Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU HADITS

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah


Ulumul Hadits
Dosen pengampu : KM. Masyudi, M.H

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 02

Siti Khoirul Niqsa 2311101005


Putra ramadhan 2311101016
Ade rian afrija 2311101144

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS (UINSI)
SAMARINDA
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam karena atas izin dan

kehendakNyalah makalah sederhana ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Penulisan dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas

mata kuliah Ulumul Hadis. Adapun yang dibahas dalam makalah sederhana ini

mengenai sejarah hadits.

Dalam penulisan makalah ini banyak ditemukan berbagai hambatan yang

dikarenakan terbatasnya ilmu pengetahuan mengenai hal yang berkenan dengan

penulisan makalah ini. Oleh karena itu sudah sepatutnya berterima kasih kepada

dosen pembimbing, yakni bapak KM. Masyudi, M.H. yang telah memberikan

limpahan ilmu yang berguna.

Makalah ini dibuat semaksimal mungkin, tapi dengan kemampuan yang

terbatas mungkin makalah ini masih banyak kekurangan disana-sini. Oleh karena

itu saran dan kritik anda dapat membangun agar lebih maju di masa yang akan

datang.

Harapannya makalah ini dapat menjadi track record dan referensi untuk

masa depan. Dan semoga makalah ini dapat berguna bagi orang lain yang

membacanya.

Samarinda, 13 Februari 2024

Penyusun
DAFRAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan hadis sebagai sumber hukum dalam Islam mempunyai

sejarah perkembangan dan penyebaran yang kompleks. Dari masa pra-

kriptik, pada masa Nabi, para Sahabat dan Tabi’in, hingga setelah

pembukuan abad ke-2 Hijriah. Perkembangan awal hadis terutama bersifat

lisan, karena Nabi melarang penulisan hadis. Larangan ini didasari atas

kekhawatiran Rasulullah akan tercampurnya Al-Qur'an dan hadis. Hal ini

juga disebabkan oleh penekanan Nabi pada sahabat yang bisa menulis Al-

Qur’an. Masa penulisan dan pembukuan hadis secara formal dimulai pada

masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abd al-Aziz (abad ke-2 H).

Meskipun mengalami naik turunnya perkembangan hadis, namun tidak

dapat dipungkiri bahwa sejarah perkembangan hadis mempunyai pengaruh

yang besar terhadap sejarah peradaban Islam.

Al-qur’an sebagai kalâm Allah (firman Allah) mencakup segala aspek

persoalan kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan pencipta-Nya,

sesama manusia dan alam semesta yang merupakan persoalan mendasar

dalam setiap kehidupan manusia.1

1
Muh. Haris Zubaidillah, “Epistemological Views of Islamic Education Philosophy as a Islamic
Education Basis,” Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan Dan Kemasyarakatan 12, no. 1 (2018): h. 3.
Sedangkan hadits yang merujuk pada keseluruhan sikap, perkataan dan

tindakan Nabi SAW dalam menerapkan ajaran Islam dan pengembangan

kehidupan umat manusia, sungguh membawa rahmat bagi seluruh alam,

termasuk manusia dalam mewujudkan dirinya dan kehidupannya sebagai

manusia. utuh dan bertanggung jawab atas keamanan dalam hidup mereka.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari ilmu hadits?

2. Bagaimana sejarah perkembangan ilmu hadits?

3. Apa saja manfaat dari mempelajari ilmu hadits?

C. Tujuan

1. Untuk dapat mengetahui apa itu ilmu hadits

2. Agar dapat memahami dari mana ilmu hadits itu berasal

3. Dapat mengetahui manfaat apa yang di dapat dari mempelajari ilmu

hadits
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian ilmu hadits

Secara etimologis kata “Ilmu Hadits” merupakan kata serapan dari

bahasa arab “Ilmu Al-Hadits” yang terdiri atas dua kata, yaitu “ilmu” dan

“hadits”,berarti ilmu pengetahuan yang mengkaji atau membahas tentang

segala yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan,

perbuatan, takrir maupun lainnya.

Definisi lain, dari segi bahasa ilmu hadits terdiri dari dua kata yakni

ilmu dan hadits, secara sederhana ilmu artinya pengetahuan, knowledge,

dan science dan hadits artinya segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi

Muhammad SAW, baik dari perkataan maupun persetujuan.

Sedangkan pengertian ilmu hadits secara terminologi ialah suatu ilmu

yang dengannya dapat diketahui betul tidak ucapan, perbuatan, keadaan atau

lain-lainnya, yang orang katakan dari Nabi Muhammad SAW.

Ulumul hadits adalah istilah ilmu hadits di dalam tradisi ulama hadits

(Arabnya : ‘ulumul al-hadits). Sedangkan di kalangan ulama al-hadits

berarti segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Saw dari perbuatan,

perkataan, taqrir, atau sifat.2 Pada mulanya, ilmu hadits merupakan

beberapa ilmu yang berdiri sendiri, yang berbicara tentang hadits nabi dan

2
Nur Al-Din, “'Ulum Al-Hadits Dalam Ibn Al-Shalah ’ulum Al-Hadits Ed. Nur Al-Din,” in Al Mathal
Ila (Madinah: Al-Maktabat al-‘ilmiyyah, 1972).
pada perawinya, seperti ilmu al-hadits al-shahih, ilmu al-mursal, ilmu al-

asma wa al-kuna, dan lain-lain.3 Penulis ilmu-ilmu hadits secara parsial

dilakukan, khususnya, oleh para ulama abad ke-3 hijriyah. Ilmu-ilmu yang

terpisah dan bersifat parsial tersebut, disebut dengan ulumul hadits, karena

masing-masing membicarakan tentang hadits dan para perawinya dan masa

berikutnya. Ilmu-ilmu yang terpisah mulai digabungkan dan dijadikan satu.

Yang dipandang sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri.

Tokoh- tokoh pada abad itu ialah Yahya Ibn ma’in (234 H/848 M)

menulis thariq al-rijal, muhammad Ibn sa’ad (230H/844M) menulis

al-thabaqat, Ahmad Ibn Hanbal (241H/855 M) menulis Al- ‘ilal dan

al-nasikh wa al-mansyukh.

B. Sejarah perkembangan ilmu hadits

Sesuai dengan perkembangan hadis, ilmu hadis selalu mengiringinya

sejak masa Rasulullah S.A.W, sekalipun belum dinyatakan sebagai ilmu

secara eksplisit. Ilmu hadis muncul bersamaan dengan mulainya

periwayatan hadis yang disertai dengan tingginya perhatian dan selektivitas

sahabat dalam menerima riwayat yang sampai kepada mereka. Dengan cara

yang sangat sederhana, ilmu hadis berkembang sedemikian rupa seiring

dengan berkembangnya masalah yang dihadapi. Adapun pernyataan Ahmad

Amin dalam Fajr Al-Islâm bahwa dimungkinkan terjadi adanya pemalsuan

3
Qadir A Hasan, Ilmu Mushthalah Hadits (Bandung: CV. Diponegoro, 2002).
hadis pada masa Nabi masih hidup.4 Pada masa Nabi SAW masih hidup di

tengah-tengah sahabat, hadis tidak ada persoalan karena jika menghadapi

suatu masalah atau skeptis dalam suatu masalah mereka langsung bertemu

dengan beliau untuk mengecek kebenarannya atau menemui sahabat lain

yang dapat dipercaya untuk mengonfirmasinya. Setelah itu, barulah mereka

menerima dan mengamalkan hadis tersebut. Sekalipun pada masa Nabi

tidak dinyatakan adanya ilmu hadis, tetapi para peneliti hadis

memperhatikan adanya dasar-dasar dalam Alquran dan hadis Rasulullah

S.A.W.

Ilmu hadis ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu ilmu hadis Riwayah dan

ilmu hadis Dirayah. Mari kita uraikan perbedaan kedua ilmu ini

a. Ilmu Hadits Riwayah

Tergantung bahasanya, rinisävah berasal dari akar kata raud, varul,

riudvatan yang berarti gerakan dan manipulasi an-nagl, mengacu pada

adz dzikir dan permintaan al-fati. Dapat dikatakan bahwa pemberitaan

adalah penyampaian berita atau penyebutan suatu berita dari seseorang

ke orang lain dengan mempertimbangkan atau memutarbalikkan

kebenarannya. Dalam bahasa Indonesia sering disebut cerita dalano

yang artinya menyampaikan informasi dari satu sumber informasi ke

sumber informasi lainnya. “memindahkan sunnah dan sesamanya dan

menyandarkannya kepada orang yang membawa berita atau yang

4
Ahmad Amin, Fajr Al-Islâm (Beirut: At-Thaba’ah Al-Hadiyah Asyr, 1975).
menyampaikan sunnah tersebut atau yang lainnya.”5 Ilmu Riwayah

Hadits diulas dari pendapat-pendapat pilihan yang disampaikan oleh

Dr.Shubhi Ash-Salih, ialah. “Ilmia Hadis Riwayah adalah ilmu yang

mempelajari transmisi secara cermat dan hati-hati terhadap segala

sesuatu yang bertumpu pada kepala Nahi, baik berupa perkataan,

perbuatan, ijab, dan juga sifat serta segala sesuatu yang bertumpu pada

sahabat dan tabi’in.”6 Definisi lain mengatakan: “Ilmu yang

mempelajari seluruh sabda Nabi, seluruh perbuatannya, riwayatnya,

keterbatasannya, dan ketepatan seluruh redaksinya.”7

Titik sentral pembahasan Ilmu Hadits Riwâyah atau yang menjadi

pembahasan ini adalah bahwa matan yang diriwayatkan adalah dirinya

sendiri, karena memang benarlah perkataan dan Perbuatan Rasulullah

tiruan 'Allah ada di dalam matan . Namun matan ini tidak bisa muncul

sendiri tanpa sanadnya, bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa

rukun hadis antara lain sanad dan matan. Kalau yang ada hanya editorial

tanpa disertai Sanad, maka tidak bisa disebut hadis, begitu pula

sebaliknya. Dengan demikian, perkembangan ilmu hadis Riwâyah tidak

lepas dari ilmu hadis Diryah.

Pendiri Ilmu Hadits Riwâyah adalah Muhammad bin Syihab Az-

Zuhri (w. 124 H) yang merupakan orang pertama yang secara resmi

menghimpun Ilmu Hadits Riwâyah berdasarkan bimbingan Khalifah

5
Majah jalal al-din al-sayuti, Tadrib Al-Rawi Fi Syarh Taqrib Al-Nawawi (Beirut: Dar al-Fikr, 1988).
6
Muhammad Subhi Shalih, Ulum Al Hadis Wa Mushthalahuh (Beirut: Dar al kutub li al malayin,
1959).
7
As-Suyuthi, Tadrib Al-Rawi Fi Syarh Taqrib Al-Nawawi (beirut: Dar al-Fikr, 1988).
Umar bin Abdul Aziz (sebagaimana telah dibahas pada bab sebelumnya,

Sejarah perkembangan hadis). Berikut kegunaan dan manfaat penelitian

ilmiah hadis Riwâyah.

1. Jagalah hadits dengan hati-hati dari segala kesalahan dan kelalaian

dalam narasinya.

2. Menjaga kemurnian Syariat Islam karena sunnah atau hadis

merupakan sumber hukum Islam setelah Al-Qur'an.

3. Sebarkan sunnah tersebut kepada seluruh umat islam agar sunnah

tersebut dapat diterima oleh seluruh umat manusia.

4. Mengikuti dan meneladani akhlak Nabi SAW, karena perilaku dan

akhlak beliau dirinci dalam hadis.

5. Menerapkan syariat Islam dan menjaga akhlak, karena hadis sebagai

sumber hukum Islam tidak dapat dipertahankan tanpa mempelajari

ilmu hadis Riwâyah ini.

b. Ilmu hadits dirayah

Secara kebahasaan, kata dirâyah berasal dari kata darâ, yadrî, daryan,

dirâyatan/dirayah yang artinya ilmu. Maka yang akan dibahas pada bab ini

adalah ilmu hadis dari segi ilmunya, khusus ilmu hadis atau pengantar ilmu

hadis. Secara istilah: “Ilmu mempelajari hakikat narasi, syarat-syaratnya,

jenis-jenis dan hukum-hukumnya, keadaan-keadaan pendongeng, keadaan-

keadaannya, jenis-jenis penceritaan serta pertanyaan-pertanyaan yang

dengannya.”8

8
Maizuddin, Penelitian Hadits Nabi, Ar-Raniry Press, 2014.
Untuk memperjelas definisi di atas perlu disajikan secara rinci:

1. Hakikat narasi sebagaimana dimaksud di atas adalah penyampaian

informasi dalam sunnah atau yang lain dan bergantung pada pembawa

berita, orang yang menyampaikannya atau kepada orang lain.

2. Syarat penuturan tersebut adalah syarat narator menerima (tahammul)

riwayat hadis, dengan metode as-sam' (siswa mendengarkan penjelasan

guru), al-qirâ'ah (siswa membaca, guru mendengarkan), al-ijâzah (guru

memperbolehkan siswa membaca hadis), dll.

3. Beda jenis, khusus jenis narasinya berbeda, baik yang bertemu secara

langsung (sanad muttashil) maupun yang terputus (inqithâ').

4. Hukum diterima (maqbûl) atau ditolak (mardûd).

5. Keadaan perawi, ketika ia menerima (tahammul) dan menyampaikan

(ada') hadits-hadits tersebut, benar atau salah, di mana ia tinggal,

dilahirkan dan meninggal. Sedangkan syarat marwî berarti hal-hal yang

berkaitan dengan syarat berkisah ketika tahammul (penerimaan hadis)

dan ad' (menyampaikan periwayatan), apakah menghubungkan sanad

atau tidak, dan sebagainya.9 Begitu pula dengan berita yang

diriwayatkan, apakah rasional atau tidak, bertentangan dengan Al-

Qur'an atau tidak, dan sebagainya.

6. Segala macam cerita baik hadits maupun âtsâr, segala macam kitab,

juga Musnad, Mu'jam, Ajza' dan lain-lain.

9
M.Ag PROF DR. ZIKRI DARUSSAMIN, Ilmu Hadits, ed. Zulkifli, 1st ed. (Yogyakarta: Kalimedia,
2020).
7. Hal-hal yang berkaitan dengannya, mengetahui istilah-istilah ahli hadis.

Wilayah Ilmu Hadis Dirayah adalah penelitian sanad dan matan,

periwayatan, yang meriwayatkan dan yang diriwayatkan, bagaimana

kondisi dan sifat-sifatnya, diterima atau ditolak, shahih dari Rasul atau

dha'if. Dengan demikian, Ilmu Hadis Dirayah berbeda dengan Ilmu Hadis

Riwayah. Ilmu Hadis Riwayah fokusnya hanya mempelajari periwayatan

(riwayah) segala perkataan, perbuatan, dan persetujuan Nabi tanpa

mempelajari shahih dan tidaknya suatu hadis, baik yang disandarkan kepada

Nabi (marfû') atau disandarkan. pada sahabat (mawqüf), dan atau

disandarkan kepada tabi'in (maqthû'). Adapun tujuannya adalah untuk

mengingat-ingat dan memelihara hadis Nabi tersebut yang dijadikan salah

satu sumber hukum Islam. Sedangkan Ilmu Hadis Dirayah, fokusnya pada

pengetahuan (dirayah) hadis, baik dari segi keadaan sanad dan matan,

apakah telah memenuhi persyaratan sebagai hadis yang diterima atau

tertolak, seperti perkembangan pengodifikasiannya pada masa abad ketiga

Hijriyah. Pendiri Ilmu Hadis Dirayah adalah Al-Qadhi Abu Muhammad Al-

Hasan bin Abdurrahman bin Khalad Ar-Ramahurmuzi (w. 360 H).

C. Manfaat ilmu hadits

Manfaat Mempelajari Ilmu Hadis adalah sumber hukum kedua setelah

Al - Qur'an. Keberadaannya sangatlah penting. Maka, keilmuan tentangnya

pun dianggap urgen pula. Adapun beberapa manfaat mempelajari ilmu hadis

adalah:
 Dengan mempelajari ilmu hadis kita dapat mengetahui mana hadis yang

dinilai shahih, dhaif maupun hadis palsu.

 Dapat menjaga serta menghindari dari kesalahan periwayatannya.

 Kita dapat menjaga hadis yang dinilai benar - benar dari rasulullah dan

memurnikan dari hadis - hadis yang dinilai bukan dari pada sumbernya.

Tujuan mempelajari Ilmu hadis adalah untuk mengetahui (memilah)

hadis-hadis yang shahih dari yang selainnya. Yakni mengetahui keadaan

dari suatu hadis, apakah hadis tersebut shahih, hasan, atau bahkan dha‘if

(lemah, sehingga tidak dapat digunakan sebagai pegangan).

Mempelajari hadis merupakan salah satu cara untuk memahami Islam

dan pribadi Rasulullah (sallallahu 'alayhi wasallam). Dalam hadis dikenal

aspek matan dan sanad. Oleh karena itu, mempelajari hadis tidak hanya

mempelajari isi sabda Nabi dalam matan saja tetapi juga mempelajari

perawi yang menyampaikannya dalam sanad. Sifat perawi hadis dalam

sanad merupakan salah satu syarat yang menentukan mutu suatu hadis,

apakah shahih, hasan, dla'if, atau bahkan batil. Apa manfaat mengetahui

dan mempelajari perawi hadis? Bukan hanya bagi para ulama hadis, berikut

beberapa prioritas mempelajari para perawi hadis:10

1. Sebab turunnya keberkahan dan rahmat Allah. Seorang bernama Sufyan

bin Uyaynah, menuturkan: “Jika disebut nama orang saleh, maka Allah

akan menurunkan rahmat.” Pribadi saleh itu bisa banyak kita temukan

10
Mahbib Khoiron, “Manfaat Pempelajari Perawi Hadits,” Ilmu Hadts 1 (2019).
dan berulang-ulang disebut saat membaca sanad hadits. Dengan belajar

hadits diikuti kecintaan pada Rasulullah menjadikan kita senantiasa

percaya bahwa menyebut nama perawi yang saleh, bisa menjadi wasilah

keberkahan.

2. Membaca kisah beragam pribadi manusia. Kisah sahabat, tabiin, serta

kalangan setelahnya dalam kitab-kitab tarjamah (biografi) perawi bisa

menjadi ibrah. Ketika Anda mengkaji atau mendengar kisah Syu’bah

bin Al Hajjaj, salah satu ulama hadits paling populer, mulanya adalah

seorang yang berpenampilan tidak menarik, namun terpandang karena

kejujuran dan semangat mencari ilmu. Selain inspirasi, ada juga ragam

anekdot perawi seperti kisah Abu Lahi’ah, penghimpun hadits dalam

bentuk catatan, namun gegara rumahnya terbakar kumpulan catatan

hadits itu juga ikut dilalap api. Imbasnya, banyak hadits yang terlupa

oleh beliau. Selain itu, banyak juga kisah-kisah perawi yang dituduh

pendusta, memalsukan hadits, atau yang cari muka di hadapan

penguasa. Kisah-kisah perawi ini akan menjadi selingan atau inspirasi

tersendiri saat belajar hadits.

3. Mengetahui sejarah masa hidup perawi. Pelajar hadits penting untuk

mengetahui sejarah hidup perawi, bahkan tahun lahir dan kematiannya.

Hal ini salah satunya untuk menentukan sanad hadits yang ittishal

(tersambung), salah satu prasyarat hadits shahih. Mengenali profil

perawi juga untuk mempelajari sejarah masa seorang perawi hidup.

Anda tahu konflik mihnah? Selain Imam Ahmad bin Hanbal yang
berkonflik dengan pemerintah dinasti Abbasiyah kala itu akibat

perbedaan sikap tentang kemakhlukan Al Quran, banyak juga ulama dan

perawi yang terseret masalah tersebut. Dari membaca sejarah, kita akan

tahu bahwa perawi hadits tidak tunggal dalam sikap.

4. Sumber keteladanan hidup. Penilaian ulama pada perawi begitu

beragam, dari segi kelebihan dan kekurangan perawi dalam aspek dan

perilaku. Jika pribadinya baik, riwayatnya dipertimbangkan untuk

diterima; begitu pula jika ada cacat perilaku, riwayatnya bisa dinilai

lemah. Kesalehan dan kesungguhan mereka dalam belajar banyak bisa

kita teladani, dan keburukannya bisa kita jauhi. Tentu tidak kudu

sesempurna mungkin, semampunya saja. Banyak perawi adalah orang-

orang biasa, seperti pedagang, petugas pemerintah, dan banyak lainnya,

namun mereka istimewa karena riwayat hadits dan kepribadian mereka.

Demikian beberapa manfaat belajar perawi hadits. Bagi masyarakat

umum yang tidak akrab dengan kajian hadits, tentu ini bisa menjadi poin

menarik untuk bisa menyimak dan mempelajari sabda Nabi ini. Manfaat

dari membaca dan mengenali perawi hadits, kiranya bisa membangun

pemahaman Islam yang lebih baik. Wallahua’lam.


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Secara etimologis kata “Ilmu Hadits” merupakan kata serapan

daribahasa arab “Ilmu Al-Hadits” yang terdiri atas dua kata, yaitu

“ilmu” dan “hadits”,berarti ilmu pengetahuan yang mengkaji atau

membahas tentang segala yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik

berupa perkataan, perbuatan, takrir maupun lainnya.

Dengan cara yang sangat sederhana, ilmu hadis berkembang sedemikian

rupa seiring dengan berkembangnya masalah yang dihadapi. Pada masa

Nabi SAW masih hidup di tengah-tengah sahabat, hadis tidak ada persoalan

karena jika menghadapi suatu masalah atau skeptis dalam suatu masalah

mereka langsung bertemu dengan beliau untuk mengecek kebenarannya

atau menemui sahabat lain yang dapat dipercaya untuk mengonfirmasinya.

Setelah itu, barulah mereka menerima dan mengamalkan hadis tersebut.

Sekalipun pada masa Nabi tidak dinyatakan adanya ilmu hadis, tetapi para

peneliti hadis memperhatikan adanya dasar-dasar dalam Alquran dan hadis

Rasulullah S.A.W. Tujuan mempelajari Ilmu hadis adalah untuk

mengetahui (memilah) hadis-hadis yang shahih dari yang selainnya. Yakni

mengetahui keadaan dari suatu hadis, apakah hadis tersebut shahih, hasan,

atau bahkan dha‘if (lemah, sehingga tidak dapat digunakan

sebagai pegangan)
B. SARAN

Untuk mempelajari dengan dalam tentang sejarah perkembangan

ilmu hadist, kita dapat menulusuri sumber-sumber utama tentang sejarah

perkembangan ilmu hadist, termasuk kitab-kitab klasik, risalah-risalah

ilmiah, dan karya-karya ahli hadist terkemuka. Dan memahami metode-

metode kritik hadist yang digunakan untuk menilai keontetikan hadist,

seperti sanad (rantai perawi) dan matan (teks hadist), serta pemahaman

tentang kriteria keabsahan hadist.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Din, Nur. “'Ulum Al-Hadits Dalam Ibn Al-Shalah ’ulum Al-Hadits Ed. Nur

Al-Din.” In Al Mathal Ila. Madinah: Al-Maktabat al-‘ilmiyyah, 1972.

Amin, Ahmad. Fajr Al-Islâm. Beirut: At-Thaba’ah Al-Hadiyah Asyr, 1975.

As-Suyuthi. Tadrib Al-Rawi Fi Syarh Taqrib Al-Nawawi. beirut: Dar al-Fikr,

1988.

Hasan, Qadir A. Ilmu Mushthalah Hadits. Bandung: CV. Diponegoro, 2002.

jalal al-din al-sayuti, Majah. Tadrib Al-Rawi Fi Syarh Taqrib Al-Nawawi. Beirut:

Dar al-Fikr, 1988.

Khoiron, Mahbib. “Manfaat Pempelajari Perawi Hadits.” Ilmu Hadts 1 (2019).

Maizuddin. Penelitian Hadits Nabi. Ar-Raniry Press, 2014.

PROF DR. ZIKRI DARUSSAMIN, M.Ag. Ilmu Hadits. Edited by Zulkifli. 1st ed.

Yogyakarta: Kalimedia, 2020.

Shalih, Muhammad Subhi. Ulum Al Hadis Wa Mushthalahuh. Beirut: Dar al

kutub li al malayin, 1959.

Zubaidillah, Muh. Haris. “Epistemological Views of Islamic Education

Philosophy as a Islamic Education Basis.” Al Qalam: Jurnal Ilmiah

Keagamaan Dan Kemasyarakatan 12, no. 1 (2018): h. 3.

Anda mungkin juga menyukai