Anda di halaman 1dari 14

HADIST DHOIF DAN HADIST MAUDHU’

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul hadist

Dosen pengampu Sri Naharin,MSI

Makalah

Disusun oleh:

Yazid Bahrain Niam (20.21.00281)

Wahyuni Rohmah (20.21.00295)

Kelas: Perbankan Syariah 2 A (Regular)

PROGAM STUDI PERBANKAN STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

INSTITUT PESANTREN MATHALI’UL FALAH


JL. Raya Tayu Pati KM, 20 Purworejo ,margoyoso pati

Tahun 2020 / 2021


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upaya pelestarian keotentikan hadis Nabi saw telah dilakukan sejak masa
sahabat dengan menggunakan metode kompirmasi. Setelah Nabi saw wafat, kegiatan
kompirmatif ini tentu tidak lagi dilakukan oleh sahabat. Tetapi selanjutnya, para
sahabat menanya-kan kepada orang lain yang ikut hadir mendengar dan menyaksikan
hadis itu terjadi. Kegiatan penghimpunan hadis secara resmi dan massal, barulah
dilakukan dipenghujung abad I H, atas inisiatif dan kebijakan Khalifah Umar bin Abd
Aziz1. Pada masa yang cukup panjang itu setelah wafatnya Rasul, telah terjadi
pemalsuan-pemalsuan hadis yang dilakukan oleh beberapa golongan dengan tujuan
tertentu.

Atas kenyataan inilah, ulama hadis berupaya menghimpun hadis Nabi. Selain
harus melakukan perlawatan. untuk menghubungi para periwayat hadis yang tersebar
di berbagai daerah, juga mengadakan penelitian identitas periwayat dan menyeleksi
semua hadis yang mereka himpun. Pada perkembangan selanjutnya para ulama hadits
berusaha melakukan klasifikasi terhadap hadis baik berdasarkan kuantitas maupun
berdasarkan kualitas hadis. Hadis jika ditinjau dari segi kuantitas perawinya, maka
akan di dapatkan dua bagian terbesar yaitu, hadis mutawatir, masyhur dan hadis ahad,
sedangkan hadis jika ditinjau dari segi kualitas perawinya, maka dapat diklasifikasi
pada tiga bagian yaitu: hadis shahih, hasan dan hadis da’if.2

Di dalam makalah ini akan membahas masalah hadis hadis da’if, kemudian
akan diulas juga masalah hadis maudu’ Sebagai upaya menambah dan merivew
kembali pemahaman kita akan hadis Rasulullah Saw.

1
Muhammad Abu Zahw, al-Hadīś wa al-Muhaddizūn (Mesir: Mathba’at al-Misriyah,t.th.), h. 245
2
‘Ajjāj al-Khathīb, Ushul al-Hadīś, diterjemahkan oleh Qadirun-Nur dengan judul Ushul alHadīś (cet.I;
Jakarta : Gaya Media, 1998), h. 271
B. Rumusan Masalah
 Apa yang dimaksud hadist dhoif ?
 Apa itu hadist maudhu’?
 Apa saja pembagian dan sebab hadist dhoif?

C. Tujuan Penulisan
 Menjelaskan tentang apa itu hadist dhoif dan hadist maudhu’ (devinisi,
sejarah)
 Menjelaskan apa saja pembagian dari hadist dhoif.
 Menjelaskan apa sebab-sebab kedhoifan hadist dan masalah- masalah
dalam hadist dhoif dan maudhu’

BAB II

PEMBAHASAN

a. Pengertian Hadist Dhoif

Hadits lemah atau Hadits Dha'if (‫ )حديث ضعيف‬adalah hadits yang tidak memenuhi
persyaratan hadits shahih dan hasan. Hadits dhaif tidak sama dengan hadits maudhu’,
atau palsu. Hadits dhaif memang dinisbahkan kepada Rasulullah, tetapi perawi
haditsnya tidak kuat hafalan ataupun kredibilitasnya, atau ada silsilah sanad yang
terputus. Sementara hadits maudhu’ ialah informasi yang mengatasnamakan
Rasulullah SAW, tetapi sebenarnya bukan perkataan Rasulullah SAW.

Muhadditsin membagi hadits ke dalam tiga kategori: shahih, hasan, dan dhaif.
Kategori ini dibagi berdasarkan kualitas hadits dengan ukuran kualitas perawi dan
ketersambungan sanadnya. Kualitas hadits yang paling tinggi adalah shahih,
kemudian hasan, dan terakhir dhaif.
Ulama sepakat bahwa mengamalkan hadits dhaif dibolehkan, selama tidak berkaitan
dengan hukum halal dan haram, akidah, dan hanya sebatas fadha’il amal. Dengan
demikian, menyampaikan hadits dhaif, seperti mengutip hadits dhaif dalam buku atau
menyampaikannya dalam pengajian dan majelis taklim dibolehkan. Hasan
Muhammad Al-Masyath dalam Al-Taqriratus Saniyyah fi Syarahil Mandzumah Al-
Bayquniyyah menjelaskan:

‫ أوال أن يكون الحديث في القصص‬:‫قد أجاز بعض العلماء رواية الحديث الضعيف من غير بيان ضعفه بشروط‬
‫أو المواعظ أو فضائل األعمال أو نحو ذلك مما ال يتعلق بصفة هللا والعقائد واال بالحالل والحرام وسائر األحكام‬
‫الشرعية وأن ال يكون الحديث موضوعا أو ضعيف شديد الضعف‬

Artinya, “Sebagian ulama membolehkan periwayatan hadits dhaif tanpa menjelaskan


kedhaifannya dengan beberapa syarat: hadits tersebut berisi kisah, nashat-nasihat,
atau keutamaan amalan, dan tidak berkaitan dengan sifat Allah, akidah, halal-haram,
hukum syariat, bukan hadits maudhu’, dan tidak terlalu dhaif.”3

b. Pembagian Hadist Dhoif

Hadits dhaif berarti hadits yang tidak memenuhi kriteria hadits shahih dan hasan.
Ada banyak penyebab hadits dhaif, namun dari keseluruhan penyebab itu dapat
disimpulkan menjadi dua sebab. Mahmud Thahan dalam Taisiru Musthalahil Hadits
menjelaskan:

‫ سقط من اإلسناد وطعن في‬:‫ لكنها ترجع بالجملة إلى أحد سببين رئيسين هما‬،‫أما أسباب رد الحديث فكثيرة‬
‫الراوي‬

Artinya, “Penyebab hadits ditolak atau tidak bisa diterima ada banyak. Namun
keseluruhannya merujuk pada dua sebab: sanadnya tidak bersambung dan di dalam
rangkaian sanadnya terdapat rawi bermasalah.”

1). Hadis-hadis dhaif karena ketidakmuttashilan sanad:

3
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hadis_Daif
a) Hadis Mursal

Hadits mursal yaitu: hadits yang dimarfu’kan oleh seoarng tabi’iy kepada rasul
SAW., baik berupa sabda, perbuatan maupun taqrir, dengan tidak menyebutkan orang
yang menceritakan kepadanya: contoh hadis berikut ini:

‫عن سعيد ابن المسيب أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم نهى عن بيع المزابنة‬

Artinya, “Dari Sa’id bin Musayyab bahwa Rasulullah SAW melarang jual beli
dengan cara muzabanah.” Ulama menghukumi hadits di atas dengan mursal karena
Sa’id bin Musayyab adalah seorang tabi‘in yang tidak mungkin bertemu Rasulullah
SAW. Pasti Sa’id bin Musayyab mendengar hadits itu dari sahabat. Tetapi dalam
rangkaian sanad hadits di atas tidak disebutkan nama sahabat yang menjadi perantara
antara Sa’id bin Musayyab dan Rasulullah.

b) Hadis Munqathi’

Munqathi’ berarti ( ‫ان انقطاعه‬ŽŽ‫ه ك‬ŽŽ‫ناده على أي وج‬ŽŽ‫ل إس‬ŽŽ‫ا لم يتص‬ŽŽ‫ )م‬Artinya, “Hadits yang
rangkaian sanadnya terputus di manapun terputusnya.”

Persyaratan hadits munqathi’ lebih longgar daripada sebelumnya. Hadits munqathi’


tidak mensyaratkan harus berturut-turut atau jumlah perawi yang hilang ditentukan,
selama ada dalam rangkaian sanad itu rawi yang hilang atau tidak disebutkan, baik di
awal, pertengahan, maupun akhir sanad, maka hadits itu disebut munqathi’.

Adapun contohnya sebagaiberikut:

Berkata Ahmad bin Syu’ib; telah mengabarkan kepada kami. Qutaibah bin Sa’id,
telah ceritakan kepada kami. Abu ‘Awanah, telahmenceritakan kepada kami, Hisyam
bin Urwah, dari Fatimah binti Mundzir, dari Ummi Salamah , ummil Mu’minin, ia
berkata; telahbersabda Rasul Saw:

‫ال يحرم من الرضاع االمافتق االمعاء في الثدي وكان قبل الفطام‬


Pada hadis tersebut di atas Fatimah tidak mendengar hadis tersebut dari Ummu
Salamah, waktu Ummu salamah meninggal Fatimah ketika itu masih kecil dan tidak
bertemu dengannya.

c) Hadis Mu’dhal

Mu’dhal berarti (‫والي‬ŽŽ‫أكثر على الت‬Ž‫ان ف‬Ž‫ناده اثن‬ŽŽ‫قط من إس‬Ž‫ )ما س‬Artinya, “Hadits yang dalam
rangkaian sanadnya terdapat dua perawi yang dihilangkan secara berturut-turut.”

Maksudnya, dalam rangkaian sanad ada dua perawi yang dihilangkan, syaratnya
harus berturut-turut. Kalau tidak berturut-turut, misalnya di awal sanadnya ada perawi
yang hilang, kemudian satu lagi di akhir sanad, maka ini tidak bisa dinamakan hadits
mu’dhal. Contohnya sebagai berikut:

kata Syafi’I; telah mengabarkan kepada kami, Sa’id bin Salim, dari Ibnu Juraij,
bahwa:

‫ان رسول هللا كان اذا راي البيت رفع يديه‬

Ibnu Juraij pada hadis tersebut tidak sesaman dengan Nabi, bahkan masanya itu di
bawah tabi’in, jadi antara dia dengan Rasul Saw diantarai oleh dua perantarayaitu
tabi’in dengan sahabat.

d) Hadis Mudallas

Ulama membagi dua macam hadits mudallas: tadlis isnad dan tadlis syuyukh.

Tadlis Isnad adalah:

‫أن يروي الراوي عمن قد سمع منه ما لم يسمع منه من غير أن يذكر أنه سمعه منه‬

Artinya, “Perawi hadits meriwayatkan hadits dari gurunya, tetapi hadits yang dia
sampaikan itu tidak didengar langsung dari gurunya tanpa menjelaskan bahwa dia
mendengar hadits darinya.” Maksudnya, seorang rawi mendapatkan hadits dari orang
lain, tetapi dia meriwayatkan dengan mengatasnamakan gurunya, di mana sebagian
hadits dia terima dari gurunya tersebut. Padahal untuk kasus hadits itu dia tidak
mendengar dari gurunya, tetapi dari orang lain.

Tadlis Syuyukh adalah:

‫ فيسميه أو يكنيه أو ينسبه أو يصفه بما ال يعرف به كي ال يعرف‬،‫أن يروي الراوي عن شيخ حديثا سمعه منه‬

Artinya, “Seorang perawi meriwayatkan hadits yang didengar dari gurunya, tetapi dia
menyebut gurunya tersebut dengan julukan yang tidak populer, tujuannya supaya
tidak dikenal orang lain.”

Perawi sengaja menyebut gurunya dengan nama atau gelar yang tidak populer
supaya orang lain tidak tahu siapa guru sebenarnya. Karena kalau disebut nama asli
gurunya, bisa jadi guru perawi itu tidak tsiqah (dipercaya) dan haditsnya nanti
menjadi bermasalah. Untuk menutupi kekurangan itu, dia mengelabui orang dengan
menyebut nama yang tidak populer untuk gurunya4.

2). Hadis-hadis daif karena sebab selain ketidakmuttashilan sanad:

a) Hadis Mudha’af

Yaitu hadis yang tidak disepakati kedaifannya. Sebagian ahli hadis menilainya
mengandung kedaifan, baik di dalam sanad maupun matan, dan sebagian lainnya
menilainya kuat. Akan tetapi penilaian daif itu lebih kuat. Contoh:

“asal segala penyakit adalah dingin.“ (HR. Anas dengan sanad yang lemah).

b) Hadis Mudhtharib

Yaitu hadis yang diriwayatkan dengan beberapa bentuk yang saling berbeda, yang
tidak mungkin mentarjihkan sebagiannya atas bagian yang lainnya. Kemudhthariban
mengakibatkan kedhaifan suatu hadis, karena menunjukkan ketidakdhabitan. Contoh:
4
https://islam.nu.or.id/post/read/85243/macam-macam-hadits-dhaif-1
ُ ‫اَل‬Ž‫وْ ٌد َو ْال َواقِ َعة َو ْال ُمرْ َس‬Žُ‫يَّبَ ْتنِ ْي ه‬Ž‫ َش‬: ‫ال‬Ž ‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
‫ت َو َع َّم‬ َ َ‫بْتَ ؟ ق‬Ž‫ ْد ِش‬Žَ‫وْ َل ِ ق‬Ž‫ا َر ُس‬Ž‫ َي‬: ُ‫ه‬Ž‫ َي ُ َع ْن‬Ž‫ض‬ ٍ ‫وْ بَ ْك‬Žُ‫ال أَب‬
ِ ‫ر َر‬Ž َ َ‫س قَا َل ق‬
ٍ ‫َع ِن اب ِْن َعبَّا‬
‫ْت‬ ُŽُْ ‫يَتَ َسا َءلُوْ نَ َوإِ َذا ال َّش ْمسُ ُك ِّو َر‬

"Dari Sahabat Ibnu Abbas berkata, Sahabat Abu Bakar ra bertaya, "Wahai
Rosulullah, engkau telah beruban ?. Rosulullah SAW menjawab, "Aku telah dibuat
beruban oleh Surat Hud, Surat Al-Waqi'ah, Surat Al-Mursalat, Surat An-Naba', dan
Surat At-Takwir"" (HR. Tirmidzi No. 3219).

c) Hadis Maqlub

Yaitu hadis yang mengalami pemutar balikan dari diri perawi, kadangkadang
keterbalikan itu terjadi pada sanad, yaitu terbaliknya nama seorang perawi. Msialnya
Murrah ibn Ka’b dan Ka’b bin Murrah. Contoh hadits maqlub (sanad) adalah hadits
tentang menjual wala' :

‫صلَّى هّٰللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم نَهَى ع َْن بَي ِْع ْال َواَل ِء َوع َْن ِهبَتِ ِه‬ ‫هّٰللا‬
َ ِ ‫أَ َّن َرسُوْ َل‬

"Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang penjualan Al Wala` (kepemilikan) dan


juga menghibahkannya" (HR. Tirmidzi No. 2052).

d) Hadis Syadz

Hadis yang menyelisihi riwayat dari orang-orang yang tsiqah (tepercaya). Atau
didefinisikan sebagai hadis yang hanya diriwayatkan melalui satu jalur namun
perawinya tersebut kurang tepercaya jika ia bersendiri dalam meriwayatkan hadis.
Contoh:

‫صلَّى هّٰللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬


َ ‫ارثًا إِاَّل َع ْبدًا هُ َو أَ ْعتَقَهُ فَ َدفَ َع النَّبِ ُّي‬
‫هّٰللا‬
ِ ‫صلَّى ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َولَ ْم يَ َد ْع لَهُ َو‬
‫هّٰللا‬
َ ِ ‫َماتَ َر ُج ٌل َعلَى َع ْه ِد َرسُوْ ِل‬
Žُ‫ِمي َْراثَهُ ِإلَ ْي ُِِه‬

"Seseorang meninggal di zaman Nabi SAW dan ia tidak meninggalkan sesuatu pun kecuali
seorang budak yang ia merdekakan, lalu Nabi SAW memberikan warisan orang itu tersebut
kepada si budak". (HR. Tirmidzi No. 2032 - HR. Ibnu Majah No. 2731 - HR. Abu Dawud
No. 2518).

e) Hadis Munkar

Hadis munkar ialah hadis yang diriwayatkan oleh perawi daif yang banyak kesalahannya,
banyak kelengahannya, atau jelas kefasikannya. Oleh karena itu kriteria hadis munkar adalah
penyendirian perawinya daif dan mukhalafah. Contoh Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Nasa’i:

‫ هشام بن عروة يذكر عن‬Ž‫ سمعت‬:‫ حدثني يحيى بن محمد بن قيس قال‬:‫أخبرنا محمد بن عمر بن علي بن عطاء بن مقدم قال‬
‫ كلوا البلح بالتمر فإن بن آدم إذا أكله غضب الشيطان‬:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم‬:‫أبيه عن عائشة قالت‬

Dari Muhammad bin Umar bin Ali bin ‘Atha’ bin Muqaddam, dari Yahya bin Muhammad
bin Qais, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah bahwa Rasulullah Saw.
bersabda: “Makanlah balah (kurma yang masih muda) bersama tamar (kurma yang sudah
matang). Bila anak Adam (manusia) memakannya, maka setan akan marah.”

Imam Nasa’i memberikan keterangan, bahwa Yahya bin Muhammad bin Qais merupakan
seorang perawi hadits yang saleh, namun hadits yang diriwayatkan dari jalurnya saja sangat
diragukan.

f) Hadis Matruk dan Mathruh

Hadis matruk ialah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang dituduh berdusta dalam
hadis nabawiy, atau sering bersdusta dalam pembicaraannya, atau yang terlihat
kefasikannya melalui perbuatan maupun kata-katanya. Atau yang sering sekali salah
dan lupa. Misalnya hadis-hadis Amr ibn Syamr dari Jabir al-Ja’fiy. Sedangkan hadis
mathruh ialah hadis yang terlempar hadisnya karena cacatnya perawinya

Contoh hadist matruk:

‫ أخرجه الدارقطني في السنن‬- ‫ت بِقِ َرا َءتِ ْي فَاَل يَ ْق َرأَ َّن َم ِع ْي أَ َح ٌد‬
ُ ْ‫ َوإِ َذا َجهَّر‬،‫ت بِقِ َرا َءتِ ْي فَا ْق َر ُؤوْ ا َم ِع ْي‬
ُ ْ‫إِ َذا اَس َْرر‬
"Ketika aku menyamarkan bacaanku, maka membacalah kalin bersamaku. Dan ketika
aku mengeraskan bacaanku, maka sungguh jangan seorang pun yang menyertai
bacaan bersamaku (HR. Daraquthni dalam Kitab Sunannya)".

Imam Daraquthni menjelaskan bahwa dalam riwayat hadits tersebut seorang rawi
bernama Zakariyah Al-Waqar melakukan penyendirian, dan hadits itu tergolongan
hadits munkar yang matruk5.

c. Hadist Maudhu’

1) Pengertian Hadist Maudhu’

Hadits maudhu’ secara etimologi merupakan bentuk isim maf’ul, wadha’a,


yadha’u yang bermakna yang disusun, dusta yang diada-adakan, dan yang diletakkan.
Sedangkan dari segi terminology ulama hadits mengartikan hadits maudhu’ yaitu
sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasul saw, secara mengada-ada dan dusta, yang
tidak beliau sabdakan, beliau kerjakan, dan beliau taqrirkan.6

Hadits maudhu’ atau hadits palsu ialah hadits yang di dalam sanadnya (umumnya)
ada seorang atau beberapa orang rawi yang pendusta. Sedangkan hadits yang tidak
ada asalnya ialah hadits yang tidak mempunyai sanad untuk diperiksa. Yakni,
perkataan yang beredar dari mulut ke mulut atau dari tulisan ke tulisan yang tidak ada
asal usulnya (sanadnya) yang disandarkan kepada Nabi Saw.

2) Sejarah dan Perkembangan Hadits Maudhu’

Para ulama berbeda pendapat kapan mulai terjadinya pemalsuan hadits, apakah
telah terjadi pada masa Nabi masih hidup, atau sesudah masa beliau. Mengenai awal
mula munculnya hadits palsu, terdapat beberapa pendapat di kalangan para ahli
hadits.
5
https://adoc.pub/hadits-dhaif-maudhu.html
6
Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits, (Bandung: PT. Almaarif, 1995), 140.
Ada yang berpendapat bahwa hadits palsu yang beredar di tengah-tengah umat Islam
sudah muncul sejak masa Rasulullah SAW. Salah seorang ahli hadits yang
berpendapat seperti itu adalah Ahmad Amin dalam Fajrul Islam. Namun, mayoritas
ahli hadits berpendapat bahwa hadits palsu mulai bermunculan di era kepemimpinan
Khalifah Ali bin Abi Thalib.

Pakar hadits seperti Dr Mustafa Siba’i, Dr Umar Fallatah, dan Dr Abdul Shomad
meyakini bahwa pemalsuan hadits bermula dari terjadinya fitnah pembunuhan
KalifahUsman, fitnah terhadap Ali dan Muawiyah, dan munculnya kelompok-
kelompok (sekte) setelah itu. Peritiwa itu berkisar pada 35 H hingga 60 H.

Ahli hadits terkemuka, Muhammad Nashruddin al-Albani dalam Silsilatul Ahaadiits


adh-Dhaifah wal Maudhu'ah wa Atsaruhas-Sayyi' fil-Ummah, mengungkapkan,
hadits-hadits lemah dan palsu bermunculan sejak abad pertama Hijriah. Salah satu di
antara sederetan musibah atau fitnah besar yang pernah menimpa umat Islam sejak
abad pertama Hijriah adalah tersebarnya hadits-hadits dhaif dan maudu’ di kalangan
umat, ujar Albani dalam mukadimah kitabnya.

Menurut Albani, musibah dan fitnah besar berupa hadits lemah dan palsu telah
menimpa para ulama, kecuali sederetan pakar hadits dan kritikus yang dikehendaki
Allah seperti Imam Ahmad, Bukhari, Ibnu Muin, Abi Hatim ar-Razi, dan lain-lain. Ia
berpendapat, tersebarnya hadits-hadits lemah dan palsu di seluruh dunia Islam telah
meninggalkan dampak negatif yang luar biasa seperti Menimbulkan dan
mempertajam perpecahan dikalangan ummat Islam, mencemarkan pribadi Nabi saw,
mengaburkan pemahaman terhadap Islam serta melemahkan jiwa dan semangat
keislaman.7

Contoh hadist maudhu’:

‫من صام يوم عاشوراء كتب هللا له عبادة ستين سنة‬

7
https://www.republika.co.id/berita/qccstc430/sejarah-munculnya-hadits-palsu-1
Artinya : “Barangsiapa yang berpuasa pada hari ‘Asyura, Allah akan menulis baginya
ibadah selama enampuluh tahun”

(Hadits ini palsu diriwayatkan oleh Hubaib bin Abi Hubaib, dia termasuk orang yang
memalsukan hadits).

ْ : ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬


‫اطلُبُوا ْال ِع ْل َم َولَوْ بِالصِّي ِن‬ َ ‫ قَا َل َرسُوْ ُل هللا‬: ‫ قَا َل‬، ُ‫ض َي هللاُ َع ْنه‬ ٍ َ‫ع َْن أَن‬
ٍ ِ‫س ْب ِن َمال‬
ِ ‫ك َر‬

Artinya : Dari Anas bin Malik r.a bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Tuntutlah ilmu walaupun ke negeri China!”

{Hadist ini dianggap maudhu' sebab perawinya yang bernama Abu 'Atikah Tharif bin
Sulaiman dikenal sebagai pemalsu hadist.}

‫ في الركوع فال صالة له‬Ž‫من رفع يديه‬

Artinya : “Barangsiapa yang mengangkat kedua tangannya ketika ruku’, maka tidak
ada shalat baginya”

{Hadits ini telah dipalsukan oleh Muhammad bin Ukasyah al-Kirmani.}8

BAB III

PENUTUP

Hadis daif adalah hadis yang didapati padanya sesuatu yang menyebabkan ia
lemah. Lemah karena ia tidak memiliki syarat-syarat hadis Sahih dan Hasan. Sebab-
sebab kedaifan ketika diteliti kembali kepada dua hal pokok yaitu: (1).

8
https://alsofwa.com/188-hadits-contoh-contoh-hadits-maudhu/
Ketidakmuttashilan sanad, dan (2) Selain ketidakmuttashilan sanad. Lalu sedangkan
hadist maudhu’ ialah sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasul saw, secara mengada-
ada dan dusta, yang tidak beliau sabdakan, beliau kerjakan, danbeliau taqrirkan.

Daftar pustaka
Muhammad Abu Zahw, al-Hadīś wa al-Muhaddizūn (Mesir: Mathba’at al-
Misriyah,t.th.), h. 245

‘Ajjāj al-Khathīb, Ushul al-Hadīś, diterjemahkan oleh Qadirun-Nur dengan judul


Ushul alHadīś (cet.I; Jakarta : Gaya Media, 1998), h. 271
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hadis_Daif

https://islam.nu.or.id/post/read/85243/macam-macam-hadits-dhaif-1

https://adoc.pub/hadits-dhaif-maudhu.html

Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits, (Bandung: PT. Almaarif, 1995), 140.

https://www.republika.co.id/berita/qccstc430/sejarah-munculnya-hadits-palsu-1

https://alsofwa.com/188-hadits-contoh-contoh-hadits-maudhu/

Anda mungkin juga menyukai