Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis merupakan salah satu sumber hukum islam yang ke dua
setelah Al-Quran. Namun, sebelum seseorang mempelajari hadis atau
sebelum seseorang mengadakan penelitian hadis. Maka terlebih dahulu
harus mengerti istilah-istilah yang dipakai ulama dalam mempelajari
hadis. Istilah-istilah itu merupakan simbol-simbol yang disepakati bersama
secara terminologi untuk mengidentifikasi masalah dengan tujuan
memudahkan pembahasan berikutnya untuk menunjuk sesuatu yang
dimaksud secara sederhana, sehingga sampai kepada tujuan yang
dimaksud.
Dalam mempelajari hadis Nabi SAW, seseorang harus mengetahui
dua unsur penting yang menentukan keberadaan dan kualitas hadis
tersebut, yaitu al-sanad dan al-matan. Kedua unsur hadis tersebut begitu
penting dan antara yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan
erat, sehingga apabila salah satunya tidak ada, maka akan berpengaruh
terhadap kualitas dari suatu hadis.
Suatu berita yang tidak memiliki sanad menurut para alim ulama
tidak dapat disebut sebagai suatu hadis, dan kalaupun disebut juga dengan
hadis maka ia dinyatakan sebagai hadis palsu (Maudhu).1
Demikian juga halnya dengan matan, sebagai materi atau
kandungan yang dimuat oleh hadis. Sangat menetukan keberadaan sanad
karena tidak akan ada suatu sanad atau rangkaian perawi apabila tidak ada
matan atau materi hadisnya yang terdiri atas perkataan perbuatan dan
ketetapan (taqrir) Rasulullah SAW.

1 M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan


Bintang, 1992). h. 23
1

Untuk mengetahui otentisitas dan orisinalitas hadis semacam ini


diperlukan penelitian matan maupun sanad. Dari sini dapat dilihat bahwa
selain rawi , matan dan sanad merupakan tiga unsur terpenting dalam
hadis nabi.
Untuk itu dalam pembahasan makalah ini kami akan menyajikan
bahan diskusi tentang pengertian sanad dan matan, peranan sanad dan
sebab-sebab terjadinya perbedaan kandungan matan.
B. Permasalahan
Apakah yang menjadi tolak ukur keshahihan sanad hadis?
apa
apa
C. Maksud dan Tujuan
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadis
Agar pembaca tahu istilah-istilah penting sebelum mempelajari
hadis
Agar menambah wawasan kita dalam materi ulumul hadis

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sanad

Sanad secara bahasa berarti al-mutamad, yaitu yang diperpegangi


(yang kuat) atau yang bisa dijadikan pegangan. 2 Atau dapat juga diartikan,
Martafaa minal Ardhi3 yaitu sesuatu yang terangkat (tinggi) dari tanah.
sedangkan secara terminologi, sanad adalah jalannya matan, yaitu silsilah
para perawi yang memindahkan (meriwayatkan) matan dari sumbersumbernya yang pertama.
At-Tahanawi mengemukakan definisi yang hampir senada yaitu,
sanad adalah jalan yang menyampaikan kepada matan hadis, yaitu namanama perawinya secara berurutan.4
Jalan matan tersebut dinamakan sanad karena musnid berpegang
kepadanya ketika menyandarkan matan ke sumbernya. Demikian juga
para huffazh menjadikannya sebagai pegangan dalam menilai suatu hadis,
apakah shahih atau dhaif .
Sebagai contoh dari sanad adalah seperti yang terlihat dalam hadis
yang artinya:
Imam Bukhari meriwayatkan, ia berkata Telah menceritakan
kepada

kami

Muhammad

ibn

al-Mutsanna,

ia

berkata,

Telah

menceritakan kepada kami Abd al Wahhab al Tsaqafi, ia berkata telah


menceritakan kepada kami Ayyub,, dari Abi Qilabah, dari Anas, dari Nabi
SAW, beliau bersabda, Ada tiga hal yang apabila seseorang memilikinya
maka ia akan memperoleh manisnya iman, yaitu bahwa Allah dan RasulNya lebih dicintainya daripada selain keduanya, bahwa ia mencintai
seseorang hanya karena Allah SWT, dan bahwa ia benci kembali kepada
kekafiran sebagaimana ia benci masuk ke dalam api neraka.5

2 Mahmud al-Thahhan, Tafsir Mushthalah al-Hadis (Beirut: Dar AlQuran al-Karim, 1979), h. 20.
3 M. Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits: Ullumuhu wa Mushthalahuhu
(Beirut: Dar al-Fikr, 1989), h. 32.
4 Zafar Ahmad ibn Lathif al-Utsmani al-Tahanawi, Qawaid fi Ulum alHadis, ed. Abd al-Fattah Abu Ghuddah (Beirut: Maktabat al-Nahah,
1404H/1984 M), h. 26.
5 M. Al-Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits, h.32.
3

Pada hadis diatas terdapat adanya silsilah para perawi yang


membawa kita sampai kepada matan hadis, yaitu Bukhari, Muhammad ibn
al-Mutsanna, Abd Al Wahhab al Tsaqafi, Ayyub, Abi Qilabah, dan Anas
r.a. Rangkaian nama-nama itulah yang disebut dengan sanad dari hadis
tersebut, karena merekalah yang menjadi jalan bagi kita untuk sampai ke
matan hadis dari sumbernya yang pertama.
Masing-masing orang yang menyampaikan hadis diatas secara
sendirian disebut dengan rawi (perawi/periwayati), yaitu orang yang
menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab tentang apa yang
pernah didengar atau diterimanya dari seseorang (gurunya).6
Ada beberapa istilah yang erat hubungannya dengan sanad, yaitu
isnad, musnad dan musnid.
a. Isnad
Isnad secara etimologi berarti menyandarkan sesuatu kepada yang
lain.7 Sedangkan menurut isltilah, isnad berarti:
Mengangkat hadis kepada yang mengatakannya (sumbernya),
yaitu menjelaskan jalan matan dengan meriwayatkan hadis secara
musnad.8
Disamping itu, isnad dapat juga diartikan dengan menceritakan
jalannya matan.9
b. Musnad
Musnad adalah bentuk isim maful dari kata kerja asnada, yang
berarti sesuatu yang disandarkan kepada yang lain.10

6 M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis (Bandung : Angkasa, 1991),


h. 17.
7 T.M Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits I (Jakarta:
Bulan Bintang, 1981), h. 43.
8 M. Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits, h. 32; Mahmud al-Thahhan. Taisir,
h. 15; Ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits I, h. 23.
9 Zhafar at-Tahanawi, Qawaid fi Ulum al-Hadits, h.26
10 Mahmud at-Thahan, Taisir, h. 15.
4

Secara terminologi, musnad mengandung tiga pengertian,11 yaitu:


1. Hadis yang bersambung sanad-nya dari perawinya (dalam
contoh sanad diatas adalah Bukhari) sampai kepada akhir
sanad-nya (yang biasa adalah Sahabat, dan dalam contoh
adalah Anas r.a).
2. Kitab yang menghimpun hadis-hadis Nabi SAW yang
diriwayatkan

oleh

sahabat,

seperti

hadis-hadis

yang

diriwayatkan oleh Abu Bakar r.a dan lainnya.


3. Sebagai mashdar (mashdar mimi) mempunyai arti sama
dengan sanad.
c. Musnid
Kata musnid adalah isim fail dari asnada-yusnidu, yang
berarti orang yang menyandarkan sesuatu kepada yang lainnya. sedangkan
pengertiannya dalam istilah ilmu hadis adalah :
Hadis dengan menyebutkan sanad-nya apakah ia mempunyai
pengetahuan tentang sanad tersebut, atau tidak mempunyai pengetahuan
tentang sanad tersebut, tetapi hanya sekedar meriwayatkan saja.12
B. Peranan Sanad dalam Pendokumentasian Haidis dan Penentuan Kualitas
Hadis
1. Peranan Sanad dalam Pendokumentasian Hadis
Kegiatan pendokumentasian hadis, terutama pengumpulan dan
penyimpanan hadis-hadis Nabi SAW, baik melalui hafalan maupun melalui
tulisan yang dilakukan oleh para sahabat, tabiin, tabiI al-tabiin dan
mereka yang datang sesudahnya, yang rangkaian mereka itu disebut
dengan sanad, sampai pada generasi yang membukukan hadis-hadis
tersebut.
Seperti Malik ibn Anas, Ahmad ibn Hambal, Bukhari, Muslim dan
yang lainnya, tekah menyebabkan terperliharanya hadis-hadis Nabi SAW
sampai ke tangan kita sekarang ini.
11 Zhafar al-Tahanawi, Qawaid fi Ulum al-Hadits. h. 26; Mahmud alThahhan. Taisir, h. 16.
12 Zhafar al-Tahanawi, Ibid; Mahmud al-Thahhan. Ibid.
5

Menurut Al-Azami, pada tingkatan sahabat pengumpulan dan


pemeliharaan hadis dilakukan dengan tiga cara,13 yaitu:
a) Learning by Memorizing, yaitu dengan cara mendengarkan
setiap

perkataan

Nabi

SAW

secara

hati-hati

dan

menghafalkannya;
b) Learning trough writing, yaitu mempelajari hadis dan
menyimpannya dalam bentuk tulisan;
c) Learning by practice, yaitu para sahabat mempraktikan setiap
apa yang mereka pelajari mengenai hadis, yang diterimanya
baik melalui hafalan maupun melalui tulisan.
Ada delapan metode mempelajari hadis yang dikenal dikalangan
para ulama hadis, yaitu:
1. Sama, yaitu bacaan guru untuk murid-muridnya
2. Ardh, yaitu bacaab oleh para murid kepada guru.
3. Ijazah, yaitu member izin kepada seseorang

untuk

meriwayatkan sebuah hadis atau buku yang bersumber darinya


tanpa terlebih dahulu hadis tau buku tersebut dibaca
dihadapannya.
4. Munawalah, yaitu memberikan kepada seseorang sejumlah
hadis tertulis untuk diriwayatkan atau disebrluaskan.
5. Kitabah, yaitu menuliskan hadis untuk seseorang yang
selanjutnya untuk diriwayatkan kepada orang lain.
6. Ilam, yaitu memberi tahu seseorang tentang kebolehan untuk
meriwayatkan hadis dari buku tertentu berdasarkan atas otoritas
ulama tertentu.
7. Washiyyat, yaitu seseorang mewasiatkan sebuah buku atau
catatan tentang hadis kepada oraang lain yang dipercayainya
dan dibolehkannya untuk meriwayatkan kepada orang lain.
8. Wajadah, yaitu mendapatkan buku atau catatan seseorang
tentang hadis tanpa mendapatkan izin dari yang bersangkutan
untuk meriwayatkan hadis tersebut kepada orang lalin. Dan
cara yang seperti ini dipandang oleh para ulama sebagai cara
untuk menerima atau mempelajari hadis.
13 M.M Azami, Studies in Hadith Metodology and Literature
(Indianapolis: American Trust Publication, 1413 H/1992 M), h. 13-14
6

Pendokumentasian hadis dengan cara-cara diatas merupakan suatu


kontribusi besar bagi keterpeliharaan dan kesinambngan ajatan agama
islam yang telah disumbangkan oleh para sanad hadis.
2. Peranan Sanad dalam Penetuan Kualitas Hadis
Status dan kualaitas suatu hadis apakah dapat diterima atau ditolak
tergantung kepada sanad dan matan hadis tersebut. Apabila syaratnya
tidak terpenuhi maka hadis tersebut ditolak dan tidak dapat dijadikan
hujjah.
Kualitas hadis yang dapat diterima sebagai dalil atau hujjah adalah
shahih dan hasan, dan keduanya disebut juga sebagai hadis maqbul (hadis
yang dapat diterima sebagai dalil atau dasar penetapan suatu hokum).
Diantara syarat qabul suatu hadis adalah berhubungan erat dengan sanad
hadis tersebut, yaitu:
a. Sanad-nya bersambung;
b. Bersifat adil; dan
c. Dhabith
Dan syarat selanjutnya berhubungan erat dengan matan hadis,
yaitu:
Hadisnya tidak syadz, dan
Tidak terdapat padanya illat.

d.
e.

C. Matan Hadis
Matan secara bahasa berarti:
Maashaluba wartafaa minal ardhi yaitu sesuatu yang keras dan
tinggi (terangkat) dari bumi (tanah).14
Secara terminologi, matan berarti :
Maayantahii ilaihissanadu minalkalami yaitu sesuatu yang terakhir
padanya terletak sesudah sanad yaitu berupa perkataan.15
D. Sebab-sebab Terjadinya Perbedaan Kandungan Matan
Yang dimaksud degan kadungan matan disini adalah teks yang
terdapat di dalam matan suatu hadis mengenai suatu peristiwa, atau
14 Mahmud al-Thahhan, Taisir, h. 15; Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits,
h.32.
15 Mahmud al-Thahhan, Ibid.
7

pernyataan yang disandarkan kepada Rasul SAW atau tegasnya kadnungan


matan adalah redaksi dari matan suatu hadis.
1. Periwayatan Hadis Secara Makna (Riwayat bil Mana)
Periwayatan hadis secara makna adalah penyebab terjadinya
perbedaan kadungan atau redaksi matandari suatu hadis. Suatu hal yang
perlu dipahami, bahwa tidak seluruh hadis ditulis oleh para sahabat pada
masa nabi SAW masih hidup sampai akhirnya inisatif penulisan dan
pembukuan hadis secara resmi diambil oleh khalifah Umar ibn Abdul
Aziz di penghujung abad pertama hijriah dan awal abad ke dua hijriah.
Dalam periwayatan hadis tersebut, yang memungkinkan untuk
diriwayatkan oleh para sahabat sebagai saksi pertama sesuai/ sebagaimana
menurut lafadz atau redaksi yang disabdakan Rasulullah SAW (riwayat bil
Lafdzi), hanyalah hadis dalam bentuk sabda (aqwal al-rasul). Sedangkan
hadis dalam benyuk perkataan, seperti hadis afal (perbuatan-perbuatan)
dan hadis taqrir (Pengakuan dan ketetapan) Rasul SAW, hanya dimungkin
kan diriwaykan secara makna (riwayat bil mana).
2. Beberapa Ketentuan dalam Periwayatan Hadis secara Makna
Diantara ketentuan yang disepakati oleh para ulama hadis adalah:
a. Yang boleh meriwayatkan hadis secara makna hanyalah mereka
yang benar-benar memiliki pengetahuan bahasa Arab yang
mendalam.
b. Periwayatan dengan makna dilakukan bila sangat terpaksa,
mislanya karena lupa susunan secara harfiah.
c. Yang diriwayatkan dengan makna bukanlah sabda Nabi dalam
bentuk bacaan yang sifatnya taabbudi seperti bacaan dzikir,
doa, adzan, takbir dan syahadat dan bukan juga Nabi dalam
bentuk jawami al kalim.
d. Periwayat yang meriwayatkan hadis secara makna, atau yang
mengalami

kerauan

akan

susunan

matan

hadis

yang

diriwayatkannya agar menambahkan kata-kata awkamaa qaala


atau awnahwa haadzaa atau yang semakna dengannya, setelah
menyatakan matan hadis yang bersangkutan.

e. Kebolehan periwayatan hadis secara makna hanya terbatas


pada masa sebelum dibukukannya hadis-hadis secra resmi.
Sesudah masa pembukuan (kodofikasi)-nya, maka periwayatan
hadis harus secra lafadz.
3. Meringkas dan Menyederhanakan Matan Hadis
Sebagian ulama ada yang mutlak tidak membeolehkan meringkas
dan menyederhanakan matan hadis. Hal itu sejalan dengan mereka yang
menolak periwayatan hadis secara makna.Sebagia lagi ada yang
membolehkan secara mutlak. Syarat-syarat yang membolehkan untuk
meringkas dan menyederhanakan matan hadis, sebagaiman yang telah
dirangkum oleh Syuhudi adalah sebagai berikut.
a. Yang melakukan peringkasan itu bukanlah periwayata hadis
yang bersangkutan;
b. Apabila peringkasan dilakukan oleh periwayat hadis, maka
harus telah ada hadis yang telah dikemukakannya secara
sempurna;
c. Tidak terpenggal kalimat yang mengandung kata pegecualian
(al-istisna), syarat, penghinggaan (al-ghayah) dan yang
semcamnya;
d. Peringkasan itu tidak merusak petunjuk dan penjelasan yang
terkandung dalam hadis yang bersangkutan;
e. Yang melakukan peringkasan haruslah orang yang benar-benar
telah mengetahui kandungan hadis yang bersangkutan.16

16 M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, h. 73;


Bandingkan al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi. h. 302-303; Ibn al-Shalah, Ulum
al-Hadits, h. 192-194.
9

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

10

Anda mungkin juga menyukai