Anda di halaman 1dari 26

HADITS SANAD DAN MATAN

MAKALAH

DISUSUN OLEH:

SAHABUDDIN / 10120220081

DOSEN PENGAMPUH:

H. YUNUS ANWAR Lc.,M.Ag.

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2023
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai orang islam yang ingin mempelajari islam secara
sempurna tentu harus mengetahui sumber hukum islam. Selain al-qur’an,
salah satu sumber hukum islam yang diakui oleh para ulama secara
menyeluruh adalah hadist. Meskipun demikian tidak semua hadist
dijadikan sebagai sumber hukum islam, karena dalam susunan sebuah
hadist ada juga yang menunjukan bahwa sebuah hadist itu layak dan lulus
verifikasi untuk dijadikan sumber hukum islam1.
Al-qur’an dan hadist mempunyai peranan penting dalam kehidupan
sehari-hari bagi umat islam. Dalam kaidah sumber hukum islam, hadist
menempati urutan kedua setelah Al-qur’an dalam menjadikan rujukan
hokum karena disamping sebagai ajaran islam yang secara langsung terkait
dengan keharusan mentaati Rasulullah SAW, juga fungsinya sebagai
penjelas (bayan) bagi ungkapan-ungkapan al-qur’an yang masih
membutuhkan penjabaran.
Sanad dan matan merupakan dua unsur pokok hadist yang harus
ada pada setiap hadist, antara keduanya memiliki kaitan yang sangat erat
dan tidak dapat dipisahkan. Suatu berita tentang Rasulullah SAW (matan)
tanpa ditemukan rangkaian atau susunan sanadnya, yang demikian tidak
dapat disebutkan hadist, sebaliknya suatu sanad, meskipun bersambung
sampai Rasul, jika tidak ada berita yang dibawanya, juga tidak bisa disebut
hadist2.
Pembicaraan dua istilah diatas, sebagai dua unsur pokok hadist,
matan dan sanad diperlukan setelah Rasul wafat. Hal ini karena berkaitan
dengan perlunya penelitian terhadap otentisitas isi berita itu sendiri apakah
benar sumbernya dari Rasul atau bukan. Upaya ini akan menentukan

1
http://mustwildan.blogspot.com/2012/12/30/pengertiansanadhadist.html
2
http://makalahnih.blogspot.com/2014/09/pengertian-sanad-matan-dan-ikhtisar.html
bagaimana kualitas hadist tersebut, yang akan dijadikan dasar dalam
penetapan syari’at islam.
Bagi kebanyakan orang bahwa hadist itu suatu perkataan yang
pasti berasal dari nabi tanpa memperhatikan kualitas atau susunan suatu
hadist. Padahal hadist yang lengkap susunannya baik hadist shahih
maupun hadist dhoif haruslah terdiri dari sanad hadist, matan hadist dan
perawi hadist. Dari itu perlu dipahami tentang yang dimaksud dengan
sanad, matan dan perawi hadist. Dan untuk mengetahui lebih mendalam
tentang hal tersebut, melalui tulisan yang singkat ini kami dari kelompok
enam berkeinginan untuk membahas hal yang berkaitan dengan hadist
dengan pembahasan kita batasi pada masalah sanad hadist.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari sanad, matan dan rawi hadits?
2. Apakah hubungan sanad dengan dokumentasi hadits?
3. Bagaimana penelitian sanad dan matan hadits?
4. Bagaimana periwayatan hadits dengan lafaz dan makna?
5. Apa saja istilah dan laqab yang berkaitan dengan periwayatan hadits?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari sanad, matan dan rawi hadits
2. Untuk mengetahui hubungan sanad dengan dokumentasi hadits
3. Untuk mengetahui penelitian sanad dan matan hadits
4. Untuk mengetahui periwayatan hadits dengan lafaz dan makna
5. Untuk mengetahui istilah dan laqab yang berkaitan dengan
periwayatan hadits
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sanad Dan Matan Hadits


Sanad merupakan sekumpulan perawi yang menukil isi hadis dari
sumber utamanya, yakni Rasulullah saw. Ini merupakan sebuah
keistimewaan yang Allah berikan kepada para perawi yang terlibat dalam
rangkaian ini. Akan tetapi, bukan tidak mungkin terdapat berbagai kriteria
yang harus ada pada para perawi dalam rangka memastikan kebenaran
atau kesahihan suatu hadis. Hal ini disebabakan munculnya perang politik
dan kepentingan pasca wafatnya Usman Bin Affan dengan menggunakan
legitimasi aneka ucapan yang dianggap berasal dari Rasulullah SAW. Oleh
karena itu, dibutuhkan kejelian dalam mengidentifikasi rantai sanad
sebuah hadis atau lebih populer disebut dengan metode kritik sanad.
Matan hadis adalah isi/ pesan hadis itu sendiri. Kedua unsur ini, yakni
sanad dan matan, mesti diperiksa/ dikritik agar sebuah hadis dapat
diketahui kualitasnya. Pemeriksaan hadis ini bukan berarti meragukan
hadis Nabi Muhammad, melainkan bertujuan guna memeriksa kualitas
hadis tersebut mengingat periwayat hadis tetap manusia biasa yang bisa
jadi melakukan kesalahan, baik sengaja maupun tidak.3

1. Sanad Hadits
Kata sanad atau as-sanad menurut bahasa, dari sanada, yasnudu
yang berarti mutamad (sandaran/tempat bersandar, tempat berpegang,
yang dipercaya atau yang sah). Dikatakan demikian karena haditst itu
bersandar kepadanya dan dipegangi atas kebenaranya.
Secara temionologis, sanad adalah silsilah orang-orang yang
menghubungkan kepada matan hadits atau jalannya matan, yaitu silsilah
para perawi yang memindahkati (meriwayatkan) matan dari sumbernya
yang pertama. Silsilah orang ialah susunan atau rangkaian orang-orang

3
Imtyas, R. (2016). “Metode Kritik Sanad dan Matan”. Ushulina: Jurnal Ilmu Ushuluddin, 4. Hal
19
yang meyampaikan materi hadits tersebut sejak disebut pertama sampai
kepada Rasul SAW, yang memuat perbuatan, perkataan, taqrir, dan lainnya
merupakan materi atau matan hadits. Dengan pengertian diatas maka
sebutan sanad hanya berlaku pada serangkaian orang-orang bukan dilihat
dari sudut pribadi secara perorangan. Sedangkan, sebutan untuk pribadi yang
menyampaikan hadits dilihat dari sudut orang perorangannya disebut dengan
rawi.
Sedangkan menurut istilah, yakni jalan yang dapat
menghubungkan matan hadist kepada Nabi Muhammad saw, misalkan
hadist yang diwirayatkan oleh Bukhari berikut.
‫ ﺤﺪﺜﻨﺎ ﺃﻴﻮﺐ ﻋﻦ ﺃﺒﻯ ﻘﺎﻼﺒﺔ‬:‫ ﺤﺪﻋﺒﺪﺍﻟﻮ ﻫﺎﺏ ﺍﻟﺸﻗﻓﻯﻘﺎﻞ‬:‫ﺤﺪﺷﻨﺎ ﻤﺤﻣﺪ ﻨﻦﺍﻠﻣﺷﻦ ﻗﺎﻞ‬
‫ ﺃﻦﯿﮑﻮﺃ ﺍﷲ ﻮﺭ ﺴﻮﻠﮫﺃ ﺤﺐ ﺇﻠﯿﮫ‬:‫(ﺜﻼﺚﻤﻦ ﮐﻦﻔﯿﮫ ﻮﺠﺪﺤﻼﻮﺓ ﺍﻹ ﯿﻤﺎﻦ‬:‫ﻋﻦﺍﻨﺲﻋﻦ ﺍﻠﻨﺒﻯ ﺼﻠﻌﻢ‬
)‫ﻤﻣﺎﺴﻮ ﮬﻤﺎ;ﻮ ﺃﻦﻴﺤﺐ ﺍﻟﺮﺃﻻﷲ;ﻮ ﺃﻦ ﻴﮑﻔﺮﮦ ﺃﻦﻴﻌﻮ ﺪﻔﻰ ﺍﻟﮑﻔﺮ ﮐﻤﺎ ﻴﮑﺮﮦ ﺃﻦ ﻴﻘﺬﻒ ﻔﻰﺍﻟﻨﺎﺮ‬
‫ﺮﻮﺍﺍﻟﺑﺨﺤﺎﺮﻯ‬
“telah memberitahukan kepadaku Muhammad bin al-musannah,
ujarnya:’abdul-wahhab as-saqafi telah menyebarkan kepada ku,
ujarnya:’telah bercerita kepadaku ayyub atas pemberitahuan abi kilabah
dari anas dari Nabi Muhammad saw, sabdanya:’tiga perkara, yang
barangsiapa mengamalkannya niscaya memperoleh kelezatan iman’.
Yakni:1) Allah dan rasulnya hendaknya lebih dicintai daripada selainnya.
2)kecintaannya kepada seseorang, tak lain karena Allah semata-mata dan
3) keenggananmya kembali kepada kekufuran, seperti keengganannya
dicampakkan ke neraka’.” (HR. Bukhari)
Berdasarkan pengertian di atas, disebutkan bahwa sanad adalah jalan
matan (thariq al-min). Jalan matan berarti serangkaian orang-orang yang
menyampaikan atau meriwayatkan matan hadits, mulai perawi pertama sampai
yang terakhir.4
Bagian di bawah ini adalah sanad Haditst:
‫حّد ثنا عبد هللا بن يوسف قال أخبرنا مالك عن ابن شهاب عن محمد بن جبير بن مطعم‬
‫عن أبيه‬

4
Alfiah Khoiri Asyir. Makalah: Pengertian Sanad dan Matan Hadist. http.//: Asyir’s.blogspot.com.
Saturday/ 25/ 05/ 2013
“Telah mengkhabarkan kepada kami Abdullah bin Yusuf, dia
berkata: Telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari
Muhammad bin Jubair bin Muth’im dari bapaknya”.
‫سمعت رسول هللا (صلعم) قرأ فى المغرب بالطور‬.
“aku mendengar Rasulullah SAW membaca surat Thur ketika
Shalat Maghrib”.

2. Isnad, Musnid, dam Musnad


Istilah-istilah yang terkait erat dengan sanad yang perlu untuk di
pahami yaitu, isnad, musnid dan musnad ketiga istilah tersebut berasal dari
kata sanad. Untuk memperjelas tentang pengertian term-trem tersebut,
perlu dibahasa lebih rinci sebagai berikut: Kata isnad adalah bentuk
masdar dari kata asnada, yang menurut arti bahasanya adalah
menyadarkan sesuatu kepada yang lain (sama dengan pengertian sanad
yang telah dijelaskan dalam pembahasan terdahulu). Sedangkan menurt
isltilah dalam ilmu hadist isnad berarti mengangkat atau menyederhanakan
suatu hadist kepada yang mengatakannya. Sedangkan kata musnid adalah
isim fa’il dari sanada yang secara bahasa berarti orang yang
menyandarkan, sedangkan secara istilah kata ini berarti orang yang
meriwayatkan suatu hadist yang disertai dengan menyebutkan sanad
hadistnya. Adapun musnad adalah isim maf’ul yang terbentuk dari kata
sanada yang mempunyai arti secara lughawi sesuatu yang dinisbatkan atau
disandarkan. Sedangkan menurut istilah ilmu hadist musnad mempunyai
tiga pengertian yaitu:
Kata musnad berarti kitab hadist yang didalamnya berisi koleksi
hadist-hadist yang diriwayatkan oleh sahabat yang lain dalam bab yang
lain pula.
a. Kata musnad juga berarti hadis-hadis yang disebutkan saluruh
sanad dan bersambung sampai kepada Nabi.
b. Para Ulama hadis juga menggunakan musnad dalam arti
sanad, ini dapat dipahami karena musnad merupakan masdar
dari sanad.5

3. Hadits Matan
Kata matan atau al-matan menurut bahasa berartima shaluba
wairtafa’amin al-aradhi (tanah yang meninggi). Secara temonologis, istilah
matan memiliki beberapa definisi, yang mana maknanya sama yaitu materi
atau lafazhhadits itu sendiri. Definisi matan dari sisi bahasa bermakna
“punggung jalan” atau “gundukan”, bisa juga bermakna 'isi atau muatan'.
lbarat tangga, akhir darianak tangga berujung pada teks itu sendiri adalah
redaksi atau ucapan yang dituturkan oleh si pengucap. Pengucap atau
penutur teks itu bisa Nabi, sahabat, atau bisa juga tabi’in. Sedangkan
matan menurut istilah ilmu hadis, yaitu sebagai berikut. “perkataan yang
disebut pada akhir sanad, yakni sabda nabi saw yang disebut sesudah habis
disebutkan sanadnya.”

4. Hadits Rawi
Rawi hadits dalam pengertian bahasa yaitu arawi yang artinya
orang yang meriwayatkan atau memberitakan hadits itu kepada manusia.
Bisa juga pengertian rawi hadits dalam bahasa adalah orang yang
meriwayatkan hadits, rawi hadits, orang yang memindahkan hadits. Lebih
lanjut, antara rawi hadits dengan sanad memiliki kemiripan posisi. Sanad
hadits adalah orang yang membawa hadits bisa sampai pada penyampai
terakhir, namun harus tersusun dari beberapa orang penyampai. Harus ada
orang yang pertama kali mendengar atau melihat langsung kepada rasul.
Sedangkan perawi hadits adalah orang yang terakhir yang membawa
hadits. 8 “Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Ma’mur bin
Rabi’i al-Qaisi, katanya telah menceritakan kepadaku Abu Hisyama al-
Mahzumi dari Abu al-Wahid yaitu Ibnu Ziyad, katanya telah menceritakan
5
Ali, M. (2016). Sejarah dan Kedudukan Sanad dalam Hadis Nabi. Tahdis: Jurnal Kajian Ilmu Al-
Hadis, 7(1). Hal 53-54
kepadaku ‘Utsman bin Hakim, katanya telah menceritakan kepadaku
Muhammad al-Munqadir, dari ‘Arman, dari ‘Utsman bin Affan r.a berkata,
dari Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang berwudlu dengan
sempurna (sebaik-baiknya wudlu) keluarlah dosa-dosanya dari seluruh
badannya, bahkan dari bawah kukunya.” (HR. Muslim). Dari hadits di atas
dapat dikatakan bahwa, hadits tersebut terdiri dari sanad, matan, dan
perawi hadits. Karena telah dijelaskan seperti di atas bahwa sanad itu yang
membawa pesan dari nabi hingga perawi akhir, maka perawi hadits di sini
merupakan yang membawa pesan nabi untuk yang terakhir kali, biasanya
diletakkan di akhir hadits. Jika dilihat dari hadits di atas, maka perawi
haditsnya adalah Muslim.6

B. Sanad dan Hubungan dengan Dokumentasi Hadits


Peranan sanad dalam pendokumentasian hadist pada dasarnya
terbagi pada dua aspek. Pertama, untuk pengamanan atau pemeliharaan
matan hadist. Kedua, untuk penelitian kualitas hadist satu persatu secara
terperinci.
1. Untuk pengamanan atau pemeliharaan matan hadist
Adapun peranan penting yang dimiliki sanad dalam kaitannya
dengan hadist, terlihat begitu besarnya peranan yang di mainkan oleh
masing-masing perawi hadist dalam rangka mencatat dan memlihara
keutuhan hadist Nabi SAW. Kegiatan pendokumentasian hadist, terutama
pengumpulan dan penyampaian hadist-hadist Nabi SAW, baik melalui
hafalan maupun melalui tulisan yang di lakukan oleh para sahabat, tabi’in,
tabi’i al-tabi’n, dan mereka yang datang sesudahnya, yang rangkaian
mereka itu disebut sanad, sampai generasi yang membukukan hadist-
hadist tersebut, seperti Malik ibn Anas, Ahmad ibn Hanbal, Bukhori,

6
Shella. 2022. “Pengertian Sanad, Matan, Rawi Hadits (Lengkap Dengan Contoh)”.
https://berdakwah.com/pengertian-sanad-matan-rawi-hadits/. Diakses 11 November 2023
Muslim, dan lainnya, telah menyebabkan kepemeliharaannya hadist-hadist
sampai di tangan kita seperti sekarang ini7.
Berdasarkan sejarah periwayatan hadist, para perawi mulai dari
tingkatan sahabat sampai ulama’ hadist masa pembukuan hadist, telah
melakukan pendokumentasian hadist melalui hafalan, dan tulisan. Bahkan
menurut Al-Azami, pada tingkatan sahabat pengumpulan dan
pemeliharaan hadist dilakukan dengan tiga cara, yaitu: (į) learning by
memorizing, yaitu dengan cara mendengarkan setiap perkataan dari Nabi
SAW secara hati-hati dan menghafalkannya; (ii) learning thorough writing,
yaitu mempelajat\ri hadist dan menyimpannya dalam bentuk tulisan.
Dalam cara ini yaitu penyimpanan dan penyampaian hadist dalam bentuk
tulisan, terdapat sejumlah sahabat, yaitu seperti Abu Ayyub al-Anshori
(w.52 H), Abu Bakar Al-Siddiq (w.13 H), Abd Allah ibn Abbas (w. 68 H)
Abd Allah ibn Umar (w.74 H), dan lain-lain. (iii) learning by practice,yaitu
para sahabat mempraktikkan setiap apa yang mereka pelajari mengenai
hadist, yang diterimanya baik melalui hafalan maupun tulisan8.
Demikian cara sahabat dalam menerima dan memelihara hadist-
hadist Nabi SAW. Cara demikian tetap di pertahankan oleh para sahabat
dan ulama’ yang datang setelah mereka, setelah wafatnya Nabi SAW.
Khusus mengenai kegiatan penulisan hadist yang dilakukan oleh masing-
masing generasi periwayat hadist, mulai dari gegerasi sahabat, generasi
tabi’in, tabi’i al-tabi’in, sampai para ulama’ sesudah mereka, telah di
dokumentasikan oleh M.M. Azami didalam disertasi doktornya yang
berjudul studies early hadith literature.
Dalam perkembangan berikutnya, proses pendokumentasian hadist
semakin banyak dilakukan denga tulisan. hal ini terlihat dari delapan
metode mempelajari hadist yang di kenal di kalangan ulama’ hadist, tujuh

7
Rochim Fuul. Peranan sanad dalam pendokumentasian hadist. http://www.rokhim.net/peranan-
sanad-dalam-pendokumentasian-hadist/hadist-dan-matan-hadist.html
8
Odjat. Ulumul hadist. http://odjat_blog.blogspot.com/2010/10/03/peran-sanad-dalam-
pendokumentasian-hadist/ulumul-hadist.html
di ataranya, yaitu metode kedua sampai kedelapan, adalah sangan
tergantung kepada meteri tertulis, kedelapan metode tersebut adalah:
a. Sama’
Sama’, yaitu bacaan guru atau nuridnya-muridnya. Metode ini
berwujud dalam empat bentuk, yakni : bacaan secara lisan, bacaan dari
buku, Tanya jawab, dan mendiktekan.
b. Ardh
Ardh, yaitu bacaan para murid kepada guru. Dalam hal ini para
murid atau seseorang tertentu yang di sebut Qari’, membacakan hadist di
hadapan gurunya, dan selanjutnya yang lain mendenganrkan serta
membandingkan denag catatan mereka atau menyalin dari catatan tersebut.
c. Ijazah
Ijazah, yaitu memberi izin kepada seseorang untuk meriwayatkan
sebuah Hadist atau buku yang bersumber darinya, tanpa terlebih dahulu
Hadist atau buku tersebut dibaca di hadapannya.
d. Munawalah
Munawalah, yaitu memberikan kepada seseorang sejumlah hadist
tertulis untuk di riwayatkan/disebarluaskan, seperti yang di lakukan Al-
Zuhri (w.124 H) kepada Al-Tsauri, Al-Auza’i, dam lainnya.
e. Katibah
Katibah, yaitu menuliskan hadist untuk seseorang yang selanjutnya
untuk di riwayatkan kepada orang lain.
f. I’lam
I’lam, yaitu memberitahu seseorang tentang kebolehan untuk
meriwayatkan sebuah hadist dari buku tertentu berdasarkan atas otoritas
ulama’ tertentu.
g. Washyyat
Washyyat, yaitu seseorang meriwayatkan sebuah buku atau catatan
tentang hadist kepada orang lain yang di percayainya dan di
perbolehkannya untuk meriwayatkannya kepada orang lain.
h. Wajadah
Wajadah, yaitu medapatkan buku atau catatan seseorang tentang
hadist tanpa izin dari yang bersangkutan untuk meriwayatkan hadist
tersebut kepada orang lain. Dan cara yang seperti ini tidak di pandang oleh
ulama’ hadist sebagai cara untuk menerima atau mempelajari hadist9.
Melalui cara-cara di atas, masing-masing sanad hadist secara
berkesinambungan. Mulai dari sahabat, tabi’in, tabi’i al-tabi’in, dan
seterusnya sampai terhimpunnya hadist-hadist Nabi SAW di dalam kitab-
kitab hadist seperti yang kita jumpai sekarang, telah memelihara dan
menjaga keberadaan dan kemurnian hadist.
Kegiatan pendokumentasian hadist yang telah di lakukan oleh para
Sanad hadist sebagai mana telah di jelaskan di muka, merupakan satu
konstribus besar bagi keterpeliharaan dan kesinambungan ajaran agama
Islam yang telah di sumbangkan oleh para sanad hadist.
2. Untuk penelitian kualitas hadist
Status dan kualitas hadist, apakah dapat diterima atau ditolak,
tergantung kepada sanad dan matan hadist tersebut. Apabila sanad suatu
hadist telah memenuhi syarat-syarat dan keriteria tertentu, demikian juga
matannya, maka haidts tersebut dapat diterima sebagai dalil untuk
melakukan sesuatu atau menetapkan hukum atas sesuatuakan tetapi,
apabila syarat-syaratnya tidak terpenuhi, maka hadist tersebut ditolak dan
tidak dapat dijadikan hujjah.
Berdasarkan latarbelakang sejarah periwayatan hadist, bagian-
bagian hadist yang menjadi objek penelitian ada dua macam, yakni
rangkaian para periwayat yang menyampaikan hadist, yang dikenal dengan
sanad, dan materi atau matan hadist itu sendiri. Bagian-bagian sanad yang
diteliti mengandung dua bagian penting, yakni (1) nama-nama periwayat
yang terlibat dalam periwayatan hadist yang bersangkutan; dan (2)
lambang-lambang periwayatan hadist yang telah digunakan oleh masing-
9
Andi Nurmilla. Makalah sanad dan matan hadist. http://qikichan.blogspot.com/2015/05/12/peran-
sanad-dalam-pendokumentasian-hadist/makala-sanad-dan-matan-hadist.html
masing periwayat dalam meriwayatkan hadist yang bersangkutan,
misalnya sami’tu akhbaranī , ‘an, dan anna10.
Kualitas Hadist yang dapat diterima sebagai dalil atau hujjah
adalala shahih dan hasan dan keduanya disebut juga sebagai hadist maqbul
(hadist yang dapat diterima sebagai dalil atau dasar penetapan suatu
hukum)11, diantara sarat qabul dalam suatu hadist adalah berhubungan erat
dengan sanad hadist tersebut, yaitu sanad-nya bersambung, bersifat adil,
dhabith dan sarat selanjutnya berhubungan erat dengan matan hadist yaitu
hadistnya tidak syadz, dan tidak terdapat padanya illat.
Dari keriteria yang di sebut diatas agar suatu hadist dapat di terima
sebagai dalil atau hujjah, tiga diantaranya berhubungan dengan sanad
hadist tersebut. Suatu hadist manakala sanad-nya tidak bersambung atau
terputus, maka hadist tersebut tidak bisa diterima sebagai dalil atau hujjah.
Keterputusan sanad dapat terjadi pada awal sanad, baik satu orang perawi
atau lebih (disebut hadist mu’allaq), atau pada akhir sanad (disebut hadist
mursal). atau terputusnya sanad satu orang (munqathi’), atau dua orang
atau lebih secara beryrytan (mu’dhal), dan lainnya. Demikian juga halnya
jika sanad hadist mengalami cacat, baik cacat yang berhubungan dengan
keadilan para perawi, seperti pembohong, fasik, pelaku bid’ah, atau tidak
di ketahui sifatnya , atau cacatnya berhubungan dengan ke-dhabith-annya,
seperti sering berbuat kesalahan, buruk hafalannya, lalai, sering ragu, dan
menyalahi keterangan orang-orang terpercaya. Keseluruhan cacat tersebut,
apabila terdapat pada salah seorang perawi dari suatu sanad hadist, maka
hadist tersebut juga dinyatakan dha’if dan ditolak sebagai dalil12.
Dari gambaran di atas terlihat bahwa sanad suatu hadist sangat
berperan dalam menentukan kualitas hadist, yaitu dari segi dapatnya
diterima sebagai dalil (maqbul) atau tidak (mardud). Karena begitu
10
Arifuddin Ahmad, Qawaid Al-Tahdis .(Makassar : Universitas Islam Negeri Alauddin, 2013), h.
34.
11
M. ’Ajjaj Al-Khathib, Ushul al-Hadist,hal. 303; Shubhi al-Shalih, Ulum al-Hadist wa
Musthalahuhu (Beirut: Dar al-Fikr, 1973), hal.141
12
Rochim Fuul. Peranan sanad dalam pendokumentasian hadist. http://www.rokhim.net/peranan-
sanad-dalam-pendokumentasian-hadist/hadist-dan-matan-hadist.html
pentingnya peranan dan kedudukan sanad dalam menentukan kualitas
suatu hadist, maka para ulama telah melekukan upaya-upaya untuk
mengetahui secara jelas dan rinci mengenai keadaan masing-masing sanad
hadist. Upaya kegiatan ini berwujud dalam bentuk penelitian hadist,
khususnya penelitian sanad hadist. Kitab-kitab yang disusun dan memuat
tentang keadaan para perawi hadist, seperti data-data mereka, biografi
mereka, dan keadaan serta sifat-sifat mereka.

C. Penelitian Sanad dan Matan Hadits


1. Perlunya Penelitian sanad dan Matan Hadits
Penelitian terhadap sanad dan matan hadits (sebagai dua unsur
pokok hadits) bukan karena hadits itu diragukan otentisitasnya. Hadits
secara kuli merupakan sumber ajaran setelah Alquran yang
keseluruhannya. Penelitian ini dilakukan untuk menyaring unsur-unsur
luar yang masuk kedalam hadits, yang sesuai dengan penelitian terhadap
kedua unsur hadits di atas, agar hadits-hadits Rasul SAW. dapat terhindar
dari segala yang mengotorinya.
Faktor yang paling utama perlunya dilakukan penelitian ini, adadua
hal, yaitu karena beredarnya hadits palsu (hadits maudhu) pada kalangan
masyarakat dan hadits tidak ditulis secara resmi pada masa Rasul SAW.
berbeda dengan Alquran), sehingga penulisan dilakukanhanya bersifat
individu (tersebar di tengah pribadi para sahabat) dan tidak menyeluruh.
Dengan berdirinya hadits maudhu' ke dalam kehidupan keagamaan
masyarakat dimaksudkan untuk merusak agama, cukup mengganggu nilai
kemurnian hadits dan dapat meresahkan masyarakat. Apalagi jika
maknanya benar-benar bertentangan dengan sanad-sanad lain dan
mengacaukan pemahaman serta kaidah masyarakat.
Tenggang waktu pembukuan hadits dari masa penulisan individu
kepada penulisan secara resmi yang agak lama, bagi kalangan orang-
orangyang ingin mengaburkan ajaran agama, juga cukup memiliki peluang
untuk merealisasikan keinginannya. Apalagi masih banyaknya hadits-
hadits yang belum ditulis (yang masih berada pada hafalan para ulama).13
2. Penelitian para Ulama Tentang Sanad dan Matan Hadits
Penelitian hadits, baik terhadap sanad maupun matan-nya
mengalami evolusi, dari bentuknya yang sangat sederhana sampai
terciptanyaseperangkat kaidah secara lengkap sebagai salah satu disiplin
dalam ilmu agama, yang dikenal dengan ilmu hadits. Evolusi itu terjadi
sejak awal abad pertentangan hijraih secara bertahap sampai lahirnya
kriteria kesahihan haditsdan munculnya kitab-kitab produk mereka.
Setelah wafat Rasulullah saw., pada khalifah, terutama Abu BakarJan
Umar, sangat berhati-hati terhadap periwayatan hadits, denganalasan
karena khawatir terjadinya kesalahan dalam menerima atau meriwayatkan
hadits. Karena alasan ini, sehingga jika ada suatu hadits yang baru,
khalifah Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib,selalu meminta sumpah
kepada pembawa hadits yang disampaikan kepadanya (Ajjaj al-Khatib, U.:
115-116). Tentu saja bukan hanyasumpah, melainkan ditunjang oleh
keseriusan melihat dan memahami kandungannya. Ini gambaran dari
upaya para ulama kurun sahabat dalam mengadakan penelitian hadits.
Pada kurun tabi’in, penelitian dilakukan dengan mengacu kepada beberapa
ketentuan bahwa hadits dapat diterima jika diriwayatkanoleh orang yang
tsiqah, baik akhlaknya, dan dikenal memiliki pengetahuan dalam bidang
hadits.
Sebaliknya, hadits tidak bisa diterima jika perawinya tidak tsiqah
(Syuhudi Ismail, 1988: 369-371), 2), suka berdusta dan mengikuti hawa
nafsu, tidak memahami hadits yang diriwayatkannya, dan orang yang
ditolak kesaksiannya. Asy-Syafi'i dalam merumuskan kaidah untuk
penelitian hadits inilebih maju dari yang dikemukakannya di atas, ia
berhasil mengajukan pedoman dalam melakukan penelitian yang
mencakup sanad dan matan hadits. Dalam ar-Risalah-nya, ia
mengemukakan hadits ahad diriwayatkan o1eh perawi yang dapat
13
Mardhiyatirrahmah Liny. 2014. “Sanad, Matan, dan Perawi Hadits”.
https://www.academia.edu/9947464/Sanad_Matan_dan_Perawi_Hadits. Diakses 11 November 2023
dipercaya pengalaman agamanya, dikenal jujur dalam menyampaikan
berita, memahami dengan baik hadits yang diriwayatkannya, memahami
perubahan makna hadits jika terjadi perubahan lafal, mampu
meriwayatkan hadits secara lafal, terpeliharanya periwayatan, baik
dilakukan melalui hafalan maupun tulisan, jika hadits itu diriwayatkan
juga oleh perawi lain, maka bunyinya tidak berbeda, dan tidak ada unsur
tadlis (menyembunyikan kecacatan) dalam periwayatan dan silsilah
sanadnya harus bersambung (Muhammad bin Idrisasy-Syafi'i, 1979: 369-
106). Penelitian sanad dan matan untuk keperluan hadits, ini
berlanjutsampai pada pertengahan abad kelima hijriah, yaitu masa al-
Hakim (312-405 H) dan al-Baihaqi (384-458 H). Untuk selanjutnya,
penelitian inidiarahkan untuk keperluan penyempurnaan dan
penganekaragaman sistem penulisan hadits. Munculnya bukubuku atau
kitab-kitab dalam masalah ibadah,akidah, dan akhlak yang menggunakan
dalil-dalil hadits dewasa ini dengantidak menyertakan sumber rujukan dan
keterangan tentang kualitas hadits-hadits tersebut. Dengan demikian,
meskipun sifat dan sasarannya lebihterbatas, tetapi kajian-kajian
berikutnya, seperti dengan melakukan takhrij al-hadits, merupakan solusi
yang perlu terus dikembangkan.14

D. Periwayatan Hadits dengan Lafaz dan Makna


1. Periwayatan Lafzhi

14
Ahmad Firori IlaIlahi. 20220. “Dokumentasi Sanad (Takhrij Al-Hadist)”.
https://www.scribd.com/document/479728737/dokumentasi-hadis-docx. Diakses 11 November 2023
Periwayatan Hadis dengan lafaz, artinya bahwa Hadis diriwayatkan
oleh perawinya sesuai dengan lafaz (redaksi) yang diterima dari orang
yang menyampaikan Hadis tersebut kepadanya, tanpa ada perubahan
sedikitpun. Para ulama sepakat bahwa periwayatan dengan cara ini adalah
paling baik dan paling tinggi lainya, sebab lebih menjamin kemurnian dan
keutuhan makna hadis. Hadis Nabi yang periwayatannya dimungkinkan
dengan lafaz, pada periode sahabat sebagai saksi pertama, hanyalah Hadis
dalam bentuk qauliyah, sedangkan Hadis-Hadis fi'liyah dan taqririyah
hanya dimungkinkan dapat diriwayatkan dengan makna, artinya
redaksinya dibuat oleh sahabat yang meriwayatkannya. Hadis yang dalam
bentuk qauliyah pun tidak seluc ruhnya dapat diriwayatkan dengan lafaz.
Kesulitan periwayatan secara lafaz bukan hanya disebabkan karena tidak
mungkin seluruh sabda itu dihafal secara harfiah, melainkan juga karena
kemampuan hafalan dan kecerdasan sahabat Nabi tidak sama.
2. PeriwayatanُMa’nawi
Periwayatan Hadis dengan ma’nawi adalah suatu cara di mana
Hadis diriwayatkan dengan menggunakan redaksi periwayat sendiri atau
berbeda dari redaksi yang diterima dari perawi, namun kandungan dan
maksud atau makna dari Hadis tersebut tetap sama. Periwayatan Hadis
dengan makna menimbulkan perbedaan pendapat dikalangan ulama. Ada
ulama yang tidak membolehkan sama sekali berdasarkan kepada Hadis
Nabi sendiri, dan ada pula yang membolehkannya dengan syarat-syarat
tertentu, dan ada lagi yang membolehkannya hanya untuk periode tertentu
saja. Lebih jelasnya masalah ini akan dibahas pada pembahasan
selanjutnya. Tetapi yang jelas bahwa periwayatan Hadis dengan makna
telah berlangsung sejak masa sahabat. Hal ini disebabkan oleb
keterbatasan kemampuan manusia dhlam menghafal atau bila terjadi
rentang waktu yang cukup panjang antara waktu penerimaan Hadis dan
waktu penyampaiannya.15

15
Ali, M. S. (1996). Periwayatan Hadis dengan Lafaz dan Makna. Al Qalam, 11(59), Hal 20-30.
E. Beberapa Istilah dan Laqab yang berkaitan dengan Periwayatan
Hadits
1. Istilah-Istilah dalam Periwayatan Hadits
a. Al-Muttafiq dan Al-Muftariq
Al-Muttafiq merupakan isim maf’ul dari al-ittifaq yang berarti
keselarasan. Dan al-muftariq merupakan isim fa’il dari al-iftiraq (lawan
kata dari al-ittifaq) yang berarti perpisahan. Secara istilah, al-muttafiq dan
al-muftariq ialah keselarasan nama rawi beserta nama bapak mereka dan
yang seterusnya, baik secara lafal maupun tulisan. Tetapi, mereka adalah
pribadi yang berbeda. Keselarasan yang dimaksud di sini ialah nama dan
nama panggilan mereka, nama dan nisbah mereka, dan yang semisalnya.
Contohnya ialah nama Al-Khalil bin Ahmad (terdapat enam orang
yang memiliki nama ini), Ahmad bin Ja’far bin Hamdan, (terdapat empat
orang dalam satu masa yang memiliki nama ini), dan Umar bin Al-Khattab
(terdapat enam orang yang memiliki nama ini).
Adapun penggunaan istilah ini, ialah agar para rawi yang memiliki
nama sama tidak dikira satu orang dan agar dapat membedakan antara
yang satu dengan yang lainnya. Karena tidak menutup kemungkinan
bahwa salah satunya tsiqah (hafalannya kuat) dan yang lainnya lemah.
Ilmu ini biasanya digunakan ketika terdapat dua rawi atau lebih
yang memiliki nama sama dan hidup pada satu masa. Serta meriwayatkan
dari guru yang sama ataupun di dalam rawi-rawi yang meriwayatkan dari
mereka. Akan tetapi, jika para rawi tersebut hidup pada masa yang
berjauhan, maka tidak masalah jika nama mereka tergabung.

b. Al-Muhmal
Al-Muhmal merupakan isim maf’ul dari al-ihmal yang berarti at-
tark atau tinggalan. Yang dimaksud tinggalan di sini ialah seakan-akan
seorang rawi menyebutkan satu nama tanpa menyebutkan sesuatu yang
membedakannya dengan yang lain. Sementara itu, al-muhmal merupakan
riwayat seorang rawi dari dua orang yang sama namanya. Atau nama
keduanya dengan nama bapaknya, atau semisalnya, dan masing-masing
dari keduanya tidak dapat dibedakan secara khusus. Al-Muhmal digunakan
untuk mengetahui kualitas hadis melalui kualitas rawi yang sama
namanya. Jika salah satunya tsiqah dan yang lainnya lemah (karena tidak
diketahui siapa orang yang diambil riwayatnya), dapat menyebabkan hadis
tersebut lemah. Akan tetapi, jika keduanya tsiqah maka tidak menjadi
masalah.
Contoh jika kedua rawinya tsiqah, yaitu sanad milik Al-Bukhari
yang riwayatnya dari “Ahmad” (tanpa nasab) dari Ibnu Wahab, maka rawi
tersebut baik Ahmad bin atau Ahmad bin Isa, tetap kuat karena keduanya
tsiqah. Contoh lain jika salah satu rawi tsiqah dan rawi lainnya lemah ialah
“Sulaiman bin Dawud”, jika ia Al-Khaulani maka tsiqah, dan jika Al-
Yamami maka lemah.
c. Al-Alqab
Al-Alqab merupakan jamak dari kata laqab yang berarti setiap sifat
yang menandakan suatu kemuliaan atau kelemahan, ataupun yang
menunjukkan kepada pujian atau celaan. Dalam hal ini, al-alqab ialah
menyelidiki dan meneliti gelar-gelar para ahli hadis dan rawi hadis untuk
mengetahui dan menghafalnya secara terperinci. Hal ini bertujuan agar
sebuah gelar tidak dianggap sebagai sebuah nama, begitu pula sebaliknya.
Sehingga, seorang rawi tidak dianggap sebagai dua orang yang berbeda.
Selain itu, al-alqab juga digunakan untuk mengetahui alasan seorang rawi
mendapat gelar tersebut dan makna hakiki dari gelar tersebut.
Contohnya ialah gelar “adh-dhal” (orang yang tersesat) untuk
Mu’awiyah bin Abdul Karim Adh-Dhal, karena ia pernah tersesat dalam
perjalanan menuju ke Mekkah.
d. Al-Mubhamat
Al-Mubhamat ialah rawi yang disamarkan namanya dalam matan
atau sanad, atau apa saja yang berhubungan dengan riwayat. Al-Mubham
dapat diketahui dengan nama seorang rawi disebutkan dalam sebuah
riwayat selain riwayat tersebut, atau dengan ketetapan dari para pakar
sejarah karena banyaknya nama seorang rawi yang terdapat di dalam
sejarah. Adapun tujuannya ialah untuk mengetahui kualitas suatu hadis
berdasarkan keadaan rawinya, apakah ia tsiqah atau lemah. Selain itu,
pengkajian al-mubhamat ialah untuk mengetahui pelaku kisah dalam hadis
tersebut. Sehingga, dapat diketahui kemuliaan dari rawi tersebut dan
menyelamatkan dari prasangka buruk terhadap rawi tersebut.
Contohnya ialah, hadis Ibnu Abbas, bahwa seorang laki-laki
mengatakan, “Wahai Rasulullah, apakah itu setiap tahun?” Laki-laki
tersebut ialah Al-Aqra’ bin Habis.
e. Al-Wuhdan
Al-Wuhdan ialah para rawi yang riwayatnya hanya diambil oleh
seorang rawi saja. Mengkaji al-wuhdan ialah untuk mengetahui rawi yang
tidak diketahui identitasnya, serta untuk menolah riwayatnya jika ia
bukanlah seorang sahabat Nabi. Contohnya dari kalangan sahabat ialah
‘Urwah bin Mudharris, dimana tidak ada yang meriwayatkan darinya
kecuali Asy-Sya’bi. Selain itu, contoh dari kalangan tabi’in ialah Abu
Al-‘Usyara’, dimana tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali
Hammad bin Salamah. Demikian beberapa istilah yang biasa digunakan
oleh para ahli hadis terkait dengan rawi. Kualitas suatu hadis dapat dilihat
melalui kualitas dari rawi yang meriwayatkan hadis tersebut. Jika ia tsiqah
(hafalannya kuat) dan memenuhi syarat rawi lainnya, maka hadis tersebut
dapat dikatakan sebagai hadis yang kuat, begitu pula sebaliknya.16

2. Laqab atau Gelar untuk para Ulama Ahli Hadits


Laqab sebagaimana diterangkan oleh Dr. Mahmud At-Thahhan
dalam kitab Taisir Musthalah Al-Hadis adalah sifat yang memberitakan
tentang ketinggian atau kerendahan. Laqab juga diartikan pada sifat yang
menunjukkan pujian atau hinaan.
16
Alhadi Shabrina Hanifa. 2022. “Beberapa Istilah Rawi dalam Periwayatan Hadis”.
https://ibtimes.id/beberapa-istilah-rawi-dalam-periwayatan-hadis/. Diakses 11 November 2023
Bahasa sederhananya laqab adalah gelar atau julukan yang
disematkan kepada seseorang atas salah satu sifat yang dimilikinya. Laqab
itu ada dua macam:
a. Tidak boleh diperkenalkan, yaitu ketika pihak yang diberi laqab
membencinya.
b. Boleh diperkenalkan, yaitu ketika pihak yang diberi laqab tidak
membencinya.17
Para ulama memberikan gelar kepada para imam ahli hadis karena
keahlian mereka tentang hadis, ilmu hadis dan keahlian, kemahiran, serta
kemampuan mereka menghafal ribuan hadis beserta ilmu-ilmunya. Gelar-
Gelar Ahli Hadis ada 6 yaitu.
a. Amirul Mu’miniin fil Hadits
b. Al-Hakim
c. Al-Hujjah
d. Al-Hafizh
e. Al-Muhaddits
f. Al-Musnid
1) Amirulُ Mu’miniinُ filُ Hadits
Gelar ini sebenarnya diberikan kepada para khalifah setelah
Khalifah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Para khalifah diberikan gelar
demikian mengingat jawaban Nabi shallahu ‘alaihi wasallam atas
pertanyaan seorang sahabat tentang “Siapakah yang dikatakan khalifah”?,
bahwa khalifah ialah orang-orang sepeninggal Nabi yang sama
meriwayatkan haditsnya. Para Muhadditsiin pada masa itu seolah-olah
berfungsi khalifah dalam menyampaikan sunnah. Ulama hadits yang
berhak menerima gelar Amir al-Mu’minin ini jumlahnya tidak banyak,
yaitu: a) Syu’bah Ibnu al-Hajjaj b) Sufyan ats-Tsauri c) Ishaq bin
Rahawaih (Rahuyah) d) Ahmad bin Hambal e) Bukhari f) Daruquthni g)
Imam Muslim h) Abdur Rahman bin Abdullah bin Dzakwan Al-Madany.

17
Annisa Nurul Hasanah. 2021. “Perawi Hadis yang Terkenal dengan Nama Laqabnya”.
https://hadispedia.id/perawi-hadis-yang-terkenal-dengan-nama-laqabnya/. Diakses 11 November 2023
Dari kalangan ulama hadits mutaakhkhirin yang memperoleh gelar
ini adalah. a) An-Nawawiy b) Al-Mizziy. c) Az-Zahaby. d) Ibnu Hajar al-
Asqallaniy.
2) Al-Hakim
Al-Hakim yaitu, orang yang menguasai seluruh ilmu-ilmu hadits,
sehingga tidak ada yang tertinggal darinya. Yaitu, suatu gelar keahlian bagi
imam-imam hadits yang menguasai seluruh hadits yang marwiyah
(diriwayatkan), baik matan maupun sanadnya dan mengetahui ta’dil
(terpuji) dan tarjih (tercelanya) rawi-rawi. Setiap rawi diketahui sejarah
hidupnya, perjalanannya, guru-guru dan sifat-sifatnya yang dapat diterima
maupun yang ditolak. Ia harus dapat menghafal hadits lebih dari 300.000
hadits beserta sanadnya.18
Asy-Syahawiy mengemukakan tiga definisi istilah Al-Hakim yang
berbeda, yaitu: a) Seorang yang menguasai semua hadits yang
diriwayatkan, matan, sanad, jarh wa at-ta’dil, biografi periwayat dan
lainnya. b) Seorang yang menguasai sebagian besar apa yang terdapat pada
point satu. c) Seorang yang menguasai 700.000 hadits atau lebih serta
mengenali sanad-sanadnya. Para muhadditsiin yang mendapat gelar ini
antara lain: a) Ibnu Dinar (meninggal 162 H). b) al-Laits bin
Sa’ad.Seorang mawali yang menderita buta di akhir hayatnya meninggal
175 H). c) Imam Malik (179). d) dan Imam Syafii (204 H).
3) Al-Hujjah
Yaitu, gelar keahlian bagi para Imam yang sanggup menghafal
300.000 hadits, baik matan, sanad, maupun perihal si rawi tentang
keadilannya, kecacatannya, biografinya (riwayat hidupnya). Asy-
Syahwawiy juga mengemukakan definisi yang lebih umum, yaitu bahwa
al-Hujjah itu adalah orang yang hafalan haditsnya mumpuni dan mantap
serta dapat mengemukakan hadis sebagai argumen kepada orang-orang
tertentu dan orang umum. Para muhadditsiin yang mendapat gelar ini
antara lain ialah; a) Hisyam bin Urwah (meninggal 146 H), b) Abu hudzail

18
“Tuhfatul ahwadzi bi Syarh Jaami’ at-Tarmidzi.” Hal : 10
Muhammad bin al-Walid (meninggal 149 H), c) dan Muhammad Abdullah
bin Amr (meninggal 242 H).
4) Al-Hafizh
Ialah gelar untuk ahli hadits yang dapat menshahihkan sanad dan
matan hadits dan dapat men-ta’dil-kan dan men-jarh-kan rawinya. Seorang
al-hafidh harus menghafal hadits-hadits shahih, mengetahui rawi yang
waham (banyak 25 purbasangka), illat-illat hadits dan istilah-istilah para
muhadditsiin. Menurut sebagian pendapat, al-hafidh itu harus mempunyai
kapasitas hafalan 100.000 hadits.
Asy-Syahawiy juga mengemukakan definisi yang lain bahwa al-
Hafiz itu adalah orang yang sibuk dengan hadits riwayah dan dirayah serta
memahami secara komprehensif para periwayat dan periwayatan hadits
pada masanya, mengenali guru-guru para periwayat dan guru-guru dari
guru-gurunya itu pengenerasi periwayat. Yang mana pengetahuannya
tentang generasi periwayat itu lebih besar dari yang tidak diketahuinya.
Para muhadditsiin yang mendapat gelar ini antara lain; a) al-Iraqi b)
Syarifuddin ad-Dimyathi. c) Ibnu Hajar al-Asqalani, dan d) Ibnu Daqiqi
al-’Ied.
5) Al-Muhaddits
Menurut muhadditsiin-muhadditsiin mutaqaddimin, al-hafidh dan
al-muhaddits itu searti. Tetapi, menurut muta’akhiriin, al-hafidh itu lebih
khusus daripada al-muhaddits. Kata at-Tajus Subhi, “al-muhaddits ialah
orang yang dapat mengetahui sanad-sanad, illat-illat, nama-nama rijal
(rawi-rawi), ‘ali (tinggi), dan naazil 26 (rendah)-nya suatu hadits,
memahami kutubus sittah, Musnad Ahmad, Sunan al-Baihaqi, Majmu
Thabarani, dan menghafal hadits sekurang-kurangnya 100 hadits.
Muhadisin yang mendapat gelar ini antara lain; a) Atha’ bin Abi Rabbah
(wafat 115 H), b) Ibnu Katsir dan c) Imam az-Zabidi.
6) Al-Musnid
Yaitu, gelar keahlian bagi orang yang meriwayatkan sanadnya, baik
menguasai ilmunya maupun tidak. al-musnid juga disebut dengan at-
Thalib, al-Mubtadi’, dan ar-Rawi. Dengan demikian, maka ukuran
pemberian gelar tersebut bukan sekedar didasarkan kepada jumlah hadits
yang dihafalkannya sja, tetapi juga diukur dari segi penguasaan dan
kemahiran di bidang ‘Ulum al-Hadits’. Antara ulama yang digelar dengan
Al-Musnid: a) Syeikh Alawi Al-Maliki b) Maulana Syah Waliyullah Al-
Dahlawi c) Syeikh Yasin Al-Fadani.19

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sanad adalah silsilah para perawi yang meriwayatkan matan dari
sumber yang pertama. Matan adalah redaksi hadis. Rawi adalah orang
yang meriwayatkan atau memberikan hadis. Musnad adalah hadis yang
berisi tentang sanad sehingga sampai pada Rasulullah Shalallahu Alaihi
19
Ahmad Jumal. 2021. “Mengenal Gelar-Gelar Ahli Hadis”. https://ahmadbinhanbal.com/gelar-
ahli-hadis/. Diakses pada 11 Oktober 2023
Wassalam. Isnad adalah keterangan rangkaian urutan sanad. Musnid
adalah orang yang menerangkan sanad. Peranan sanad yaitu untuk
pengamanan atau pemeliharaan matan hadis dan untuk penelitian kualitas
hadis satu-persatu secara terperinci. Perlunya penelitian sanad dan matan
hadis untuk menjaga kemurnian hadis dari hadis palsu dan hadis yang
tidak ditulis secara resmi pada masa Rasulullah ‫ص’’’لى هللا عليه وس’’’لم‬.
Periwayatan hadis dibagi menjadi dua, yakni periwayatan lafzhi dan
periwayatan maknawi. Gelar-Gelar Ahli Hadis ada 6 yaitu. Amirul
Mu’miniin fil Hadits, Al-Hakim, Al-Hujjah, Al-Hafizh, Al-Muhaddits, dan
Al-Musnid

B. Saran
Penulis sadar makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk pembuatan
makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

http://mustwildan.blogspot.com/2012/12/30/pengertiansanadhadist.html
http://makalahnih.blogspot.com/2014/09/pengertian-sanad-matan-dan-
ikhtisar.html Imtyas, R. (2016). “Metode Kritik Sanad dan Matan”.
Ushulina: Jurnal Ilmu Ushuluddin, 4. Hal 19
Alfiah Khoiri Asyir. Makalah: Pengertian Sanad dan Matan Hadist. http.//:
Asyir’s.blogspot.com. Saturday/ 25/ 05/ 2013
Ali, M. (2016). Sejarah dan Kedudukan Sanad dalam Hadis Nabi. Tahdis: Jurnal
Kajian Ilmu Al-Hadis, 7(1). Hal 53-54
Shella. 2022. “Pengertian Sanad, Matan, Rawi Hadits (Lengkap Dengan
Contoh)”. https://berdakwah.com/pengertian-sanad-matan-rawi-hadits/.
Diakses 11 November 2023
Rochim Fuul. Peranan sanad dalam pendokumentasian hadist.
http://www.rokhim.net/peranan-sanad-dalam-pendokumentasian-hadist/
hadist-dan-matan-hadist.html
Odjat. Ulumul hadist. http://odjat_blog.blogspot.com/2010/10/03/peran-sanad-
dalam-pendokumentasian-hadist/ulumul-hadist.html
Andi Nurmilla. Makalah sanad dan matan hadist.
http://qikichan.blogspot.com/2015/05/12/peran-sanad-dalam-
pendokumentasian-hadist/makala-sanad-dan-matan-hadist.html
Arifuddin Ahmad, Qawaid Al-Tahdis .(Makassar : Universitas Islam Negeri
Alauddin, 2013), h. 34.
M. ’Ajjaj Al-Khathib, Ushul al-Hadist,hal. 303; Shubhi al-Shalih, Ulum al-Hadist
wa Musthalahuhu (Beirut: Dar al-Fikr, 1973), hal.141
Rochim Fuul. Peranan sanad dalam pendokumentasian hadist.
http://www.rokhim.net/peranan-sanad-dalam-pendokumentasian-hadist/
hadist-dan-matan-hadist.html
Mardhiyatirrahmah Liny. 2014. “Sanad, Matan, dan Perawi Hadits”.
https://www.academia.edu/9947464/Sanad_Matan_dan_Perawi_Hadits.
Diakses 11 November 2023
Ahmad Firori IlaIlahi. 20220. “Dokumentasi Sanad (Takhrij Al-Hadist)”.
https://www.scribd.com/document/479728737/dokumentasi-hadis-docx.
Diakses 11 November 2023
Ali, M. S. (1996). Periwayatan Hadis dengan Lafaz dan Makna. Al Qalam, 11(59),
Hal 20-30.
Alhadi Shabrina Hanifa. 2022. “Beberapa Istilah Rawi dalam Periwayatan Hadis”.
https://ibtimes.id/beberapa-istilah-rawi-dalam-periwayatan-hadis/. Diakses
11 November 2023
Annisa Nurul Hasanah. 2021. “Perawi Hadis yang Terkenal dengan Nama
Laqabnya”. https://hadispedia.id/perawi-hadis-yang-terkenal-dengan-
nama-laqabnya/. Diakses 11 November 2023
“Tuhfatul ahwadzi bi Syarh Jaami’ at-Tarmidzi.” Hal : 10
Ahmad Jumal. 2021. “Mengenal Gelar-Gelar Ahli Hadis”.
https://ahmadbinhanbal.com/gelar-ahli-hadis/. Diakses pada 11 Oktober
2023

Anda mungkin juga menyukai