PENYUSUN:
Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan limpahan nikmat kasih sayang-
Nya kepada kami selaku pembuat makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikannya dengan
tepat waktu. Adapun materi makalah yang kami bawakan ini yaitu mengenai pemahaman
tentang Ilmu Hadits dan cabang- cabangnya.
Tak lupa pula kami sadari bahwa makalah yang kami susun ini masih belum layak dari
kata sempurna, maka dari itu melalui kata pengantar ini pula kami selaku penyusun memohon
maaf bila ada kesalahan dari segi apapun yang berkaitan dengan penyusunan dan materi
makalah ini.
2. ILMU RIWAYAH
Ilmu Hadis Riwayah adalah ilmu yang mempelajari cara periwayatan,
penulisan atau pembukuan hadis Nabi SAW.
Objek kajiannya ialah hadis Nabi SAW dari segi periwayatan dan
pemeliharaannya yang meliputi:
1
DR. Nawir Yuslem, MA. “Ulumul Hadits” cet. 2001, PT. Mutiara Sumber Widya
2
DR. ALAMSYAH, M.Ag. “Ŭlūm al-Hadīś”: 28
2. Cara pemeliharaan, yakni penghafalan, penulisan, dan pembukuan
hadis. Jadi ilmu Ilmu Hadis Riwayah ini tidak membicarakan kualitas
sanad, sifat rawi, dan cacat yang terdapat pada matan dan lainnya.3
3
DR. Alamsyah, M.Ag. “Ŭlūm al-Hadīś”: 26
4
Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), Cet, I, hal, 76
5
Nuruddin „Itr, Op Cit, hal, 53
kemudian Khatib al-Baghdadi dengan kitabnya yang berjudul al-Kifāyah Fῑ
Qawānin al-Riwāyah.6 Ulama yang pertama kali memperkenalkan dan
mempelajari secara serius ilmu ini ialah al-Bukhari, Izzad-Bin bin al-Atsir
atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ibn al-Atsir (630 H), ulama abad ke
tujuh hijriyah yang berhasil menyusun kitab Usdu al-Ghābah Fῑ Asmā al-
Şahābah. Kitab ini memuat uraian tentang para sahabat Nabi Saw atau Rijāl
al-Hadῑś pada Ṭabaqāt pertama, meskipun di dalamnya terdapat nama-nama
yang bukan sahabat.7
6
Munzier Suparta dan Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, (PT. Raja Grafindo Persada, 1996), cet II, hal, 24-25
7
Sohari Sahrani, Op Cit, hal, 76
8
DR. Alamsyah, M.Ag. “Ŭlūm al-Hadīś”: 36
lebih mendalam ternyata ada cacat di dalamnya. Inilah yang menjadi titik
tolak pembahasan ilmu ilal.
Selain itu, ada juga ilal yang bersumber dari hadis dhaif. Ilal
yang bersumber dari hadis dhaif ini relatif lebih mudah ditentukan
kecacatannya dari pada hadis yang bersumber dari hadis yang tampak
shahîh secara lahir.9
Untuk mengetahui validitas sebuah hadis, para ulama telah
mengemukakan bahwa barometernya adalah hadis shahih yang
didefinisikan secara lebih konkrit dan terurai oleh Imam al-Syafi’i di dalam
kitabnya yang berjudul al-Risâlah. Dia menyatakan bahwa hadis ahad tidak
dapat dijadikan sebagai hujjah, kecuali jika memenuhi dua syarat, pertama,
diriwayatkan oleh orang yang tsiqah (adil dan dhabit), kedua, rangkaian
riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi atau dapat juga tidak sampai
kepada Nabi.10
Kemudian, untuk memperjelas definisi hadis shahih, muncullah
pendapat para ulama mutaakhirin seperti yang dikemukakan oleh Ibnu
Shalah bahwa hadis shahih adalah hadis yang sanadnya bersambung,
diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit sampai ahir sanadnya, dan
tidak tedapat kejanggalan (syadz) maupun cacat (‘illat).11
9
DR. H. Makhrusin Muhsin, MA. “Studi Ilal Hadits”: 1
10
Ismail, M. Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
11
Al-Shalih, Subhi, ‘Ulûm al-Hadîs Wa Musthalahuhu, Beirut: Dâr al-‘Ilm Li al-Malâyîn, 2006
12
Ibn Faris , Maqaayis al-Lughah
Contoh dari hadits Diriwayatkan dalam hadits Imam Ath
Thabrani, Rasulullah SAW bersabda: "Demam adalah bagian dari panas
Jahannam. Ia merupakan jatah bagi orang mukmin dari api neraka."
Secara harfiyah hadis tersebut sulit dipahami karena demam ada
di dunia sementara Jahannam persoalan ghaib. Oleh karena itu hadis itu
harus dipahami secara takwil bahwa penyakit demam itu sangat panas
seolah-olah panas neraka jahannam.13 Ulama perintis di bidang ini adalah
Abu Ubaidah Ma'mar bin Mussana at-Taimi (w. 210 H) dan kemudian Abu
al-Hasan an-Nadr bin Syumail alMazini (w. 203 H). Keduanya telah
menulis kitab tentang garib al-hadis. Namun, Muhammad Adib Salih (ahli
hadis kontemporer dari Suriah) mengatakan bahwa kitab tersebut
merupakan kitab kecil dan banyak masalah yang belum terdapat di
dalamnya.Kitab yang terkenal ialah al-Fa' iq fi Gharib al-hadis karya Abu
Qasim Mahmud bin Umar az-Zamakhsyari dan an-Nihayah ff Gharib al-
hadls karya Majduddin Abu as-Sa 'adah al-Mubarak bin Muhammad yang
terkenal dengan nama Ibnu al-Asir (544-606H).
13
Yusuf al-Qaradhawi, Kaifa Nata’aml ma’a al-Sunnah (Bandung: Mizan1993) h. 183
14
DR. Alamsyah, M.Ag. “Ŭlūm al-Hadīś”: 36
15
Riwayat Abu Dawud dalam Sunan-nya nomor hadis 3512
Pemahaman seperti ini keliru karena salah dalam menangkap
maksud dan latar belakang munculnya hadis. Padahal hadis tersebut muncul
ketika berkecamuk peperangan, yang di dalamnya sulit dibedakan antara
pasukan muslim dan kafir. Untuk membedakannya, maka nabi
memerintahkan umat Islam memakai tanda tertentu dan jangan menyerupai
orang kafir. Sebaliknya jika ada yang menyerupai mereka, maka dapat
terbunuh karena dikira termasuk pasukan kafir. Jadi hadis tersebut berlaku
khusus dalam situasi peperangan.
16
Muhammad ibn Isma’il al-Shan’ani, Taudhih al-Afkar, juz II, h. 426
yang membatalkan dijadikan hujah dan diamalkan, sedangkan hadis yang
telah dibatalkan (dihapus) harus ditinggalkan.
Misalnya pada masa awal Nabi pernah melarang ziarah kubur
dan menyimpan daging kurban, kemudian beliau membolehkan keduanya,
seperti dalam hadis berikut:
َوت ُْد ِم ُع، فَان ى ُه ُي ِر هق الْ َقلْ َب،ُك ْن ُت َنَ َ ْي ُت ُ ُْك َع ْن ِز ََي َر ِة الْ ُق ُب ِور َأ ََل فَ ُز ُوروهَا
ِ
َو ََل تَ ُقولُوا ُُهْر،َ َوت َُذكِ ُر ْالآ ِخ َرة،الْ َع ْ َْي
Artinya: “Saya telah melarang kalian dari ziarah kubur maka berzirahlah sekarang, dan saya
pernah melarang kalian menyimpan daging-daging kurban lebih dari tiga hari maka simpanlah
sekarang untuk kebaikan kalian”.17
17
Riwayat Muslim nomor hadis 1623
18
DR. Alamsyah, M.Ag. “Ŭlūm al-Hadīś”: 43
19
Abu Muhammad Abdul Hadi, Thuruq Takhrij Hadis Rasulillah
DAFTAR PUSTAKA
DR. Nawir Yuslem, MA. “Ulumul Hadits” cet. 2001, PT. Mutiara Sumber Widya
DR. ALAMSYAH, M.Ag. “Ŭlūm al-Hadīś”: 28
DR. ALAMSYAH, M.Ag. “Ŭlūm al-Hadīś”: 26
Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), Cet, I, hal, 76
Nuruddin „Itr, Op Cit, hal, 53
Munzier Suparta dan Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, (PT. Raja Grafindo Persada, 1996),
cet II, hal, 24-25
Sohari Sahrani, Op Cit, hal, 76
DR. Alamsyah, M.Ag. “Ŭlūm al-Hadīś”: 36
DR. H. Makhrusin Muhsin, MA. “Studi Ilal Hadits”: 1
Ismail, M. Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
Al-Shalih, Subhi, ‘Ulûm al-Hadîs Wa Musthalahuhu, Beirut: Dâr al-‘Ilm Li al-Malâyîn,
2006
Ibn Faris , Maqaayis al-Lughah,
Yusuf al-Qaradhawi, Kaifa Nata’aml ma’a al-Sunnah (Bandung: Mizan1993) h. 183
DR. Alamsyah, M.Ag. “Ŭlūm al-Hadīś”: 36
Riwayat Abu Dawud dalam Sunan-nya nomor hadis 3512
Muhammad ibn Isma’il al-Shan’ani, Taudhih al-Afkar, juz II, h. 426
Riwayat Muslim nomor hadis 1623.
DR. Alamsyah, M.Ag. “Ŭlūm al-Hadīś”: 43
Abu Muhammad Abdul Hadi, Thuruq Takhrij Hadis Rasulillah