3
6 Ibnu Ash-Shaleh, Op.Cit., hal. 212
yakni nama sahabat yang tidak disebutkan, padahal sahabat
adalah orang pertama meneriima Hadits dari Rasulullah SAW.
(b) Hadits Mungqathi’
Ialah Hadits yang gugur pada sanadnya. Seorang perawi
atau pada sanad tersebut disebutkan seorang yang tidak dikenal
namanya.7
(c) Hadits Mu’dhal
Hadits yang gugur dua sanadnya atau lebih, secara
berturut- turut, baik (gugurnya itu) antara sahabat dengan tabi’in,
atau antara tabi’in dengan tabi’in.8
7
Utang Ranuwijaya, Op.Cit., h. 185
8 Hasbi Ash-Shiddiqie, Dirayah Hadits, Bulan Bintang Jakarta, h. 257
B. HADITS MAUDHU’
1. Sejarah Perkembangan Hadits Maudhu’
Pada dasarny hadits maudhu’ (hadis palsu) bukanlah hadis karen
tidak berasal dari Rasulullah SAW, tetapi ia sengaja dibuat oleh seorang
atau sekelompok orang dengan maksud-maksud tertentu dan kemudian
disandarkan kepada Rasulullah SAW secara dusta. Sisi matan palsu
sanadnya mereka buat sedemikian rupa, sehingga Nampak seolah-olah
berasal dari Nabi Muhammad SAW. Pada zaman Rasulullah SAW dan
sahabat besar belum pernah terjadi pemalsuan hadits meskipun pada saat itu
hadits Nabi Muhammad SAW belum dibukukan dalam kitab-kitab hadits
tersendiri dan periwayatan hadits masih disandarkan kepada ingatan para
sahabat. Para sahabat adalah orang-orang yang masih dapat dipercaya
(tsiqah) dan tidak mendustakan ajaran-ajaran Nabi Muhammad SAW yang
mereka akui sebagai ajaran yang benar.9 Disamping itu, mereka sangat hati-
hati dalam menerima dan menyampaikan hadits kepada orang lain.
Pembuatan hadits palsu mulai kelihatan gejalanya pada zaman
tabi’in besar, yaitu para tabi’in yang pada zaman sahabat mereka sudah
berusia dewasa. Pemalsuan hadits pada saat itu masih jarang sekali karena
mereka masih menghayati wibawa Rasulullah SAW. Mereka masih lebih
taat dan taqwa, sehingga dengan mudah mereka dapat memisahkan mana
yang benar dan mana yang palsu, dan disamping itu perpecahan dan
perbedaan politik belum tajam. 1011 Pada akhirnya pemerintahan khalifah
Utsman bin Affan dan permulaan khalifah Ali bin Abi Thalib timbul lah
pertentangan yang sifatnnya politis antara kaum Muslimin. Disatu pihak ada
segolongan kaum Muslimin yang menentang kebijakan khalifah Utsman
yang mengangkat keluarga dekatnya untuk menduduki jabatan penting
dalam pemerintahan meskipun tidak ahlinya, dipihak lain ada segolongan
kaum Muslimin yang tetap setia pada kepemimpinan Utsman. Pertentangan
12 TM. Hasbi al-Shidieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Penerbit: Bulan Bintang, Jakarta, h. 44
untuk membuat hadis-hadis palsu. Lahirnya pembuatan hadis-hadis palsu,
menurut sejarah, terjadi pada tahun 41 H.13
13 Subhi al-Shaleh, Ulum al-Hadis wa Mustaluhuh, Penerbit: Dar Ilm al-Malayin, Beirut, h. 266
14
Al-Siba’iy, Op. Cit., h. 80
adalah orang Yahudi dengan tokohnya, Abdullah bin Saba', yang selalu
meniupkan fitnah diantara pihak yang bertentangan. Usahanya berhasil
dengan meletusnya perang saudara dan perpecahan yang
berkepanjangan, dimana salah satu dampak negatifnya ialah terjadinya
pemalsuan hadis. Jika pemalsuan hadis pertama kalinya dilakukan oleh
kelompok Syi'ah Rafidah, itu pada hakekatnya tidaklah mengherankan
karena sebagian kaum Rafidah adalah orang Persia yang dalam
kehidupan sehari-hari masih melestarikan kepercayaan keberhalaaan
meskipun disembunyikan di balik baju Syi'ah. Mereka lebih senang
melihat keadaan kaum Muslimin lemah dan kacau balau. Pertentangan
politik yang menimbulkan perang saudara itu tidak hanya berakhir pada
zaman Ali Khulafa' al-Rasyidin yang keempat, tetapi berlanjut sampai
pada Dinasti Ummayyah dan Abbasiyah. Mengenai apakah golongan
khawarij juga membuat hadis palsu atau tidak, masih diperselisihkan
dikalangan ulama. Ulama yang menyetujui bahwa golongan khawarij
terlibat dalam pembuatan hadis palsu, mendasarkaan pendapat mereka
pada riwayat Ibn Lahi'ah, Imam as Suyuthi dan Abd al-Karim. Ibn
Lahi'ah pernah berkata : "Dia mendengar seorang guru (syaikh) dan
golongan khawarij telah bertaubat mengatakan, Sesungguhnya hadis-
hadis Nabi merupakan perkataan agama, maka lihatlah kepada siapa
kamu mengikuti suatu perkataan secara hawa nafsu, maka kamu
menjadikan hal itu sebagai suatu hadis”.15 Riwayat Imam Suyuthi dan
Ubaidillah bin Amir dan Abd al-Karim isinya juga senada dengan yang
diriwayatkan oleh Ibnu Lahi'ah. 16 Menanggapi riwayat di atas al-
Khatib al-Bagdadi meriwayatkan dari Hammad bin Salamah bahwa
syaikh yang disebut oleh Ibnu Lahi'ah itu tidak diketahui orangnya,
tetapi yang jelas dia adalah seorang syaikh dari golongan Syi'ah
Rafidah, bukan seorang dari golongan Khawarij, karena kaum
Khawarij itu termasuk kelompok-kelompok yang pengikutnya
tergolong orang-orang yang jujur, di samping mereka berpendirian
15
Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadis, Ulumuhu wa Mushthalahuhu, Penerbit: Dar al-Fikr, Beirut., h. 204.
16 Ibid.
bahwa melakukan pemalsuan terhadap hadis merupakan dosa besar
yang dapat mengakibatkan kekufuran. Jadi hadis yang dibawakan oleh
Ibnu Lahi'ah itu tidak benar (dha'if).17
Lebih tegas lagi Muhammad Ajjaj al-Khatib membantah
anggapan golongan Khawarij terlibat dalam pembuatan hadis maudu'
meskipun ada tiga riwayat yang di kemukakan oleh Ibnu Lahi'ah,
Ubaidillah bin Amir dari riwayat Abd al Karim dan Imam al-Suyuthi.
Sebab, menurut beliau, tidak ada satu dalilpun yang kuat yang
menetapkan bahwa mereka terlibat dalam pembuatan hadis maudhu',
karena mereka mempunyai pendirian bahwa melakukan dosa besar itu
kafir, padahal pendapat Mustafa al-Siba'i bahwa hadis yang
diriwayatkan 3 Imam tersebut diatas sebenarnya dibuat oleh golongan
Zindik. 181920 Demikian pula Prof. Hasbi al-Shiedigy berpendapat
bahwa golongan Khawarij tidak terlibat dalam pembuatan hadis
maudhu'. Beliau mengataakan bahwa kita tidak boleh terpedaya dengan
pernyataan sebagian ulama yang mengatakan bahwa golongan
Khawarij itu membuat hadis palsu”.
17
Ibid, h. 204 dan 206.
18
Ibid., h. 205.
19
Musthafa al-Siba’I, Op. Cit., h. 84. TM. Hasbi al-Shiedieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu
Hadis, Op. Cit., h. 248.
20
TM. Hasbi al-Shiedieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Op. Cit., h. 248.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadits Dhaif merupakan hadits yang lemah walaupun lemah masih bisa
untuk diamalkan dengan beberapa syarat walaupun ada beberapa ulama’ yang
tidak sependapat dengan hal itu.
Hadits Maudhu’ adalah Hadits Palsu yang sangat bertolak belakang
dengan Hadits yang berasal dari Rasulullah, Hadits ini tidak boleh disebarkan
atau diamalkan akan tetapi, boleh dijadikan pelajaran apabila ingin mengetahui
perbedaan hadits palsu dan hadits yang shohih, hasan maupun dhaif.
B. Saran
Mohon maaf jika penulisan masih jauh dari batas kesempurnaan karena
manusia tempat khilaf dari semua urusan, Namun, apabila ada kesalahan
mohon dibenarkan, karena masukan dari kalian salah satu evaluasi paling
berpengaruh dalam penulisan ini dan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
TM. Hasbi al-Shiddiqiy (1988). Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadis, Bulan
Bintang : Jakarta
Utang Ranuwijaya (1996), Ilmu Hadis, Media Pratama : Jakarta