Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HADIST DHOIF (3)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Hadist

Dosen Pengampu :
Ahda Sabiela, Lc., M.S.

Disusun oleh : Kelompok 4/MPI E


Ulfa Nur Magfiroh 206220139
Umi Salamah 206220140
Vera Vebriana 206220141
Vifi Nur Irawati 206220142
Vina Novitasari 206220143

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

PONOROGO

2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadits merupakan sumber ajaran Islam yang kedua telah dibukukan pada masa
pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, khilafah kelima Bani Umayyah. Sedangkan
sebelumnya hadits– hadits Nabi SAW masih terdengar dalam ingatan para sahabat
untuk kepentingan dan pegangan mereka sendiri. Umat Islam di dunia harus
menyadari bahwa hadits Rasulullah SAW sebagai pedoman hidup yang kedua
setelah Al-Qur’an. Tingkah laku manusia yaang tidak ditegaskan ketentuan
hukumnya, cara mengamalkannya, tidak dirinci dengan ayat Al-Qur‟an secara
mutlak dan secara jelas, hal ini membuat para muhaditsin sadar akan perlunya
mencari penyelesaian dalam hal tersebut dengan al-hadits.
Hadis baru dihimpun dan dikodifikasi pada masa Khalifah Umar bin Abdul
‘Aziz (101 H/ 720 M). Upaya ini ia lakukan dengan memberi instruksi kepada
para gubernurnya untuk menghimpun hadis di daerahnya masing-masing dalam
bentuk tulisan. Panjangnya rentang waktu kodifikasi hadis ini memunculkan
berbagai implikasi dalam mensikapi terhadap eksistensi hadis nabi. Implikasi
dimaksud, di samping terdapat mereka yang tetap menjadikan hadis sebagai
sumber ajaran agama, ditemukan juga orang atau kelompok yang mengingkari
hadis Nabi sebagai hujjah agama. Bersamaan dengan itu, tidak sedikit pula
diantara mereka--kaum muslimin maupun non muslim yang melakukan
pemalsuan- pemalsuan terhadap hadis Nabi.
Untuk menyelamatkan dan membersihkan “noda hitam“ yang merusak
kemurnian hadis Nabi yang antara lain ditandai dengan munculnya hadis palsu,
para Ulama melakukan berbagai upaya penelitian hadist, baik yang menyangkut
pribadi- pribadi periwayat (kritik sanad) maupun menyangkut materi hadis (kritik
matan). Untuk kepentingan ini, para ulama menyusun kaidah-kaidah kesahihan
sanad dan matan hadis. Melalui kedua perangkat ini, dapat diketahui sahih dan
hasan-nya sebuah hadist.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hadist Syadz?
2. Apa yang dimaksud dengan Hadist Mushahhaf?

2
3. Apa yang dimaksud dengan Hadist Maqlub?
4. Apa yang dimaksud dengan Hadist Mudhtharib?

C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami Hadist Syadz.
2. Mengetahui dan memahami Hadist Mushahhaf.
3. Mengetahui dan memahami Hadist Maqlub.
4. Mengetahui dan memahami Hadist Mudhtharib.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hadist Syadz
1. Pengertian Hadist Syadz
Syadz artinya yang ganjil, yang jarang ada, yang menyalahi.1 Hadits Syadz
ialah Hadits yang diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqah atau terpercaya, akan
tetapi kandungan haditsnya bertentangan dengan (kandungan Hadits) yang
diriwayatkan oleh para perawi yang lebih kuat ketsiqahannya.2 Hadits Syadz
(kejanggalan) adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang makbul (tsiqah)
menyalahi riwayat yang lebih rajih. Adapula yang mendefenisikan bahwa Hadits
Syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang maqbul, yang
menyalahi riwayat orang yang lebih utama darinya, baik karena jumlahnya lebih
banyak ataupun lebih tinggi daya hapalnya.
Dari beberapa definisi tersebut memberi pengertian kepada kita bahwa
periwayatan yang hanya dilakukan melalui satu jalur sanad, tidak dikatakan syadz
meskipun sanad tersebut lemah. Periwayatan baru dapat dikatakan syadz apabila
pada matan-nya terjadi pertentangan dengan dalil yang lebih kuat. Jika ada hadist
yang diriwayatkan dengan satu jalur sanad, bertentangan dengan hadist yang
diriwayatkan melalui dua atau tiga jalur sanad, maka hadist yang diriwayatkan
melalui satu jalur sanad tersebut menjadi syadz. Dengan kata lain, hadist yang
diriwayatkan oleh orang-orang yang diterima periwayatannya, tetapi riwayat itu
menyalahi riwayat perawi yang lebih kuat disebut hadist mahfuzh, sedangkan
yang satunya disebut hadist syadz.3
2. Pembagian dan Contoh Hadist Syadz
Hadist syadz dibagi menjadi dua bagian, yaitu syadz pada sanad dan syadz pada
matan.
a. Contoh syadz pada sanad
“Seorang laki-laki telah meninggal dunia di zaman Rasulullah Saw.,
dan orang itu tidak meninggalkan seorangpun ahli waris, kecuali seseorang

1
A.Qadir Hassan, Ilmu Mustolahul Hadits (Bandung: CV Diponegoro, 1991), 188.
2
Utang Ranuwijaya, Op.Cit, hal.18.
3
Noor Suliman, Antologi ilmu Hadits (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), 111.

4
yang telah memerdekakannya. Maka Nabi Saw. menjadikan orang tersebut
menjadi ahli warisnya”.
Hadist di atas memiliki banyak jalur sanad, dua diantaranya dapat dijelaskan
berikut :
Sanad pertama, riwayat Tirmidziy, dari Sufyan bin ‘Uyainah, dari ‘Amr bin
Dinar, dari Ausajah, dari Ibnu Abbas. Pada jalur sanad ini, riwayat Sufyan Bin
Uyainah Ibnu Juraij Hammad Bin Zaid Ibnu ‘Uyainah didukung oleh muttabi’
antara lain: Ibnu Juraij dan para periwayat lainnya.
Sanad kedua, riwayat Baihaqiy, dari Hammad bin Zaid, dari Amr bin Dinar,
dari Ausajah, tetapi tidak menyebutkan Ibnu Abbas.
b. Contoh syadz pada matan
Hadist yang diriwayatkan Abu Daud dan Tirmidzi dari haditsnya
Abdul Wahid bin Ziad dari al-‘Amsyi dari Abishaleh dari Abu Hurairah
secara marfu’ :
‫إذا صل ّى أحدكم الفجرفليضطجع عن يمينه‬
“Apabila salah seorang dari kalian telah selesai shalat fajar, hendaknya
berbaring kesebelah kanan.”
Al-Baihaki berkata, dalam hal ini Abdul Wahid menyalahi banyak rawi.
Masyarakat itu meriwayatkan tentang perbutan Nabi saw, bukan perkataanya.
Dalam lafadz ini abdul wahid menyendiri dari rawi-rawi tsiqah yang menjadi
sahabat al-A’masy.4
3. Ciri-ciri Matan yang Mengandung Syadz
M. Syuhudi Ismail merangkum pembahasan mereka ini dengan mengatakan
bahwa tanda-tanda matan hadits yang mengandung syudzudz itu ialah:
 Susunan bahasanya rancu. Rasulullah yang sangat fasih dalam
berbahasa Arab dan memiliki gaya bahasa yang khas, mustahil
menyabdakan pernyataan yang rancu tersebut.
 Kandungan pernyataannya bertentangan dengan akal yang sehat dan
sangat sulit diinterpretasikan secara rasional.
 Kandungan pernyataannya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran
Islam misalnya saja berisi ajakan untuk berbuat maksiat.
 Kandungan pernyataannya bertentangan dengan sunnatullah (hukum
alam)
4
Muhammad Thahan, Tafsir Mustolahul Hadits (Surabaya: Syirkah bungkul indah, 1985), 146.

5
 Kandungan pernyataannya bertentangan dengan fakta sejarah.
 Kandungan pernyataannya bertentangan dengan petunjuk Al-Quran
ataupun hadits mutawatir yang telah mengandung petunjuk secara pasti.
 Kandungan pernyataannya berada di luar kewajaran diukur dari
petunjuk umum ajaran Islam.5
4. Langkah-langkah untuk Mengetahui Kesyadzan Suatu Hadist
Salah seorang ulama hadis yang menggagas tentang langkah-langkah untuk
mengetahui hadis-hadis syadz adalah Syuhudi Ismail. Ia menjelaskan bahwa
langkah-langkah yang ditempuh untuk mengetahui ke-syadz-an suatu hadis
dapat dilakukan sebagaimana penjelasan berikut:
 Semua sanad yang mengandung matan hadis yang pokok masalahnya
memiliki kesamaan dihimpun dan diperbandingkan.
 Para periwayat dari seluruh sanad yang telah dihimpun, kemudian
diteliti kualitasnya.
 Menyimpulkan hasil penelitian, apabila seluruh periwayat bersifat tsiqat
dan ternyata ada seorang periwayat yang sanadnya menyalahi sanad-
sanad yang lainnya (yang juga tsiqat), maka sanad yang menyalahi itu
disebut sanad syadz, sedangkan sanad lainnya (yang diunggulkan)
disebut sanad mahfuzh.6

B. Hadist Mushahhaf
1. Pengertian Hadist Mushahhaf
Secara etimologis kata mushahhaf merupakan bentuk isim maf’ul dari kata
tashhif yang artinya menulis kata atau membacanya dengan cara yang tidak benar
disebabkan ada keraguan pada huruf.7 Secara istilah Mushahhaf adalah mengubah
kalimat dalam suatu hadits kepada bentuk kalimat yang lain yang tidak
diriwayatkan oleh perawi yang adil dan kuat hafalannya (tsiqah) baik lafazh
maupun maknanya.8
Menurut istilah sebagaimana dalam salah satu kitab mushthalah hadits, yaitu
Kitab Minhatul Mughits Bab Hadits Mushahhaf adalah sebagai berikut :

ِ ْ‫ق ْال ُحرُو‬


‫ف‬ ُ َ‫ه َُو َما تَ َغيَّ َر فِ ْي ِه اَوْ فِ ْي َسنَ ِد ِه نُط‬
5
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), 92.
6
Syuhudi Ismal, Kaidah, op.cit, h. 127.
7
Abdul Mannan ar-Rasikh, Kamus Istilah-Istilah Hadits (Jakarta: Darul Falah, 2006), 186.
8
Dr. Mahmud Thahhan, Tafsir Mushthalah al-Hadits, 95.

6
“Yaitu hadits yang terdapat perubahan ucapan-ucapan huruf di dalam matan atau
di dalam sanadnya”.
Dari definisi di atas, maka sebuah salah pengucapan di dalam hadits, baik itu
di dalam matan (isi hadits) ataupun di dalam sanadnya, itulah yang disebut
sebagai hadits mushahhaf.
Hadits mushahhaf ialah hadits yang terdapat perbedaan dengan hadits yang
diriwayatkan oleh tsiqah, karena didalamnya terdapat beberapa huruf yang diubah.
Pengubahan ini juga bisa terjadi pada lafadz atau pada makna, sehingga maksud
hadits menjadi jauh berbeda dari makna, dan maksud semula.9
Ada yang mengatakan bahwa asal mula dinamakan dengan sebutan tersebut
karena ada sekelompok orang yang mengambil ilmu dari membaca buku saja
tanpa berguru, sehingga ketika mereka meriwayatkan ilmunya, mereka melakukan
perubahan. Maka saat itu orang-orang berkata tentang mereka,“Qad shahafu”
Pantas aja demikian, mereka hanya meriwayatkan hadits dari buku saja. Mereka
dinamakan Mushahhifuun (orang-orang yang meriwayatkan ilmunya dari buku).
Sedangkan bentuk mashdar dari kata tersebut adalah At-Tashhif.

2. Jenis-jenis Hadist Mushahhaf


a. Dari segi letak terjadinya tashhif (merubah kalimat)
1) Tashhif dalam teks hadist (matan)
Contoh Hadist Mushahhaf di dalam matan yaitu :

ُ‫صا َم ال َّد ْه َر ُكلَّه‬ ٍ ‫ضانَ َواَ ْتبَ َعهُ ِستًّا ِم ْن َشو‬


َ ُ‫َّال فَ َكاَنَّه‬ َ ‫َم ْن‬
َ ‫صا َم َر َم‬
“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dan dia mengikuti puasa
6 hari di bulan Syawal, maka dia seperti telah berpuasa setahun penuh“.
Abu Bakar As-Shuli pernah meriwayatkan hadist tersebut, namun
kekeliruannya adalah pada lafadz “‫تًا‬ƒ ‫”س‬ ِ (enam hari) yang diriwayakan
dengan lafadz “‫( ” َش ْيًأ‬sesuatu). Tentu saja hadist di atas adalah hadist yang
kuat dan dinilai diterima untuk diamalkan, namun jika periwayatannya
menggunakan “‫ ْيًأ‬ƒƒƒ‫”ش‬,
َ maka menjadi sebuah kedhaifan yang parah,
dikhawatirkan orang awam akan gagal faham.10
2) Tashhif dalam sanad
Contoh Hadist Mushahhaf dalam sanad yaitu :

9
Sarbanun, “Macam-macam Hadist dari Segi Kualitasnya”, 353.
10
Drs. Fathur Rahman, Ikhtishar Mushthalahul Hadits, 166-169.

7
‫ال َرسُوْ ُل اللّٰ ِه‬
َ َ‫ ق‬،‫ض َي اللّٰهُ َع ْنهُ قَا َل‬
ِ ‫اجم ع َْن اَبِ ْي ع ُْث َمانَ النَّ ْه ِدى ع َْن ع َْث َمانَ ا ْب ِن َعفَّان َر‬ ِ ‫ع َِن ْال َعو‬
ِ ‫َّام اب ِْن َم َر‬
َ ْ‫ لَتَُؤ ُّدوْ نَ ْال ُحقُو‬: ‫صلَّى اللّٰهُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
‫ق اِلَى اَ ْهلِهَا‬ َ

“ Dari Awam bin Marajim, dari Abu Utsman An-Nahdi, dari Sahabat
Utsman bin Affan ra berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh
penuhilah hak-hak pada orang yang berhak menerimanya” “.
Yahya bin Ma’in pernah mentashrifkan sanad pada hadist di atas, yaitu “
ِ ‫ ” َم َر‬menjadi “‫” َم َزا ِحم‬.
‫اجم‬ 11

b. Dari segi sumbernya (mansya-ihi)


Ditinjau darimana asalnya, hadist mushahhaf dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Tashhif bashar (indra penglihatan) dan tashhif yang berasal dari
penglihatan lebih banyak terjadi. Tashhif ini biasanya terjadi karena tulisan
tidak jelas menurut penglihatan pembaca, baik karena tulisan terlalu kecil
atau karena tidak adanya tanda baca.
2) Tashhif sama' (indra pendengar). Tashhif ini biasanya terjadi karena
pendengar berada pada jarak yang jauh atau pendengarannya kurang.
Sehingga sebagian kata-kata tidak jelas baginya.
c. Dari segi kata dan maknanya
1) Tashhif dalam Lafal
Tashhif inilah yang banyak terjadi seperti pada contoh-contoh di atas.
2) Tashhif dalam Makna
Yang dimaksudkan dengan Tashhif ini adalah : Seorang perawi
mushahhif (yang melakukan kesalahan) meriwayatkan sebuah hadits
dengan menggunakan kaliamt-kalimat sesuai dengan aslinya, namun ia
memberikan makna yang menunjukkan bahwa ia memahami hadits
tersebut dengan pemahaman yang tidak sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh hadits tersebut.
3. Penyebab Para Perawi Melakukan Banyak Tashhif
Biasanya yang menyebabkan seseorang melakukan tashhif adalah karena
mushahhif mengambil hadits langsung dari buku-buku hadits tanpa pernah
mempelajari hadits tersebut dari seseorang yang ahli hadits. Oleh karena itu, para
imam ahli hadits memperingatkan agar tidak mengambil hadits dari orang yang
hanya belajar hadits dari buku-buku saja.12
11
Ibid, 166-169.
12
Dr. Mahmud Thahhan, Tafsir Mushthalah al-Hadits, 96.

8
4. Hukum Hadist Mushahhaf
Hadits mushahhaf termasuk jenis hadits yang bertentangan dengan hadits yang
diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah (mukhaalafatuts tsiqaati). Sedangkan jenis
hadits ini termasuk bagian dari hadits yang tertolak karena adanya cacat di dalam
perawinya (mardud bisababith tha’ni fir raawii), sehingga hadits mushahhaf tidak
bisa dijadikan sebagai pedoman (hujjah) dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
karena itu, meriwayatkan hadits mushahhaf tidak boleh kecuali dengan
menyertakan keterangan tentang status hadits tersebut.13

C. Hadist Maqlub
1. Pengertian Hadist Maqlub
Kata al-Qalb merupakan isim maf'ul dari kata bahasa Arab yang berarti
memalingkan sesuatu dari arahnya.
Sedangkan menurut istilah adalah Hadist maqlub adalah hadist yang
rawinya menggantikan suatu bagian darinya dengan yang lain, baik dalam sanad
atau matan dan karena lupa atau sengaja.14
Adapun pengertian hadist maqlub menurut muhadditsin yang lain adalah
hadist menyalahi hadist lain disebabkan mendahulukan dan mengakhirkan.15
Tukar menukar yang dikarenakan mendahulukan sesuatu pada satu dan
mengakhirkan pada tempat lain, adakalanya terjadi pada matan hadits dan
adakalanya terjadi pada sanad hadits.
Hadis maqlub adalah hadis yang terjadi pemutarbalikan pada redaksi hadis,
yang dilakukan oleh seorang rawi baik disengaja maupun tidak. Indikasi adanya
pemutarbalikan itu terlihat pada seorang rawi mendahulukan suatu matan hadis
yang seharusnya diletakkan pada akhir matan atau sebaliknya maupun seorang
rawi menjadikan suatu matan hadist (yang sudah jelas sanadnya) di tempatkan
pada sanad yang lain.
Dengan demikian, pengertian hadis maqlub adalah hadis yang terbalik
lafadznya pada matan atau nama seorang rawi pada sanad, yaitu perawi
mendahulukan apa yang seharusnya diakhirkan atau mengakhirkan yang
seharusnya didahulukan.

13
Ibid, 73-74.
14
Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadsis (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), 467.
15
Fatchur Rahman, Ikhtirhar Murhthalahul Hadits (Bandung: PT Alma'arif, 1974), 189.

9
2. Sebab-sebab Terjadinya Hadist Maqlub
Ada beberapa sebab yang menyebabkan perawi hadist melakukan penukaran
yaitu :
a. Untuk mengasingkan, agar masyarakat suka terhadap riwayat hadistnya dan
mengambil hadistnya.
b. Untuk menguji dan memperkuat hafalan hadist serta menyempurakan
kedhabitan.
c. Terdapat kesalahan yang tidak sengaja.16
3. Macam- macam Hadist Maqlub
Berdasarkan definisi di atas, maqlubnya suatu hadis apabila ditinjau dari
posisinya terbagi menjadi dua yaitu maqlub dalam sanad dan maqlub dalam
matan.
a. Maqlub sanad, yaitu penukaran yang terjadi pada sanad yang mempunyai dua
bentuk, yaitu:
Pertama, seorang rawi tidak sengaja (lupa) sehingga matan suatu
hadis diriwayatkan dengan sanad tertentu tertukar diriwayatkan dengan
sanad lain. Maka jelaslah bagaimana tertukarnya suatu sanad oleh rawinya, di
mana dia telah menempatkan matan pada selain sanad yang sebenarnya.
Kedua, seorang rawi sengaja menukar seseorang dengan yang lainnya dengan
tujuan untuk mengasingkannya atau mengemukakan hal- hal yang aneh
kepada orang lain, sehingga diduga meriwayatkan hadis yang tidak pernah
diriwayatkan oleh rawi lain. Dengan itu orang-orang akan menerima dan
menghafalkannya.
b. Maqlub matan, penukaran yang terjadi pada matan hadis yang mempunyai
dua bentuk, yaitu:
Pertama, seorang rawi mengawalkan dan mengakhirkan sebagian matan
hadis. Kedua, seorang rawi menempatkan matan suatu hadis pada sanad
hadis lain dan menempatkan sanadnya pada matan hadis yang lain. Hal ini
bertujuan untuk menguji kecerdasan ahli hadis yang lain, ia hafal atau tidak.
Karena, untuk mengetahui hadis maqlub dibutuhkan hafalan yang luas dan
ketekunan yang tinggi untuk menguasai sejumlah riwayat dan sanad. Dan
tidak sedikit ahli hadis yang dapat mencapai keahliannya.
4. Hukum Hadis Maqlub
16
Mahmud Thahan, Ilmu Hadits Praktirs (Bogor: Pustaka Thoriqul Izzah, 2010), 133.

10
a. Jika penukarannya dimaksudkan untuk mengasingkan, tidak diragukan lagi
hal itu tidak diperbolehkan, karena hal itu sama saja dengan merubah hadis.
b. Jika penukarannya dimaksudkan untuk menguji, maka diperbolehkan.
Karena untuk memperkuat hafalan ahli hadis. Tetapi disyaratkan untuk
menjelaskan yang rahihnya sebelum majlisnya berakhir.
c. Jika penukaran karena kesalahan atau lupa, maka tidak diragukan lagi
pelakunya sudah udzur dengan kesalahannya itu. Namun, jika hal itu
sering dilakukan, berarti ia telah hilang kedlabitannya dan menjadi
dha'if.

D. Hadist Mudhtharib
1. Pengertian Hadist Mudhtharib
Secara bahasa, kata ”mudhtharib” adalah kata benda yang berbentuk isim
fa’il (pelaku) dari kata “Al-Idhthirab” yang berarti urusan yang diperselisihkan
dan rusak aturannya atau guncang dan bergetar. Secara istilah ilmu hadis
pengertian Hadist Mudhtharib adalah:
‫ي عَلي َأوْ ُج ٍه ُم ْختَلِفَ ٍة ُمتَ َسا َويَ ٍة فِي ْالقُ َّو ِة‬
َ ‫َما ر ُِو‬

“ Hadist yang diriwayatkan dalam beberapa bentuk yang berlawanan yang


masing-masing sama-sama kuat.”17

Ibn al-Shalah mendefinisikan hadist mudhtharib sebagai berikut:


‫ َوِإنَّ َما نُ َس ِّمي ِه ُمضْ طَّ ِر‬,‫ف‬
ٌ ِ‫ح َأ َخ َر ُمخَال‬
ٍ ْ‫ضهُم َعلَى َوج‬
ُ ‫ح َو بَ ْع‬ ُ ‫ه َُو الذي ت َْختَلِفُ الرِّ َوايةُ فيه فَيَرْ وي ِه بَ ْع‬
ٍ ْ‫ضهُم على َوج‬
ِ ‫بًا ِإ َذا تَ َسا َو‬
‫ت ال ِّر َوايَتَا ِن‬
“ Hadis Mudhtharib adalah Hadis yang terjadi perselisihan riwayat tentang Hadis
tersebut: sebagian perawi meriwayatkannya menurut salah satu cara dan yang
lainnya menurut cara yang lain yang bertentangan dengan cara yang pertama,
sementara kedua tersebut adalah sama-sama kuat “.18
Dr. Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatib dalam bukunya yang berjudul “Ushul Al-
Hadits pokok-pokok ilmu hadits”, menyatakan bahwa Hadis Mudhtharib yaitu
hadits yang diriwayatkan dengan beberapa bentuk yang saling berbeda, yang tidak

17
Dr. Nawir Yuslem, Ulumul Hadis (Jakarta: Departemen Agama RI, 1997), 269-270.
18
Ibid, 270.

11
mungkin mentarjihkan sebagiannya atas sebagian yang lain, baik perawinya satu
atau lebih.19
Syaikh Manna’ Al-Qaththan, juga menyebutkan bahwa hadist mudhtharib
adalah hadist yang diriwayatkan dari jalur yang berbeda-beda serta sama dalam
tingkat kekuatannya, dimana satu jalur dengan yang lainnya tidak memungkinkan
untuk disatukan atau digabungkan dan tidak memungkinkan pula untuk dipilah
salah satu yang terkuat.20
Hadis mudhtharib adalah hadis yang jumlah periwayatannya dalam bentuk
yang berbeda-beda padahal dari satu perawi yang meriwayatkan dua atau lebih.
Ataukah dari dua periwayat atau lebih yang berdekatan. Hal ini terjadi karena
perbedaan hapalan dari para perawinya dan kekuatan ingatan mereka. Idtirab
biasanya terjadi pada sanad dan kadang-kadang pada matan.21
Jadi, Hadis Mudhtharib adalah hadis yang diriwayatkan dari jalur yang
berbeda-beda yang mana satu dengan yang lainnya saling bertentangan,
pertentangan tersebut tidak dapat dikompromikan atau di satukan dan tidak bisa
pula dipilah salah satu yang terkuat karena masing-masing hadist sama kuatnya.
Suatu hadis bisa dapat disebut Mudhtharib apabila memenuhi dua syarat, yaitu:

a. Terjadinya perbedaaan riwayat tentang suatu hadis yang perbedaaan tersebut


tidak dapat dikompromikan.
b. Masing-masing riwayat mempunyai kekuatan yang sama, sehingga tidak
mungkin dilakukan tarjih terhadap salah satu dari riwayat yang berbeda
tersebut.22
2. Pembagian dan Contoh Hadist Mudhtharib
Ketidak tepatan (al-idhthirab) kadang-kadang terjadi pada sanad hadist dan
kadang pula terjadi pada matannya, namun kebanyakan terjadi pada sanad dan
sedikit yang terjadi pada matan. Mudhtharib terbagi dua, yaitu :
a. Mudhtharib sanad
Contoh hadist mudhtharib pada sanad :
‫ " َشيَّبَ ْتنِي ه ُو ٌد َوَأخ ََواتُهَا‬:‫ قال‬,‫ْت‬ ُ ‫َح ِد‬
ِ ‫بَ ْك ٍر َر‬  ‫يث أبِي‬
َ ‫ يَا َرسُوْ ل هللا أل َرا‬:‫ض َي هللا َع ْنه أنَّهُ قال‬
ُ ‫ك ِشب‬

19
Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits Pokok-pokok Ilmu Hadits, Penerjemah: M Qodirun Nur,
Ahmad Musyafiq, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2003), 310.
20
Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, Penerjemah: Mifdhol Abdurrahman, Lc., (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2005), 161.
21
Muhammad Yahya, Ulumul Hadis (Makassar: Syahadah, 2016).
22
Dr. Nawir Yuslem, op. cit, 271.

12
Artinya: Hadis Abu Bakar r.a, bahwasanya dia berkata, “Ya Rasulullah, aku
melihat engkau telah beruban.” Rasulullah SAW menjawab, “Hud dan
Saudara-saudaranya yang telah menyebabkan aku beruban.”(H.R Al-Tirmidzi)
Menurut Al-Daruqutni, Hadist ini adalah Mudhtharib. Hadis ini hanya
diriwayatkan melalui jalur Abu Ishaq, dan terjadi sekitar sepuluh perbedaan
pendapat mengenai status hadis ini. Di antaranya ada yang meriwayatkan
hadist ini secara mursal, dan ada yang secara maushul (muttashil), dan ada
pula yang memasukkannya ke dalam Musnad Abi Bakar, Musnad Sa’ad,
Musnad ‘A’isyah dan yang lainnya. Sementara keseluruhan perawinya
adalah tsiqat sehingga tidak mungkin untuk melakukan tarjih antara yang satu
terhadap yang lainnya, dan tidak mungkin pula untuk mekompromikan
keseluruhannya.23
b. Mudhtharib matan
Contoh hadist mudhtharib pada matan :
Hadis yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Syarik dari Asy-Sya’bi dari
Fathimah binti Qays berkata: Rasulullah SAW ditanya tentang zakat, beliau
menjawab :
‫ِإ َّن فِي ال َما ِل لَ َحقًّا ِس َوى ال َّز َكا ِة‬

Artinya : ”Sesungguhnya pada harta itu ada hak selain zakat.”


Sementara pada riwayat Ibnu Majah, melalui jalan ini Rasulullah SAW
bersabda :

ًّ ‫ْس فِي ال َما ِل َح‬


‫ق ِس َوى ال َّز َكا ِة‬ َ ‫لَي‬
Artinya : “Tidak ada hak pada harta selain zakat.”
Al-Iraqi berkata: ”Hadis di atas terjadi idhthirab tidak mungkin
dita’wilkan.” Hadis pertama menyatakan adanya hak bagi harta selain zakat,
sementara hadis kedua menyatakan sebaliknya, yaitu tidak ada hak selain
zakat.24
3. Hukum Hadist Mudhtharib
Hukum Hadis Mudhtharib adalah Dha’if, karena terdapatnya perbedaan dan
pertentangan dalam periwayatan hadis tersebut, yang hal ini merupakan indikasi

23
Dr.Nawir Yuslem, op cit, 271.
24
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Amzah, 2013), 220.

13
bahwa perawinya tidak memiliki sifat dhabit. Sementara adanya sifat al-
dhabit merupakan syarat dari hadis Shahih dan Hasan (Maqbul).25
Kemudhthariban mengakibatkan kedha’ifan suatu hadis, kecuali dalam satu
keadaaan. Yaitu bila terjadi ikhtilaf mengenai nama seorang perawi atau nama
ayahnya, ataupun nama nisbatnya. Dan perawi yang di-ikhtilaf-kan namanya itu
berkualitas tsiqat. Sehingga hadistnya tetap dihukumi shahih ataupun hasan. Dan
kemudhthariban seperti itu tidak berpengaruh meski tetap disebut hadist
mudhtharib.26
Di antara kitab yang memuat dan membahas tentang Hadis Mudhtharib adalah
kitab Al-Muqtarib fi Bayan al-Mudhtharib karya Al-Hafizh Ibn Hajar al-
Asqalani.27

BAB III

KESIMPULAN

1. Hadits Syadz ialah Hadits yang diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqah
atau terpercaya, akan tetapi kandungan haditsnya bertentangan dengan
25
DR. Nawir Yuslem, op cit, 273.
26
Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatib, op. cit,  310.
27
Abdul Majid Khon, op. cit, h. 220.

14
(kandungan Hadits) yang diriwayatkan oleh para perawi yang lebih kuat
ketsiqahannya. Hadist syadz dibagi menjadi dua bagian, yaitu syadz pada
sanad dan syadz pada matan.
2. Hadist Mushahhaf adalah mengubah kalimat dalam suatu hadits kepada
bentuk kalimat yang lain yang tidak diriwayatkan oleh perawi yang adil dan
kuat hafalannya (tsiqah) baik lafazh maupun maknanya. Dari segi letak
terjadinya tashhif (merubah kalimat) dibagi menjadi dua yaitu Tashhif dalam
teks hadist (matan) dan Tashhif dalam sanad. Dari segi sumbernya yaitu
Tashhif bashar (indra penglihatan) dan Tashhif sama' (indra pendengar). Dari
segi kata dan maknanya dibagi dua yaitu Tashhif dalam lafal dan Tashhif
dalam makna.
3. Hadist maqlub adalah hadist yang rawinya menggantikan suatu bagian
darinya dengan yang lain, baik dalam sanad atau matan dan karena lupa atau
sengaja. Hadist ini terbagi menjadi dua yaitu maqlub dalam sanad dan
maqlub dalam matan.
4. Hadis Mudhtharib adalah hadis yang diriwayatkan dari jalur yang berbeda-
beda yang mana satu dengan yang lainnya saling bertentangan, pertentangan
tersebut tidak dapat dikompromikan atau di satukan dan tidak bisa pula
dipilah salah satu yang terkuat karena masing-masing hadist sama kuatnya.
Ketidak tepatan (al-idhthirab) kadang-kadang terjadi pada sanad hadist dan
kadang pula terjadi pada matannya, namun kebanyakan terjadi pada sanad
dan sedikit yang terjadi pada matan.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Khatib, Muhammad ‘Ajjaj. 2003. Ushul Al-Hadits Pokok-pokok Ilmu Hadits. Jakarta :
Gaya Media Pratama.

15
Ar-Rasikh, Abdul Mannan. 2006. Kamus Istilah-istilah Hadits. Jakarta : Darul Falah.

Hassan, A. Qadir. 1991. Ilmu Mustolahul Hadits. Bandung : CV Diponegoro.

Ismail, M. Syuhudi. 1992. Metodologi Penelitian Hadits Nabi. Jakarta : Bulan Bintang.

‘Itr, Nuruddin. 2012. Ulumul Hadis. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Khon, Abdul Majid. 2013. Ulumul Hadis. Jakarta : Amzah.

Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtirhar Murhthalahul Hadits. Bandung : PT Al ma’arif.

Sulaiman, Noor. 2008. Antologi Ilmu Hadits. Jakarta : Gaung Persada Press.

Thahan, Mahmud. 2010. Ilmu Hadits Praktis. Bogor : Pustaka Thoriqul Izzah.

Thahan, Muhammad. 1985. Tafsir Mustolahul Hadits. Surabaya : Syirkah Bungkul Indah.

Yahya, Muhammad. 2016. Ulumul Hadis. Makassar : Syahadah.

16

Anda mungkin juga menyukai