ILMU HADIS
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kuliah
Mata Kuliah Ilmu Hadis
Dosen Pengampu:
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1 :
TP.2023/2024
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sebagai agama samawi memiliki sumber ajaran, yaitu al-Qur’an
dan Nabi Muhammad saw sebagai pembawa risalah diberikan kewenangan
oleh Allah swt untuk menjelaskan kepada umatnya tentang wahyu yang
diterimanya, dan penjelasan Nabi tersebut dikenal dengan istilah hadis Nabi
atau sunah.
Sebagian besar kaum muslimin meyakini bahwa hadis adalah
kendaraan sunah Nabi dan bahwa hadis merupakan tuntunan yang tidak dapat
diabaikan dalam memahami wahyu Allah swt. Sebagai salah satu sumber
otoritas Islam kedua setelah al-Qur’an, sejumlah literatur hadis memiliki
pengaruh yang sangat menetukan serta menjadi sumber hukum dan inspirasi
agama. Para ulama telah berupaya keras mengumpulkan dan mengklasifikasi
serta memilah hadis yang autentik dan yang palsu. Di satu sisi, para sarjana
muslim belajar hadis lebih didorong oleh peran sentral yang dimainkan oleh
hadis sebagai sumber hukum dan doktrin teologis, sedangkan serjana barat
mempelajari hadis pada dasarnya didorong oleh kepentingan sejarah (historis
interest).
Dalam pendekatan historiografi, pertumbuhan hadis telah terjadi pada
masa Rasulullah saw, selanjutnya dikembangkan oleh para sahabat, tabi’in
sampai dapat dikumpulkan menjadi sebuah kitab. Hadis tidak seperti al-
Qur’an yang dikumpulkan dalam sebuah mushaf, hadis dikumpulkan oleh
banyak penulis berdasarkan hafalan dan pengetahuanya. Oleh sebab itu, hadis-
hadis Nabi Muhammad saw terkumpul beberapa kitab yang disusun oleh
masing masing mukharrij atau penulis.
B. Rumusan Masalahh
Dalam pembahasan materi ini, dan agar tersusun secara sistematis dan
efisien maka timbulah beberapa rumusan masalah yang diantaranya:
1. Bagaimanakah Pengertian dari Ilmu Hadis?
2. Apa Saja Macam-Macam dari Ilmu Hadis?
3. Bagaimana Kitab-Kitab Ilmu Hadis?
4. Bagaimanakan Cabang-Cabang dari Ilmu Hadis?
C. Tujuan
Dalam membahan materi kali ini tujuan yang dapat diambil yaitu:
1. Untuk menambah pengetahuan mengenai Ilmu Hadis
2. Untuk mengetahui macam-macam dari Ilmu Hadis
3. Untuk mengetahui kitab-kitab dari Ilmu Hadis
4. Untuk menambah pengetahuan mengenai cabang-cabang Ilmu Hadis
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Hadis
Secara leksikal, kata Hadis bermakna al-khabar (berita), al-Jadid (yang
baru), atau setiap apa yang diceritakan baik pembicaraan atau berita. Bila kata
Hadis dihadapkan pada etimologi (asal-usul kata), lafaz حدثdapat berarti al-
kalam (pembicaraan), al-waq’u (kejadian), ibtada’a (mengadakan), al-sabab
(sebab), rawa (meriwayatkan) dan al-qadim (lama). Secara terminologi, ulama
Hadis mendefinisikan sebagai apa yang disampaikan dari Nabi saw. meliputi
perbuatan, ucapan, persetujuan diam-diam, atau sifat-sifatnya (yakni keadaan
fisik beliau). Namun penampilan fisik Nabi saw. tidak masuk dalam definisi
yang digunakan ahli hokum (fuqaha).
Sedangkan pengertian hadits secara luas sebagaimana yang dikemukakan
oleh sebagian Muhadditsin, hadis tidak hanya dimarfu‘kan kepada Nabi
Muhammad saja, tetapi perkataan, perbuatan dan taqrir yang disandarkan
kepada sahabat dan dan tabi‘in. Dengan demikian hadis menurut defenisi ini,
meliputi segala berita yang marfu‘, mauquf (disandarkan kepada sahabat) dan
maqthu‘ (disandarkan kepada tabi‘in). Sebagaimana dikatakan oleh
Muhammad Mahfudh:
والمقطو ل الحديث ان بالمر يحتص اليه فوع بل باء جاء طالقه ايضا
لصاحاب ع ونحوه
ي اىل اضيف ما وهو للموقوف قول من ا
(للتابع اضيف ما هو و
ي )كذلك
1
Helmina, ULUMUL HADIS,(Kerinci: IAIN Kerinci), hal. 7
Ulama hadits yang lain memberikan pengertian hadits sebagai berikut:
Berdasarkan definisi di atas dapat dijelaskan bahwa ilmu hadis adalah ilmu
yang membicarakan tentang keadaan atau sifat para periwayat dan yang
diriwayatkan. Periwayat adalah orang-orang yang membawa, menerima, dan
menyampaikan berita dari Nabi yaitu mereka yang ada dalam sanad suatu
hadis. Bagaimana sifat-sifat mereka apakah bertemu langsung dengan
pembawa berita atau tidak, bagaimana sifat kejujuran dan keadilan mereka dan
bagaimana daya ingat mereka apakah sangat kuat atau lemah. Sedangkan
maksud yang diriwayatkan (marwi) terkadang guru-guru periwayat yang
membawa berita dalam sanad suatu hadis atau isi berita (matan) yang
diriwayatkan, apakah terjadi keganjilan jika dibandingkan dengan sanad atau
matan periwayat yang lebih kredibel (tsiqah). Dengan mengetahui hal tersebut
dapat diketahui mana hadis yang sahih dan yang tidak sahih.3
2
Khusniati Rofiah, Studi Ilmu Hadis,(Yogyakarta: IAIN PO Press, 2018), hal. 1-3
3
Al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi
1) Cara periwayatan hadis, baik dari segi cara penerimaan dan demikian juga
dari cara penyampaiannya dari seorang perawi ke perawi lain.
2) Cara pemeliharaan hadis, yaitu dalam bentuk hafalan, penulisan, dan
pembukuannya. Ilmu hadis riwāyah ini sudah ada sejak Nabi SAW. masih
hidup, yaitu bersamaan dengan dimulainya periwayatan dengan hadis itu
sendiri. Para sahabat Nabi SAW. menaruh perhatian yang tinggi terhadap hadis
Nabi SAW. Mereka berusaha untuk memperoleh hadis-hadis Nabi SAW.
dengan cara mendatangi majelis-majelis Nabi Muhammad SAW. serta
mendengar dan menyimak pesan atau nasihat yang disampaikan Nabi SAW..
Demikianlah periwayatan dan pemeliharaan hadis Nabi SAW. berlangsung
hingga usaha penghimpunan hadis secara resmi pada masa pemerintahan
khalifah ‘Umar ibn ‘Abdul ‘Azīz (memerintah pada 99 H/717 M- 124 H/ 742
M).
Pokok pembahasan ilmu hadis riwayah berkisar tentang proses periwayatan
kepada orang lain, pencatatan, dan pengkajian sanad-sanadnya, serta menguji
status setiap hadis; apakah sahih atau da’if. Adapun faedah dalam mempelajari
ilmu hadis riwayah, yaitu untuk menjaga As-sunah dan menghindari kesalahan
dalam periwayatan.
4
Ibid.
Dirayah adalah Undang-undang atau kaidah- kaidah untuk mengetahui keadaan
sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan, sifat-sifat perawi, dan
lain-lain.
Secara rinci, dijelaskan sebagai berikut:
a. Hakikat periwayatan adalah penukilan hadits dan penyandarannya
kepada sumber hadits atau sumber berita.
b. Syarat-syarat periwayatan ialah penerimaan perawi terhadap hadits yang
akan diriwayatkan dengan bermacam-macam cara penerimaan, seperti
melalui as-Sima (pendengaran), al-Qiraah (pembacaan), al-Wasiah
(berwasiat), dan al-Ijazah (pemberian izin dari perawi).
c. Macam-macam periwayatan ialah membicarakan sekitar bersambung dan
terputusnya periwayatan.
d. Hukum-hukum periwayatan ialah pembicaraan sekitar diterima atau
ditolaknya suatu hadits.
e. Keadaan para perawi ialah pembicaraan sekitar keadilan, kecacatan para
perawi, dan syarat-syarat mereka dalam menerima dan meriwayatkan
hadits.
Objek kajian ilmu Hadits Dirayah adalah keadaan para perawi dan
marwinya. Keadaan para perawi, baik yang menyangkut pribadinya maupun
yang menyangkut persambungan dan terputusnya sanad. Sedangkan keadaan
marwi, baik dari sudut kesahihan dan kedaifannya maupun sudut lain yang
berkaitan dengan keadaan matan.
Dengan mempelajari Ilmu Hadits Dirayah ini, banyak sekali manfaat yang
diperoleh, antara lain:
a. Dapat mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadits dan ilmu
hadits dari masa ke masa.
b. Dapat mengetahui tokoh-tokoh serta usaha yang telah mereka lakukan
dalam mengumpulkan, memelihara, dan meriwayatkan hadits.
c. Dapat mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama
dalam mengklasifikasikan hadits lebih lanjut.
Secara umum manfaatnya adalah untuk mengetahui diterima dan ditolaknya
suatu hadits, baik itu dari segi matan maupun dari sudut sanadnya.5
Kitab Induk Hadits Ketika disebut kitab matan Hadits, maka secara
otomatis yang dimaksud adalah kitab yang disusun oleh mukharrij (kolektor
Hadits), berisi matan Hadits dan sanad-nya tersambung mulai dari yang
terendah, yaitu kolektor, sampai kepada nabi Muhammad saw. Berikut ini
adalah diantara kitab-kitab induk Hadits sesuai kronologis dan jenisnya:
a. Kitab-kitab al-Muwattha`dan al-Musannaf
Di antara kitab dengan metode ni yang terkenal ialah kitab al-
Muwattha’yang disusun oleh Imam Malik ibn Anas Abu`Abdullah al-
Ashbahi (93-179 H)3. Kitab ini terdiri atas 2 juz dan 61 bab, dimulai dari
pembahasan tentang waktu shalat dan diakhiri dengan pembahasan tentang
nama-nama Nabi Muhammad SAW. Terjadi perbedaan pandangan di
kalangan ulama ketika dihadapkan pada pertanyaan apakah al-
muwattha’merupakan kitab fiqh atau kitab Hadits. AbûZahwu berpendapat
bahwa al-Muwattha’ bukan hanya kitab fiqh namun kitab Hadits sekaligus,
karena sistematika penulisan yang menggunakan bab-bab fiqh tidak hanya
monopoli Imam Malik, namun juga digunakan oleh para penyusun kitab
Hadits lainnya.
b. Kitab-kitab al-Musnad
Orang pertama yang menyusun Hadits dengan konsep ini adalah Abu
Dawud Sulayman ibn al-Jarrad al-Tayyalasi (133-204 H). Kitab sejenis
yang dianggap paling luas dan mernadai adalah Musnad Ahmad bin Hanbal,
yang disusun oleh Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal bin Hilal (164-241
H). Kitab ini berisi 40.000 Hadits, diulang-ulang sekitar 10.000, Putranya
yang bernama Abdullah menambahkan sekitar 10.000 Hadits, demikian pula
ratwi yang meriwayatkan dari Abdullah, yaitu Ja'far al-Qathi'i, memberikan
beberapa tambahan di dalamnya. Seperti diketahui, bahwa Ahmad ibn
5
Asep Herdi Op.Cit. Hlm. 36-37.
Hanbal telah terlebih dahulu meninggal dunia sebelum memperbaikinya.
Oleh karena itu, yang berperan dalam mengurutkan kitab Musnad itu adalah
anaknya, Abdullah. Sedangkan yang mengurutkan Musnad berdasarkan
huruf hijaiyah adalah Abú Bakr Muhammad ibn Abdillah al-Muqaddasi.
c. Kitab-kitab al-Juz'u
Dalam istilah ahli Hadits, al-Juzu adalah kitab yang disusun dengan cara
mengumpulkan Hadits-Hadits yang mempunyai tema sama dengan konsep
yang sederhana, atau kitab-kitab yang sebenarnya tidak ditulis secara khusus
sebagai kitab Hadits. Misalnya, kitab al-Jihad dan al-Zuhud karya Ibn al-
Mubarak, Fadhi'il al-Qur'an dan al-Linom karya al-Syafi'i, Tafsir al-Tabari
dan Tarikh al-Thabari karya Thabari, dan lain-lain.
d. Kitab-kitab al-Shalhilh
Ulama yang menjadi pelopor penulisan jenis ini adalah Muhammad
Isma'il al-Bukhari (194-256 H) dengan kitabnya yang populer disebut
Shaahih al-Bukhari. Imam al-Bukhari menulis kitab Shalhilh-nya selama 16
tahun dan merupakan hasil seleksi dari sekitar 600.000 Hadits. Setiap kali
dia ingin meletakkan suatu Hadits shahih dalam kitabnya selalu didahului
dengan bersuci dan shalat dua rakaat. Al-Bukhari hanya menulis Hadits
dalam kitabnya dari kelompok periwayat tingkat pertama dan sedikit dari
tingkat kedua, yaitu yang memiliki sifat ådil dan kuat hafalan, teliti, jujur,
dan lama dalam berguru. Tingkat kedua memiliki kriteria sama dengan yang
pertama, namun tidak lama dalam berguru.
e. Kitab-kitab al-Sunan
Pada era ini, istilah-istilah baru yang berdasarkan pada klasifikasi
kualitas Hadits bermunculan, di antaranya Hadits hasan. Istilah ini
dimunculkan oleh al-Tirmidzi, sebelumnya ulama hanya membagi Hadits
kepada dua kategori yakni, Hadits shahin dan dla if n Karena kitab al-
Tirmidzi banyak memuat Hadits jasan, maka kitab ini populer pula dengan
sebutan kitab Hadits jasen.
f. Kitab-kitab al-Mustadni
Diantara kitab jenis ini adalah al-Mustadrak karya Muhammad ibn
Abdullah al-Hakim al- Naysaburi. Dengan sistematika penyusunan jami,
kitab ini merupakan salah satu yang paling terkenal dalam jenisnya. 23
Terdapat pula al-Mustadrak karya Abu Dzar dan karya al-Daraquthni.
g. Kitab-kitab al-Mustakhraj
Konsep penyusunan ini lazim digunakan pada abad ke-4 H dan abad ke-5
H. Di antara kitab yang disusun dengan konsep ini adalah Mustakhraj Abi
Awanah Ala Muslim, Mustakhraj al-Isma di alā al-Bukhari, dan lain lain.
Abad ke-5 H merupakan akhir dari era kodifikasi Hadits. Setelah era
tersebut, sumber asli dari kitab-kitab Hadits serta sanad yang mu tabar
relatif tidak terdapat lagi. Bahkan menurut al-Bayhaqi, para ulama menolak
mengambil Hadits selain dari kitab para ulama' lima abad pertama.
h. Kitab-kitab penghimpunan
Setelah abad ke-5, alur penyusunan Hadits berubah dalam sistematika
kajiannya. Dari penyusunan Hadits secara independen, yaitu ber-sanad dari
penyusunnya bersambung sampai ke nabi saw. kepada studi dan penelitian
Hadits cenderung bertumpu pada usaha mengelaborasi karya-karya yang
dihasilkan ulama lima abad pertama. Mulai men-syari, menyatukan
beberapa kitab Hadits, dan menghimpun Hadits-Hadits dari kitab-kitab
Hadits induk sesuai tema, seperti menghimpun Hadits-Hadits hukum yang
dilakukan oleh Ibn Hajar (773-852 H) dengan kitabnya Bulugh al-Maran.
Penghimpunan Hadits berdasar tema juga dilakukan oleh Imam al-Nawawi
(631-676 H) dalam karyanya Riyadh al-Shalilgin yang menghimpun Hadits-
Hadits tentang keutamaan-keutamaan amal.
i. Kitab-kitab Syarli
Makin luasnya wilayah Islam menunjang terjadinya akulturasi budaya
yang berakibat pula pada perbendaharaan bahasa Arab yang makin menipis.
Bahasa nabi yang lugas serta memiliki sastra yang tinggi, membuatnya sulit
untuk dipahami oleh generasi yang hidup jauh setelah era kenabian. Oleh
karenanya, merujuk kepada kitab syarlı dalam mengkaji Hadits seperti
menjadi ritual wajib dan tidak terelakkan. Kitab ini menjelaskan mufradat
pada matan yang dianggap sulit dipahami, di dalamnya penulis sesekali
menjelaskan tentang kondisi sanad dan berusaha untuk mengkomparasikan
dengan jalur sanad berbeda dari mukharrij lain.
j. Kitab-kitab Rijal al-Hadits
Suatu Hadits dianggap valid dari sisi sanad, apabila sanad-nya
bersambung kepada nabi, tidak ada 'illah, tidak syadz, dan diriwayatkan oleh
orang-orang yang memiliki kapabilitas dari sisi intelektual dan moral. Oleh
karena itu, dalam studi isnad diperlukan pengetahuan tentang para periwayat
Hadits dari sahabat, tabrin, dan seterusnya, baik perihal masa kehidupan
mereka, pekerjaan, karakter pribadi, bahkan penilaian para ulama bagi setiap
rawî dan hal itulah yang disebut dengan ilmu rijal al-hadits. Mengingat
urgensi sanad, sudah dapat dipastikan kajian mengenai rijal-nya sangat
beragam dengan karakteristik dan metodologi yang berbeda-beda.6
Dari ilmu hadis riwayah dan hadis dirayah, pada perkembangan berikutnya,
muncullah cabang-cabang ilmu hadis lainya. Dan cabang-cabang ilmu hadis
tersebut digolongkan dalam beberapa kategori, sebagai berikut:
1. Cabang ilmu hadis yang pokok bahasanya menekankan pada persoalan
sanad dan rawi terdiri atas:
6
Arif wahyudi. Mengurai Peta Kitab Kitab Hadist, (Pamekasa: Stain Pemekasan Jurnal Online,
2013), hlm 4-9.
islam dan mengambil porsi khusus yang mempelajari persoalan-
persoalan disekitar sanad.
7
Ambo Ase, Ilmu Hadis Pengantar Memahami Hadis Nabi Saw, h. 135.
Karena memahami kosa kata (mufrad) matan hadis merupakan langkah
pertama dalam memahmi suatu hadis serta untuk melakuakn istinbath
hukum.
Sejak dimulainya pembukuan hadis pada ahir abad kedua dan awa
abad hijriyah, para ulama sudah menyusun buku tantang gharib al-hadis.
Dan tokoh ulama yang pertama kali menyusun gharib al-hadis adalah
Abu Ubaidah Mu’amar bin al-Mutsana At-Taini (wafat 210 H).
b. Ilmu asbab wurud al-hadis
Ilmu yang membahas tentang sebab-sebab atau latar belakang
lahirnya sebuah hadis. Ilmu ini sangat penting mengantar untuk
memahami hadis tentang kondisi yang dihadapi dan menjadi sebab hadis
itu diucapkan.
Menguatkan maksud di atas, menurut Prof Dr. Zuhri ilmu asbab
wurud al-hadits adalah ilmu yang menyingkapi sebab-sebab timbulnya
hadits. Terkadang, ada hadits yang apabila tidak diketahui sebab
turunnya, akan menimbulkan dampak yang tidak baik ketika hendak
diamalkan. Ulama yang merintis ilmu ini adalah Abu Hamid bin Kaznah
al-Jubary dan Abu Hafsh Umaru bin Muhammad bin Raja al-Ukbari.
c. Ilmu tawarikh al-mutun
Ilmu yang menerangkan tantang kapan sebauah hadis itu diucapkan
atau diperbuat oleh Rasulullah saw, yang dilihat dari aspek ( tempat,
waktu, dan kondisi). Imu ini sangat penting dan berguna untuk
mengantar dalam memahami sebuah hadis dar statusya, atau apakah
hadis tersebut terjadi nasikh mansukh. Ulama yang merintis ilmu ini
adalah, Sirajuddin Abu Hafsh Amr al-Bulkiny.
d. Ilmu al-nasikh wa al-mansukh
Ilmu yang membahas hadis-hadis yang yang berlawanan yang tidak
mungkin untuk dipertemukan karena materinya (berlawanan) yang pada
akhirnya terjadilah saling menghapus, dengan ketetapan yang datang
terdahulu disebut mansukh dan yang datang kemudian dinamakan naskh.
e. Ilmu talfiq al- hadis
Ilmu yang menerangkan tentang cara/metode mengumpulkan
hadis-hadis yang saling bertentangan atau berlawanan. Cara untuk
mengumpulkan atau mengkompromikan hadis yang beralawanan
tersebut. Ulama yang pertamamenulis ilmu ini adalah Imam Safi’i
dengan kitabnya “mukhtalif al-hadis”.
f. Ilmu tashhif wa al-tahrif
Ilmu yang menerangkan tentang hadis-hadis yang sudah diubah
titik dan syakalnya dan bentiknya. Atau dalam makna lainya, ialah ilmu
yang menjelaskan terjadi perubahan lafazh dan tanda bacanya dalam
hadis. Dan ulam yang dianggap sebagai perintis dari ilmu ini ialah: Imam
al-Daruquthny (w. 358 H) dan Abu Ahmad as-Askary (w. 283 H).
sebuah hadis, apakah hadis tersebut diterima dan ditolak, baik dari
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Rasulullah saw, dari segi ihwal para perawinya, kedabitan, keadilan, dan
antara lain:
1. ilmu hadis yang menekankan pada persoalan sanad dan rawi, seperti:
Ilmu Rijal Al-Hadis, Ilmu Tabaqat Al-Ruwah, Ilmu Tarikh Rijal Al-
B. SARAN
Makalah ini kami sadari masih banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami penyusun sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca agar dapat menyusun makalah
dengan lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Wahyudi, Arif. 2013. Mengurai peta kitab kitab hadist. Pamekasa: Stain
pemekasan jurnal online.
Ase, Ambo. Ilmu Hadis Pengantar Memahami Hadis Nabi Saw. Cet. I; Makassar:
Alauddin Pers, 2010.