PENDAHULUAN
I.3. Tujuan
PEMBAHASAN
Kata sanad atau as-sanad menurut bahasa, dari sanada, yasnudu yang
Contoh :
"Dikhabarkan kepada kami oleh Malik yang menerimanya dari Nafi, yang
menerimanya dari Abdullah ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Janganlah sebagian dari antara kamu membeli barang yang sedang dibeli
oleh sebagian yang lainnya." (Al-Hadis)
(perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi SAW yang
disebut sesudah habis disebutkan sanadnya) .
Dalam perkembangan karya penulisan ada matan dan syarah. Matan di sini
dimaksudkan karya atau karangan asal seseorang yang pada umumnya
menggunakan bahasa universal, padat dan singkat, sedang syarah-nya
dimaksudkan penjelasan yang lebih terurai dan terperinci. Dimaksudkan dalam
konteks hadis, hadis sebagai matan kemudian diberikan syarah atau penjelasan
yang luas oleh para ulama, misalnya Shahih Al-Bukhari di syarah-kan oleh Al-
Asqalani dengan nama Fath Al-Bari dan lain-lain.
Dari pengertian diatas, menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan matan adalah
1
Mansur Zabri, Materi Unsur Pokok Sebuah Hadist ,(Yogyakarta:UINsukijo),1
materi atau lafaz hadis itu sendiri. Beberapa definisi matan yang diberikan pada
ulama, tetapi intinya sama yaitu materi atau isi berita hadis itu sendiri yang datang
dari Nabi. Matan hadis ini sangat penting karena yang menjadi topik kajian dan
kandungan syari’at islam untuk dijadikan petunjuk dalam beragama.
" Dari Muhammad yang diterima dari Abu Salamah yang diterimanya dari
Abu Hurairah. bahwa Rasulullah SAW bersabda; "Seandainya tidak
memberatkan terhadap umatku, niscaya aku suruh mereka untuk bersiwak
(menggosok gigi) setiap akan melakukan salat. " (Al-Hadis)
2Abū ‘Abdillah bin Isma‘īl al-Buẖāry, Shaẖīh al-Bukhārī, (t.tp.: Dār al-Fikr, 2005), daftar isi kitab Shaẖīh
al-Bukārī. Jilid 1,2,3 dan 4.
Peranan sanad dalam kaitannya dengan dokumentasi hadis, yaitu:
menyangkut pengumpulan dan pemeliharaan hadis, baik dalam bentuk tulisan atau
dengan mengandalkan daya ingat yang kuat.
Proses dokumentasi hadis melalui periwayatan, menurut Fachrur Rahman
yang dikutip Badri Khaeruman, memerlukan proses penerimaan (Naql dan
Tahammul) hadis oleh seorang rawi dari gurunya dan setelah dipahami,
dihaflalkan, dihayati, diamalkan (dhabth), ditulis, di-tadwin (tahrir), dan
disampaikan kepada orang lain sebagai muridnya (ada’) dengan menyebut sumber
pemberitaan riwayatnya.
Kegiatan pendokumentasian hadis, terutama pengumpulan dan
penyampaian hadis-hadis Nabi SAW, baik melalui hafalan maupun melalui tilisan
yang di lakukan oleh para Sahabat, Tābi‘īn, Tābi‘ al- Tābi‘īn, dan mereka yang
datang sesudahnya, yang rangkaian mereka itu disebut Sanad, sampai generasi
yang dibukukan hadis-hadis tersebut, seperti Malik ibn Anas, Ahmad ibn Hambal,
Bukhari, Muslim, dan lainnya, telah menyebabkan kepemeliharaannya hadis-hadis
sampai di tangan kita seperti sekarang ini.
Dalam perkembangan berikutnya, proses pendokumentasian hadis
semakin banyak dilakukan dengan tulisan. Hal ini terlihat dari delapan metode
mempelajari hadis yang di kenal di kalangan Ulama hadis.
Metode-motode tersebut adalah: Sama’ min lafdh al-Syaikh
(mendengarkan sendiri dari perkataan gurunya), al-Qirā’ah ‘alā al-Syaikh (murid
membaca sendiri di hadapan gurunya), Ijāzah ( pemberin izin dari seseorang
kepada orang lain untuk meriwayatkan hadis darinya atau dari kitab-kitabnya),
Munāwalah ( seorang guru memberikan sebuah naskah asli kepada muridnya atau
salinan yang sudah dikoreksi), Mukātabah (seorang guru menulis atau menyuruh
orang lain untuk menulis beberapa hadis kepada orang di tempat lain atau yang
ada di hadapannya), Wijādah (memperoleh tulisan hadis orang lain yang tidak
diriwayatkan dengan sama’, qirā’ah maupun yang lainnya, dari pemilik
hadis atau pemilik tulisan tersebut), washīyah (pesan seseorang ketika akan
meninggal atau bepergian dengan sebuah kitab tulisan supaya diriwayatkan), dan
I’lām (pemberitahuan guru kepada muridnya bahwa hadis yang
diriwayatkan adalah riwayatnya sendiri yang diterima dari seorang guru dengan
tidak mengatakan (menyuruh) agar si murid meriwayatkan.
Berdasarkan cara-cara tersebut, tiap-tiap sanad hadis secara
berkesinambungan. Mulai dari Sahabat, Tābi‘īn, Tābi‘ al- Tābi‘īn, dan seterusnya
sampai terdokumennya hadis-hadis Nabi SAW. di dalam kitab-kitab hadis seperti
yang kita jumpai sekarang, telah memelihara dan menjaga keberadaan dan
kemurnian hadis Nabi SAW, yang merupakan sember kedua dari ajaran Islam.
Kegiatan pendokumentasian hadis yang dianjurkan oleh masing-masing
sanad tersebut di atas, baik melalui hafalan maupun tulisan, telah pula
didokumentasikan oleh para Ulama dan para peneliti serta kritikus hadis. Kitab-
kitab hadis yang muktabar dan standart, seperti Shahih Bukhori, Shahih Muslim,
dan lainnya, di dalam menuliskan hadis, juga menuliskan secara urut nama-nama
sanad hadis satu persatu, mulai dari sanad pertama sampai sanad terakhir.
3
Abdul Aziz Ahmad Jasim, Op Cit, h.24
kesalahan periwayatan. Menurut mereka, apabila hadis yang diriwayatkan itu
tidak sesuai dengan redaksi yang diterima, mereka telah melakukan perbuatan
dosa, seolah-olah telah melakukan pendustaan terhadap nabi Muhammad SAW.
Kekhawatiran tersebut karena didorong oleh rasa keimanan mereka yang kuat
kepada Nabi Muhammad SAW4
Dalam hal ini Umar bin Khatab pernah berkata:
من سمع حديثا فحدث به كما سمع فقد سلم
Artinya: “Siapa yang mendengar sebuah hadis kemudian ia meriwayatkannya
seperti yang ia dengar, maka ia telah selamat”
Periwayatan dengan lafaz ini dapat kita lihat pada hadis-hadis yang
memiliki redaksi sebagai berikut:
( سمعتSaya mendengar)
Contoh:
ب َعلَى أ َ َح ٍد َّ َ إِ َّن َكذِبا ً َعل: سمعت رسول هللا صلّى هللا عليه وسلّم يقول:عن المغيرة قال
َ ي لَي
ٍ ْس َك َك ِذ
)ار (رواه مسلم وغيره ِ َّي ُمت َ َع ِ ّمداً فَ ْليَتَبَ َّوأْ َم ْق َعدَهُ ِمنَ الن
َّ َب َعل
َ َفَ َم ْن َكذ
Artinya: Dari Mughirah ra, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya dusta atas namaku itu tidak seperti dusta atas nama orang lain.
Maka siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaknya ia menempati
tempat duduknya di neraka.” (HR. Muslim dan lain-lainnya)
4
A.Rahman Ritonga, Op Cit, h.181
( أخبرنىIa memberitakan kepadaku)
( رأيتSaya melihat)
Contoh:
ّ رأيت عمربن الخ:عن عبّاس بن ربيع قال
طاب رضي هللا عنه يقبّل الحجر “يعنى األسود” ويقول
س َّل َم يُقَ ِّبلُكَ َما
َ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو ُ ال أ َ ِنّى َرأَيْتُ َر
َ ِس ْو َل هللا َ ِإ ِنّى الَ َء ْعلَ ُم أ َ َّنكَ َح َج ٌر الَتَض ُُّر َوالَ ت َ ْنفَ ُع َولَ ْو
)قَب َّْلتُكَ (رواه البخارى ومسلم
Artinya: Dari Abbas bin Rabi’ ra., ia berkata: Aku melihat Umar bin Khaththab
ra., mencium Hajar Aswad lalu ia berkata: “Sesungguhnya benar-benar aku tahu
bahwa engkau itu sebuah batu yang tidak memberi mudharat dan tidak (pula)
memberi manfaat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah SAW. menciummu,
aku (pun) tak akan menciummu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
5
Abdul Aziz Ahmad Jasim, Op Cit, h.24
b. Adanya larangan nabi untuk menuliskan selain Alquran. Larangan ini membuat
sahabat harus menghilangkan tulisan-tulisan hadis. Di samping larangan, ada
pemberitahuan dari nabi tentang kebolehan menulis hadis
c. Sifat dasar manusia yang pelupa dan senang kepada kemudahan,
menyampaikan sesuatu yang dipahami lebih mudah dari pada mengingat susunan
kata-katanya6
Artinya: Ada seorang wanita datang menghadap Nabi SAW, yang bermaksud
menyerahkan dirinya (untuk dikawin) kepada beliau. Tiba-tiba ada seorang laki-
laki berkata: Ya Rasulullah, nikahkanlah wanita tersebut kepadaku, sedangkan
laki-laki tersebut tidak memiliki sesuatu untuk dijadikan sebagai maharnya selain
dia hafal sebagian ayat-ayat Alquran. Maka Nabi SAW berkata kepada laki-laki
tersebut: Aku nikahkan engkau kepada wanita tersebut dengan mahar (mas kawin)
berupa mengajarkan ayat Alquran.
6
A.Rahman Ritonga, Op Cit, h.181
“Aku jadikan wanita tersebut milik engkau dengan mahar berupa (mengajarkan)
ayat-ayat Alquran.” (Al-Hadis)
1. Akhrajahu al-Sab’ah
Istilah ini umumnya mengiringi matan dari suatu Hadits. Hal
tersebut berarti bahwa Hadits yang disebutkan terdahulu diriwayatkan oleh
tujuh Ulama’ atau Perawi Hadits, yaitu Imam Ahmad, Bukhari, Muslim,
Abu Daud, Al-Tirmidzi, Al-Nasa’i, dan Ibn Majjah.
2. Akhrajahu al-sittah
Maksud Istilah ini adalah bahwa matan Hadits yang disebutkan
dengannya adalah diriwayatkan oleh enam orang perawi Hadits, yaitu:
Bukhari, Muslim, Abu Daud, Al-Tirmidzi, Al-Nasa’i, dan Ibn Majjah.
6. Muttafaq ‘Alaihi
Maksudnya, bahwa matan Hadits tersebut diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim dengan ketentuan bahwa sanad terakhirnya, yaitu di
tingkat Sahabat, bertemu.
Perbedaannya dengan Al-Bukhari wa Muslim adalah, bahwa yang
disebut terakhir, matan Haditsnya diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim,
tetapi sanad-nya berbeda pada tingkatan sahabat, yaitu di tingkat sahabat
kedua sanad tersebut tidak bertemu. Istilah yang terakhir ini sama dengan
Rawahu Al-Syaykhan, Akhrajahu Al-Syaykhan, atau Rawahu Bukhari Wa
Muslim.
7. Akhrajahu al-Jama’ah
Maksudnya, bahwa matan Hadits tersebut diriwayatkan oleh
jemaah ahli Hadits.
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kata sanad atau as-sanad menurut bahasa, dari sanada, yasnudu yang
berati mutamad (sandaran/tempat bersandar, tempat berpegang, yang dipercaya
atau yang sah). Dikatakan demikian karena, karena hadist itu bersandar kepadanya
dan dipegangi atas kebenaranya. Jadi pengertian sanad adalah jalan yang
menyampaikan kepada matan hadits. Kegiatan pendokumentasian hadis, terutama
pengumpulan dan penyimpanan hadis-hadis Nabi SAW, baik melalui hafalan
maupun melalui tulisan yang dilakukan oleh para sahabat, tabi’in, tabi’I al-tabi’in
dan mereka yang datang sesudahnya, yang rangkaian mereka itu disebut dengan
sanad, sampai pada generasi yang membukukan hadis-hadis tersebut. Status dan
kualitas suatu hadis apakah dapat diterima atau ditolak tergantung kepada sanad
dan matan hadis tersebut. Apabila syaratnya tidak terpenuhi maka hadis tersebut
ditolak dan tidak dapat dijadikan hujjah. Sering dijumpai dalam kitab-kitab hadis
perbedaan redaksi dari matan suatu hadis mengenai satu masalah yang sama. Hal
ini tidak lain adalah karena terjadinya periwayatan hadist yang dilakukan secara
maknanya saja (riwayat bil-ma’na), bukan berdasarkan oleh Rasulullah.Jadi,
periwayatan Hadis yang dilakukan secara makna, adalah penyebab terjadinya
perbedaan kandungan atau redaksi matan dari suatu hadis.
3.2 SARAN
Jasim, Abdul Aziz Ahmad, Hukmu Riwayat Hadis Nabawi bil Ma’na, Kuwait:
Jami’ah Kuwait